tag:blogger.com,1999:blog-2279611792224927632024-03-17T03:54:37.434+07:00pejuangmimpiBlog ini ditujukan untuk menyemangati mereka yang berjuang untuk meraih mimpinya, untuk menyemangati mereka yang tersandung dan belum menemukan mimpinya.tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.comBlogger243125tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-81462941281090560942024-03-14T17:53:00.042+07:002024-03-17T03:54:04.448+07:00Onggokan daging dan kotoran<p> Ingat umur Wan, kita hidup didunia ini cuma sementara. Tugas kita dilahirkan didunia itu cuma untuk menyembah kepadanya.</p><p><br /></p><p>Dan nanti yang dihisap pertama dan penentu ibadah kita diterima atau tidak itu ya shalat. Lanjut Toying.<br /></p><p><br /></p><p>Kalau cuma berbicara lisan, semua orang juga bisa. Dia kan cuma Omdo(Omong Doang).<br /></p><p><br /></p><p>'Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.'</p><p><br /></p><p>'Kalau hanya berilmu iblis pun lebih tinggi ilmunya daripada manusia.<br /><br />Begitulah sebabnya, Islam menekankan pentingnya adab, akhlak mulia dari pada ilmu<br /></p><p> </p><p>Cih, padahal jelas itu hal yang tidak ia miliki. Sok iye.<br /></p><p> </p><p> </p><p> </p><p> </p><p> Lha kok bisa-bisanya Bajingan yang sudah merusak hidup banyak orang punya pikiran ingin masuk surga?!. Enak betul. Cukup baginya surga di dunia ini saja. Yah, namanya juga tidak tahu malu. Lha kok enak.</p><p> </p><p> Yo nggak papa dia rajin shalat, yang penting tidak ada pahala yang mengalir masuk kepadanya. Ya kalau shalat agar tidak kena dosa meninggalkan shalat sih mau bagaimana lagi, cukup adil. Mau dirinya shalat di depan Masjidilharam sekalipun ya gapapa. Yang penting tidak ada pahala yang masuk kepadanya. </p><p>Itulah Sumpahku!. Dan aku sendiri yang akan menjadi jaminannya! Mau apa dia!? Hah, bisa apa dia?!. </p><p><br /></p><p>Lagipula itu sudah berlaku semenjak pertama ia mendzalimi seseorang. Dan sekarang semakin menjadi. Namanya juga Setan. Salah sendiri punya hati sama busuknya. Jelek kok diborong semua.</p><p>Dia bisa seenaknya berbuat dzalim seenaknya dan menganggap itu angin lalu tanpa konsekuensi? Enak aja.</p><p>Udah ketawa-ketawa aja lagi. Karena pada akhirnya Kamilah yang akan tertawa terakhir.</p><p><br /></p><p> Memangnya penjahat macam dirinya mau kasih pembelaan seperti apa dihadapan Yang Maha Kuasa?. HaHAHAHAHA!😂, mbok ya punya pikiran. Nggak punya pahala selama 16 tahun itu nggak seberapa kalau dibandingkan hidup orang-orang yang sudah ia rusak selama itu. Dan itu akan terus berlanjut. </p><p><br /></p><p>Kasihan, tiwas selalu berusaha shalat Subuh di masjid. Dimana ia sendiri sebenarnya malas melakukannya, sekalipun itu bukan hal berat untuk pengangguran sepertinya. Semua itu rusak karena kebusukannya sendiri. HaHAHAHAHA!🤣.</p><p>Jangan lupakan pula bahwa ia nanti juga akan punya dosa jariyah sebagai bonusnya. HaHAHAHAHA😂. Ketawa dong, ini menyenangkan bukan?🤣</p><p><br /></p><p>Lagian dia sendiri kan juga nggak keberatan kok <strike>akhiratnya rusak </strike>tidak punya akhirat. Sing penting aku sugeh, ya to. Nikmati saja uang harammu itu selagi masih ada waktu didunia ini.<br /></p><p>Toh ia juga tidak bisa memutarbalik waktu kan. Lha iya punya hati busuk itu bikin nggak kerasa sama sang waktu kan?.</p><p><br /></p><p>Hah, jadi kelepasan ngomong kan aku jadinya. Harusnya aku diem aja sampai dia mati dan menyangka dirinya sudah jadi ahli surga😜. Begitu bangkit lagi.. Surprise 🎉🤪. Puncak dari kejutan 🤣.</p><p><br /></p><p>Terdengar suara adzan berkumandang. Yang penting itu Shalat. Yuk Shalat. Toying segera berdiri melangkahkan kaki pergi dari sana.<br /></p><p> </p><p>Aku nitip ya Yus.. eh Ying.</p><p>Beres ujar Toying sambil mengacungkan jempolnya. Sok iye.<br /></p><p><br /></p><p>Orang awam yang melihat Toying pasti cuma menganggapnya sebagai tua bangka biasa. Tapi bagi kami yang mengenalnya.. ia itu cuma seonggok daging dan kotoran yang menunggu masa kontraknya didunia ini habis.</p><p><br /></p><p>Ia rajin shalat?<br /></p><p>Yowes ben.<br /></p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-23708000044415732282023-11-13T20:39:00.026+07:002024-03-04T20:47:12.463+07:00Hostile Takeover<p>Disuatu ruangan, terdapat empat orang yang duduk saling berhadapan. Tiga bapak-bapak dan seorang anak muda, anak dari salah satu diantaranya.</p><p><br /></p><p>Gimana? Kita biarkan dia masuk?. </p><p> </p><p>Kita memang bisa tetap bertahan walaupun tanpa dirinya. Tapi penanaman dana segar.. itu benar-benar sangat bermanfaat, dilihat dari sisi manapun.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Tom, Bapak akan menceritakan sebuah kisah pengalaman hidup. <br /></p><p> </p><p>Banyak pemberitaan soal siapa sebenarnya pencetus merek mi instan Indomie. Selama ini banyak orang mengira Indomie diciptakan oleh Sudono Salim alias Liem Sie Long karena perusahaan itu kini memegang produksi atas Indomie. Namun, belakangan mulai terkuak bukan Salim-lah yang berada di balik penciptaan Indomie, melainkan seorang pengusaha bernama Djajadi Djaja.</p><p><br /><br />Benarkah demikian dan bagaimana peristiwa sebenarnya?<br />Awal mula industri mi instan Indonesia</p><p><br /><br />Masyarakat Indonesia baru mengenal mi instan pada tahun 1968 usai PT Lima Satu Sankyu memproduksi Supermi. Dalam paparan majalah Historia dituliskan PT Lima Satu Sankyu adalah perusahaan hasil kerjasama perusahaan Jepang, Sankyo Shokuhin Kabushiki Kaisha dengan PT Lima Satu milik Sjarif Adil Sagala dan Eka Widjaja Moeis. Kerjasama ini berbentuk teknis hingga bantuan pengiriman tepung dari luar negeri. <br />Baca:Produsen Mie Gaga Buka Suara Soal Indomie dan Djajadi Djaja</p><p><br /><br />Barulah dua tahun kemudian tepat pada 1970, Sarimi mendapat lawan baru, yakni Indomie. Indomie adalah merek mi instan produksi PT Sanmaru Food. Dalam paparan Arto Biantoro di Namanya Apa?: Memahami Kekuatan Nama Merek & Cara Menemukannya (2023) diketahui PT Sanmaru Food didirikan oleh Djajadi Djaja, Wagyu Tjuandi, Ulong Senjaya, dan Pandi Kusuma, serta berada di bawah jaringan Grup Djangkar Djati. Grup ini didirikan oleh Djajadi Djaja, pengusaha asal Medan, pada 1964 yang kemudian juga ikut mendistribusikan Indomie lewat PT Wicaksana Overseas.</p><p><br /><br />Persaingan bisnis mi awalnya berjalan biasa saja hingga akhirnya muncul pendatang baru, yakni Sarimi pada awal 1980-an. Sarimi didirikan oleh Sudono Salim lewat PT Sarimi Asli Jaya. Menurut Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016), alasan Salim terjun ke industri mi berkaitan dengan kelangkaan beras di Indonesia pada akhir 1970-an.<br /><br />Semua orang tahu beras adalah makanan yang tidak bisa tergantikan oleh masyarakat Indonesia. Pada saat krisis beras sudah pasti pemerintah dan swasta berputar otak untuk mencari pengganti beras. Kebetulan ketika itu industri tepung di Indonesia berjalan positif usai berdiri pabrik tepung pertama di Indonesia, yaitu PT Bogasari, yang juga didirikan oleh Salim, Djuhar Sutanto, Ibrahim Risjad, dan Sudwikatmono. Keempatnya juga dikenal sebagai Gang of Four, persekutuan para pengusaha di era awal Orde Baru. <br /><br />Pada titik inilah, Salim ingin memproduksi mi dengan tujuan mengganti beras sebagai makanan pokok masyarakat. Keinginan ini lantas disetujui oleh pemerintah sebagaimana dituturkan Piet Yap dalam memoarnya My Grains of My Life (2010). Pemerintah secara terang-terangan mendorong Grup Salim untuk mengkampanyekan kelebihan mi dan roti kepada masyarakat.</p><p><br /><br />Dari sini, Salim rupanya cukup serius soal produksi mi. Mengutip paparan Richard Borsuk dan Nancy Chng, Salim rela memesan 20 lini produksi dari pemasok Jepang. Setiap lini bisa memproduksi 100 juta bungkus mi instan. Artinya, ada miliaran bungkus mi yang diproduksi Grup Salim. Atas dasar ini, Salim cukup percaya diri menyaingi Supermie dan Indomie.<br /><br />Namun, rasa percaya diri itu sirna ketika situasi berubah di pertengahan 1980-an. Tanpa diduga, stok beras Indonesia kembali membaik, bahkan di tahun 1984 sudah bisa swasembada. Cita-cita Salim mengubah makanan utama masyarakat dengan mi akhirnya gagal total. Semua yang sudah dilakukan, dari mulai membangun pabrik, berinvestasi, dan kerjasama, menjadi sia-sia. Dan semua itu tidak bisa dibatalkan, alias harus tetap berjalan.</p><p> <br /><br />Sadar bingung mendistribusikan miliaran bungkus mi instan, Salim lantas mendekati pesaingnya, yakni Djajadi, yang merupakan pemilik Indomie.<br />Persekutuan Salim & Djajadi<br /><br />"Kalian konsumen [tepung] saya, kami punya kelebihan lini. Bisakah kalian melakukan sesuatu? Sebab saya tidak mau bersaing dengan kalian," tutur ulang Anthony Salim saat mendekati Indomie, dikutip dari riset Richard Borsuk dan Nancy Chng.<br /><br />Tawaran itu membuat Djajadi berada di posisi sulit. Dia tahu bahwa produksi Indomie bergantung pada Bogasari, tetapi dia juga tidak mau menerima tawaran itu. Alhasil, terjadilah penolakan oleh Djajadi, meski dia tahu menjadi pesaing Salim di Orde Baru bukan hal mudah. Dari sinilah, Sarimi bertarung melawan Indomie. Dalam pertarungan ini, Salim berani mengeluarkan biaya fantastis hingga US$ 10 juta untuk memasarkan produk mi dengan harga di bawah Indomie.<br /><br />Singkat cerita, strategi ini pada akhirnya membuat Indomie takluk. Sarimi sukses menguasai 40% pasar mi instan Indonesia. Berkat kesuksesan inilah, Salim percaya diri dan kembali menawarkan proposal kerjasama kepada Djajadi. Namun, kali ini Djajadi terpaksa harus mengakui kehebatan Salim. Dia menyetujui tawaran tersebut dan sepakat membentuk perusahaan patungan bernama PT Indofood Interna pada 1984. Di perusahaan itu Djajadi punya 57,5 % saham dan Salim 42,5% saham. CEO-nya pun masih orang dekat Djajadi, yakni Hendy Rusli.<br /><br />Sebenarnya, apa yang terjadi antara Salim-Djajadi adalah strategi umum dari bisnis Grup Salim. Salim sering melakukan pengelolaan bersama dengan mitra bisnis dalam suatu grup usaha. Menurut Yuri Sato dalam Chinese Business Enterprise (1996), tujuan Salim melakukan ini untuk mencari keahlian teknis dari mitra-mitra tersebut di bidangnya masing-masing dan mencari dukungan finansial. <br /><br />Dalam kasus PT Indofood Interna, strategi ini berjalan lancar. Bahkan, perusahaan patungan ini sukses menguasai pasar dan mampu mengakuisisi merek kompetitor, yakni Supermi besutan PT Lima Satu Sankyu. Namun, seiring waktu terjadi perubahan pengelolaan di tubuh perusahaan.<br />'Perceraian' Salim & Djajadi<br /><br /><br />Masih mengutip paparan Richard Borsuk dan Nancy Chng, perlahan tapi pasti kontrol PT Indofood Interna bergeser dari Djajadi ke Salim Group hingga menguasai seluruh perusahaan. Pada titik ini, Djajadi terpaksa angkat kaki.<br /><br />"Karena mereka bertikai sendiri dan akhirnya kami mendapatkan mayoritas... Ada lima atau enam orang dalam kemitraan mereka dan mereka tidak akur... Bola jatuh berserakan dan kami memungut keping-kepingannya," tutur Anthony Salim saat ditanya Richard Borsuk soal perubahan kelola PT Indofood Interna. <br /><br />Sejak itu, Salim menguasai Indomie dan memasukkannya ke dalam induk perusahaan PT Indofood Sukses Makmur pada 1994. Ketika itu terjadi tak ada perlawanan dari Djajadi. Dia diam seribu bahasa menyikapi peristiwa itu. Dan ini menjadi kewajaran sebab Salim dekat dengan Presiden Soeharto. Jadi, tidak ada gunanya mengeluh dan protes atas kejadian itu, sehingga lebih baik diam untuk terhindar dampak lanjutan.<br /><br />Barulah setelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, Djajadi mulai buka suara dan berani melawan balik Salim yang ketika itu bisnisnya 'berdarah-darah'. Genderang perang pun dimulai. <br /><br />Dalam laporan Wall Street Journal (2 Februari 1999), Djajadi mengaku terpaksa menjual perusahaannya beserta 11 mereknya, termasuk Indomie dan Chiki, kepada PT Indofood Interna Corp. dengan harga yang sangat murah pada tahun 1986. Seluruhnya dijual dengan harga hanya Rp 30.000.<br /><br />"Pak Djajadi menuntut agar transaksi penjualan tersebut dibatalkan karena ia menuduh perjanjian jual belinya diambil dengan paksa. Dia bersikeras bahwa merek tersebut adalah miliknya secara pribadi dan tidak seharusnya dimasukkan sebagai aset Sanmaru. Jadi, meski Sanmaru sudah dijual, dia tetap menjadi pemilik sah merek tersebut, kata Pak Djajadi," tutur kuasa hukum Djajadi kepada jurnalis Wall Street Journal.<br /><br />Dalam momen ini pula, Djajadi berani melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan menuntut ganti rugi sebesar Rp 620 miliar kepada Indofood, Anthony Salim, Sudwikatmono, Ibrahim Risjad, dan Djuhar Sutanto. Meski begitu, PN Jakara Selatan menolak tuntutan ini. <br /><br />Djajadi pun melakukan perlawanan ke tingkat pengadilan lebih tinggi hingga ke Mahkamah Agung dalam kurun waktu 7 tahun. Hingga akhirnya, pada 2005 Mahkamah Agung menolak tuntutan Djajadi dan menyatakan tidak ada masalah dari proses pengalihan bisnis itu. Sejak inilah, Djajadi resmi mengibarkan bendera putih.<br /><br />Salim pun tetap memproduksi Indomie hingga benar-benar menjadi 'raja' mi. Sedangkan Djajadi tetap berbisnis di PT Wicaksana Overseas dan masih berjualan mi lewat PT Jakarana Tama yang menghasilkan merek Mie Gaga.</p><p> </p><p>Dirinya memang kaya, tapi tidak terhormat. Kalau kekayaan berarti kehormatan. Tuh yang dapat proyek jalan di Sumatera, tapi jalannya nggak pernah beres. Kalau dibandingin sama mereka, dia itu nggak ada apa-apanya. Sekali proyek bisa buat beli Lamborgini, bersih!. </p><p><br /></p><p>Berapa kali Si Toying harus nyogok, berapa kali Si Toying harus menawarkan Lonte untuk mendapatkan satu Lamborgini dia itu?. Cih, kalah jauh, nggak ada apa-apanya.</p><p>"Padahal sampe jadi mucikari ya" disambut tertawaan</p><p><br /></p><p>"Sekarang kan sudah kaya raya, jadi sudah enggak"</p><p><br /></p><p>"Mantan Mucikari " suara tertawa membuana.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Ingat strategi "Jaga temanmu agar tetap dekat dan musuhmu lebih dekat lagi".</p><p> </p><p>Persetan dengan kalimat itu!. Aku nggak mau dekat-dekat sama ular!.</p><p><br /></p><p>Selalu ingat bahwa kita berhadapan dengan seorang Munafik. Kalau dihadapan penguasa dia menjadi Anjing, sedangkan dihadapan orang biasa seperti kita, dia adalah ular.</p><p> </p><p>Ini layaknya bermain Russian roulette. Kita bisa memanfaatkan resiko ini sebagai peluang. Dengan syarat kita tidak boleh lengah. Dia boleh join, cuma sebagai investor, penyandang dana, tidak lebih. Jangan pernah memberikannya akses operasional. Dan semua kegiatan terutama yang bersangkutan dengannya harus didokumentasikan. Semuanya!. Semuanya juga harus hitam diatas putih. Satu kelalaian, kita bisa kehilangan segalanya.</p><p><br /></p><p>Sekali lagi.. kita berhadapan dengan munafik sekaligus seekor ular. Seorang Bajingan!.</p><p> </p><p> </p><p> </p><p> </p><p> </p><p> </p><p> </p><p> </p><p> </p><p> </p><p>Pak, kalau bapak bilang mbak Ranti itu kakak ku. Aku bakal langsung percaya pak.</p><p> </p><p>"Lambemu!".</p><p>Bapak tidak pernah mengkhianati ibumu. Bapak bukan pezina seperti Toying!.</p><p><br /></p><p>Dan bapak juga tidak akan pernah merestuimu dengan perempuan nakal.