Sesampainya disana. Seperti biasa, ada teknisi lain yang sedang menunggu pekerjaan servisannya selesai. Dia bercakap-cakap dengan Pak Karto, sepertinya mengenai beban hidupnya.
Sampai disuatu bagian dia mengarahkan pandangan kepadaku dan berkata.
"Kamu sih enak, belum berkeluarga. Aku sudah punya anak dan istri. Sudah punya beban tanggungan!.
"Tapi kalau aku sih tetap ingin berkeluarga mas"
"Oh ya jelas. Itu pasti" sepertinya dia kehilangan kata-kata.
Akhir bulan kemarin aku mendapatkan telpon dari pelanggan. Namun kali ini mereka meminta bantuanku untuk membantu pekerjaan musiman mereka, memasukkan data dan menggepak dokumen. Aku mengiyakan penawaran tersebut, bersyukur ada pemasukan untuk sebulan kedepan. Karena memang sudah beberapa hari ini hampir tidak ada pemasukan. Beberapa tahun ini pemasukanku menurun tidak seperti dulu. Inflasi terus meninggi, sementara biaya jasaku masih sama, tidak bisa dinaikkan setinggi itu untuk mengimbangi lajunya.
Sebulan itu aku sudah seperti orang kantoran saja. Masuk pagi pulang sore. Jadwalnya teratur.
Aku kira aku akan mendapatkan upah yang sepadan.
Karena ada suatu hari, pekerjaan aku sambi untuk menjawab WA/SMS dilanjutkan dengan menyetel video iklan dari game yang aku mainkan agar dapat Gem gratis. Mbak pelanggan terlihat marah dan menyuruhku fokus tentang deadlinenya. Aku simpulkan, pasti mereka akan memberikanku upah yang sepadan juga. Apalagi memang biasanya pekerja kontrak/serabutan/musiman mendapatkan upah yang sedikit lebih tinggi daripada pegawai tetapnya. UMR saat ini adalah Rp2.500.000. Gaji dari para pelangganku itu selaku pegawai tetap. Andai tidak dapat segitu, Rp2.000.000 saja juga aku tetap bersyukur. Baiklah aku akan bekerja keras dengan rajin.
Aku kira aku akan mendapatkan upah yang sepadan.
Ternyata di kwitansi yang ditujukan kepadaku untuk aku tandatangani, tertulis nominal Rp 400.000. Aku bekerja secara penuh dari pagi sampai sore sebulan penuh di tempat itu. Hanya keluar beberapa jam untuk mengurus pelanggan lainnya lalu secepatnya kembali kesana. Itupun berapa kalinya masih bisa dihitung karena sebagian besar pekerjaan aku serahkan ke rekan-rekanku yang lain. Aku dapat sedikit nggak papa yang penting bisa buat bensin, dan pelanggan tidak kecewa. Ternyata Zonk. Aku kecewa.
Padahal mereka juga pasti tahukan. Kalau pekerjaan itu tidak akan bisa selesai sebelum deadline bila aku tidak mengerjakannya secara seharian penuh. Berbeda dengan mereka yang bekerja dengan santai. Mereka sendiri juga pasti bisa menilai, pasti bisa mengatakan siapa yang bekerja paling nggetu(giat) disana.
Pekerjaan labor manual yang membosankan dan monoton diserahkan kepadaku.
Upah atau gaji adalah penghargaan terhadap profesi. Dan kerja kerasku menguras konsentrasi dan pikiran selama sebulan penuh, enam hari dalam seminggu dari pagi sampai sore hanya dihargai Rp400rb. Dari UMR yang saat ini Rp2.500.000. Kecewa itu pasti.
#Tepuk tangan#HidupAkalSehat#
Sore harinya suaminya datang menjemput istrinya itu dikantor. Si istri bercerita mengenai hal itu. Dia juga pasti tahu aku kecewa. Semua orang yang punya nalar, juga pasti tahu kok.
Dan jawaban dari suaminya.
"Untung dia belum punya istri. Kalau sudah pasti dimarahin sama istrinya itu." Aku mendengar hal tersebut.
