Namun belum lama ini tepatnya 4 April lalu(Pas saya iseng nonton youtube tanggal 6 April) tersebar luas di internet.aksi seorang Polisi Bali di Lio yang meminta uang damai dan mengajak minum bir seorang turis Belanda di Pos Polisi tempatnya bertugas, pada jam kerja pula.->sampai diberitakan di Seputar Indonesia RCTI lho.
Pak Polisi ini langsung ngetop ngelebihi Briptu Norman.
Padahal bukankah saat itu(juga saat ini) instansi tempat ia bernaung masih sedang gencar-gencarnya disorot masyarakat? Setidaknya ia tidak melakukannya kepada bangsanya sendiri (Meskipun hal itu tetap tidak bisa dibenarkan).
Lihat versi HD(High Definision) pertama kali saya tahu
disini->http://www.youtube.com/watch?v=MuLvvcn9_70
Kasus ini membuat citra polisi makin merosot.
Kurangnya teladan membuat institusi kepolisian ini sulit berubah.
Salah satu penyebab tidak berjalannya reformasi budaya/kultur sehingga tetap berlangsungnya korupsi di Polri adalah miskinnya teladan dari para atasan(Komandan/Jendralnya). Gaya hidup para jenderal yang bergelimang kemewahan misalnya punya rumah di perumahan Elite namun disisi lain sekaligus miskin prestasi dan kurangnya kontrol menjadi dorongan korupsi bawahan.
Berkaitan dengan teladan, kita tidak akan bisa melupakan Mbah Hoegeng Iman Santosa.
Cerita kejujurannya diceritakan dari generasi ke generasi. Rasanya tak ada yang bisa menyainginya.
Saat masyarakat merindukan sosok polisi jujur, tegas dan mengayomi, hanya nama Hoegeng yang disebut. Tak ada nama lain(Besok-besok akan saya posting Polisi jujur lainnya)
Ini ada beberapa contoh teladan dari almarhum Mbah Hoegeng Iman Santosa.
1. Menyuruh istri menutup toko bunga
Sebagai perwira, Hoegeng hidup pas-pasan. Untuk itulah istri Hoegeng,
Merry Roeslani membuka toko bunga. Toko bunga itu cukup laris dan terus
berkembang.
Tapi sehari sebelum Hoegeng akan dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi (kini jabatan ini disebut dirjen imigrasi) tahun 1960, Hoegeng meminta Merry menutup toko bunga tersebut. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan istrinya. Apa hubungannya dilantik menjadi kepala jawatan imigrasi dengan menutup toko bunga.
"Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya," jelas Hoegeng.
Istri Hoegeng yang selalu mendukung suaminya untuk hidup jujur dan bersih memahami maksud permintaan Hoegeng. Dia rela menutup toko bunga yang sudah maju dan besar itu.
"Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak," kata Merry.
Tapi sehari sebelum Hoegeng akan dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi (kini jabatan ini disebut dirjen imigrasi) tahun 1960, Hoegeng meminta Merry menutup toko bunga tersebut. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan istrinya. Apa hubungannya dilantik menjadi kepala jawatan imigrasi dengan menutup toko bunga.
"Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya," jelas Hoegeng.
Istri Hoegeng yang selalu mendukung suaminya untuk hidup jujur dan bersih memahami maksud permintaan Hoegeng. Dia rela menutup toko bunga yang sudah maju dan besar itu.
"Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak," kata Merry.
2. Tolak rayuan pengusaha cantik
Kapolri Hoegeng Imam Santosa pun pernah merasakan godaan suap. Dia
pernah dirayu seorang pengusaha cantik keturunan Makassar-Tionghoa yang
terlibat kasus penyelundupan. Wanita itu meminta Hoegeng agar kasus yang
dihadapinya tak dilanjutkan ke pengadilan.
Seperti diketahui, Hoegeng sangat gencar memerangi penyelundupan. Dia tidak peduli siapa beking penyelundup tersebut, semua pasti disikatnya.
Wanita ini pun berusaha mengajak damai Hoegeng. Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak mentah-mentah. Hadiah ini langsung dikembalikan oleh Hoegeng. Tapi si wanita tak putus asa. Dia terus mendekati Hoegeng.