</p><p><br /></p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-15531448180330149292023-05-22T17:25:00.123+07:002023-11-16T08:48:49.001+07:00Kesamaan persepsi<p> Pagi ini aku membaca sebuah berita secara online dengan judul "Luhut mengatakan Singapura Bajingan!". </p><p> </p><p>Begitu membaca judul tersebut.. pikiranku langsung mengarah ke Toying.</p><p> </p><p>"Itu bajingan Singapura, jangan berpikir..." Belum selesai membaca saja pikiranku sudah langsung diarahkan pada Toying. </p><p> </p><p>Mumpung belum di takedown, aku coba membaca lagi dari awal.. pelan-pelan.. dan lagi-lagi langsung teringat Toying. </p><p> </p><p>Dan berita yang ditulis ini bukanlah Hoak.<br /></p><p>Singapura bajingan. Yang dibanyak media sepertinya sedikit diperhalus, diganti dengan kata "Brengsek".<br /></p><p> </p><p>Berapa kalipun aku membacanya.. otakku langsung mengarah pada Toying.</p><p><br /></p><br /><p></p><p>Apa karena keduanya mempunyai kesamaan yang sama?. Jadi ketika ada dua hal yang serupa atau sama, pikiran kita langsung mengasosiakannya.</p><p> </p><p></p><p>Singapura adalah surganya para koruptor, surganya para pengusaha pengemplang hutang dan pajak. Tempat mereka melarikan diri dengan membawa banyak uang untuk diputar disana tanpa takut kena tangkap sama negara sini. Sudah berapa lama coba Singapura menolak perjanjian ekstradisi sampai akhirnya mereka bisa kaya raya seperti sekarang?. Kalau sekarang kan sudah terlanjur kaya. Jadi tobatpun nggak masalah, lha wong sudah jadi terlalu kaya, sampai-sampai mau dimiskinkan pun sangatlah sulit, kalau tidak bisa dibilang mustahil.<br /></p><p><br /></p><p>Yang aku temukan.. keduanya sama-sama muterin duit haram. Yang penting cuan, sing penting aku sugeh. Nggak peduli sama yang lain, bodo amat ama yang dirugikan oleh hal tersebut.<br /></p><p> </p><p>Sudah terbiasa memakan yang haram, jadi rasanya ya biasa saja. Malah muterin duit haram itu bikin makmur. Kaya raya, hidup jadi serba enak, semua keinginan bisa gampang didapatkan, plus merasakan pandangan dihormati oleh orang-orang sekitar. Kalau tetap merasa kurang kan itu sebenarnya memang sifat dasar manusia(rakus) yang notabene kaum Angkara. Jadi ya wajar-wajar saja. Toh semua bisa terpenuhi.</p><p>Kalaupun mau tobat pun duit nya masih adem, masih melimpah, masih bisa tetap hidup enak tanpa kerja, tanpa capek. Hmm, memangnya dia kerja?<br /></p><p> <br /></p><p>Turunan duit haram tuh adem. Lihat saja oknum-oknum yang tertangkap. Bisa punya barang-barang mewah, branded. bahkan sampai bisa umroh dan menyantuni orang-orang miskin hasil turunan duit haram. Adem sampai tujuh turunanpun masih bisa tetap kaya raya. Nggak perlu saya sebutkan contoh nama keluarga nya kan?.</p><p><br /></p><p>Masih ingat gelang power balance?. Penjualnya ada dua golongan. Mereka yang tahu ternyata mereka sendiri dibohongi lalu berhenti menjualnya kepada orang lain dan tipe orang-orang semacam Toying yang tetap menjualnya dengan harga tinggi sekalipun mereka tahu barang tersebut bohongan. Mereka tetap menjualnya sekalipun tahu trik dibalik itu semua.</p><p>Yang penting cuan 🤑.</p><p><br /></p><p>Itulah kenapa banyak yang berlomba-lomba untuk menjadi orang kaya, meskipun harus menggunakan cara haram. Karena orang bisa dihormati salah-satunya gara-gara hartanya. Dan Toying memilih satu-satunya jalur yang punya kemungkinan paling besar bisa didapatkan olehnya. Mau jalur kecerdasan dan kreatifitas jelas nggak mungkin. Tipe berani mengambil <strike>resiko</strike>peluang, disaat orang-orang berakhlak ragu untuk melakukannya.<br /></p><p> </p><p>Dan tipe Angkara semacam Toying inilah yang paling banyak jumlahnya dimuka bumi ini. Mereka yang hanya berorientasi kepada harta. Aku?. Aku berbeda dengan mereka para hamba uang itu. Budak materi, tipe Angkara rendahan. Diriku adalah Angkara yang terobsesi pada kesaktian. Makanya aku bisa berpikir waras mengenai materi. Hal ini tentu berbeda dari kebanyakan orang yang mempunyai angkara materi. </p><p> </p><p>Mau aku kasih contoh?. Ada seorang bapak yang dihadapannya terdapat dua pemuda yang hendak melamar puterinya. Si bapak langsung memilih menikahkan puterinya dengan pemuda yang berprofesi sebagai pegawai swasta (bukan pegawai negeri, apalagi pemilik perusahaan) sambil mencela/menghina profesi pemuda yang satunya lagi seorang wiraswasta. Ia melihat kestabilan ekonomi itulah yang terpenting kalau dibandingkan dengan pendapatan yang tidak menentu. Sekalipun hati puterinya lebih tertaut dengannya. Ia bilang "Yang penting duitnya" sambil terkekeh-kekeh, tak lupa memainkan kedua jarinya dengan cara menggesek-gesekkan tapak ibu jari dengan tapak telunjuk. Sekilas mirip ungkapan Korea Saranghaeyo. Tapi bukan.. Ya... mirip sih artinya, tapi bukan. Yang ini lebih original, ungkapan bangsa kita yang artinya (cinta)duit 🤑.</p><p><br /></p><p> Inilah pola pikir orang bermental miskin. Padahal kalau dipikir-pikir, dirinya sama sekali tidak miskin. Dirinya bahkan mempunyai warisan berupa property di tengah kota, yang hanya dengan mendengar lokasinya saja, sudah membuat orang berpikir pasti sangat-sangat lah mahal.</p><p><br /></p><p> Padahal kalau dipikir dengan nalar, ada banyak variabel yang harus dipertimbangkan, bukan hanya masalah materi. Ia mengesampingkan itu semua.<br /></p><p> </p><p>Jadi teringat, tempo hari aku membaca berita online secara acak yang muncul di beranda browser handphone ku. </p><p><br /></p><p>Dalam berita tersebut dituliskan bahwa Ayah mertua dari seorang artis yang cukup dikenal namanya, berbicara kepada media bahwa dirinya sakit hati karena menantunya itu sering berbicara kasar dan tidak sopan kepadanya.</p><p><br /></p><p>Memangnya dulu menerima dirinya jadi menantu dengan motivasi apa?. Padahal tahu ia hobi kawin cerai. Anaknya sudah jadi istrinya yang keberapa?. Jadi artis juga bukan karena fisik nan rupawan, melainkan karena fisik yang kelainan, tubuhnya cebol. Dia nggak buta kan?. Dengan semua latar belakang dan apa yang nyata dilihat matanya. Cih, aku jadi enek membacanya. </p><p><br /></p><p>"Halah, ditampol duit juga mingkem".</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Tidak semua orangtua bisa menjadi orangtua.</p><p> <br /></p><p><br /></p><p>Kembali ke cerita awal.</p><p>Ia sadar dengan penuh kesadaran mengetahui bahwa pilihan tersebut adalah untuk satu hal terpenting dalam sesi kehidupan anak perempuannya. Satu kali yang tidak bisa diputar kembali. Satu langkah yang tidak bisa ditarik kembali. Dan ia memutuskannya hanya karena satu variabel itu.<br /></p><p><br /></p><p>Syukur-syukur bila rumah tangga putrinya bertahan hingga akhir hayat. Karena kalau enggak.. dengan penyebab putrinya kecewa akan pernikahannya. Belum tentu ada lelaki lain yang mau dengan putrinya itu. Selain Pemuda "gatel" dan duda beranak minimal satu.. itupun dengan mengesampingkan jumlah harta yang mereka miliki. Karena kalau berduit.. ya, maaf-maaf saja.. Bisa jadi standarnya sudah bukan putrinya lagi.</p><p><br /></p><p>Tidak semua orangtua pantas menjadi orangtua.</p><p><br /></p><p>Dirinya sendiri saja saat ditanya bila dulu keadaan istrinya sama seperti keadaan putrinya sekarang ini, apakah ia mau menerimanya?. Langsung dijawabnya tanpa ragu "Nggak mau. Cari yang lain. Kayak nggak ada perempuan lain saja". Ini bapaknya sendiri lho..(nggak tahu ini bapak kandung atau bapak angkat) tapi ini.. straight to the poin. Jangan harap laki-laki lain punya jawaban yang berbeda.</p><p><br /></p><p>Padahal kalau memang orang beriman, seharusnya yakin bahwa Tuhan menjamin rezeki setiap makhluknya.</p><p><br /></p><p>Tapi ya balik lagi.. kalau ada yang gampang, enak. Cukup dengan berdiam saja. Let it go. Ngapain ngambil cara yang susah, rekoso. Harus mengeluarkan usaha. Extra.</p><p><br /></p><p>Terus...</p><p><br /></p><p>Kalau nggak kompeten, nggak bisa bersaing, solusinya gampang.. tinggal nyogok. Seperti yang sudah-sudah, yang biasa dilakukan Toying terhadap para pribumi bodoh pengkhianat bangsa dan negara. Iseng-iseng berhadiah.. bisa dapat anjing bekingan juga, yang biaya memeliharanya cukup dikasih sebatang tulang(bukan daging) saja. Murahan.<br /></p><br />tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-2282826295088935252023-01-09T01:08:00.101+07:002023-01-09T17:48:01.433+07:00Pertemuan satu arah<p> Hari ini adalah hari Minggu, hari dimana sebagian besar rider ojol mengambil libur beristirahat untuk keluarga mereka. Hari dimana aku sangat bersemangat bekerja karena ekstra cuan yang bisa kudapatkan bisa lebih dari hari-hari kerja biasa.</p><p> </p><p>Dan pagi ini terjadi suatu peristiwa yang tak terduga. Aku mengantarkan paket yang sepertinya berupa makanan/sarapan dari sebuah katering, dua tempat sekaligus dalam satu arah. Di rumah tujuan yang terakhir kudatangi itulah.. aku bertemu dengannya. </p><p> </p><p>Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, dan bagiku ini sungguh suatu kejutan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Setelah sekian lama, entah sudah berapa puluh tahun berlalu. Saat ini, dia berdiri dihadapanku. Teman satu SMPku. Histi ada dihadapanku yang sedang mengantarkan paket untuknya. </p><p><br /></p><p>Suasananya sepi.<br /></p><p> </p><p>Kepalanya dibalut handuk, disebelahnya terdapat ember dan tongkat pel, dia berdiri didepan pintu rumahnya yang berada dipojokan gang yang nampak seperti bangunan baru dibangun, temboknya masih acian belum dicat, lantai halaman rumahnya juga masih plesteran belum rapi dan ada sebuah mobil tipe keluarga berwarna putih yang dikrukupi plastik bening terparkir masuk di dalam rumah bagian samping. Sosok ibu rumah tangga sekali. Ya.. usia kami sebaya, apalagi dia seorang perempuan jadi dirinya pasti sudah menjadi istri dari seseorang, entah itu siapa.</p><p><br /></p><p> Sosoknya masih sama dari terakhir kami bertemu, perempuan cantik berkulit sawo matang dengan tubuh gempal. Wajahnya benar-benar masih sama seperti dirinya saat SMP, hidungnya yang mungil mbangir itu menjadikan wajahnya semakin enak untuk dipandang. Ya, tidak salah lagi, apalagi nama yang tertera sebagai penerima adalah Histi, nama dirinya.<br /></p><p><br /></p><p>Rata-rata teman-teman perempuanku yang berusaha ingin dekat denganku mempunyai hidung mbangir. <br /></p><p><br /></p><p>Apa oleh sebab itu hal tersebut secara tidak sadar menjadi terpatri dalam alam bawah sadarku?. Sehingga aku bisa begitu terpesona saat pertama kali melihat gadis Apotek itu?.<br /></p><p><br /></p><p>Saat itu aku tidak melepaskan helmku dengan alasan kepraktisan, jadi setelah serah terima paket aku bisa langsung kembali meluncur. Dan aku benar-benar tidak menyangka kejadian ini. </p><p>Aku bercakap-cakap dengannya dengan bahasan standart antara proffesional dengan customer, seperlunya. Moment yang berlangsung hanya sekian detik saja. </p><p> </p><p>Mata kami saling bertemu. Menatap mata lawan bicara adalah suatu adap.</p><p><br /></p><p>Diriku yang bermasker dan masih mengenakan helm fullface. Apa dia bisa mengenaliku hanya dari sorotan mata?. Sepertinya itu akan sulit. Sedangkan aku.. akhirnya aku bisa melihat lagi sosoknya secara penuh, setelah sekian lama. Apa ini bisa dianggap sebagai suatu keberuntungan?.</p><p> </p><p> Semasa SMP, para tetanggaku yang berhati busuk berusaha merusak nama baik dan kehidupanku sampai ke lingkungan sekolah. Beredar rumor-rumor negatif tentangku dan Histi juga pasti sudah mendengarnya. <br /></p><p><br /></p><p>Waktu aku absen dari sekolah sampai beberapa lama karena sakit, dia adalah satu-satunya teman perempuan yang menjengukku ke rumah. Bisa dibayangkan usaha dirinya untuk bisa mengetahui rumahku, diusianya yang saat itu masih SMP. Tentu aku terkejut dengan kehadirannya di kamarku, yang tentunya sudah dipersilahkan masuk oleh Ayahku pada waktu itu. Sayangnya saat itu aku juga sedang sakit cacar air, membuatku malu, nggak pede karena hal itu sangat mengganggu penampilanku. Namun dia bersikap biasa saja, sama sekali enggak ada mimik jijik atau gimana gitu, misalnya takut ketularan.<br /></p><p><br /></p><p>Entah bagaimana caranya aku nggak tahu. Saat SMA aku bersekolah diluar kota dan dari dirinyalah aku menerima surat yang ditujukan kepada diriku untuk pertama kalinya, dari seorang perempuan pula. Aku jadi kepikiran sahabat pena sih.</p><p><br /></p><p> Amplop bernuansa pink dengan sedikit gradasi putih yang memasang tema Eropa steampunk dengan gambar sepasang kekasih, kita bisa menyadari itu hanya dari melihat pose keduanya; seorang gadis yang menyambut kedatangan seorang pemuda turun dari kereta api, bau kertasnya juga harum, wangi-wangi, stiker penutup amplopnya juga berbentuk hati merah(love gitu).</p><p><br /></p><p> Alamat rumahku di Surabaya dulu hanya berupa nama jalan dan RT-RW, tidak ada alamat tepatnya seperti nomor rumah. Jadi surat-surat yang datang, berkumpul di tempat pak RT yang kebetulan rumahnya berupa toko kelontong dan lokasinya strategis berada di depan jalan raya. Nanti beliaulah yang meneruskan ke warganya. Dan aku menerima amplop tersebut dari ayah sudah dalam keadaan dibuka. Ternyata Papa Mamaku sudah menginspeksinya terlebih dahulu -_- . Nggak ada deh yang namanya privasi -_-. Padahal aku kan sudah gede.<br /></p><p>Itu adalah surat dari Histi.</p><p> </p><p>Tentu aku bertanya-tanya bagaimana cara dia bisa berkirim surat kepadaku?. Aku pernah mengisi alamat baruku dimana?. Sedangkan saat itukan aku masih SMP, dan memang Ayah sudah mengawali hidup dan mengambil kontrakan di Surabaya sana sebelum kedatangan lengkap kami.</p><p><br /></p><p>Dari pembungkusnya saja sebenarnya sudah bisa ditebak arah surat tersebut. Ayahku tersenyum penuh arti kepadaku.</p><p><br /></p><p>Aku cuma bisa membalasnya dengan bahasan yang biasa saja. Nggak mungkin aku nulis yang macam-macam seperti untaian kalimat puitis gitu -_-. Bikin malu, intinya aku hanya menulis pertemanan. Karena sudah bisa dipastikan ayah ibu ku pasti akan membacanya terlebih dahulu sebelum dikirimkan. Ya, saat itu wawasanku masih minim jadi semua hal mau nggak mau pasti aku serahkan lewat ayah.</p><p> </p><p>Aku tunggu lama, tidak ada surat balasan lagi darinya. Apa karena balasanku sebelumnya tidak memberikannya harapan atau terlalu biasa saja?. Atau dia sudah mengirimkan balasan, tapi suratnya tidak nyampai?, hilang di tengah jalan?. Bisa jadi, karena waktu itu juga tidak ada telepon jadi cara berkomunikasi pada waktu itu sangatlah terbatas.</p><p><br /></p><p>Saat berkunjung ke Semarang. Selalu ada dua hal yang terlintas dikepalaku. Yang pertama mengunjungi Hendra, dan yang kedua adalah mencari alamat Histi berbekal alamat SIP(Si Pengirim Surat). Ditemani Ayah yang mengantarku berkeliling dalam mencari alamat rumahnya. Cuma beliau lah yang bisa kuandalkan dalam mencari. Namun hasilnya nihil, kami tidak bisa menemukannya. Padahal nama jalannya sudah sama lho, Mukti mukti gitu dibelakangnya. Aku sampai bertanya kepada warga yang ada, namun tidak ada hasil. Karena waktu berkunjung kami sangat terbatas, jadi aku anggap gagal menemukan rumahnya. Saat itu belum ada akses internet apalagi Google Map, semua serba manual dan itu sulit. Saat itu juga enggak sampai kepikiran untuk bertanya kepada pak Pos juga. Aku tidak bisa menyalahkan ayah ku juga karena beliau bukan orang lapangan yang mengetahui banyak nama jalan kecil. Paling cuma tahu nama jalan besar/utama. Makanya dulu(sampai sekarang juga sih) saat memberikan alamat, sebaiknya juga disertakan ancer-ancer nya. Dari jalan besar apa ke arah mana gitu, dari nama bangunan terkenal apa gitu disebelah mananya.