"Untung" katanya!?. Sang suami melanjutkan bahwa dia mau menambahi Rp300rb dan meminta istrinya dan nanti juga rekan kerja istrinya untuk menambahkan juga Rp300rb agar aku tidak terlalu kecewa, namun sang istri mengatakan tidak usah.
Aku sudah mengorbankan banyak waktuku disana. Padahal untuk freelance sepertiku. Bila tidak ada pekerjaan, aku harus mencari cara agar ada pekerjaan masuk. Dengan leha-leha atau berdiam diri di satu tempat tanpa melakukan apa-apa mengenai usahaku itu ya sama saja pasti tidak ada pemasukan.
Mindset yang mereka gunakan. Daripada aku tidak ada pekerjaan dirumah. Lebih baik aku membantu mengerjakan tugas mereka. Dengan imbalan penuhnya berupa makan siang!?.
Ya kalau tidak ada telpon masuk, lebih baik aku mencari pelanggan dengan mengirimkan penawaran. Siapa tahu bisa dapat Whale/ikan besar dan bisa menutup pemasukan sampai beberapa hari.
Cuma menguntungkan satu pihak dan justru merugikan pihak lain.
Aku adalah pihak yang jelas-jelas dirugikan.
Namanya kerjasama itu take and give. Sama-sama untung, nggak seperti ini.
Mulanya aku menerima tawaran mereka karena selama ini mereka adalah pelanggan yang menghargai kerja kerasku. Tahun lalu aku juga diminta membantu mereka mengurus pekerjaan deadline selama seminggu dan itu masih bisa aku sambi, kebetulan saat itu juga agak sepi. Aku dapat bayaran Rp300rb. Aku bersyukur dan menerimanya. Makanya waktu aku mendapat tawaran sebulan. Aku tidak menanyakan secara detail aku dapat berapa. Karena mereka pasti punya pikiran dan bisa menilai sendiri. Karena sudah keblondrok satu kali, bila ada berikutnya, jelas aku akan menanyakan hitam putihnya. Karena kepercayaanku sudah hilang. Mereka tidak menghargai kerja kerasku.
Aku tahu mereka cuma pegawai. Kebijakan berasal dari "atas". Tapi harusnya mereka bisa berpikir dong. Dari mana pemasukanku sementara tujuanku memang mencari nafkah. Sedangkan waktu yang sudah kugunakan tidak bisa kembali.
Nggak perlu sampai ke "atasannya" yang cuma bisa pamer ngomongin pemasukannya yang wah. Dan mereka cuma bisa senyam-senyum waktu menghadapinya. Kalau seperti itu ya tidak pantaslah memberikan tekanan kepadaku.
Heh
Waktu masih jadi pegawai outlet juga gitu. Ada rekan-rekan yang sudah berumahtangga seolah menyepelekanku yang masih bujang.
Contoh dulu ada rekanku bernama Asmuni. Lelaki berumur berkulit sawo matang, bentuk wajahnya bulat, rambutnya cepak, klimis tanpa kumis dan janggut, dengan badan tambun karena sifatnya yang gembul. Dia setiap hari selalu datang telat karena mengantarkan istrinya bekerja. Dan catatan angka spedometer dimasukkan sedari mengantarkan istrinya ketempat kerja. Di tempat kerja kami waktu itu, uang bensin diganti berdasarkan catatan spedometer.
Kalau kilometer kendaraannya dirinya banyak karena hal itu. Kilometernya kendaraanku banyak karena aku mengerjakan pekerjaan dia. Dia tidak mau mengerjakan pekerjaannya untuk mengantar barang keluar selain karena pemalas, merasa capek karena harus panas-panasan, juga karena ia ingin melihat proses pengerjaan service komputer/printer yang dilakukan oleh teknisi. Teknisi kami pada waktu itu adalah Boby.
Tapi untuk mengamankan pekerjaannya. Dia selalu mengatakan kepada pak Boss bahwa akulah yang sering datang terlambat. Menjilat adalah spesialisnya.