Yang membuat Hoegeng heran, malah koleganya di kepolisian dan kejaksaan yang memintanya untuk melepaskan wanita itu. Hoegeng menjadi heran, kenapa begitu banyak pejabat yang mau menolong pengusaha wanita tersebut. Belakangan Hoegeng mendapat kabar, wanita itu tidak segan-segan tidur dengan pejabat demi memuluskan aksi penyelundupannya. Astaghfirullahaladzim
Seperti diketahui, Hoegeng sangat gencar memerangi penyelundupan. Dia tidak peduli siapa beking penyelundup tersebut, semua pasti disikatnya.
Wanita ini pun berusaha mengajak damai Hoegeng. Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak mentah-mentah. Hadiah ini langsung dikembalikan oleh Hoegeng. Tapi si wanita tak putus asa. Dia terus mendekati Hoegeng.
Yang membuat Hoegeng heran, malah koleganya di kepolisian dan kejaksaan yang memintanya untuk melepaskan wanita itu. Hoegeng menjadi heran, kenapa begitu banyak pejabat yang mau menolong pengusaha wanita tersebut. Belakangan Hoegeng mendapat kabar, wanita itu tidak segan-segan tidur dengan pejabat demi memuluskan aksi penyelundupannya. Astaghfirullahaladzim
Hoegeng pun hanya bisa mengelus dada prihatin menyaksikan tingkah polah koleganya yang terbuai uang dan rayuan wanita.
3. Mengatur lalu lintas di perempatan
Teladan Jenderal Hoegeng bukan hanya soal kejujuran dan antikorupsi.
Hoegeng juga sangat peduli pada masyarakat dan anak buahnya. Saat sudah
menjadi Kapolri dengan pangkat jenderal berbintang empat, Hoegeng masih
turun tangan mengatur lalu lintas di perempatan.
Hoegeng berpendapat seorang polisi adalah pelayan masyarakat. Dari mulai pangkat terendah sampai tertinggi, tugasnya adalah mengayomi masyarakat. Dalam posisi sosial demikian, maka seorang agen polisi sama saja dengan seorang jenderal.
"Karena prinsip itulah, Hoegeng tidak pernah merasa malu, turun tangan sendiri mengambil alih tugas teknis seorang anggota polisi yang kebetulan sedang tidak ada atau tidak di tempat. Jika terjadi kemacetan di sebuah perempatan yang sibuk, dengan baju dinas Kapolri, Hoegeng akan menjalankan tugas seorang polantas di jalan raya. Itu dilakukan Hoegeng dengan ikhlas seraya memberi contoh kepada anggota polisi yang lain tentang motivasi dan kecintaan pada profesi."
Demikian ditulis dalam buku Hoegeng-Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa- terbitan Bentang.
Hoegeng selalu tiba di Mabes Polri sebelum pukul 07.00 WIB. Sebelum sampai di kantor, dia memilih rute yang berbeda dan berputar dahulu dari rumahnya di Menteng, Jakarta Pusat. Maksudnya untuk memantau situasi lalu lintas dan kesiapsiagaan aparat kepolisian di jalan.
Saat suasana ramai, seperti malam tahun baru, Natal atau Lebaran, Hoegeng juga selalu terjun langsung mengecek kesiapan aparat di lapangan. Dia memastikan kehadiran para petugas polisi adalah untuk memberi rasa aman, bukan menimbulkan rasa takut. Polisi jangan sampai jadi momok untuk masyarakat.
Hoegeng berpendapat seorang polisi adalah pelayan masyarakat. Dari mulai pangkat terendah sampai tertinggi, tugasnya adalah mengayomi masyarakat. Dalam posisi sosial demikian, maka seorang agen polisi sama saja dengan seorang jenderal.
"Karena prinsip itulah, Hoegeng tidak pernah merasa malu, turun tangan sendiri mengambil alih tugas teknis seorang anggota polisi yang kebetulan sedang tidak ada atau tidak di tempat. Jika terjadi kemacetan di sebuah perempatan yang sibuk, dengan baju dinas Kapolri, Hoegeng akan menjalankan tugas seorang polantas di jalan raya. Itu dilakukan Hoegeng dengan ikhlas seraya memberi contoh kepada anggota polisi yang lain tentang motivasi dan kecintaan pada profesi."
Demikian ditulis dalam buku Hoegeng-Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa- terbitan Bentang.