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Beberapa tahun lalu aku baru tahu bahwa perumahan dengan nama mukti dibelakangnya bukan cuma satu. Ada dua, dari dua Kecamatan, juga berada di dua Kelurahan yang berbeda, sekalipun bersebelahan selisih beberapa km. Itupun setelah mendengar pelanggan printerku yang mengungkap bahwa dulu tanah milik owner perusahaannya dijual dan diberi nama perumahan yang sama.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Aku tidak akan menyapanya. Biar seperti ini saja. </p><p> </p><p>Tentu saja terlintas pikiran andai saja dia masih lajang, aku pasti akan langsung melamarnya. Sayang saat bertemu nya kok saat kami berdua sudah setua ini.</p><p><br /></p><p>Karena sekarang, dia juga pasti sudah menjalankan perannya sebagai istri seseorang. Tidak ada yang namanya teman lawan jenis selain pasangan hidup kita.</p><p> </p><p>Aku sudah cukup senang kok melihatmu menjalani hidup dengan baik.</p><p> </p><p>Senang bertemu lagi denganmu Histi. Senang, bisa lihat kamu lagi.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p> <br /></p><p> </p><p> <br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-6509501123543991862022-11-28T10:40:00.062+07:002022-12-21T16:44:30.985+07:00Bekerja<p>Hari ini aku pergi mengendarai mobil Van milikku. Di Jalur arteri ini penuh kendaraan lalu lalang dari motor sampai berbagai macam jenis mobil. Yang berjenis pick up sampai truk juga ada, komplit. Ya sebenarnya aku kurang suka melalui jalur ini karena ya itu, banyak kendaraan besar. Selain membuat jalan menjadi penuh, polusi udara yang dihasilkan, laju kecepatan juga otomatis berkurang. Rawan kecelakaan bila sampai terhantam apalagi tertiban kendaraan berbody besar semacam truk. Apalagi yang tronton tuh, truk Gandeng. Miris.</p><p> </p><p>Bagi aku sendiri bukan masalah kena kecelakaannya. Toh bila badanku hancur tergencet Truk sekalipun aku masih hidup dan dapat memulihkan diri. Masalahnya kalau sampai ada orang-orang yang melihat kejadian itu bila hal tersebut sampai terjadi. Jangan sampai deh.</p><p><br /></p><p>Ada kegiatan yang mengharuskanku keluar kota, jadi ya terpaksa mau nggak mau melewati jalur ini. Sekalipun sudah melewati siklus sebagai manusia, Angkara masih tetap harus bekerja ya. Menyebalkan memang, tapi tentunya pekerjaan yang kami lakukan tingkatannya sudah berbeda dari yang dilakukan manusia pada umumnya. Karena manusia menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja demi menghidupi dirinya, demi kemakmuran dirinya. Kami sudah mendapatkan semua hal dasar itu dan waktu yang kami miliki juga "tidak terbatas". Hanya saja ini adalah pekerjaan dengan tujuan memastikan hal tersebut tetap berlangsung. Anggap saja mengisi dengan kegiatan ketimbang diam tidak melakukan apa-apa.<br /></p><p><br /></p><p>Kejenuhan sepanjang perjalanan, dan yang bisa menghiburku saat ini ya cuma berbagai macam gambar dan tulisan menarik yang digoreskan di bagian belakang mobil para pemakai jalan. Terutama jenis truk, jarang kalau motor karena mungkin terlalu kecil, jadi dianggap tidak maksimal. Umumnya berupa gambar yang disertakan kalimat yang eye catching. Misalnya di lukisi perempuan cantik dengan tagline nyeleneh "Kutunggu Jandamu". Atau terdapat gambar yang kita bisa mengenalinya sebagai artis cantik ibu kota yang disertai dengan tulisan "Cuma untuk dinikmati, bukan untuk dicintai". Dan masih banyak lagi "kalimat-kalimat mutiara nyeleneh" dari mereka yang bisa kita temui disana, yang cukup bisa membuat orang tersenyum simpul.<br /></p><p><br /></p><p>Belajar tentang gaung kehidupan dari belakang pantat truk. Menarik.</p><p><br /></p><p>Gambaran tersebut adalah bentuk komunikasi dari kaum marjinal yang terpinggirkan secara ekonomi, sosial, maupun pendidikan. Disanalah mereka membuat medianya sendiri, sebagai bentuk ekspresi.</p><p> </p><p>Buah dari hasrat, keresahan, pemikiran, cita-cita, dan tujuan hidup yang disatukan melalui media yang menurut mereka paling strategis(pantat kendaraan mereka) demi untuk menyuarakannya. Agar orang lain bisa melihat ekspresi yang ingin mereka sampaikan. Jangan dulu berbicara mengenai makna dan filosofi. Sarana mereka bisa eksis saja bagi mereka sudah menjadi suatu kepuasan tersendiri.</p><p><br /></p><p>Ditaruh dibelakang pantat truk karena tentunya "falsafah" itu ditujukan kepada mereka yang sedang mengantri di belakang, sembari bisa sekilas menikmati. Biarlah orang yang kebetulan ditentukan oleh takdir berada dibelakang mereka, dan kebetulan menghadapi permasalahan yang sama bisa meresapi dan menikmati hasil karya mereka tersebut. Itu juga suatu bentuk amalkah?.</p><p><br /></p><p>Seperti halnya dua mobil yang ada didepanku saat ini. Satu mobil pick up didepan kiriku dengan stiker kalimat tertempel dibelakang baknya yang bertuliskan "Semoga lelahku menjadi ladang ibadahku". </p><p>Hal itu nampaknya disikapi berbeda dengan Truk yang ada tepat disebelah kanannya. Walaupun bagian belakang bak nya yang besar itu bersih polosan tanpa coretan apapun, namun pada media karpet lumpurnya nan besar dan memanjang terpasang secara penuh dibagian bawah dari kiri ke kanan bertuliskan huruf kapital "<b>TUYULE BOSE</b>" dengan cat semprot berwarna hijau. Aku menebak kemungkinan cat yang digunakannya juga jenis "Glow in the dark", bersinar dalam gelap.</p><p> </p><p>Aku melihat ada nama PT di truk tersebut. Oh ternyata milik <span style="background-color: #666666;"><a href="http://pejuangmimpi7.blogspot.com/2022/07/dayus.html" target="_blank">S<span style="color: #f3f3f3;"></span></a><a href="http://pejuangmimpi7.blogspot.com/2022/07/dayus.html" target="_blank">i Dayus</a></span>.<span><span style="background-color: #444444;"></span></span></p><p>Memang ada orang yang sadar akan keadaan mereka, namun tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa menjalaninya saja. <br /></p><p><br /></p><p>Jadi teringat tempo hari Si Dayus tetawa puas sampai terbahak-bahak saat mengetahui penghasilan total kotor seorang pemuda yang diawasinya sehari itu mencapai Rp 250rb. Dia bilang "Hebat dong dua hari jadi lima ratus ribu, sebulan bisa jadi.."</p><p>Toying mengambil smartphonenya lalu menjalankan aplikasi kalkulator.</p><p> </p><p>"Penghasilannya sebulan Tujuh juta lima ratus ribu". Masih melihat ke arah kalkulator. Ia mengalikannya tiga puluh.</p><p>"Hebat dong, orang kaya". Kembali ia tertawa terbahak-bahak.</p><p> </p><p>Dirinya bersikap seperti itu karena tahu persis bahwa sang pemuda yang berprofesi sebagai ojol tersebut bisa seharian mencapai pendapatan kotor Rp250rb karena hari itu adalah hari Minggu dimana sebagian besar ojol memilih untuk off/libur(memperkecil persaingan, permintaan yang datang jadinya lebih banyak). Itupun setelah 16 jam kerja. Murni tanpa bonus karena aplikator yang menaunginya tidak memberikan bonus. Bekerja keras secara penuh bahkan hampir tanpa istirahat. Banyaknya orderan seperti itu tidak terjadi setiap hari, dan andaikan terpenuhi pun.. fisik akan mencapai batasnya. Bisa jadi esoknya jatuh sakit. Pekerjaan lapangan menuntut fisik dan konsentrasi yang tinggi. Apalagi harus berjibaku dengan rawannya resiko kecelakaan di jalan.</p><p> </p><p>Berbeda dengan dirinya yang tanpa berkeringat sedikitpun bisa menghasilkan cuan yang berkali-kali lipat. Layaknya sistem Piramida, dirinya berada paling puncak, bersantai menginjak yang ada dibawahnya untuk bekerja keras demi dirinya. Sampai sekarang ia hidup dari hasil keringat orang lain.</p><p>Yang penting dengan input minimun bisa mendapatkan output maksimum. Sudah terbiasa menggunakan cara kotor, dan tanpa malu ia menyebut itu sebagai kerja keras nya.<br /></p><p><br /></p><p>*****</p><p><br /></p><p>Mengetahui isi hati seseorang adalah hal yang tidak mungkin. Tetapi isi hati akan tergambar melalui "sikap dan perkataan".<br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-22374914036614957932022-11-28T10:37:00.044+07:002023-01-05T05:51:58.891+07:00Mokondo<p>"Sampai sekarang dia nggak jadi apa-apa... ".<br /></p><p>Malam ini lagi-lagi aku mendengar ia melontarkan kalimat itu kepada orang disebelahnya tepat saat aku melintas pelan didepan rumahnya sepulang ngojek.<br /></p><p>Dari kerasnya suara, jelas ia mengucapkan hal tersebut agar aku juga bisa ikut mendengarnya. </p><p><br /></p><p>Kalau menurut dia aku nggak jadi apa-apa. Setidaknya
dengan keadaanku seperti sekarang ini aku masih bisa membeli beras dan lauk untuk keluargaku saat ini.
Bisa bayar tagihan PAM sampai air galon. Walaupun capek, aku mensyukurinya.<br /></p><p><br /></p><p>Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. <br /></p><p><br /></p><p>Laki-laki tapi mulutnya kayak perempuan. Yah dia sampai seperti itu sebenarnya bisa dimaklumi. Dirinya yang seharusnya menjadi kepala keluarga, yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga.. bahkan nggak perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Kan Bapak rumah tangga. Eh.. bukan kayaknya, karena dia bahkan tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tapi yang penting semua kebutuhannya tercukupi tanpa perlu bekerja. Kan ada istrinya, warisan usaha keluarga milik istrinya. Mokondo(Modal k*nt*l doang).<br /></p><p></p><p><br /></p><p>Padahal beberapa bulan sebelumnya Sugeharto bapaknya pernah berbincang-bincang dengan ibu-ibu kompleks. Dirinya ngrasani seseorang. Laki-laki kok nggak bekerja, malah istrinya, malah numpang usaha istrinya dengan ekspresi sinis. Lalu ibuku yang juga kebetulan berada disitu karena latar Pos Kamling tempat biasa ngumpul berada di depan rumah kami, mengingatkannya bahwa putranya kan juga seperti itu, Mokondo. Tentunya Ibu tidak menggunakan istilah tersebut, saya menggunakannya untuk lebih memperjelas keadaan. Sugeharto terkejut, nampaknya sebelumnya dia lupa bahwa anaknya juga Mokondo. Segera ia meralat pernyataannya bahwa sekarang adalah zaman emansipasi. Sudah lumrah hal seperti itu terjadi. Sudah biasa katanya. Tinggal diatur saja, yang penting sama-sama menerima.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Beberapa waktu lalu heboh KDRT yang dilakukan publik figur. Berita kasusnya menggaung seantero Nusantara. Awak media mengekposnya secara besar-besaran, terus menerus dan kali ini di semua media, bukan hanya stasiun televisi yang membesarkan namanya karena mengangkatnya menjadi artis. Heboh, headline beritanyapun terpampang di semua media baik online maupun offline.</p><p> </p><p>Khalayak umum menyoroti suaminya, sang pelaku KDRT(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang menurut mereka tidak tahu diuntung. Hal itu karena di mata umum sang pelaku KDRT menumpang hidup kepada istrinya. Menilai seperti itu hanya karena pendapatan sang istri lebih besar ketimbang dirinya. Padahal si suami/sang pelaku KDRT juga pendapatannya besar, lha wong artis juga. Hanya saja dirinya tenggelam dan malah dianggap menumpang tenar dari istrinya. Penilaian masyarakat juga karena dirinya yang tampan diatas rata-rata kok mau jadi suaminya si artis tersebut padahal penampilan istri nya tidaklah cantik. Pasti karena harta. Jelas untuk menumpang hidup. Sedangkan para lelaki secara umum menganggap dirinya tidak punya harga diri.<br /></p><br /><p>Dan itu sudah jelas terbukti. Bahkan alasan bisa terjadi KDRT karena sang istri memergoki si suami ketahuan selingkuh.</p><p><br /></p><p> Manusia tidak tahu diuntung. Numpang hidup tidak bersyukur. </p><p>Jenis CuPang. Cuma numPang.</p><p><br /></p><p>Begitulah penilaiannya.</p><p><br /></p><p>Nilai seperti ini bukan hanya dianut oleh masyarakat kita
saja. Kita ambil contoh di suatu daerah bumi lainnya, di Thailand
misalnya. Kita bisa mengetahui nilai-nilai dalam suatu masyarakat bahkan
hanya dengan menonton film yang berasal dari tempat tersebut. "ATM
Errak Error" adalah salah satu judul film yang bagus. Disana
menceritakan suatu perusahaan yang mempunyai aturan untuk para
pegawainya, tidak boleh menjalin percintaan sesama pegawai di perusahaan
tsb. Singkat cerita dua karakter disana yaitu Jib (diperankan oleh
Preechaya Pongthananikorn) dan Sua (diperankan oleh Chantavit Dhanasevi)
berdebat siapa salah satu dari mereka yang harus risen. Jib meminta Sua
yang harus mengundurkan diri. Jib beralasan(sekalipun cewek) bahwa dirinya mempunyai
jabatan yang lebih tinggi begitu juga dengan pendapatannya. Tapi Sua
tidak mau dan justu ingin Jib lah yang harus mengundurkan diri dan biar
dirinyalah yang menjaga Jib. Tensi perdebatan semakin memanas karena
tidak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya Sua berteriak "Cuma Gigolo