Padahal aku tidak pernah mengungkapkan fakta buruknya itu kepada Boss.
Tahukah apa alasan dia setelah itu. "Aku sudah punya anak istri, dia kan belum."
Lagi-lagi alasan pengecut yang mau enaknya saja dan menganggap kewajibannya sebagai sebuah beban.
Lalu kenapa mereka menikah?. Daripada berlindung dibalik alasan tersebut dan menjadi pecundang. Ah, jangan-jangan memang agar bisa berlindung dibalik alasan tersebut ya?. Hanya mau enaknya, tapi soal kewajiban mengeluh, menganggapnya sebagai beban. Masih belum terlambat kok kalau ingin bercerai.
Demi keluarga hanyalah alasan bullshit!. Terbukti setelah Asmuni mendapatkan promosi dari Boss dan menjadi sales garam pertama dari usaha Boss yang baru dirintis di wilayah ini. Bisnis utama si Boss adalah berdagang garam, tapi diluar kota. Lalu sekarang dirinya sudah menjadi Manager Area dan mempunyai penghasilan yang besar. Istrinya diceraikan dan dirinya menikah lagi dengan perempuan lain yang dia rasa mempunyai fisik yang lebih menarik. Sekarang yang tinggal serumah dengan mantan mertuanya hanyalah mantan istri dan anaknya. Kok istri mudanya mau sama ia?, padahal Asmuni sudah punya anak istri, apalagi "bentuknya" dia seperti itu. Sudah jelas, itu karena Asmuni yang sekarang sudah berpenghasilan besar. Kalau ia yang sebelumnya pasti diguyur ember dan disuruh ngaca. Kalau saat ini Asmuni dipecat. Habis sudah dia. Istrinya saat ini pasti bakalan menunjukkan sifatnya yang sebenarnya.
Aku tidak terlalu kaget dengan hal itu. Dulu saja matanya jelalatan waktu melihat Gelis, pegawai butik sebelah. Aku tahu ia naksir kepada gadis itu. Tapi cuma bisa sampai disitu. Terhalang kenyataan bahwa dia sudah punya anak istri, apalagi dirinya masih tinggal di "Pondok Mertua Indah". Begitu juga aku melihat kesedihan dan ekspresi patah hati pada masa-masa Gelis dinikahi oleh Pandot, Ia merasa sakit hati kepada Pandot, mantan pegawai percetakan ruko sebelah yang beritanya sekarang sudah menjadi Pegawai Negeri. Tidak hanya itu, waktu itu kami juga sering mendengar cerita darinya bahwa waktu jadi sales dia pernah ditaksir oleh gadis penjaga toko. Kalau keadaannya waktu itu belum berkeluarga pasti sudah disikatnya. Terlihat keinginannya yang sangat akan hal itu.
Sekarang aku bisa melihat, bahwasanya ada satu unsur yang belum terpenuhi saat itu terjadi. Uang. Setelah satu unsur itu terpenuhi, sekarang ia telah menampakkan sifat aslinya. Si Asmuni tega menceraikan istrinya, meninggalkan anaknya yang masih balita dengan istrinya demi perempuan lain yang lebih muda dan dirasa dirinya mempunyai tampilan fisik lebih menarik. Demi memenuhi syahwat hawa nafsunya, ia tega menyakiti orang-orang disekitarnya. Istri yang sedari awal bersamanya, mantan mertua yang menerima keadaannya dan selalu mendukungnya dari awal ia menyunting putri mereka. Sebenarnya hal ini sungguh tidak bisa dicerna dengan akal sehat. Tapi ya begitulah tabiat asli dirinya. Ia nekat melanggar semua itu.
Menjilat memang spesialisnya. Itu yang membuat Boby geram dan keinginan keluar untuk berwiraswasta semakin kuat. Karena Boss dirasanya tidak adil, bukannya mensejahterakan pegawai lamanya terlebih dahulu, tapi malah memberikan promosi/peningkatan kepada si Asmuni yang merupakan pegawainya yang paling baru, yang baru saja bekerja untuknya. Tidak memberi kesempatan kepada pegawai lamanya terlebih dahulu. Mungkin karena pengalaman kerja Asmuni sebelumnya sebagai seorang sales, jadi dia mengetahui banyak lokasi pabrik. Padahal di jaman itu sudah ada Google dan GPS.