Hoegeng selalu tiba di Mabes Polri sebelum pukul 07.00 WIB. Sebelum sampai di kantor, dia memilih rute yang berbeda dan berputar dahulu dari rumahnya di Menteng, Jakarta Pusat. Maksudnya untuk memantau situasi lalu lintas dan kesiapsiagaan aparat kepolisian di jalan.
Saat suasana ramai, seperti malam tahun baru, Natal atau Lebaran, Hoegeng juga selalu terjun langsung mengecek kesiapan aparat di lapangan. Dia memastikan kehadiran para petugas polisi adalah untuk memberi rasa aman, bukan menimbulkan rasa takut. Polisi jangan sampai jadi momok untuk masyarakat.
4. Memberantas semua beking kejahatan
Banyak aparat hukum malah menjadi beking tempat maksiat, perjudian
hingga menjadi bodyguard. Hanya sedikit yang berani mengobrak-abrik
praktik beking ini. Polisi super Hoegeng Imam Santosa mungkin yang
paling berani.
Ceritanya tahun 1955, Kompol Hoegeng mendapat perintah pindah ke Medan.
Ceritanya tahun 1955, Kompol Hoegeng mendapat perintah pindah ke Medan.
Tugas berat sudah menantinya. Penyelundupan
dan perjudian sudah merajalela di kota itu. Para bandar judi telah
menyuap para polisi, tentara dan jaksa di Medan. Mereka yang sebenarnya
menguasai hukum. Aparat tidak bisa berbuat apa-apa disogok uang, mobil,
perabot mewah dan wanita. Mereka tak ubahnya kacung-kacung para bandar
judi.
Bukan tanpa alasan kepolisian mengutus Hoegeng ke Medan. Sejak muda dia dikenal jujur, berani dan antikorupsi. Hoegeng juga haram menerima suap maupun pemberian apapun.
Maka tahun 1956, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumut. Hoegeng pun pindah dari Surabaya ke Medan. Belum ada rumah dinas untuk Hoegeng dan keluarganya karena rumah dinas di Medan masih ditempati pejabat lama.
Cerita soal keuletan para pengusaha judi benar-benar terbukti. Baru saja Hoegeng mendarat di Pelabuhan Belawan, utusan seorang bandar judi sudah mendekatinya. Utusan itu menyampaikan selamat datang untuk Hoegeng. Tak lupa, dia juga mengatakan sudah ada mobil dan rumah untuk Hoegeng hadiah dari para pengusaha.
Hoegeng menolak dengan halus. Dia memilih tinggal di Hotel De Boer menunggu sampai rumah dinasnya tersedia.
Kira-kira dua bulan kemudian, saat rumah dinas di Jl Rivai siap ditinggali, bukan main terkejutnya Hoegeng. Rumah dinasnya sudah penuh barang-barang mewah. Mulai dari kulkas, piano, tape hingga sofa mahal. Hal yang sangat luar biasa. Tahun 1956, kulkas dan piano belum tentu ada di rumah pejabat sekelas menteri sekalipun.
Ternyata barang itu lagi-lagi hadiah dari para bandar judi. Utusan yang menemui Hoegeng di Pelabuhan Belawan datang lagi. Tapi Hoegeng malah meminta agar barang-barang mewah itu dikeluarkan dari rumahnya. Hingga waktu yang ditentukan, utusan itu juga tidak memindahkan barang-barang mewah tersebut.
Apa tindakan Hoegeng?
Dia memerintahkan polisi pembantunya dan para kuli angkut mengeluarkan barang-barang itu dari rumahnya. Diletakkan begitu saja di depan rumah. Bagi Hoegeng itu lebih baik daripada melanggar sumpah jabatan dan sumpah sebagai polisi Republik Indonesia.
Hoegeng geram mendapati para polisi, jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi. "Sebuah kenyataan yang amat memalukan," ujarnya geram.
Bukan tanpa alasan kepolisian mengutus Hoegeng ke Medan. Sejak muda dia dikenal jujur, berani dan antikorupsi. Hoegeng juga haram menerima suap maupun pemberian apapun.
Maka tahun 1956, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumut. Hoegeng pun pindah dari Surabaya ke Medan. Belum ada rumah dinas untuk Hoegeng dan keluarganya karena rumah dinas di Medan masih ditempati pejabat lama.