yang seperti itu!". Keduanya lantas terdiam.</p><p><br /></p><p>Bicara mengenai Mokondo. Kalian pasti juga teringat sosok Boby. Hanya saja perbedaan dari keduanya adalah yang satu sampai merusak hidup orang lain demi berharap lepas dari status Mokondo, namun hasilnya tetap Mokondo, karena apa-apa yang back up kakak ipar istrinya. Sedangkan satunya lagi tidak merugikan orang lain.</p><p><br /></p><p></p><p>Tapi kembali lagi. Itu adalah masalah harga diri. Harga diri seorang lelaki adalah bekerja. Ya gpp sih nggak kerja kalau memang sudah enggak punya malu. Pemalas.</p><p><br /></p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-2131046046623536462022-10-03T19:28:00.001+07:002022-10-03T19:29:06.138+07:00Summer Time Render (Anime)<p> Andaikan aku bisa mengulang waktu nan jauh disana. Akan kupastikan aku perbaiki semua penyesalan yang pernah terjadi dalam hidupku. Sehingga aku bisa mendapatkan akhir terbaik. Dalam perjalanan hidup yang hanya sekali ini.</p><p> </p><p> </p><p><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://cdn.myanimelist.net/images/about_me/ranking_items/14180880-0f5e600a-660b-4fe0-9544-d797c6b91683.jpg?t=1655890126" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="800" data-original-width="580" height="400" src="https://cdn.myanimelist.net/images/about_me/ranking_items/14180880-0f5e600a-660b-4fe0-9544-d797c6b91683.jpg?t=1655890126" width="290" /></a></div><br /><p><br /></p><p><br /></p><p><b>Review</b></p><p><br /></p><p>Pada musim panas 22 Juli, Shinpei sang protagonis utama kembali ke kampung halamannya di Pulau Hitogashima demi menghadiri pemakaman Ushio. Gadis berambut pirang yang merupakan teman masa kecilnya, yang dikabarkan meninggal karena tenggelam. Meskipun begitu, Sou, teman Shinpei sekaligus salah satu saksi kematian Ushio, curiga jika Ushio sebenarnya dibunuh, karena ada bekas cekikan di lehernya.<br /><br />Menanggapi dugaan pembunuhan ini, Mio kemudian memberitahu Shinpei tentang wabah bayangan yang menjadi endemik di pulau tersebut. Jika seseorang melihat sebuah bayangan yang terlihat sangat mirip dengan orang itu, ia akan segera dibunuh oleh kembaran tersebut. Nantinya, bayangan inilah yang akan menggantikan sosok asli orang tersebut. Mio percaya jika Ushio telah dibunuh oleh bayangannya. Itu karena ia dan Ushio melihat sosok yang sangat mirip dengan Ushio beberapa hari sebelum kejadian. Secara misterius, keluarga Kobayakawa juga menghilang tiba-tiba. Hal ini membuat Shinpei dan Mio makin curiga bahwa semua ini berkaitan dengan bayangan. <br /><br />Shinpei dan Mio mulai menyelidiki wabah bayangan dan hendak mencari petunjuk ke kuil Hitogashima. Perjalanan mereka terhenti tatkala melihat bayangan aneh masuk ke hutan. Disana Shinpei dan Mio mendapati seorang perempuan dengan peluru yang menembus perutnya. Belum selesai dengan kebingungan yang mereka hadapi, Shinpei dan Mio dibunuh oleh sosok yang persis Mio(Bayangan Mio). Setelah mati, Shinpei justru kembali terbangun di atas kapal pada 22 Juli dalam perjalanan ke Pulau Hitogashima untuk menghadiri pemakaman Ushio.</p><p> </p><p>Serial ini berhasil membangun suasana mencekam, membuat kita bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Rasa penasaran akan terus menuntun kita untuk segera menyaksikan episode-episode selanjutnya. Ya.. kalian beruntung karena saat artikel ini ditulis, anime ini sudah tidak lagi dalam keadaan on-going. Bisa mati penasaran kan kalau belum tamat. Itulah yang saya rasakan ketika harus bersabar menunggu update anime epic on-going.<br /></p><p><br /></p><p>Saat menyaksikan episode demi episode, feel yang saya rasakan sama dengan waktu dulu saya menonton anime "Steins;Gate". Jarang-jarang ada anime epic dengan genre seperti ini. Membuat kita penasaran dengan suasana yang mencekam.</p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-86359568619430885812022-09-29T19:56:00.025+07:002022-09-29T20:37:07.400+07:00Nama<p> Sudah beberapa kali ini aku ke minimarket ini dan tidak bertemu sosoknya. Bahkan aku pernah sampai menyempatkan diri kesini satu hari yang sama dalam dua shift yang berbeda. Apa waktu itu dia kebetulan libur?.</p><p> </p><p>Inilah ikhtiarku.</p><p> <br /></p><p>Dan walaupun ada baanyak minimarket dengan brand yang sama didaerah ini. Aku masih mengingat-ingat bahwa seharusnya aku memang tidak salah tempat. Aku berusaha keras mengingat ciri-ciri persimpangannya.</p><p> </p><p>Pegawai minimarket sini memang rawan rotasi tempat kerja...</p><p> </p><p>Tapi kau kan sudah berjanji akan menungguku di tempat ini. Ini bahkan belum ada setahun, mungkin baru lewat lebih dari setengah tahun. Masih belum terlalu lama kan?. Masih masuk waktu penantian kan?. Kamu sudah berjanji kan?. Apa kau melupakan perkataan itu dan menganggapnya hanyalah suatu kalimat sepintas lalu yang suatu hari takkan berarti lagi?.</p><p>Setidaknya titipkan pesan kepadaku melalu rekan kerjamu yang masih ada disini. Seperti surat misalnya, yang berisikan cara menghubungimu.</p><p><br /></p><p>Karena aku mempunyai batas rasa malu yang tidak mungkin bisa aku lewati. </p><p> </p><p>Nama.. itu seharusnya menjadi syarat minimal untuk mencari seseorang. Sayang waktu itu aku terlalu berharap kepada gadis lain yang ternyata justru mengabaikanku. Aku jadi tidak mencari tahu namamu, mengabaikan panggilan nama dari rekan kerjamu begitu saja. Aku jadi tidak berusaha melihat name tag yang terpasang didadamu.</p><p><br /></p><p>Nggak mungkin aku bisa menanyakan keberadaan seseorang yang bahkan aku tidak tahu namanya. Masa aku menanyakan dengan cara...<br /></p><p>"Mbaknya yang putih cantik berjilbab" itu sangat umum. Lalu aku meneruskan dengan gestur pola ciri-ciri badan... Nggak mungkin lah. Bukan cuma nggak sopan, tapi itu kurang ajar. Masa kesannya malah jadi seperti itu.</p><p><br /></p><p>Aku cuma bisa berharap, cuma bisa berdoa. Kamu menyadarinya.</p><p>Mungkin saat ini kamu masih ada disalah satu diantara ribuan gerai yang ada di Kota ini. Dan kalau kau masih mengingatku.. aku harap kamu meninggalkan jejakmu.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Aku juga bisa menebak bahwa kesan yang akan ditinggalkan rekan-rekanmu bahwasanya mereka melihat sosokku yang kau titipi pesan. Pasti kurang lebih sama...</p><p>Dalam deskripsimu kamu pasti akan mengatakan hal yang sudah sering aku dengar. Sesosok lelaki keren berjaket Hijau Gojek dengan sepasang mata yang indah. Sorot mata yang bikin adem saat menatapnya. Hal yang ini sudah terlalu sering aku dengar dari seorang asing kepada teman disebelahnya dan dari seorang asing kepada rekan kerja disebelahnya.</p><p> </p><p>Juga terdapat sedikit gurat rambut yang memutih pada sisi samping, yang kamu katakan keren, mirip Doctor Strange(perkataan saat mengagumi seseorang itu selalu positif ya, padahal itukan uban).</p><p><br /></p><p>Dan tanggapan mereka saat akhirnya melihat aku yang sepertinya orang yang kamu maksudkan, akan mengira bahwa sosok lelaki dewasa bersorot mata tajam sepertiku pasti sudah punya anak istri. Minimal sudah beristri, bahkan bisa saja barusan lahiran anak pertama. </p><p>Andaikan ternyata masih single pun. Pasti sudah punya tunangan, calon istri. Setidaknya minimal pasti sudah punya pacar, dan pacarnya pasti lebih dari satu. Jadi akhirnya mereka akan memutuskan untuk mundur dalam memberikan pesanmu.</p><p><br /></p><p>Belum apa-apa sudah kena fitnah duluan -_- .<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Apa arti sebuah nama?. Ya, itu sangatlah berarti. Karena itu adalah identitas diri kita.<br /></p><p> </p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-19399682544035128242022-09-12T13:00:00.079+07:002022-11-28T10:51:21.141+07:00Kedekatan<p></p><p>Aku kepikiran sama kelakuan adik sepupuku di Grup WA Keluarga Besar Joyo Laksono. Ia menghapus Video yang dibagikan oleh Ibuku sampai dua kali secara beruntun. Kebetulan saat hal itu dilakukan, Ibuku sedang dolan ke rumah almarhum Om, mengunjungi jandanya.</p><p>Padahal video yang dibagikan itu isinya biasa saja. Yang awal saat ibu pergi berkunjung adalah video yang dibikin/diedit adik perempuanku mengenai penyajian steak rumahan. </p><p><br /></p><p>pesan ini dihapus oleh admin Dik Noval.</p><p>"Ni buat dw mkan siang" chat lanjutan ibuku setelah video penyajian steak sederhana. </p><p>Steak tersebut didapat dari hasil ngelarisi dagangan teman adikku. Mendukung usaha kecil2annya gitu. Jadi ini videonya original. Adik perempuanku dan Ibu punya kegemaran yang sama.. suka ngelarisi usaha orang. Baik tetangga maupun orang lewat. Istilahnya berbagi rezeki gitu...</p><p>Sedangkan aku yang malah jarang banget jajan diluar(kecuali terpaksa) yang pusing mengenai pembayarannya.<br /></p><p> Dan steak tersebut dibawa oleh Ibu sebagai buah tangan.</p><p><br /></p><p>Sorenya ibuku kembali membagikan lagi video yang berisi kalimat mutiara buatan orang tentang Kamis berkah.</p><p>Maghribnya, <br /></p><p> pesan ini dihapus oleh admin Dik Noval. </p><p>video tersebut kembali dihapus.</p><p>Dik Noval.. nama itu bisa keluar karena tersimpan di HPku dengan nama yang sama. Kalau aku nyimpannya dengan nama "Novel" yang keluar juga nama "Novel". </p><p>Salah satu dari dua anak almarhum Omku. Ia anak tertuanya.<br /></p><p><br /></p><p> Perasaan?. Ngerasa dong, kok gitu sih?.</p><p> </p><p>Terus terang, aku dan adik-adikku nggak ada yang peduli sama "Grup formalitas" tersebut. Kami punya grup WA sendiri yang bernama "Keluarga". Disinilah tempat kami saling berchat ria.</p><p><br /></p><p>Berbeda dengan Ibuku, yang mungkin karena beliau merasa sebagai anak tertua. Selalu membagikan video-video random yang dirasa bermanfaat, agar grup tersebut tidak sepi dan kelihatan hidup.<br /></p><p>Darimana aku tahu isi kedua video yang dihapus itu?. Tentu saja karena Ibu gemar membagikan video-video tersebut tak terkecuali kepada kami. Hahaha.. ya.. bikin memory HP penuh juga sih. Toh kan bisa tinggal dihapus manual di galeri selesai ditonton.</p><p> </p><p>Ibuku sering berkunjung ke rumah janda dari almarhum Omku. Selepas Om meninggal. Mungkin karena Om adalah adik yang paling dekat karena sering menyempatkan diri berkunjung. Mungkin hanya dengan mengunjungi tempat tinggal almarhum.. bisa mengatasi kangen Ibu.</p><p><br /></p><p>Walaupun itu adalah rumah yang tidak bisa dibanggakan oleh almarhum Om. Karena setiap ada pertengkaran dengan istrinya itu. Istrinya selalu mengolok-olok bahwa Om tidak punya rumah. Rumah yang mereka tempati itu adalah kepunyaan si Istri. Secara teknis, tanah tempat rumah tersebut adalah tanah pemberian mertuanya. Hak miliknya bukan tertulis nama Om. Sedangkan Om lah yang membangunnya menjadi rumah. Mempercantiknya.</p><p>Mertuanya memberikan sepetak tanah untuk ditempati. Namanya orang desa kan kaya tanah. Ya masak mau nolak. Bahkan nggak kepikiran kan kejadiannya bakal bisa sampai seperti yang sekarang. Bahkan sekeliling kompleks situ yang tinggal ya banyak yang dari keluarga pihak Jandanya Omku.</p><p><br /></p><p>Ora kajen(tidak dihormati). Itulah yang menjelaskan situasi ini.</p><p>Padahal kalau tahu seperti itu.. seharusnya, om bisa membeli sendiri rumah beserta tanahnya secara utuh ditempat lain dengan harga yang bahkan jauh lebih terjangkau. Diumpamakan perbedaan beli borongan dengan swadaya pribadi membangun sendiri dari 0.</p><p> </p><p>Adik tertuaku yang selalu diminta mengantar oleh Ibu, sekalian adik pergi kerja ke perusahaannya. Jemputnya saat adik pulang kerja. Bahkan pernah adik nesu karena ibu membuang waktu terlalu lama disana, sedangkan adik pengen cepat-cepat pulang untuk beristirahat.. mau main game juga.</p><p> </p><p>Ia bilang kepadaku bahwa Ibu suka kesana karena disana ibu bisa dolan dengan cucu-cucu dari istrinya alm Om. Baik itu cucunya langsung atau cucu dari keponakannya. Disana istri dari Alm Omku itu ditugasi momong.<br /></p><p> </p><p>Mengatakan harusnya aku menyadari hal itu. Menanyakan kapan aku bisa segera menikah. Mendesak mau sampai kapan?.<br /></p><p><br /></p><p>Andai kan aku tidak terjebak oleh para bedebah itu (Toying, anaknya CS). Seharusnya sekarang aku sudah bisa membahagiakan Ibuku. Aku cuma bisa mengutuk mereka dalam hati dan mendoakan yang terburuk bagi mereka (akheratnya). Aku nggak akan pernah tega mendoakan mencelakai mereka didunia. Jadi nggak papa kalau didunia ini mereka bisa ketawa-tawa, makmur dari hasil nyolong ide.<br /></p><p><br /></p><p>Aku bukan bajingan seperti Toying yang masih bisa tertawa lepas setelah berhasil menghancurkan hidup seseorang. Makhluk menjijikkan yang masih bisa terkekeh-kekeh ketika mengetahui kemalangan orang lain.</p><p> Aku nggak akan pernah seperti dia. </p><p>Sekalipun harus terus hidup berkerja keras. Aku punya kebanggaan tersendiri, yang tidak bisa didapatkan oleh penghisap keringat dan darah sejenis dirinya, yang sampai sekarang bisa hidup dari hasil kerja keras orang lain.<br /></p><p><br /></p><p>Ibuku selalu berusaha mendukung usaha orang lain, apalagi keponakannya sendiri.<br /></p><p>Itulah mengapa setiap dik Oki menawarkan suatu produk di beranda status Whatsapp-nya. Ibu selalu menyempatkan diri untuk memesannya, kalau tahu mengenai hal itu.<br /></p><p> </p><p>Pernah suatu ketika Ibu berseloroh. Kok beda ya, antara Oki dengan Noval. Oki selalu ngasih informasi kalau-kalau ada lowongan. Jadi adikku yang masih menganggur ataupun pekerjaannya kurang oke bisa mencobanya. Sedangkan Noval (diem-diem bae).</p><p><br /></p><p>Ini mengingatkanku kejadian beberapa tahun lalu di tempat Pak Karto. Grosir berbagai spareart elektronik yang selalu ramai dikunjungi oleh banyak teknisi. Apalagi yang bermodal cekak sepertiku.</p><p>Kebetulan disana sepi dan Mas Raka sang master of Elektronik (sebenarnya dia teman akrab Pak Karto, mereka satu generasi, seumuran. Tapi aku memanggilnya Mas karena penampilannya terlihat lebih muda ketimbang Pak Karto, juga badannya masih tegap gagah) datang berkunjung. Ia memang sering bertandang kesana sekalipun tanpa alasan khusus. Kali ini batu cincin di tangannya berganti lagi. Juga terlihat lebih besar.<br /></p><p>Sambil menggosok-gosok dengan lengan jaketnya, ia memperlihatkan kepadaku batu berkilauan serat berwarna ungu layaknya listrik. "Kecubung Bungur" ucapnya kepadaku memperkenalkan batu mulia yang kini dikenakannya.</p><p> </p><p>"Woo, apik mas" aku menanggapi sembari mengangkat jempol.</p><p><br /></p><p>Tempo hari Pak Karto bercerita kepadanya bahwa ternyata ia pernah berbicang-bincang dengan Pamanku(yg kini sudah almarhum) yang kerjanya di Pengadilan. Saat itu sedang mengawasi pengerjaan rumah barunya yang dijadikan tiga tingkat. Dan kebetulan saat itu Pak Karto membuka bengkelnya di kampung yang sama. <br /></p><p><br /></p><p>Jelas pak Karto merasa sangat kaget. Pamanku kekayaannya sampai segitunya kok bisa-bisanya dia sama sekali tidak mau tahu mengenai keluarga ku. Membiarkan ku begitu saja, seorang pemuda gagah tampan dan berilmu(😗)membanting tulang dilapangan.</p><p><br /></p><p>Itu didapatkan nya dari menganalisa hal-hal yang terjadi disana pada waktu itu. Dalam pengerjaan bangunan rumahnya menjadi tingkat tiga itu. Ia menggaji keponakannya yang dia jadikan tukang sekaligus mandor dalam proyek tersebut.</p><p>Yaitu Mas Andre. Kakak sepupuku dari Pakde Boni, anak tertua dari nenekku.</p><p><br /></p><p>Disana perilaku kebiasaan Mas Andre itu disorot sama Pak Karto. Ora genah. Suka nyanyi-nyanyi sambil minum Congyang(minuman keras), padahal masih siang.</p><p><br /></p><p>"Yowes ngono kui. Ra gelem sekolah. Geleme Yo ngono". Ujar Paman menanggapi dengan santainya katanya. Tersenyum seolah tanpa beban.</p><p>Lha tapi kok sama aku... Ya aku tahu Pak Karto juga menilai tinggi diriku anak baik-baik yang haus ilmu pengetahuan. Apalagi memiliki paras wajah bukan orang biasa.</p><p><br /></p><p>Itu pak Karto belum tahu, aku nggak pernah cerita kepadanya kalau Pamanku bisa kerja ditempat nya sekarang itu karena dapat lungsuran dari Ayahku 😅. </p><p>Ayahku punya kakak kandung, namun Pakde pada waktu itu sudah diterima menjadi PNS berkat rekomendasi dari istrinya(Nepotisme). Ketimbang pasrah menerima begitu saja warisan jatah pekerjaan dari
kakek. Ayahku berusaha mendapatkan pekerjaan sendiri, dan Alhamdulillah
berhasil. Sehingga adiknya yang tepat berada dibawahnya mendapatkan