Kurasa hal ini juga yang membuat Boby menjadi sentimentil kepada Toko. Ia tanpa ragu langsung mengenakan harga end user saat kami menyerviskan barang kepadanya, misal ia mengecas harga jasa Rp25.000 waktu itu kepada kami, sedangkan pada umumnya saat itu Rp25rb adalah harga yang diterapkan kepada pelanggan akhir. Sehingga kami harus menaikkannya menjadi Rp35rb kepada pelanggan, demi bisa untung Rp10rb. Ia juga langsung terang-terangan menutupi trik yang ia gunakan, saat Asmuni pada yang saat itu menjadi teknisi baru menggantikannya mendekat hendak melihatnya menservis reset. Padahal barang yang ia servis saat itu adalah piranti lama milik pelanggan setia toko yang sebelumnya selalu ditangani oleh Boby. Mungkin yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana agar kami tidak bisa mengetahui caranya, sehingga ia bisa mendapatkan untung sebesar-besarnya dari kami pihak toko. Nampaknya ia merasa tidak punya kewajiban untuk menurunkan ilmunya kepada Asmuni demi keberlangsungan hidup toko.
Padahal saat hendak keluar dari pekerjaan. Ia yang seorang teknisi pergi keluar "mencuri start" saat jam kerja untuk mendapatkan pelanggan bagi dirinya sendiri. Bilangnya mau ngirimin penawaran. Ya.. demi Toko masa aku ngelarang. Dan ia juga tidak menerima perkataan tidak, karena bilang hal tersebut saat berada diambang pintu, lalu ngeloyor. Aku bisa menyimpulkannya saat ia membawakan barang untuk diisi toko tapi merahasiakan(tidak menjawab saat ditanya walaupun sudah diulang-ulang) alamat pelanggan tersebut lalu mengantarkannya sendiri. Kalau dibilang nakalan, ya memang nakal. Aku tidak bisa memaksanya. Ya sudah, yang penting toko ada pemasukan. Istilahnya, ia menitipkan pelanggannya sementara kepada toko kami, sebelum ia keluar dari pekerjaannya di tempat kami secara resmi.
Aku, sekalipun hendak keluar dari toko setelahnya. Aku tak mau seperti itu, "mencuri start(garis mulai)". Keluar mencari pelanggan saat masih ada ikatan dengan toko. Hari-hari terakhir sebelum dia resmi risen, ia terang-terangan menyarankan kepadaku untuk melakukan hal seperti dirinya. Mencuri Start. Mencari pelanggan, dititipkan ke toko, lalu nanti diambil kembali. Sepertinya ia lupa untuk menyarankan buat ngambil pelanggan toner walaupun cuma satu pelanggan, jadi tidak terlalu mencolok.
Berbeda dengan Boby. Diriku malahan baru mendatangi para pelanggan lama Toko setelah Toko memang benar-benar sudah tidak lagi beroperasi. Dan ketika saya mendatangi mereka, mereka sudah mempunyai rekanan baru. Ada beberapa dari mereka akhirnya kembali mempercayakan urusan servis kepadaku.
Kita bahas hal yang lain.
Bukan hanya pendapat satu atau dua orang saja. Semua orang yang mengenal istri Boby juga Boby dengan segala latar belakang mereka akan mengatakan hal yang sama. Iin atau Indari, istri dari Boby adalah perempuan bodoh!. Kok mau maunya sama Boby hanya karena Boby melamarnya waktu dalam keadaan kosong. Hanya karena tampang Boby yang bisa dibilang lumayan. Cuma lumayan lho ya. Sedangkan saat itu saja dirinya hanyalah seorang pengangguran. Dan Boby benar-benar orang asing bagi mereka. Waktu lihat Iin dijalan, Boby langsung naksir, terus diuntit sampai ke rumahnya. Tanya tetangganya Iin mengenai statusnya sudah menikah atau belum. Esoknya langsung memberanikan diri untuk melamarnya dengan modal nekat.
