Membaca di.merdeka.com . Ada dua artikel yang menarik.Sebenarnya mau bahas
"Perbedaan Soekarno dan aktivis mahasiswa zaman sekarang" saja.. tapi kayaknya ada satu artikel lagi yang harus masyarakat tahu.
Calon Hakim Agung M Daming Sunusi mengatakan pemerkosa dan korban pemerkosaan sama-sama menikmati. Saat mengikuti fit and proper test di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/1/2013).
Ucapan Daming yang disampaikan di depan Komisi III DPR ini dihujat semua pihak. Mereka menilai seorang hakim tak layak mengeluarkan pernyataan yang melecehkan korban pemerkosaan. Yang bukan hanya menyakiti korban namun juga orang-orang yang mencintainya. Sesuatu yang tidak pantas dan tidak patut menjadikan pemerkosaan sebagai lelucon. Pemerkosaan dan perzinahan adalah dua hal yang berbeda.
Apalagi kini dunia tengah menyoroti penegak hukum di India yang hampir selalu melepaskan pemerkosa. Kejadian terakhir menewaskan seorang mahasiswi kedokteran. Para pengacara disanapun bahkan menolak menjadi pembela para tersangka. Tidak ada yang akan mengajukan diri untuk membela kasus itu, karena mereka merasa membela kasus itu adalah tindakan amoral. Di Indonesia pun seorang bocah berusia 11 tahun meregang nyawa, diduga akibat diperkosa.
Kisah hakim pengadilan Sum Kuning yang terjadi tahun 1970 mungkin bisa jadi pelajaran untuk Damming.
Bulan September 1970, seorang gadis penjual telur di Yogyakarta bernama Sumarijem melapor ke polisi. Dia mengaku telah diperkosa empat pemuda berambut gondrong di sebuah mobil. Hasil visum membuktikan Sum benar-benar diperkosa.
Tapi polisi malah menyiksa Sum dalam tahanan. Gadis malang berusia 17 tahun itu kemudian malah dijadikan tersangka pencemaran nama baik. Sum bahkan disuruh membuka pakaiannya untuk mencari tanda palu arit, dia dituduh PKI. Demikian ditulis dalam buku Hoegeng yang diterbitkan Bentang.
Kenapa polisi bertindak seperti itu? Rupanya karena para pemerkosa Sum adalah anak-anak penggede. Anak pejabat pada masa itu. Ada yang anak pahlawan revolusi, pangeran keraton dan pejabat lain.
Komandan Daerah Inspeksi Kepolisian 096 Yogyakarta Kombes Indajoto menyeret Sum ke pengadilan. Sum dituding membuat keterangan palsu.
Kasus Sum yang kontroversi menjadi sorotan media massa dan masyarakat. Karena tekanan media, awalnya sidang digelar secara tertutup. Ada beberapa skenario yang disiapkan jaksa untuk memutarbalikkan kasus ini. Di antaranya seorang pedagang bakso bernama Trimo dipaksa mengaku telah berhubungan badan dengan Sum.
Jaksa menuntut Sum tiga bulan penjara dan percobaan satu tahun. Bayangkan, sudah diperkosa, dilecehkan polisi, Sum juga kini jadi pesakitan di kursi terdakwa.
Tapi Sum diselamatkan Hakim Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta Ny Lamjiah Moeljarto. Dengan berani Lamjiah membebaskan Sum dari tuntutan jaksa. Tak ada bukti Sum membuat kesaksian palsu.
Lamjiah juga membeberkan semua penderitaan Sum selama ditahan polisi. Mulai dari tidak diberi makan, diancam dipenjara, bahkan akan disetrum. Begitu juga dengan Trimo yang disiksa dengan dipilin jari-jari tangannya.
Mendengar vonis berani hakim itu, Kapolri Jenderal Hoegeng memanggil pejabat polisi Yogyakarta. Dandin 096 Yogyakarta Indrajoto diperiksa dan dicopot dari jabatannya. Hoegeng mengancam akan menyeret anak-anak pejabat yang memperkosa Sum.
Kasus Sum kembali bergulir. Bahkan Presiden Soeharto dan Pangkopkamtib sampai harus turun tangan. Beberapa bulan kemudian Jenderal Hoegeng dicopot sebagai kapolri. Diduga akibat pernyataan Hoegeng yang berani itu->Wah, pantas Gus Dur sering memuji "Pak Polisi Keren ini".
Sum tak jadi dipenjara karena keberanian Hakim Lamjiah. Jika dulu Lamjiah berpendapat Sum juga menikmati diperkosa, entah bagaimana nasib gadis malang ini.
Kisah Sum Kuning akhirnya difilmkan dengan judul Perawan Desa. Menyabet beberapa penghargaan bergengsi di tanah air (Zaman dulu kayaknya film ini sering diputar di TPI, yang memerankan Yati Surachman bukan?->Film pengadilan terbaik yang pernah dibuat)
Hukum semakin nggak jelas kalau hakimnya saja bicaranya seperti ini!. Para anggota DPR yang ikut tertawa juga perlu dipertanyakan empatinya. Padahal masih hangat dalam ingatan beberapa waku lalu pernyataan Nanan Sukarna(Wakapolri ) yang juga sangat tidak pantas diucapkan soal "Gajinya" yang kecil, salah satu penyebab korupsi ->Orang yang tidak pernah bersyukur.
"Seorang Penegak Hukum itu seperti sebuah bambu yang tegak. Penjaga kebenaran, keadilan, hak asasi manusia, dan orang-orang jujur. Ketika mereka gagal, semua itu hanya akan menjadi entri dalam ensiklopedia, atau kosakata dalam kamus".
Semoga perumpamaan "Hukum ibarat bambu runcing; tumpul ke atas tapi runcing ke bawah". Bisa segera dihapuskan jika para penegak hukumnya kompeten dan mempunyai hati nurani.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).