Jackpot tanpa perlu berusaha 😄. </p><p><br /></p><p>Setelah bertukar cerita denganku, akhirnya Pak Karto mengetahui bahwa Mas Andre adalah anak dari Kakak tunggal susu dari Paman(saudara satu Ibu beda bapak), sedangkan Ayahku adalah Kakak kandung dari Paman. Kakekku(bapak dari ayahku) adalah seorang perjaka yang memilih untuk menafkahi janda beranak satu, cerai mati. Terbelalak mengetahui fakta tersebut. Efek terkejutnya mengenai perlakuan beliau menjadi berkali-kali lipat. Pak Karto benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Apalagi mengetahui fakta bahwa aku berbeda dengan Mas Andre, aku adalah keponakan <b>kandung-</b>nya.<br /></p><p><br /></p><p>Aku tahu dalam hati dalam keterkejutannya pak Karto pasti mengatakan mempertanyakan kok bisa-bisanya, tega.</p><p><br /></p><p>Menanggapi kaitannya dengan hal tersebut. Mas Raka menanggapku.</p><p>Bagaimana hubunganku dengan keluarga dari Ibu. Ya aku jawab apa adanya.</p><p>Yang paling akrab ya sama Om ku itu. </p><p>Mas Raka pun menyimpulkan. </p><p>"Itu karena sama-sama susah. Sudah biasa. Bagaimana dengan mereka yang ekonominya diatas?. Pasti jauh kan. Nggak ada yang mau merangkul?. Nggak mau kenal kan?. Mereka yang nggak mau kenal.</p><p><br /></p><p>Ya.. aku menyadari keadaan ini memang sangatlah klise. Bukan terjadi hanya kepadaku, tapi kepada banyak orang. Apalagi yang ada di cerita-cerita dari cerpen sampai layar kaca.</p><p> </p><p>Mungkin mereka bersikap seperti itu karena nggak mau dibebani. Karena mereka sudah nyaman dengan kehidupan mereka yang sekarang. Merasa tak akan merepotkan orang lain, jadi juga tak mau direpotkan. Tanpa<b> dibantu maupun harus membantu</b>.<br /></p><p><br /></p><p>Aku katakan kesimpulan tersebut kepada Ibu.<br /></p><p>Keadaan kita dan Dik Oki itu sama. Sama-sama susah.</p><p><br /></p><p>Sedangkan Dik Noval beda. Sekarang kehidupannya sudah enak, sudah bisa dibilang mapan. Sudah punya segalanya.<br /></p><p><br /></p><p>Walaupun dulunya dia bisa kerja disana bukan hanya sekedar dibawakan informasi lowongan, tapi sikap nyata langsung dimasukin/direkrut oleh tetangganya, nepotisme. Tapi sekarang keadaannya sudah beda.<br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-5951205305089645672022-09-04T10:43:00.019+07:002022-09-23T20:51:04.457+07:00Bekingan<p>Inilah yang tidak kusukai ketika harus berurusan dengan kota Metropolitan. Sebenarnya aku sudah cukup bahagia dengan kota kecilku Pati. Namun demi memperluas bisnisku, maka aku harus keluar dari zona nyaman membuka peluang di Ibu Kota yang lebih besar cakupannya. Tentu saja masalah yang harus dihadapi di kota yang lebih besar juga menjadi jauh lebih kompleks. Apalagi sekarang aku sudah ekspansi ke Kota yang jauh lebih besar yang dijuluki kota Metropolitan.</p><p><br /></p><p>Disinilah masalah menjadi pelik. Disaat rekan bisnis yang kupercaya ternyata mengkhianatiku. Secara teknis Dirut nya lah yang menggelapkan dana perusahaan kami. Tapi kurasa dia cuma jadi kambing hitam. Pada kenyataannya pasti ada dalang utama dibalik itu semua, aku yakin tidak mungkin sesederhana itu.</p><p><br /></p><p>Dia yang menyombongkan diri mendirikan perusahaan dari nol dan bisa berkembang pesat hingga dirinya bisa menjadi seorang Trilyuner. </p><p>Dia mengolok-ngolok diriku yang mempunyai perusahaan warisan bisnis keluarga, berbeda dengan dirinya yang walaupun anak orang kaya, tapi ayahnya bukanlah bisnisman. Cuma pegawai kaya biasa.</p><p><br /></p><p>Aku memang mendapatkan privilege, segala kemudahan modal dan akses. Memangnya dia tidak?.</p><p>Perusahaan ku sekarang ini bisa besar bukan hanya usaha dari satu generasi. Tapi dari usaha banyak orang. Sungguh mengejutkan apabila dirinya hanya dalam satu generasi memulai dari nol dan bisa menggapai pencapaian mengejutkan seperti sekarang. Karena kutahu dia bukanlah orang yang cerdas dalam hal akademik. Tidak mengherankan bila seseorang yang cemerlang dalam akademik bisa mencapai titik sukses bahkan tanpa mendirikan suatu usaha. Mendapatkan gaji besar, oleh seorang brilliant bukan hal baru. Sebut saja Alm Habibie dan banyak orang sejenis dengannya yang memilih bekerja diluar negeri karena merasa lebih dihargai, gaji adalah suatu penghargaan.</p><p><br /></p><p>Pencapaiannya itu...</p><p>Cih, <b>orang sepertinya kalau bukan Anjing ya Ular</b>, bahkan bisa jadi kombinasi dari keduanya, tergantung dari situasi yang dihadapi.</p><p><br /></p><p>Sombong. Padahal cuma tukang sogok, cuma tukang tipu.</p><p><br /></p><p>Tiba-tiba terdengar layaknya suara gaib entah darimana asalnya..</p><p>'Sing penting aku sugeh 🤪'</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Aku baru saja merasa kena tipu oleh perusahaannya PT Batu Membara. Nggak cuma aku saja ternyata, ada beberapa investor besar. Skema terbesar mencapai trilyunan. Sebenarnya si Dirut itu sudah ditahan, tapi tiba-tiba dia bisa lepas dari tahanan. Nggak bisa terungkap dong siapa Dalang utama dibalik ini semua kalau gini caranya. Walaupun aku nggak yakin dia berani membocorkannya dan lebih memilih menerima semua dakwaan.</p><p><br /></p><p>Aku labrak ternyata ada dua Jenderal bermain. Keduanya aku laporin ke PROPAM. Disitu pertama kali aku bisa kenal Kadiv Propamnya. Semua Propam pada kaget, pada ketakutan untuk ngambil karena yang aku laporin itu Brigjend bintang satu, satunya lagi bintang dua. Sedangkan kepala Kadiv Propam saja baru bintang dua, terus yang meriksa siapa?. </p><p><br /></p><p>Jadi aku datang ke kantor polisi, aku bikin laporan polisi tes PKP, itu polisi melakukan pidana dan tetep kita ngelaporinnya ke polisi. Disinilah biarpun aku berbicara sampai berbusa, nggak berani petugas Rekom menerima laporan polisiku. Benar-benar parah.. mental kacungnya.</p><p><br /></p><p>Padahal yang mau aku laporin itu pasal 421 penyalahgunaan wewenang. Karena ditolak ya aku bikin gugatan perdata, aku somasi, Kapolri aku somasi, dua jenderal itu juga aku somasi. </p><p>Ada aset 200 Milyar yang digelapin yang harusnya milik para korban. Berarti polisi sama kayak jadi maling. Aku lapor ke Propam, Kadivnya nggak mau ngurus. Aku masukin media dong. Aku gugat ke pengadilan. </p><p><br /></p><p>Ketika ku somasi itu malam2 ajudan jenderal datangi rumahku. Minta tolong, ujung2nya dia minta cabut laporan polisi, cabut gugatan. Oke, tapi untungnya buat saya apa?. Masalahnya apa kemarin? Masalahnya kasus nggak jalan kan? Kita komit jalanin pak. Akhirnya bener setelah kucabut, diback up Kabareskrim bintang tiga, jalanlah tuh kasus. </p><p><br /></p><p>Ditahan lagilah Si Dirut atas laporanku. Akhirnya berhasil p21, itupun ketemu juga sama oknum kejaksaan, Jaksa bintang tiga Jampidum (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum ). Ultimatum saya kalau bongkar modus p19(Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi), kasus kamu yang lama saya hidupin lagi. Jadi bener2 negara ini, aparat penegak hukum dari polisi, jaksa sampai hakim itu oknumnya banyak, sampah disitu banyak. Dan sampai sekarang saya rasa saya cetak rekor, ada duapuluhan lebih laporan polisi yang ngelaporin saya atas pencemaran nama baik. Pernah waktu kelepasan ngomong Kapolda Metro jenderal banci, sarang mafia. Wazem malah dadi nambah masalah. Yang laporin akupun bukan orang biasa, polisi semua!. Jadi aku kaget dong waktu dipanggil pelapornya AKBP A, AKBP Si B, AKBP Si C, entah siapa nama mereka semua aku nggak ingat karena memang nggak penting. AKBP Itu sudah Pamen lho, perwira menengah. Dua pangkat sebelum bintang.</p><p><br /></p><p>Belum dipanggil tiba-tiba Sabtu-Minggu sudah kena sidik. Hebat sekali saya bilang.</p><p><br /></p><p>Aku masukin media, aku bilang. Oke mau tangkap, tangkap saya tapi tangkap juga Kapolri. Dia nanya kenapa tangkap Kapolri juga?. Dia yang bilang silahkan warga kritik polisi, kalau perlu video in buat alat bukti. Saya buat video karena dia yang nyuruh. Saya melaksanakannya. Kalau dipermasalahkan jejak digital tidak akan bisa hilang. Saya WA juga ke Kapolri. Kapolri balas karena saya naikin semua ke media. Sampai nampang di banyak media online. Pasti pusing dia. Nggak lama setelah Kapolri WA, Si Kadiv nelpon saya minta ketemu. Tolong kamu WA Kapolri jgn bilang saya nggak mau angkat telpon kamu. Memang kenyataannya nggak diangkat kok. Inilah kelebihannya link, akses, kenalan dalam berbisnis. Kamu jadi nggak bisa dipermainkan begitu saja.</p><p><br /></p><p>Disinilah kalau kasus belum viral, nggak akan dijalanin. Nggak semua orang beragama itu bener. Mulutnya mengatakan Tuhan2 tapi tangannya mengerjakan hal2 yg kotor. Bisa keangkat ke semua media dihalaman depan, karena latar belakangku ada uang. Aku beli program, aku beli program dimana-mana. Di TV terutama. Setelah saya ada nama baru saya singkirkan itu semua. Lumayan mahal, non sesi itu satu milyar., dan menurutku itu agak berlebihan. Untuk ada keadilan, yang saya tadi saja golongan menengah keatas, apalagi yang ke bawah. kalau nggak ada dukungan dari media, nggak akan diangkat, kedua pakai medsos(media sosial).</p><p><br /></p><p>"Ri kemarin aku sudah chat kamu. Gimana lanjutannya?. Aku telpon Pengacara yang kupekerjakan untuk perusahaanku.</p><p>Ya aku tahu dia pasti takut berurusan dengan polisi, apalagi kalau nggak punya bekingan juga.</p><p><br /></p><p>Kalau ada masyarakat jadi korban oknum, mereka punya bukti, mereka mau bongkar tapi pengacara mereka nggak bakal berani naikin.<br /></p><p><br /></p><p>"Maaf pak, saya nggak berani ambil kasus ini. Resikonya terlalu besar. Saya punya keluarga, punya anak istri".</p><p><br /></p><p>"Terus apa kamu pikir mereka para korban tidak punya keluarga!?. Kamu sadar kan kalau kamu itu perbulan saya gaji buat ngurusin masalah hukum yang berkenaan dengan perusahaan saya!?. Kok nggak professional gini saat dibutuhkan!?.</p><p><br /></p><p>Lawyer itu selalu takut kalau berbicara jelek soal polisi pak. Berani berbuat, besoknya akan ditarget, saya jamin. Karena oknum itu bukan cuma satu pak. Berjamaah.</p><p><br /></p><p>Satgasus menangani kasus2 besar, tapi anehnya Satgasus ini tidak ambil dana dari kepolisian. Bayangin mereka disuruh cari anggaran sendiri, coba bayangin. Kalau enggak dapat anggaran dari APBN, uangnya darimana coba?.</p><p>Saya akan mengatakan data falid. Judi online... salah satunya.</p><p><br /></p><p>Kita laporin polisi ke polisi. percuma. Anda bikin laporan ke Propam, besoknya polisi propam itu dapat duit dari polisi penyidik dan ditutup kasusnya. Selesai, kecuali kasus anda sudah viral, lha itu baru bisa jalan. Kalau nggak viral, nggak ada kekuasaan dan nggak ada duit ya nggak bisa jalan.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Jeleknya di Indonesia itu hukum akan bisa jalan kalau kita punya tiga hal. Duh kelepasan lagi, harusnya aku samarkan jadi Negeri Konoha atau Wakanda. Pasti mereka akan menyerang dan membungkamku dengan UU karet/pasal karet.</p><p><br /></p><p>Minimal salah satu dari tiga hal tersebut.. yang pertama adalah kekuasaan. Dekat dengan penguasa, dekat dengan petinggi kepolisian, dekat dengan pejabat. Itu baru bisa kasus kita jalan. </p><p>Lalu kedua kalau kita punya duit; untuk nyogok untuk nyuap. Kalau nggak punya kedua hal itu ya harus yang ketiga yaitu viralin; media, people power. Pakai yang ketiga itu efektif untuk kasus-kasus besar. </p><p><br /></p><p><br /></p><p>"Kamu nggak usah takut. Saya, kamu yang berdiri di jalan kebenaran itu punya bekingan terkuat sejagat raya!. Malah ada dua, yang satu dunia akherat, sedangkan satunya lagi untuk masalah duniawi.</p><p>Yaitu Tuhan dan para Netizen Indonesia.</p><p><br /></p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-78645530955447847992022-07-22T10:38:00.054+07:002022-09-29T19:21:56.844+07:00Dayus<p> "Untuk sementara kita pisah ranjang!. Jangan hubungi aku kalau Dika belum menjadi menantu kita!".</p><p> </p><p>"Huh, terserah!, Kamu mau pergi aku juga nggak peduli!. Dan aku pantang menjilat ludahku sendiri!.<br /></p><p><br /></p><p>Hah, yang bener!?. Sang istri tidak percaya apa yang barusan dikatakan suami munafiknya, seseorang yang sudah terlampau sering menjilat ludahnya sendiri. Percaya kok sama tukang tipu🤷.</p><p><br /></p><p>Sudahlah, biarin saja dia jadi Kesatria wadat. Jadi kamu bisa tetap disini nerusin hidup enak sama aku.</p><p><br /></p><p>Harusnya kamu yang jadi Buto wadat!. Kamu yang pantasnya enggak perlu nikah apalagi sampai punya keturunan!. Aku sendiri ini pribumi!. Terus kenapa dulu kamu menikahi aku!?.</p><p> </p><p>Cih, dibahas lagi. Padahal jawabannya sudah jelas.</p><p> </p><p>Harusnya aku bisa mendapat jodoh lain yang lebih baik darimu. <br /></p><p><br /></p><p>Lho memang jodoh kita itu cerminan diri kita. Lihatlah saat bercermin, tangan kiri kita menjadi tangan kanan. Bagian tubuh kiri kita disana justru menjadi bagian tubuh sebelah kanan. Sudah benar ini, cerminan diri!. Ucap Toying penuh percaya diri membenarkan istilah tersebut (Bias konfirmasi).<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Hahahaha!!!. Ki Gede tidak bisa berhenti tertawa terbahak-bahak.</p><p>Enak betul, kamu mendapatkan buah wangi, ranum sedangkan istrimu kamu kasih sampah!.</p><p>Ki Gede masih sambil tertawa.</p><p>Iya, ibaratnya kan istrimu itu buah segar dan kamu sampahnya. Ki Gede memperjelas maksud kalimatnya masih sambil tertawa lepas.</p><p><br /></p><p>Toying barusan menyesal, ngapain dia curhat sampai nyeritain ini sama dia. </p><p>"Ya karena kamu Maso(kis), ketagihankan mendengar roastinganku kan?. Kangenkan?" <br /></p><p><br /></p><p>Cara pikirmu itu sungguh Ter-la-lu. Tapi ya sudahlah, memang begitu cara Angkara menyikapi. Kamu kan memang Setan, bukan malaikat, jadi wajar saja pikirannya begitu.</p><p><br /></p><p>Iya kamu PD sekali mengatakan istrimu itu tidak bakalan mengenal laki-laki lain selain dirimu. Apalagi di usia yang sudah tua, Toying menyebutnya "turun mesin". </p><p>Andaikan itu ternyata terjadi memangnya apa yang bakal kamu rasakan?.</p><p><br /></p><p>Nggak bakalan terjadi Ki!. Toying sungut-sungut.</p><p>Andaikan terjadi aku juga bakalan biasa saja. Seperti yang sudah-sudah.</p><p><br /></p><p>Misalnya seperti pada kisahnya Eka itu ya?. Kamu diam saja tidak berbuat apa-apa sama Eka. Malah memakluminya, bahkan membenarkan sikapnya. Padahal sebagai sesama pezina, tanpa ditanya juga pasti tahu. Enggak cuma mulut yang nyosor, tapi tangan dan lainnya juga pasti ikutan gerilya. Tapi ya toh kamu menganggap itu hal yang biasa saja. Lumrah dan tidak ada emosi sedikitpun mengetahui hal itu.<br /></p><p><strike>Kamu bahkan pernah menyuruh istrimu menyusui... dahlah, toh yang itu tidak kejadian.</strike></p><p>Saat anakmu dibandingkan sama pelacur pun kamu biasa saja kan?. Apalagi toh mereka itu juga dari bangsamu sendiri. Kamu bahkan sampai memberi mereka bonus beberapa perusahaan yang sebelumnya milikmu.<br /></p><p>Yah memang sudah seharusnya begitu, sesama setan memang harus saling mengasihi dan saling mendukung.</p><p><br /></p><p>"Tentu saja, sudah lumrah bila <b>pezina </b>sepertimu mempunyai sifat <b>Dayus</b>(tidak mempunyai rasa cemburu). Mungkin itu adalah suatu bentuk perlindungan diri atas konsekuensi akibat perilaku bejatmu sendiri. Ki Gede menganalisis. Kau sungguh beruntung. Sekalipun sesama Angkara, akan banyak yang iri kepadamu.<br /></p><p><br /></p><p>Usaha barumu disana juga sudah berkembang pesatkan?.</p><p><br /></p><p>Sudah. Apalagi aku sudah punya pegawai yang bisa kuandalkan. Dulu dia sampai merengek-regek kepadaku untuk tidak usah diangkat sebagai anak. Sudah cukup sebagai pegawai dan berjanji akan akan bekerja dengan sebaik-baiknya. </p><p> </p><p>Cih, Ge-Er dia pikir aku sudi, mau beneran jadiin dia anak angkat. Mereka kan cuma numpang hidup enak sama aku.<br /></p><p><br /></p><p>Sekarang kamu sudah lebih banyak menghasilkan uang dari penjualan budaya para Pribumi kan?.</p><p> </p><p>Sudah, malah terakhir aku sampai jualan batu(Akik). </p><p> </p><p><br /></p><p>Kamu sudah punya baaanyak uang. Kalau gitu kenapa nggak balik saja ke tempat asalmu?. Disana kamu kan bisa nikah lagi dengan sejenismu, sebangsamu sendiri. Jadi nggak perlu merasa terasing lagi. Kamu juga nggak perlu lagi sinis melihat para pribumi dimana-mana. Dan bagi mereka para pribumi, juga nggak perlu sepet lihat mukamu lagi. Kali ini Ki Gede berusaha menahan tawanya sekuat tenaga. Karena ini adalah moment dimana dia memberikan saran nasehat terbaik kepada Toying.