Tidak ingatkah Boby saat ayah mertuanya meluluskan niatan dia untuk melamar istrinya hanya dengan bekal kepercayaan bisa membaca Al-Quran?. Bagi sebagian kalian pasti heran dengan syarat ini. Aku yang anak kota saja sudah khatam Al-Quran sejak SD. Apalagi Boby adalah anak desa, yang budaya mengajinya masih kental.
Ini adalah contoh bagi kalian yang nantinya menjadi orangtua. Bisa mengaji bagi orang Islam adalah sesuatu hal yang sangat wajar. Bila menilai anaknya memang berharga. Harusnya menguji tidak sekedar itu. Bahkan ayah mertuanya tidak mengetahui Boby baru saja keluar dari pekerjaan lamanya sebagai tukang Fotocopy dan saat ini sedang menganggur. Bukankah salah satu persyaratan untuk menikah adalah punya penghasilan?. Bagaimanapun juga, beliau adalah orang baik, yang menilai seseorang bukan berdasarkan materi. Jarang ada orang seperti beliau.
"Yah, kita sebagai orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak. Biar anaknya sendiri yang memutuskan mau menerima atau menolak". Jawab beliau bijak.
Iin sendiri punya potensi. Ayahnya itu orang kajen. PNS yang disegani baik di lingkungan rumah maupun di tempat kerjanya. Yang paling vital adalah dirinya mempunyai Kakak ipar yang seorang dosen. Yang bila ada suatu kesempatan, selalu dibangga-banggakan oleh Boby dengan mengaku-aku sebagai adik dari kakak(padahal ipar)nya yang seorang dosen perguruan tinggi negeri ternama itu, agar dirinya dipandang orang lebih tinggi. Padahal kalau dipikir-pikir. Sebenarnya itukan kakak ipar dari istrinya, bukan dirinya. Dirinya sendiri bukanlah siapa-siapa.
Iin itu cantik. Kalau dia mau bersabar barang sebentar saja. Pasti ada banyak mahasiswa cerdas berakhlak lagi tampan rupawan yang melamarnya. Yang sudah pasti bakal disaring terlebih dahulu oleh kakak dan iparnya. Hidupnya bakalan lebih baik. Tidak seperti sekarang, jadi sama Boby . Rumah saja warisan peninggalan orangtuanya Iin. Kekurangan kebutuhan untuk bulanan dapat hutangan dari iparnya itu dan tidak perlu nyaur. Boby juga sadar, dia bahkan sampai pernah mengatakan bahwa dia tidak perlu memikirkan biaya kuliah anak-anaknya nanti karena mempunyai ipar yang kaya, yang peduli kepada adiknya. Boby benar-benar "Lucky Devil".
Sudah begitu ia masih saja serakah berusaha mendapatkan keuntungan dengan segala cara. Termasuk merusak hidupku. Padahal dia sudah mempunyai segalanya.
Kalau alasannya malu karena tidak bisa mencukupi semua kebutuhan keluarganya karena dia adalah pekerja tunggal. Jadi apa dengan cara itu dia bisa kaya?. Lalu kenapa dari awal berani melamar istrinya itu hanya dengan modal
Aku benci mengatakan ini. Aku tidak pernah mau membenci seseorang, karena sejatinya membenci dan mencintai mempunyai kesamaan, hanya dengan cara yang berbeda. Sama-sama terus mengingat tapi dengan sudut pandang yang berbeda. Ini bukan masalah move on atau kejadian lama. Rasa sakit akan pengkhianatan tidak akan pernah hilang begitu saja. Kita akan terus mengingatnya. Ia sudah pernah merenggut kesempatanku untuk mendapatkan banyak pahala. Dan pasti menganggap pahala dirinya jauh lebih besar daripada aku karena dia sudah mempunyai amalan-amalan yang bisa didapatkan dari berumahtangga. Sementara Boby sendiri saat ini bersikap seperti biasa dalam melanjutkan kehidupannya, melenggang bebas tanpa pernah memikirkan hal ini pernah terjadi.