Cerita soal keuletan para pengusaha judi benar-benar terbukti. Baru saja Hoegeng mendarat di Pelabuhan Belawan, utusan seorang bandar judi sudah mendekatinya. Utusan itu menyampaikan selamat datang untuk Hoegeng. Tak lupa, dia juga mengatakan sudah ada mobil dan rumah untuk Hoegeng hadiah dari para pengusaha.
Hoegeng menolak dengan halus. Dia memilih tinggal di Hotel De Boer menunggu sampai rumah dinasnya tersedia.
Kira-kira dua bulan kemudian, saat rumah dinas di Jl Rivai siap ditinggali, bukan main terkejutnya Hoegeng. Rumah dinasnya sudah penuh barang-barang mewah. Mulai dari kulkas, piano, tape hingga sofa mahal. Hal yang sangat luar biasa. Tahun 1956, kulkas dan piano belum tentu ada di rumah pejabat sekelas menteri sekalipun.
Ternyata barang itu lagi-lagi hadiah dari para bandar judi. Utusan yang menemui Hoegeng di Pelabuhan Belawan datang lagi. Tapi Hoegeng malah meminta agar barang-barang mewah itu dikeluarkan dari rumahnya. Hingga waktu yang ditentukan, utusan itu juga tidak memindahkan barang-barang mewah tersebut.
Apa tindakan Hoegeng?
Dia memerintahkan polisi pembantunya dan para kuli angkut mengeluarkan barang-barang itu dari rumahnya. Diletakkan begitu saja di depan rumah. Bagi Hoegeng itu lebih baik daripada melanggar sumpah jabatan dan sumpah sebagai polisi Republik Indonesia.
Hoegeng geram mendapati para polisi, jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi. "Sebuah kenyataan yang amat memalukan," ujarnya geram.
5. Hoegeng dan penyelundupan mobil mewah Robby Tjahjadi
Kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi sangat
fenomenal pada akhir periode 1960an sampai awal 1970an.
Robby adalah
anak muda yang menyelundupkan ratusan mobil mewah ke Indonesia.
Bayangkan tahun 1968, saat rakyat masih susah makan, di jalanan
berkeliaran mobil Roll Royce, Jaguar, Alfa Romeo, BMW, Mercedes Benz dan
lain-lain.
Robby menyuap sejumlah pihak di bea cukai dan kepolisian untuk melanggengkan aksinya. Diduga ada keterlibatan keluarga Cendana dalam kasus ini. Maka ketika Jenderal Hoegeng membongkar kasus ini, bukan pujian atau penghargaan yang didapat. Soeharto mencopot jenderal penuh teladan ini sebagai Kapolri.
Robby menyuap sejumlah pihak di bea cukai dan kepolisian untuk melanggengkan aksinya. Diduga ada keterlibatan keluarga Cendana dalam kasus ini. Maka ketika Jenderal Hoegeng membongkar kasus ini, bukan pujian atau penghargaan yang didapat. Soeharto mencopot jenderal penuh teladan ini sebagai Kapolri.
6. Hoegeng dan pemerkosaan Sum Kuning
Bagian ini sudah sedikit saya ceritakan di posting sebelumnya
Sumarijem adalah seorang wanita penjual telur ayam berusia 18 tahun.
Tanggal 21 September 1970, Sumarijem yang sedang menunggu bus di pinggir
jalan, tiba-tiba diseret masuk ke dalam mobil oleh beberapa orang pria.
Di dalam mobil, Sum diberi eter hingga tak sadarkan diri. Dia dibawa ke
sebuah rumah di Klaten dan diperkosa bergiliran oleh para penculiknya.
Setelah puas menjalankan aksi biadab mereka, Sum ditinggal begitu saja di pinggir jalan. Gadis malang ini pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu.
Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam akan disetrum jika tidak mau menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.
Karena melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani. Saat itu memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar menangkapi anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani.
Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak mentah-mentah.
Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu. Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.
Dalam putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.
Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning.
"Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak," tegas Hoegeng.
Hoegeng membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Namanya Tim Pemeriksa Sum Kuning, dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju. Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah lewat media massa.
Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa. Kopkamtib adalah lembaga negara yang menangani masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yang dianggap membahayakan negara. Kenapa kasus perkosaan ini sampai ditangani Kopkamtib?
Setelah puas menjalankan aksi biadab mereka, Sum ditinggal begitu saja di pinggir jalan. Gadis malang ini pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu.
Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam akan disetrum jika tidak mau menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.
Karena melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani. Saat itu memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar menangkapi anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani.
Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak mentah-mentah.
Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu. Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.
Dalam putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.
Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning.
"Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak," tegas Hoegeng.
Hoegeng membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Namanya Tim Pemeriksa Sum Kuning, dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju. Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah lewat media massa.
Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa. Kopkamtib adalah lembaga negara yang menangani masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yang dianggap membahayakan negara. Kenapa kasus perkosaan ini sampai ditangani Kopkamtib?
Dalam kasus persidangan
perkosaan Sum, polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10
orang. Semuanya anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat
negara. Para terdakwa pemerkosa Sum membantah keras melakukan
pemerkosaan ini. Mereka bersumpah rela mati jika benar memerkosa.
Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.
Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.
Hoegeng dicopot sebagai Kapolri oleh Presiden Soeharto.
Dari segi kinerja, tak ada yang merugikan kemampuan dan kejujuran
Hoegeng. Jenderal jujur ini hanya punya satu kesalahan: Berani melawan Soeharto dan kroninya.
Soeharto menawari Hoegeng dengan jabatan sebagai duta besar atau diplomat di negara lain. Sebuah kebiasaan untuk membuang mereka yang kritis terhadap Orde Baru.
"Saya tidak bisa jadi diplomat. Diplomat harus bisa minum koktail, saya tidak suka koktail," sindir Hoegeng.
Tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini. Ironinya dengan alasan penyegaran, justru pengganti Hoegeng, Jenderal M Hasan lebih tua satu tahun. Banyak pihak ketika itu menilai pergantian Hoegeng penuh intrik politik. Tapi Hoegeng tak peduli dicopot. Dia sadar itu risiko memperjuangkan tegaknya hukum dengan kejujuran, dan sikap antikorupsi.
7. Selalu berpesan polisi jangan sampai dibeli
Mantan Kapolri Jenderal Polisi Widodo Budidarmo punya kenangan soal Hoegeng. Widodo ingat betul pesan Hoegeng padanya.
"Mas Widodo jangan sampai kendor memberantas perjudian dan penyelundupan karena mereka ini orang-orang yang berbahaya. Suka menyuap. Jangan sampai polisi bisa dibeli," tutur Widodo menirukan pesan Hoegeng semasa itu.
Widodo tahu Hoegeng tidak asal memberikan perintah. Hoegeng telah membuktikan dirinya memang tidak bisa dibeli. Sejak menjadi perwira polisi di Medan, Hoegeng terkenal karena keberanian dan kejujurannya. Dia tak sudi menerima suap sepeser pun. Barang-barang hadiah pemberian penjudi dilemparkannya keluar rumah.
"Kata-kata mutiara yang masih saya ingat dari Pak Hoegeng adalah baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik," kenang Widodo.
Widodo bahkan menyamakan mantan atasannya dengan Elliot Ness, penegak hukum legendaris yang memerangi gembong mafia Al Capone di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu, mafia menyuap hampir seluruh polisi, jaksa dan hakim di Chicago. Karena itu mereka bebas menjalankan aksi-aksi kriminal.
Tapi saat itu Elliot Ness dan kelompoknya yang dikenal sebagai The Untouchables atau mereka yang tak tersentuh suap, berhasil mengobrak-abrik kelompok gengster itu.
"Pak Hoegeng itu tak kenal kompromi dan selalu bekerja keras memberantas kejahatan," jelas Widodo.
"Mas Widodo jangan sampai kendor memberantas perjudian dan penyelundupan karena mereka ini orang-orang yang berbahaya. Suka menyuap. Jangan sampai polisi bisa dibeli," tutur Widodo menirukan pesan Hoegeng semasa itu.
Widodo tahu Hoegeng tidak asal memberikan perintah. Hoegeng telah membuktikan dirinya memang tidak bisa dibeli. Sejak menjadi perwira polisi di Medan, Hoegeng terkenal karena keberanian dan kejujurannya. Dia tak sudi menerima suap sepeser pun. Barang-barang hadiah pemberian penjudi dilemparkannya keluar rumah.
"Kata-kata mutiara yang masih saya ingat dari Pak Hoegeng adalah baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik," kenang Widodo.
Widodo bahkan menyamakan mantan atasannya dengan Elliot Ness, penegak hukum legendaris yang memerangi gembong mafia Al Capone di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu, mafia menyuap hampir seluruh polisi, jaksa dan hakim di Chicago. Karena itu mereka bebas menjalankan aksi-aksi kriminal.