</p><p><br /></p><p>Win-win solution<br /></p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-37862748586304795252022-07-06T06:12:00.072+07:002023-05-25T18:37:52.467+07:00Jawaban<p> Aku masih menunggu jawaban darinya. Keputusannya untuk menghubungiku lewat WA. Tapi sampai sekarang belum ada satupun chat masuk darinya.</p><p> </p><p>Aku berkali-kali melewati toko roti itu dan tidak melihat keberadaan dirinya disana. Apa dia sudah keluar?. <br /></p><p><br /></p><p>Aku cuma mengetahui satu hal dari dirinya. Yaitu namanya. Lala.</p><p><br /></p><p>Sebenarnya aku berharap dia menghubungiku sebelum Idul Fitri, karena lebaran adalah saat yang paling tepat untuk diriku memperkenalkan diri kepada keluarganya. Mikirnya terlalu jauh ya?. Bukan, itu adalah pikiran positif dariku. Karena aku berniat baik.<br /></p><p><br /></p><p>Bayangkan saat kau mengenal perempuan yang kau harapkan menerima jawaban darinya sebelum Idul Fitri, jadi saat lebaran bisa melamarnya. Tapi ternyata perempuan itu justru menikah dengan orang lain saat Ramadhan. Apa menurutmu pernikahan mereka saat itu membawa dampak yang baik?. Bisa dipastikan yang ada pasti cuma dipenuhi nafsu suami istri yang pasti melanggar hukum puasa disiang hari, sepanjang bulan puasa. Dan bodohnya, ada si Pria lain yang masih menunggu jawaban darinya. Sampai dirinya terkejut mengetahui dari perempuan itu sendiri, dengan penuh keceriaan memberitahukan bahwa dirinya justru berbulan madu saat bulan Ramadhan tersebut. Sesak bagaikan tersambar petir itu sudah pasti. Tapi mungkin itu pemberitahuan dari Tuhan bahwa dia bukan perempuan yang baik.. setidaknya untuk pria tadi. Jadi itu bukanlah hal yang perlu disesali. Semoga aku tidak akan pernah mengalami hal seperti itu. Karena itu pasti sangat menyakitkan.<br /></p><p> </p><p>Sedangkan tahun ini bulan puasa lagi-lagi telah berlalu, lebaran juga telah berlalu beberapa bulan. Dan aku masih belum dihubungi olehnya. Apakah keputusanku untuk menunggunya terlalu lama?, apa itu berarti aku sudah ditolaknya?.</p><p>Tentunya satu keputusan menunggu satu perempuan itu menjadi dilema.</p><p><br /></p><p>Diwaktu yang bersamaan kamu juga merasakan perhatian lain dari beberapa perempuan yang berbeda. Aku baru beberapa kali mampir ke minimarket itu dan dua kali aku bertemu dengannya yang bertugas pada shif saat itu, merasakan perhatian yang sama dengan gadis toko roti. 'Aku ingin kenal'. Sayangnya minimarket itu letaknya tidak dekat dengan rumahku, jadi aku hanya singgah saat lewat sana dan membeli barang yang kubutuhkan sambil memakai voucher. Mungkin karena gadis minimarket itu secara fisik juga menarik, aku jadi dilema. Dia bahkan berbicara pelan seolah ingin aku mendengar nya bahwa yang penting aku tahu dia ada disini menungguku. Dan sekarang sudah berlalu berapa lama coba. Apa dia masih sendiri?.<br /></p><p><br /></p><p>Ada juga gadis karyawati resto cepat saji.. enggak instan juga sih, ternama. Cuma menunya makanan barat seperti steak dll, western cuisine. Dia bahkan sampai menggoda ku dengan bahasa tubuhnya. Yang menunjukkan bahwa dia sangat tertarik kepada ku. Aku bahkan dibuat sampai menelan ludahku. Duh... Beberapa kali kami berinteraksi saat aku mengambil orderan. Bahkan kami bertemu kembali saat dia dipindahkan ke cabang resto yang berbeda. Percakapan kecil seperti, sekarang kamu pindah disini dik?. Dan dirinya menjawab dengan malu-malu. Tapi aku hanya bisa berhenti disana, karena masih menaruh harapan kepada gadis Toko Roti. Dan sampai akhirnya dia dipindahkan ke cabang lain yang berada diluar kota, sehingga aku kehilangan jejaknya. Itu karena aku menahan diri untuk mengambil langkah berikutnya, walaupun ada dorongan yang kuat. Gelo. Gelo banget malah.</p><p><br /></p><p>Yang aku acungi jempol dari mereka adalah, mereka berusaha agar aku mengetahui bahwa mereka tertarik kepadaku dan ingin berkenalan denganku. Bukan diam saja, terlihat cuek saat aku berada dihadapannya. Lalu setelah dia menikah sama orang lain dan mengetahui bahwa ternyata aku masih lajang. Dengan gampangnya mengatakan "Kalau tahu dari dulu ya aku juga mau sama dia". Lalu setelah mengatakan seperti itu dia bersikap judes kepada ku.</p><p><br /></p><p>Harusnya aku memberikan mereka semua kartu nama ku ya?. Tapi kalau aku melakukannya dan mereka semua ternyata menghubungiku untuk melangkah ke jenjang berikutnya gimana?. Apa mereka mau dimadu?💁. Duh.. enggak kan🤷. Malah jadinya aku yang seakan menjadi mempermainkan mereka, menyakiti hati mereka.</p><p> </p><p>Tapi karena aku menghargai dia yang terlebih dulu aku beri keputusan untuk kontak denganku. Hal ini justru menjadi dilema, disaat waktu terus berjalan dan tak akan pernah berjalan mundur. Umurku semakin bertambah. Dan semua menjadi stagnan ketika aku tidak berproses ke level berikutnya. Adik-adikku saja sampai tak ada satupun yang mengurus masalah asmara, hanya karena tidak mau mendahului ku. Sedangkan masalah ajal, tidak ada seorang pun yang tahu.<br /></p><p><br /></p><p>Gadis toko roti itu pasti cerdas. Kalaupun dia tidak mau langsung menghubungiku. Dia bisa sedikit mendapatkan info mengenai diriku, berbekal kartu nama identitasku.</p><p><br /></p><p>Menghubungi penerangan 108 menanyakan jikalau tetangga sebelah rumahku mempunyai telepon kabel, bisa tanya-tanya tentangku. Misal apa aku masih single atau duda atau menjalin hubungan dengan seseorang gitu. Atau apa aku kuliah?. Dan aku yakin dia sudah menanyakannya.</p><p><br /></p><p>Aku bisa menebak apa yang akan dikatakan tetangga sebelah rumahku itu. </p><p>Gini ya, dinalar saja. Saat ini, sampai detik ini satupun aku masih belum dapat. Nggak mungkin aku berpikiran jauh kemana-mana. Jadi itu juga berlaku baginya yang nggak usah berpikiran jauh mengenai poligami atau lain-lainnya.</p><p><br /></p><p><b>Mereka cuma sekumpulan makhluk brengsek tidak bertanggungjawab yang bisanya cuma merusak hidup orang lain.</b></p><p><br /></p><p>Niatku menikah untuk ibadah. Nggak mungkin aku justru berpikiran untuk menyakiti hati istriku nanti.</p><p><br /></p><p>Itulah sebabnya aku menunggu "dia" sampai akhirnya justru kehilangan "dia yang lain". Dan akhirnya tidak satupun yang kudapatkan. Karena aku tidak pernah punya maksud untuk menduakan. Ternyata aku mengambil keputusan kepada orang yang salah.</p><p><br /></p><p>Apa aku harus terus mengulangi hal yang sama?. Seharusnya memang ada batasan untuk menunggu yang masih bisa ditoleransi. Apa batas terakhir aku harus menunggu sebaiknya sampai Idul Adha besok?. Kalau itu tidak terjadi berarti bisa jadi keluarganya tidak merestui nya. Kalau itu yang terjadi, berarti lagi-lagi aku sudah membuang waktu percuma dan melewatkan beberapa gadis.</p><p> </p><p>"Waktu terlalu lambat bagi orang yang menunggu, terlalu lama bagi orang yang berduka, terlalu singkat bagi orang yang bergembira. Semua orang punya waktu, tapi tidak banyak yang bisa menggunakannya dengan baik. Banyak orang yang punya jam tangan dengan harga yang cukup mahal, tapi tidak banyak yang merasakan berharganya waktu dan menikmati setiap detiknya.<br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-62882958026358122242022-07-06T05:10:00.021+07:002022-07-06T10:59:00.276+07:00Keputusan<p> Lagi-lagi aku merasakan tatapan lembut penuh perasaan kearahku. Aku sudah berkunjung ke tempat ini untuk ketiga kalinya memenuhi orderan pick up makanan dalam pekerjaanku sebagai rider Ojek Online. Dan lagi-lagi aku merasakan perasaan yang sama. Tatapan yang mengatakan 'Aku ingin kenalan'. </p><p>Tatapan halus, malu-malu yang secara sembunyi-sembunyi aku rasakan kuat ketika aku sedang mengalihkan perhatian ke tempat lain, seperti misalnya saat sedang berinteraksi dengan Ibu-ibu Ojol yang berada disitu.<br /></p><p><br /></p><p>Kebetulan saat itu tempatnya lumayan padat pengunjung. Tapi aku merasakan arahnya dari meja pengambilan order makanan. Dan hanya ada dua pegawai di toko Roti ini yang ada disana. Satu karyawan dan satu karyawati. Nggak mungkinkan kalau rasa tatapan itu berasal dari mas-mas itu?. Semoga enggak, ya enggaklah, masa gitu. Ya kan?.<br /></p><p><br /></p><p>Jadi tersangkanya mengerucut hanya kepada satu orang. Gadis tinggi semampai berjilbab bercelemek yang saat itu memenuhi standar protokol kesehatan dengan memakai masker. Kesan pertama saat melihat wajahnya yang sebagian tertutup masker adalah.. dia sangat mirip dengan Fairuz A. Rafiq. Seperti Fairuz A. Rafiq sedang memakai masker.<br /></p><p>Jadi perkiraanku paras wajahnya kurang lebihnya ya pasti nggak berbeda jauh dengannya. Penampilannya menarik.</p><p><br /></p><p>Kebetulan lagi-lagi aku mengambil orderan makanan darinya. Dan saat aku berlalu meninggalkan dirinya setelah mengucapkan terimakasih. Terdengar celetukan bernada kecewa.. "Paling wes bapak-bapak". Ya.. aku mempunyai indera pendengaran yang sangat tajam dan itu terjadi masih dalam jarak tiga meter, jarak jangkauan yang bahkan manusia normal masih bisa mendengarnya dengan jelas.</p><p>Ya.. seharusnya aku memang sudah bapak-bapak. Seusiaku itu seharusnya sudah punya anak istri.</p><p> </p><p>Terjadi pergolakan dalam batinku bagaimana aku harus menanggapinya. Aku jadi GeEr kan. Sepanjang jalan aku jadi terus memikirkan hal itu. Dia ingin berkenalan denganku?. Sampai akhirnya aku putuskan untuk mengambil langkah penting dalam hidupku. Aku berusaha mengumpulkan semua keberanianku, walaupun sepertinya tidak berhasil karena aku tetap gemetaran walaupun hanya dengan memikirkan untuk bagaimana cara berkenalan dengannya.</p><p><br /></p><p>Waktu itu aku nggak salah dengar kan?. Bagaimana kalau ternyata aku salah dengar atau itu bukan ditujukan kepadaku?. Pikiran-pikiran itu terus menghantuiku. Bagaimana baiknya ini?.</p><p><br /></p><p>Hingga di malam itu aku putuskan untuk melakukannya. Lebih cepat lebih baikkan, jadi enggak jadi bahan pikiran terlalu lama. Cuma mengganggu. </p><p><br /></p><p>Aku berkali-kali mengambil nafas panjang. Tapi rasa gemetaran itu tidak hilang. Ya Allah aku takut banget.</p><p><br /></p><p>"Ayo Andika kamu itu laki-laki, jadi sudah seharusnya menjadi tugas bagimu untuk menentukan langkah selanjutnya!". Kamu sudah menghadapi banyak Angkara yang bukan hanya penampilannya saja yang mengerikan, tapi juga mara bahaya yang datang dari bertempur dengan mereka. Masa mengambil langkah untuk berkenalan saja takut.<br /></p><p>Kamu itu laki-laki jadi kamu yang harus mendekatinya lebih dulu!". Aku berusaha menanamkan rasa tanggungjawab kepada diriku.</p><p><br /></p><p>Kalian pasti nggak bisa membayangkan betapa gemetaran diriku waktu itu, bukan hanya detak jantung tapi tangan, kaki, seluruh tubuhku. Bahkan sampai sekarang saat mengingatnya. Tapi aku berusaha untuk berani. Akupun sudah menyusun rencana yang jitu, dan sudah aku simulasikan dalam pikiranku berkali-kali. Aku serahkan kartu namaku kepadanya dengan cepat lalu langsung kabur dari sana. Lagipula aku nanti memakai masker jadi rasa maluku pasti bisa tertutupi sebagian.<br /></p><p> </p><p> Celakanya waktu sampai didepan sana, pelanggannya malah ramai. Mereka semua padat duduk tepat didepannya. Aku terus menerus menyemangati diriku sendiri. Sampai kapan aku akan terus seperti ini, terus merasa takut dengan hal yang masih belum terjadi. Buktikan bahwa untuk kali ini aku harus berani mengambil langkah.</p><p><br /></p><p>Aku parkirkan kendaraanku didepan. Aku bergerak kearahnya. Aku lupa mengambil kartu namaku yang berada didalam tas.</p><p><br /></p><p>Sembari terus mengambil nafas dalam. Aku sekarang berada tepat didepannya. Aku kumpulkan keberanianku untuk menanyakan namanya. Nggak lucu kan kalau aku memutuskan untuk mengenalnya tanpa tahu namanya. Aku tanyakan beberapa kali untuk memastikan aku tidak salah mengingat namanya. Setelah itu aku segera menyerahkan kartu namaku. Tak lupa berdialog "Kalau ingin menambahkanku sebagai teman di WA". Dan dia malah berkali-kali menanyakanku maksudku ngasih kartu nama. Ya aku tahu itu kartu nama pekerjaan bisnisku sebagai teknisi printer komputer. Tapi masa tujuanku buat nawarin jasaku nyervis. Misi kuanggap selesai dan saatnya aku ngibrit keluar dari sana. Dan aku nggak bisa langsung kabur menghilang dari sana karena terpaksa berhenti sejenak untuk membayar parkir. </p><p><br /></p><p>Aku terus berdoa kepada Tuhan agar dilancarkan usahaku ini. Kalau memang dia menjadi jodohku. <br /></p><p>Langkah berikutnya biar dia yang mengambil, untuk menerimaku atau tidak.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p> Aku pernah melintas saat Tokonya tutupan dan dia hendak pulang. Tapi tidak bisa menghampiri dirinya bukan karena saat itu aku sedang dalam misi, tapi karena dia masih belum menghubungiku. Dan aku masih menunggu keputusannya untuk berkenalan denganku. Jadinya pasti canggungkan kalau aku berhenti didepannya. Dirinya memakai jaket Denim tanpa dikancingkan. Dan aku sudah melihat wajahnya tanpa masker. Terjawab sudah. </p><p>Cantik.</p><p> </p><p> </p><p> </p><p> Dan aku mau kok sama dia(dasar bujangan).<br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-89775536825824968882022-06-23T17:35:00.116+07:002022-07-04T11:46:09.889+07:00Kesenjangan<p> Tempo hari Tanteku bersama suaminya datang berkunjung. Setelah aku mengirim pesan WA bahwa Bude pingin dolan kesana. Setelah sebelumnya, bulan lalu Bude nekat pergi ke rumah Kakek yang sekarang ternyata sudah disulap menjadi Kos-kosan dengan banyak kamar. </p><p>Pagi itu Bude mengatakan kepadaku dia ingin pulang. Dia memintaku untuk mengantarkannya. Aku nggak mau. Aku katakan kepadanya "Disini saja, disana sudah nggak ada tempat buat Bude."</p><p><br /></p><p>Eh ternyata beliaunya tetap nekat pergi dari rumah. Ibuku panik dan melakukan pengumuman di Grup Keluarga Besar Joyo Laksono mengenai hal itu dan meminta bantuan semuanya yang ada di grup untuk mencarinya. </p><p>Meh...</p><p> <br /></p><p>Beliau berpikir kan kasihan banget kalau kesananya sampai jalan kaki, jaraknya sangatlah jauh apabila ditempuh dengan berjalan kaki. Karena menurut sepengetahuan Ibu, bude tidak mempunyai uang sepeserpun. Dan di rumah memang tidak membutuhkannya, karena kebutuhan tercukupi dan kalaupun ada permintaan sesuatu hal bisa langsung ke Ibu atau ke Aku.</p><p> Dan untungnya dugaan ibu salah. Bude pernah memungut uang berwarna biru yang pernah digeletakkan Ibu lalu menyimpannya. Makanya saat itu ibu merasa kehilangan dan mencari-cari uang tersebut, tapi semua yang ditanyai tak ada satupun yang mengaku mengetahuinya. Termasuk adik-adik dan Bude. Aku langsung menjawab Bude yang ambil karena aku yakin adik-adikku nggak akan pernah berbohong mengenai hal itu. </p><p> </p><p>Dirumah, sekalipun kelihatannya mereka berdua suka bertengkar. Sebenarnya sih lebih tepatnya ibu yang suka mengungkit-ungkit masa lalu perihal kenakalan bude kepadanya. Tapi aku yang paling tahu bahwa yang paling peduli sama Bude adalah Mamaku. Dulu ibukulah yang meminta agar Budeku segera dibawa kesini. Karena Bude disana sendirian dan rawan kekurangan. Pernah dulu, suatu ketika saat kami sekeluarga masih berdomisili diluar kota, dilain provinsi. </p><p> </p><p>Almarhum Omku yang teratur berkunjung kesana setidaknya dua minggu sekali, atau kalau enggak ya seminggu sekali, kaget mengetahui bahwa beras Bude dirumah sudah lama habis, dirumah sama sekali tidak ada bahan makanan. Ternyata hampir seminggu budeku enggak makan sama sekali, cuma memakan es dari kulkas sebagai pengganjal perut (Kebiasaan memakan esnya berangsur-angsur menghilang setelah hidup bersama kami. Dan saat ini aku sudah tidak pernah lagi melihat bude melakukan kebiasaannya itu).