Benar-benar bajingan.
Ini juga berlaku kepada mereka yang juga melakukan hal yang sama kepadaku. Ada yang sudah punya anak, bahkan ada yang sudah punya cucu. Kalau mereka tidak merasa sih aku juga maklum. Mungkin karena mereka telmi.
Pergilah kalian ke Neraka.
Dulu Boby adalah teknisi yang selalu bertugas didalam outlet, dalam ruangan ber-AC.
Pernah dulu aku sambat kepadanya bahwa pinggangku sakit. Padahal aku masih muda. Bukannya memberikan saran, dia malah mengatakan dengan lantang bahwa aku yang masih bujangan saja mengeluh. Pantasnya itu dia yang mengatakan seperti itu, karena berapa hari sekali harus melakukan kewajiban sebagai seorang suami untuk memenuhi kebutuhan biologis istrinya. WHAT!.
Aku ini masih perjaka dan dia malah pamer hal yang aku tidak perlu untuk mendengarnya!. Dia menganggap hal tersebut adalah suatu beban!?. Kepada aku yang masih perjaka ting-ting!?. Itu sudah jauh diluar konteks.
Apa dia tidak bisa menjawabnya secara normal?. Saat aku mengeluhkan aku sakit pinggang kepada dokter. Dokter menjawab, dalam bekerja aku pasti terlalu lama duduk. Ya memang, aku berkendara dilapangan bisa sampai enam jam sehari. Dan menyuruhku memperbanyak minum air putih. Jawabannya sungguh berbeda ya?.
Waktu itu penilaianku terhadap dirinya sudah jauh berkurang. Aku sudah nggak respek lagi sama dia.
Makhluk yang ternyata benar-benar busuk. Aku bahkan menceritakan hal pribadi saat diriku kecewa oleh sikap "penggemarku dari masa lalu" karena kukira dia bisa membantuku. Karena dia juga pasti tahu sesuatu. Bodohnya aku.
Dari awal dia memang berlagak pilon. Dari tempat pertama memang tidak pernah menganggapku sebagai teman. Ia hanya memikirkan apa yang menguntungkan bagi dirinya.
Frenemy, berhati-hatilah dengan orang semacam ini yang mungkin ada disekitar kita.
Tidak sampai disitu. Boby bahkan sampai menggunakan alasan sudah berkeluarga untuk mengikat para pelanggannya. Dan namanya manusia pasti mempunyai rasa iba. Disitulah celah tersebut digunakan oleh Boby. Pelanggannya memang menyadari ini. Tapi tidak keberatan. Jadi nggak apa-apa ya, mengalahkan supplier yang belum menikah demi supplier yang sudah mempunyai anak dan istri.
Dengan alasan mainstream. Kasihan, membantu.
Jadi tidak apa-apa tidak membantu mereka yang belum menikah?, tidak kasihan?. Malahan mereka yang seharusnya lebih dikasihani. Mereka juga butuh modal lho.
Beberapa personalia, pengambil kebijakan dalam merekruit pegawai menilai mereka lebih suka mengambil yang sudah berkeluarga. Karena mereka mempunyai beban tanggungjawab yang lebih. Daripada yang masih sendiri. Jadi kerjanya juga lebih rajin. Alasan tersebut tidak bisa disalahkan. Tapi juga tidak bisa dianggap sepenuhnya benar.
Kalau seperti itu.. mereka sama saja tidak memberikan kesempatan bagi yang belum berkeluarga untuk berkeluarga dong. Dan terus memupuk yang sudah berkeluarga.
Padahal diluar ada banyak orang semacam Boby dan Asmuni.
Disinilah Tuhan memberikan kita akal untuk berpikir.
Aku benar-benar muak dengan orang-orang seperti mereka.
Perlahan segel itu mulai terbuka.
"Apa kau ingin kekuatan?. Temukan kegelapanmu dan lampauilah."
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).