Tapi saat itu Elliot Ness dan kelompoknya yang dikenal sebagai The Untouchables atau mereka yang tak tersentuh suap, berhasil mengobrak-abrik kelompok gengster itu.
"Pak Hoegeng itu tak kenal kompromi dan selalu bekerja keras memberantas kejahatan," jelas Widodo.
8. Setelah pensiunpun beliau masih tetap aktif mendedikasikan dirinya untuk polisi.
"Wid, sekarang ini kok polisi sudah kaya-kaya. Sampai-sampai sudah ada yang punya rumah di Kemang, dari mana duitnya itu?"Tulisan itu adalah memo dari mantan Kapolri Jenderal Hoegeng pada Kapolri Jenderal Polisi Widodo Budidarmo sekitar tahun 1977. Walau sudah pensiun, Hoegeng masih peduli pada masalah di kepolisian. Banyak masyarakat maupun polisi yang masih memberikan laporan jika ada korupsi atau perilaku petinggi polisi yang tak beres.
Ketika itu Hoegeng dilapori seorang perwira menengah di Proovost Polri soal adanya permainan kotor para petinggi di Jawatan Keuangan Polri. Hoegeng menyelidiki kasus itu dan ternyata benar. Ada korupsi besar senilai Rp 6 miliar. Jumlah yang luar biasa besar untuk masa itu. Bahkan Deputy Kapolri Letjen Siswadji juga terlibat.
"Sebagai mantan Kapolri, saya benar-benar prihatin dan malu dengan adanya kasus ini," kata Hoegeng .
Sampai awal 1980-an Hoegeng masih banyak menerima keluhan dan informasi
tentang kinerja polisi. Itu membuktikan jika Hoegeng masih mendapat hati
di rakyat, dan mantan anak buahnya.
Beliau mengisi hari-harinya dengan menyanyi lagu Hawaii. Dia punya
band The Hawaiian Seniors yang kerap tampil di TVRI. Setelah bergabung
dengan Petisi 50 (kelompok penentang Soeharto;
Tokoh-tokohnya antara lain Jenderal AH Nasution, Jenderal Hoegeng,
Letjen M Jasin, Ali Sadikin, Mohammad Natsir dll. Mereka
menolak gaya Soeharto yang otoriter.) , sekadar menyanyi di TV pun dilarang (Perlu diketahui saat itu pensiun beliau cuma Rp 10.000).
Kala itu Menteri Penerangan Ali Murtopo yang melarangnya. Dia beralasan acara itu tidak sesuai budaya Indonesia. Ironisnya acara berbau barat yang lain tak kenal semprit.
Pangkopkamtib Laksamana Sudomo meminta masyarakat agar waspada pada lagu-lagu Hoegeng. Dia menyebutkan bisa saja Hoegeng menyanyikan lagu hasutan untuk memaksa rakyat membuat kerusuhan.
Alasan yang tak masuk akal.
Kala itu Menteri Penerangan Ali Murtopo yang melarangnya. Dia beralasan acara itu tidak sesuai budaya Indonesia. Ironisnya acara berbau barat yang lain tak kenal semprit.
Pangkopkamtib Laksamana Sudomo meminta masyarakat agar waspada pada lagu-lagu Hoegeng. Dia menyebutkan bisa saja Hoegeng menyanyikan lagu hasutan untuk memaksa rakyat membuat kerusuhan.
Alasan yang tak masuk akal.
Saat itu Kritik terhadap Soeharto selalu dicap kritik terhadap pancasila dan dianggap mengancam keamanan negara.
Masuk Petisi 50 berarti memasuki kuburan politik. Anggotanya dicekal ke
luar negeri, dilarang tampil di depan umum, dilarang menemui wartawan
dan selalu diawasi.?
Diatas adalah beberapa teladan almarhum Mbah Hoegeng Iman Santosa yang semasa hidupnya penuh kesederhanaan. Sangat aneh jika di masa sekarang, ada Jenderal Polisi dengan jabatan Wakapolri berkata, hidup dari gaji saja tidak cukup.
Saya rangkum dari
Sumber Merdeka.com->Buku 'Hoegeng, Oase Menyejukkan di
Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa,' Karya Aris Santoso
bersama rekan. Terbitan PT Bentang Pustaka.