</p><p><br /></p><p>Bude bercerita kepada Om dengan tubuh pucat, sambil gemetaran menangis dan memegangi perutnya bahwa dirinya sangat lapar. Bisa dibayangkan betapa gemetarnya tubuh Omku pada saat itu menemukan keadaan sang Kakak mengenaskan sampai seperti itu.</p><p><br /></p><p>Dan ketika ke rumah Tanteku malah memergoki kalau beberapa hari ini tanteku justru mengadakan kenduri, selamatan, syukuran. Tapi tidak berkunjung ke rumah Bude untuk memberikan satu Besek-pun!. </p><p>Disini berlebihan, sementara dia nggak ingat sama yang disana kekurangan. Padahal jarak antara rumah Tante dan Bude tidaklah jauh. Pada saat itu Omku benar-benar marah tapi tak bisa membendung air matanya saking sedihnya. Dan Tanteku cuma diam mengetahui dia memang salah. Tanteku lah yang seharusnya paling bertanggungjawab atas Bude, yang katanya bakal nyetok bahan makanan untuknya, yang rumahnya juga paling dekat, masih satu kecamatan.<br /></p><p><br /></p><p>Hal itupun pada akhirnya sekarang dijawab ke Ibuku bahwa dirinya itu anak Ragil, perempuan pula. Tidak seharusnya dibebani tanggungjawab. Apalagi setelah menjadi istri orang, dia harusnya cuma bertanggungjawab mengurus suami dan anaknya. Yang paling tua yang seharusnya bertanggung jawab atas semuanya. Sebagai pengganti orangtua. Itu aku dengar sendiri dengan kupingku.<br /></p><p> </p><p>Dulu Om-ku mengusahakan seminggu sekali menyempatkan diri adalah karena tuntutan istrinya yang selalu menyuruhnya untuk segera pulang. Pulang telat berarti dapat uang capek/lembur. Semenjak itu, beliau tidak menggubrisnya. Hampir setiap hari mampir kesana, karena toh rute pulang kerja selalu melewati rumah Bude. Walaupun pulang naik angkutannya menjadi dua kali, disertai ekstra jalan kaki, ekstra tenaga karena angkutan hanya sampai di depan jalan raya, tidak masuk ke perkampungan, begitu juga dengan waktu yang dibutuhkan otomatis menjadi lebih lama. Tapi tak mengapa karena hanya tersisa mereka bertiga di Kota ini. Itu adalah cerita ketika Om-ku masih hidup belasan tahun yang lalu, saat beliau masih muda dan bugar.<br /></p><p><br /></p><p>Untung belum terlambat. Bisa-bisa Bude meninggal tanpa ada satupun tetangga yang tahu. Disana Bude tidak bersosialisasi, hanya menyendiri dirumah. Kakek masih tinggal dengan kerabatnya. Dan akses komunikasi tidak seperti zaman sekarang dimana hampir semua orang mempunyai HP.<br /></p><p><br /></p><p>Menuruti permintaan Ibu, aku segera melesatkan sepeda motorku mengejarnya. Setelah berjalan beberapa lama aku merasa kehilangan jejak.<br /></p><p>Harusnya terpautnya tidak mungkin bisa jauh kalau cuma dengan berjalan kaki. Tapi kok nggak ketemu?. Tentu aku sudah mencarinya dibeberapa jalur yang berbeda.</p><p><br /></p><p>Ya sudah, yang penting Tante sudah tahu, Satu-satunya harapan semoga Bude bisa sampai kesana dengan selamat dan Tante kasih info ke kita begitu Bude sampai disana. </p><p><br /></p><p>Sorenya kami mendapat kabar dari Tante bahwa Bude sudah datang.</p><p><br /></p><p>Siang itu dalam percakapan Grup Keluarga disaat pengumuman kepanikan Ibu.</p><p>Aku tuturkan awal kejadiannya tadi pagi. Tante langsung bilang seakan berteriak(padahal di HP dalam bentuk tulisan huruf kalimat dan tanda baca) Kalau besok begitu, kalau minta antar ya diantarkan saja.. KASIHAN SUDAH TUA!.</p><p><br /></p><p>Tante lanjut menuturkan, begitu datang keringatnya gembrobyos langsung aku kasih minum air mineral dan roti artis oleh-oleh dari Jakarta, lalu kusuruh istirahat tidur. </p><p>Tahu nggak Lur kalimat yang pertama kali terlontar?. KAMARKU YANG MANA!?.</p><p> </p><p>Aku jawab di grup "ya tinggal kasih saja satu"</p><p> </p><p>Tante jawab "Lho inikan sekarang sudah jadi kos-kosan. Alhamdulilah penuh.<br /></p><p> </p><p> Nggak ada yang aktif menanggapi selain dari keluargaku. Yang lain hanya menjadi penonton peristiwa belaka.<br /></p><p> </p><p> </p><p> </p><p> Dan hari ini Bude punya keinginan lagi untuk "pulang". Aku kirim pesan ke Tante mengenai hal tersebut. Tapi enggak dibaca. Aku telpon juga enggak diangkat. </p><p>Keesokan harinya Bude masih mewanti-wanti. Aku minta bersabar karena bisa jadi Tante sedang pergi luar kota. Lha kalau kesana ternyata kecilik dan sana enggak siap kan runyam, buang-buang waktu, bensin, dan tenaga.</p><p>Dan hari itu juga masih belum ada balasan.</p><p><br /></p><p>Dan pada akhirnya keluar pengakuan dari Bude bahwa dia menggunakan uang biru itu untuk naik angkutan sampai ke tujuan. Untung bude masih menyadari bahwa uang biru itu nominal nya tinggi, jadi seharusnya nggak bakalan kurang. Karena Budeku sudah sangat lama tidak bersosialisasi, jadi buta dengan informasi dunia baru. Nggak dapat kembalian katanya. Walaupun menyayangkan beliau dibohongi, tapi gpp yang penting Bude enggak jalan kaki sejauh itu. Kalau jalan kaki sampainya bisa semalaman, bahkan lebih. Itupun kalau masih punya tenaga 🤦.</p><p><br /></p><p>Lalu sekarang Tante bersama suaminya datang kesini berkendara mobil, aku kira hendak menjemput Bude buat dolan kesana. Mereka datang pagi sesaat setelah aku pulang dari ngojek pagi, nganterin para anak ke sekolah dan para pegawai ke tempat kerja mereka. Di masa tenang ini, jeda setelah selesai jam sibuk pagi aku gunakan untuk beristirahat sebentar, mandi, makan, juga ngecas HP. <br /></p><p><br /></p><p>Ternyata memberikan wejangan ke Bude, bahwa dirinya itu sudah tua. Kan enak disini saja dolan sama keponakan-keponakannya. Nggak usah cari capek, cari masalah. Dirinya sampai malu sama suaminya. Padahal rumah tersebut sudah dibelinya, sudah atas nama suaminya.</p><p><br /></p><p>Sambil wajahnya memerah keluar air mata, sesekali air ingus. Dirinya bercerita</p><p>"Aku ini sampai tidur di Kosan sana jadi Inang. Bayangkan kamar cuma ukuran 3X3. Ini demi anakku mbak!. </p><p>Aku yang biasanya hidup enak, semua serba ada, nyaman, rumah luas, harus tinggal, tidur di tempat seperti itu!. Ini kulakukan demi anakku!."</p><p> </p><p>Sepengetahuanku, adik sepupuku, anak satu-satunya Tanteku yg cuma satu itu sudah lama menjadi seorang dokter, menikah dengan dokter pula dan mereka sekarang sudah dikaruniai anak perempuan yang mungil.<br /></p><p><br /></p><p>"Aku berjuang demi anakku yang sekarang sekolah lagi!. S2!. Butuh biaya besar!. Kalau bukan demi anakku aku nggak mau tinggal dikamar sesempit itu!."</p><p><br /></p><p>"Kamu yang sudah tua harusnya mikir mbak!"</p><p><br /></p><p>'Waw'<br /></p><p>Aku yang ada di kamar sebelah menjadi muak. Aku ambil Smartphoneku dan menyalakan aplikasi Ngojek. Sudah hampir jam 11, berharap semoga bisa dapat orang pesan makan siang lebih awal, atau yang sarapan kesiangan. Daripada kelamaan dirumah.</p><p> </p><p> Tak lama kemudian HPku berdering nyaring menandakan ada orderan masuk.</p><p>Aku lihat di layar, pekerjaan pick up makanan di sebuah resto. Dengan pendapatan Rp6.400.</p><p><br /></p><p>Aku segera memakai seragam perlengkapan kerjaku, mengendarai motorku, lalu melesat menuju tujuan.<br /></p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-91610770398830688072022-06-23T16:28:00.003+07:002022-06-23T18:10:23.108+07:00Hutang Budi 2<p> Lagi malas nulis bagian ini<br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-81090526172459331232022-06-17T21:12:00.043+07:002022-12-20T19:21:35.329+07:00Rai Gedhek<p> "Di smartphonemu tersimpan kontak grup keluarga?. Grup WA gitu?" Tanya Baru.<br /></p><p><br /></p><p>Ada keduanya. Keluarga inti dan keluarga besar.</p><p><br /></p><p>Ibuku selalu bisa memaafkan kelakuan adik-adiknya. Meskipun kenyataannya beliau sudah menjadi korban keegoisan mereka. Yang hanya memikirkan pemenuhan nafsu mereka sendiri.</p><p><br /></p><p>Itu karena Ibu adalah kakak tertua mereka. Aku dan adik-adikku?.. tunggu dulu. Justru bagi kami merekalah yang seharusnya menjaga kami, bukan sebaliknya. Dan itu tidak mereka lakukan bukan?.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><b>"Bagiku mereka adalah sekumpulan Muka Tembok yang tak tahu malu."</b></p><p><b> </b></p><p> Dahulu ketika kami masih kecil. Ibu ku selalu menjadikan
mereka sebagai suri teladan. Contoh bagi kami semua, bagaimana sebagai sesama
saudara seharusnya bersikap. Sedari kecil Ibu dan adik-adiknya selalu akur, hidup rukun guyup. Saling
membantu. Nggak pernah sekalipun ada pertengkaran. Berbeda dengan kami. Kalau bukan aku yang berkelahi sama adikku, adikku berkelahi dengan adikku yang lain. Dan yang namanya laki-laki masa bertengkarnya tanpa baku hantam?.</p><p> </p><p>Coba lihat mereka sekarang. Setelah mereka dewasa. Cih...<br /></p><p> </p><p> </p><p> </p><p>Walaupun bagi kami, kejadian tempo hari itu adalah tindakan nyata memutuskan tali kekeluargaan secara langsung, dan banyak tindakan-tindakan lain sebelumnya adalah tindakan memutuskan tali kekeluargaan secara tidak langsung.</p><p>Mereka bersikap seolah kejadian tersebut bukanlah apa-apa. </p><p> </p><p>Entah siapa yang memulai membuat grup Keluarga besar Joyo Laksono dan memulai perekrutan anggota. Termasuk mengundangku. Keluarganya pasti sempurna, hidupnya pasti makmur dan tidak ada kekurangan suatu hal apapun.<br /></p><p><br /></p><p>Sebenarnya aku langsung keluar begitu mengetahui bahwa grup yang barusan aku gabung tersebut ternyata Grup Omong Kosong.</p><p>Tapi setelah mendengar beberapa patah kalimat dari adik tertuaku. Ya sudah, akupun meminta adikku itu yang ternyata sudah dimasukkan grup duluan untuk mengundangku kembali kesana.</p><p><br /></p><p>Kegiatan dalam grup tersebut yah seperti itulah.</p><p>Selain reupload video/kata-kata motivasi/mutiara buatan orang lain.<br /></p><p>Mamerin anaknya lulus kuliah, ada yang mamerin anaknya nikah, dan ada yang mamerin kalau dia kawin lagi.</p><p>Mengenai mamerin istri barunya. Memperkenalkan, memperlihatkan istrinya yang ke sekian kepada khalayak keluarga besar...<br /></p><p>Kurang ngerti juga sih sama maksud konsep "mengenalkan"nya. Karena yang diperlihatkan seluruh tubuhnya tertutup kain kecuali sebagian kecil didaerah mata.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><b>Mereka hanya takut dianggap melakukan pemutusan tali silaturahmi. Walaupun itulah yang sudah terjadi, memang seperti itulah kenyataannya.<br /></b></p><p><b>Semata-mata hanya demi bisa meloloskan diri dari hukuman agama</b>. <b>Setidaknya seperti itulah anggapan mereka. Walaupun mereka adalah golongan tersebut.<br /></b></p><p><b> </b></p><p>Hukumannya berat lho, merupakan dosa besar dan sangat tidak disukai oleh Allah SWT. Konsekuensinya dari amalannya tidak diterima sampai dilarang masuk surga. Nah lo!.<br /></p><p><br /></p><p>Jadi ya bagi mereka bukankah lebih baik dianggap muka tembok tak tahu malu. Bersikap seolah tidak pernah melakukan satupun keburukan.<br /></p><p>Padahal itu tidak mengubah apapun.</p><p>Say hi kepada kami seakan tak pernah terjadi apa-apa. </p><p>Walaupun bagi kami perilaku mereka itu sangatlah menjijikkan.</p><p> </p><p> </p><p>Padahal kenyataannya, secara jelas, gamblang dengan terang benderang
mereka sudah melakukannya. Tindakan nyata mereka yang sudah mendzalimi
kami secara terbuka. Memperlakukan kami seperti itu.<br /></p><p> </p><p><br /></p><p>Aku pernah upload rekaman sensitif disana. Biar mereka tahu hasil perbuatan mereka.</p><p>Sebenarnya ingin selalu aku upload seminggu sekali, setiap Jumat gitulah, buat hiburan mereka. Tapi setelah rutin kulakukan, seorang sepupu mengetik "Ini maksudnya apa!?". Ia merasa terganggu dengan hal tersebut. Sedangkan yang lain bungkam tak ada yang merespon. </p><p>Mereka hanya ingin di grup keluarga besar itu semua terlihat baik-baik saja. Mbicarain yang baik-baik saja. Intinya cuma sekedar sarana bersilaturahmi Hahahihi.<br /></p><p> </p><p>Ya sudah, karena mereka hanya ingin semua terlihat baik-baik saja. Aku juga nggak enak kan sama sepupuku tadi. Yang penting sudah sampai ke mata mereka.</p><p> </p><p> </p><p> </p><p><b>Grup penuh kepalsuan. </b></p><p> </p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-10690740900574460982022-06-16T21:53:00.526+07:002023-09-28T12:58:19.756+07:00Hutang Budi<p>Malam ini adalah malam Idul Fitri. Malam takbiran. Gema takbir terdengar diseluruh penjuru kota. Bahkan lebih meriah ketika memasuki perkampungan. Covid seakan kehilangan pamor.</p><p><br /></p><p>Aku berdua dengan sahabatku diatap kota. Di sepetak ruang terbuka beralaskan beton cor-coran sebuah tanggul perkampungan yang lokasinya di dataran tinggi. Dari sini kami bisa melihat hamparan kerlap-kerlip lampu kota. Kemeriahan terlihat disana. Pemandangan yang hanya bisa dinikmati dari puncak yang tinggi.</p><p> </p><p> Angin berhembus sepoi-sepoi.</p><p><br /></p><p>Sahabatku ini sebangsa Manusia Naga yang umurnya mungkin sudah mencapai ribuan tahun, secara penampilan memang terlihat sebagai pemuda dewasa tampan berambut gondrong, tapi secara psikologis umurnya tak jauh dari usia anak SMP. Karena ia sudah mengalami tidur yang terlalu panjang, dibandingkan saat sadarnya didunia.</p><p><br /></p><p>"Apa arti Idul Fitri bagimu?" Dirinya memulai pembicaraan.</p><p> </p><p>"Berbeda denganku kau masih punya keluarga besar. Besok pasti sibuk berkunjung kemana-mana."</p><p> </p><p>"Aku dirumah saja, seperti tahun-tahun sebelumnya. Paling ngojek, pasti besok orderannya sangat ramai. Semoga ada lonjakan kenaikan tarif. "</p><p><br /></p><p>Ia melihatku dengan pandangan tidak mengerti.</p><p> </p><p>"Aku juga akan mengunjungimu." Ucapku menengokkan kepala kearahnya.</p><p> </p><p>Sambil melihat bintang-bintang dilangit, akupun mulai menceritakan kepada Baru. <br /></p><p> </p><p>"Kakek nenekku dari kedua pihak sudah tiada. Ya aku nggak akan menapik aku punya Pakde, Om, dan tante. </p><p>Tapi nggak ada satupun adikku yang mau aku ajak berkunjung berkeliling, jadi ya.. sudahlah. Masa aku berkunjung sendirian. Nggak lucu kan. Walaupun aku sendiri juga males buang waktu buat gituan, mending kerja lah."<br /></p><p><br /></p><p>"Kenapa nggak ada yang mau?"</p><p><br /></p><p>"Bisa dibalik pertanyaannya. Kenapa mereka sampai bikin kami merasa nggak perlu kenal mereka?."<br /></p><p><br /></p><p>Baru diam menungguku bercerita. "Aku ingin tahu, bolehkan?."</p><p><br /></p><p>"Ada prahara dalam keluargaku sepeninggal Ayahku.</p><p> </p><p>Mulanya kami tinggal bersama Kakek dan Bude di rumah peninggalan Buyut. Selain bisa menjaga mereka, dengan begitu juga rumah keluarga kami bisa dikontrakkan dan mendapatkan tambahan penghasilan dari sana. Waktu itu aku seorang yang sudah dewasa, sementara semua adikku masih bersekolah. Sedangkan waktu itu sekolah belum gratis. Dan waktu itu aku adalah seorang pengangguran.</p><p><br /></p><p>Tentu aku sudah berupaya kesana kemari dengan modal yang hanya ijazah polosan. Tapi nihil. Aku nggak mau pilih-pilih, semua kujalani sampai pernah jadi sales door to door, pekerjaan melelahkan yang dianggap sebelah mata oleh banyak orang. Hasilnya juga enggak cucuk, malah tekor.</p><p>Lebih baik keluar mencari-cari yang lain, yang cucuk. Gunanya pekerjaan kan biar dapat penghasilan, bukan sebaliknya."</p><p> </p><p><b>" Zaman itu perusahaan-</b><b><b>perusahaan </b>market modern jaringan nya belum menggurita seperti sekarang, belum ada ojek online dan ekspedisi toko online yang bisa menyerap baaanyak tenaga kerja.</b></p><p><br /></p><p>Tahu nggak, waktu nganggur itu aku cuma dikasih Rp20rb oleh ibu untuk uang bensin. Kalau nggak salah waktu itu seliter bensin Rp4500. Harus cukup untuk sebulan untuk semuanya. Beli kertas, amplop, fotocopy.. semua lah. Kalau habis ya mau nggak mau aku harus menunggu jatah bulan depan saat ibu dapat pensiunan. Keseharianku sama adik-adik ya kalau enggak nonton TV ya main PS(Playstation) yang sudah menjadi hobi kami. "</p><p> </p><p>"Aku punya handphone, satu-satunya perangkat komunikasi untuk mempermudah dihubungi kalau-kalau lamaran pekerjaanku diterima. Selalu aku cantumkan dalam CV berharap dihubungi. Dan aku sudah menanyakan kepada tanteku; orang yang mengusulkan harus punya handphone untuk mempermudah komunikasi kemana-mana, sekaligus orang yang kuanggap pengetahuannya tentang HP mumpuni. Gimana kalau HPnya enggak diisi pulsa dulu. Beliau malah berkata dengan nada tinggi(mungkin memang seperti itu cara bicaranya) "Ya percuma punya HP nggak ada pulsanya!. Nanti kalau nggak diisi ya nomernya kobong/terbakar mati!."</p><p> </p><p>"Pulsa zaman dahulu Seratus ribu untuk satu bulan(jangka bisa nelpon). Saat aku meminta uang dalam jumlah segitu kepada ibu yang barusan mengambil pensiun, terlihat dengan jelas mimiknya yang terkejut seolah mendapatkan hantaman beban. Beliau membuang nafas seakan lemas."</p><p><b><br /></b></p><p><b>"NB</b>: Setelah beberapa tahun berlalu, aku nekat tidak mengisi pulsa dan ternyata disediakan masa tenggang oleh provider. Tidak bisa menghubungi tapi masih bisa menerima telepon. Sebenarnya itulah yang kubutuhkan, sarana untuk dihubungi, bukan untuk menelpon. Karena waktu itu masih ada wartel. Adik-adikku selalu pergi ke wartel(warung telepon) tetangga untuk menelponku saat Ibu menanyakan kabarku kok belum pulang. Seringnya.</p><p><br /></p><p> Tetanggaku yang punya wartel sampai pernah bilang ke aku kalau yang ngelarisi/jadi pelanggan wartelnya itu ya cuma aku sama adik-adikku saja. Paling juga dipake sendiri sama dirinya sekeluarga😂. Sebenarnya saking sepinya ia hendak menutup wartel tersebut. Karena hitungan bisnisnya rugi. Adik-adikku juga saat menelepon ku bicara nya terlalu singkat. Sampai dia suruh lebih lamaan lagi. Biar genap bayarnya. Ya masa ngobrol lewat telepon 😂, malah mahal, dirumah juga setiap hari ketemu 😚.</p><p>Aku bahkan sampai save nomer panggilan dari adik-adikku, aku beri nama "Wartel" 🤣. Jadi nama tersebut keluar saat mereka menghubungi ku dari sana.</p><p><br /></p><p>Sebenarnya waktu tenggang tersebut sangat-sangat bisa digunakan untuk berhemat. Yah, mungkin beliau memang tidak mengetahuinya. Karena orang berkecukupan sepertinya pulsanya selalu terisi."<br /></p><p><br /></p><p>"Pernah sih alternatif kami memberikan nomer telepon tetangga sebelah(yang rumahnya wirausaha). Jadi kalau ada sesuatu hal butuh menghubungi kami telponnya kesana dan tetangga itu yang menyampaikan nya kepada kami bahwa ada telpon yang ditujukan untuk kami. Beberapa kali terjadi dan tetangga tsb menyindir kami karena mereka merasa terganggu direpotkan."</p><p><br /></p><p>"Kebutuhan air kami memakai air sumur, dan listrik rumah Kakek yang bayarin tanteku itu, katanya waktu itu sebulan habisnya Rp300rb-an."</p><p> </p><p>"Dia selalu mengolok-olok kegiatan kami menonton Tv dan bermain PS. Karena itu adalah kegiatan yang dia anggap tidak ada gunanya. Tak jarang dia mengungkit-ungkit bahwa listrik rumah sampai habis Rp300rb, dan itu adalah jumlah yang kuanggap cukup besar, apalagi keadaanku masih belum bisa menghasilkan rupiah. Dan biang penyebabnya pasti karena kami terlalu sering menonton TV dan bermain PS."<br /></p><p> </p><p>"Sering aku mengalah untuk bermain dan menyarankan adik-adik untuk mengistirahatkan televisi, satu-satunya hiburan dirumah untuk menghabiskan waktu. Ya jadi kami cuma ngowoh gitu, nggak ngapa-ngapain. Cuma bernafas membiarkan waktu berlalu.<br /></p><p>Beda sama saat main PS dimana kami bisa menyimak permainan, menyimak cerita dalam game tersebut, terutama yang dari Genre RPG. Bisa mendapatkan pengalaman hidup tanpa harus menjalaninya secara langsung."</p><p> </p><p><b>"NB: </b>Saat adik tertuaku hendak masuk STM, salah satu persyaratannya adalah menunjukkan tagihan listrik rumah. Akupun meminta bukti pembayaran rekening listrik rumah kepada Tante untuk melengkapi lampiran syarat. Dan terlihat wajahnya langsung pucat gitu. Takut-takut dia menyerahkan nya. Dan begitu melihat total nominal pembayaran listriknya terpampang angka Rp60.000 an. Aku diam tidak mengatakan apa-apa."<br /></p><p><br /></p><p>"Kalau ingat itu aku merasa marah. Dia itu cuma bisa mengolok-olok kami menonton TV dan bermain PS. Tanpa memberi bekal apapun. Jangankan kasih fasilitas, minterke/membiayai kursus atau apa kek, memberi uang saku pun agar bisa ada kegiatan lanjutanpun juga tidak!."<br /></p><p><br /></p><p>"Aku tahu Tante dan paman ku yg notabene merupakan keluarga sangat mampu memberikan sejumlah nominal dengan embel-embel membantu biaya hidup Kakek dan budeku, diberikan pada Ibuku yang nominalnya entah berapa. Tapi pada kenyataannya kami tetap serba kekurangan. Kalaupun tubuh kami terlihat gemuk itu karena kami makan banyak nasi, minim sayur apalagi lauk yang nyaris tak pernah ada. Terlalu banyak karbohidrat, dan minim gerak karena cuma di rumah."</p><p><br /></p><p>"Aku pernah meminta suami dari tanteku untuk "menyekolahkanku" (ya aku ngerti kok tanteku cuma ibu rumah tangga, nggak punya kuasa karena yang punya duit kan suaminya, dia kan bisanya cuma "itu doang") aku pancing dirinya bahwa aku mau jadi pelaut, karena profesi dirinya adalah seorang pelaut. Sebenarnya aku sudah survey kursus pemberangkatan pekerja kapal pesiar.<br /></p><p>Dia cuma dengan sinis mengatakan ya bisa saja dia ikut ke kapal dengannya. Dia bisa menempatkan aku sebagai pekerja dengan sebutan yang keren katanya. "MarsBoy" ucapnya melanjutkan. Kamu tahu apa itu MarsBoy?. Sebenarnya aku sudah bisa menduga ia mau berkata ke arah mana. <br /></p><p>Kamu memang dapat sebutan keren tapi pekerjaannya itu tukang ngepel kapal. </p><p>Dan bilang bahwa sementara dirinya tidur-tidur di kapal karena jabatan nya tinggi. Aku meyakinkan bahwa fisikku sangat lah kuat. Dan waktu itu aku sangat percaya diri dengan hal itu. Pokoknya aku butuh pemasukan. Menurut dia, di laut yang paling penting itu mental katanya. Dan dia sangat meragukan ku. </p><p>Walaupun kalau dibilang pinjam dana, aku pasti bisa mengembalikannya dikemudian hari. Dan ia juga pasti sangat tahu hal itu. Karena itu dijadikan modal, bukan buat foya-foya. Bukannya tidak bisa, intinya dia memang tidak mau membantuku yang secara tidak langsung juga berarti tidak juga membantu keluarga intiku."</p><p> </p><p>"Mereka(tanteku dan suaminya) malah menyarankan, agar aku menangis-nangis di depan paman-paman dari pihak Ayah. Dengan kata lain menyuruhku untuk mengemis-ngemis kepada mereka. Karena mereka yang seharusnya punya kewajiban. Bukan dirinya yang bisa punya hubungan denganku saja hanya karena menikahi tanteku."<br /></p><p><br /></p><p> "Kita sama sekali tidak punya hubungan darah. Coba kamu pikir baik-baik. Sebenarnya kita ini orang lain. Hanya saja saya bisa kenal kamu karena saya menikahi Tantemu, itu saja. Ia kembali menegaskan.</p><p><br /></p><p> Percakapan kami anggap berakhir setelah keluar kalimat penutup itu dari mulutnya..</p><p> "Duit-duit saya sendiri. Terserah saya mau saya pakai untuk apa". Ucapnya santai.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>"Suatu ketika Tanteku berkunjung kerumah Kakek bersama suaminya itu. Tanteku melontarkan kalimat menasehati yang seolah-olah ditujukan kepada Ibuku. Tapi aku tahu itu ditujukan kepada suaminya yang berada dibelakangnya.</p><p> </p><p><b>"Ingat!,</b><br /></p><p><b>Hutang budi itu dibawa mati!"</b></p><p><b>"Utang emas dapat dibayar, utang budi dibawa mati!"</b></p><p> Hal itu dikatakannya sampai berkali-kali.<br /></p><p> Entah memang merasa atau sebodoh itu dirinya untuk tidak menyadarinya" </p><p> </p><p>"Ia pasti ingat. Dulu waktu dirinya menganggur lama, sedangkan adik sepupuku(anak semata wayang mereka) masih kecil dan masih sangat membutuhkan banyak biaya. "</p><p><br /></p><p>"Dari seluruh keluarganya, tidak ada satupun yang bersedia membantu suami dari tanteku itu untuk sekolah lagi, agar dirinya bisa memperoleh pekerjaan melaut kembali. Satu-satunya cara memperbesar peluang dan memperkecil persaingan mendapatkan pekerjaan dalam bidang melaut adalah dengan meningkatkan kemampuan melalui "sekolah". Sertifikasi skill." Dan sudah pasti biayanya tidaklah murah". </p><p>Beda sama masa kini dimana kuliah saja semakin murah, hingga punya ijazah pun tidak terlalu dianggap.<br /></p><p><br /></p><p>"Mengetahui kendala tersebut, justru ibu dan ayahku yang berinisiatif membantu. Dengan izin ayahku, ibuku melungsurkan semua simpanan perhiasan emasnya, kalung-kalung yang gede-gede abot-abot, gelang-gelang yang besar-besar berat-berat, emas tua semua itu. Demi memodalinya agar bisa bersaing kembali dalam dunia kerja. Alhasil dirinya bisa kembali mendapatkan pekerjaan yang enak dengan penghasilan yang besaar."</p><p> </p><p>"Tapi uang itu tidak pernah kembali kepada ayah dan ibuku. Karena setiap tahun tanteku selalu menelpon kebutuhan konsumsi untuk tahlilan Almarhumah Nenekku dan untuk hal-hal yang lain sebagainya. Kami sekeluarga sudah berdomisili di luar kota mengikuti ayah yang dipindahtugaskan. Cuma bisa mengiyakan. Selalu dipotongkan dari sana katanya. Alhasil habis sendiri."</p><p> </p><p> "Aku sudah membayarnya lunas!" Ujar suami tanteku.</p><p> </p><p><br /></p><p><br /></p><p>"Hingga suatu ketika sepeninggal kakekku, kami masih tinggal disana. Pamanku yang berdomisili di luar kota hendak meminjam uang kepada suami dari Tanteku itu. Mungkin karena suami dari tanteku itulah satu-satunya yang dirasa bisa membantu nya keluar dari permasalahan dalam hal finansial. </p><p><br /></p><p>Namun dirinya malah sengaja tidak mau meminjaminya, walaupun ia punya sejumlah uang yang dimaksud. Mengenai kemampuan bayar, Ia juga pasti tahu betul bahwa pamanku alias kakak laki-laki kandung dari perempuan yang dinikahinya itu sangat sanggup untuk mengembalikannya, dan pasti akan mengembalikannya. </p><p><br /></p><p>Karena selain agama pamanku itu bagus, shalatnya saja lima waktu, bahkan sampai terlihat dari penampilannya yang selalu berjenggot, dahinya saja sampai terdapat kapalan hitam, berpeci batok ngepas kepala, sampai bercelana cingkrang. Pamanku itu adalah petinggi di salah satu BUMN."</p><p> </p><p>Ia tidak mau meminjaminya, maunya adalah Rumah peninggalan Kakek itu dijual sebagai warisan. Nanti dirinya yang nduiti alias yang membelinya. Dengan begitu pamanku bisa mendapatkan sejumlah uang yang dibutuhkannya itu. Malahan nggak perlu mikirin masalah mengembalikannya. </p><p>Pamanku mengiyakannya."</p><p><br /></p><p>"Perlu diketahui rumah Kakek adalah rumah kuno, jadi tanahnya cukup luas ditambah letaknya strategis ada di dalam kota, itupun tidak pernah terkena banjir sekalipun letaknya bukan didaerah dataran tinggi. Aksesnya kemana-mana juga serba mudah. Bahkan lima menit dari bandara."</p><p><br /></p><p>"Tapi harga yang ditawarkan sangatlah murah untuk ukuran rumah Kakek. Itu pun dibagi menjadi enam ahli waris. Hasilnya semakin kecil. Bagi mereka yang miskin duit segitu dianggapnya besar, bagi mereka yang tidak punya kepentingan(Janda dari Almarhum Omku yang berdomisili di luar kota) seakan mendapatkan rezeki nomplok yang tidak terduga. Tanpa perlu berpikir langsung menyetujuinya."</p><p><br /></p><p>Bahkan dengan menjijikkannya, Janda dari Om-ku itu sambil membawa pulpen, sorot matanya terlihat hijau🤑, menyodorkan secarik kertas bermaterai(lebih tepatnya dua lembar kertas bermuatan pasal-pasal) buatan tanteku untuk kutandatangani, susunan paragraf ketikan komputer yang rapi berisi bahwa kami sewaktu-waktu harus bersedia keluar dari rumah itu ketika ditagih. Atau akan ditindak tegas dengan memanggil polisi.</p><p> Menyebutku "Saudara Andika, tolong ditandatangani!". Walaupun kami jarang bertemu, itupun hanya pada saat-saat tertentu karena dia dan Omku berdomisili di luar kota. Selama ini, sedari aku kecil dia kalau manggil aku itu "mas Andika".<br /></p><p><br /></p><p>Keadaan waktu itu aku masih menerima tamu, salah seorang rekan kerjaku di outlet. Saat itu aku sudah diterima bekerja disebuah outlet Komputer di kotaku. </p><p>Sungguh tidak ber-etika. Padahal dirinya adalah guru PNS yang juga mendapatkan pensiun dari almarhum Om-ku yang juga berstatus PNS.<br /></p><p><br /></p><p>Almarhum Omku adalah seorang guru agama(Islam), sudah tidak perlu diragukan lagi bagaimana kualitas akhlaknya. Ia adalah orang yang terlalu baik hati. Kemungkinan dirinya merasa kasihan sama istrinya yang sekarang itu. Makanya sampai dia nikahi. </p><p><br /></p><p>Omku itu ganteng, banyak dari murid-murid perempuan nya yang naksir. Kalau kalian berpikir istri almarhum Omku itu cantik, maka kalian salah besar. Secara fisik dia sama sekali tidak menarik. Gigi nya saja tonggos. </p><p><br /></p><p>Aku sangat terkejut saat pertama kali melihat siapa yang menjadi istri dari Omku itu. Pikiran jujur seorang anak kecil.. dia sungguh terlihat mengerikan, jelek banget. Aku sampai berpikir Omku mengorbankan kebahagiaannya sendiri hanya karena merasa kasihan. Sungguh tidak sepadan.</p><p>Sebagai anak kecil yang polos aku pernah mengemukakan hal tersebut kepada Nenek. Tapi beliau bilang ssttt🤫, mengatakan kepada ku untuk tidak lagi mengatakan hal seperti itu, karena itu bisa membuat Om menjadi sedih nantinya, kasihan Om. Sekarang dia sudah menjadi istri dari om ku, sudah menjadi bibi ku, tutur Nenek.</p><p><br /></p><p>Om ku cuma beralasan yang penting dia perempuan yang baik, agamanya juga baik, shalat nya lima waktu. Kalau dari sudut pandang ku yang sudah dewasa.. gimana gak dianggap baik?. itu kan karena dia nggak ada pilihan lain dalam bersikap, dengan keadaan "yang seperti itu".</p><p><br /></p><p>Keluarga, terutama nenekku sampai mengelus dada, seolah tidak rela putranya yang bernilai tinggi malah jadi nganten sama rekan seprofesinya "yang seperti itu".</p><p><br /></p><p> Padahal sebelumnya pernah ada teman perempuan satu almamater alm Omku yang sampai dolan ke rumah nenek memperkenalkan diri, dan aku masih ingat dia membawa buah tangan berupa parsel buah-buahan dan sekaleng biskuit Khong Guan. Sedangkan posisi Omku sudah bertugas sebagai guru dan berdomisili di luar kota. Lha kalau yang ini seluruh keluarga langsung setuju. Apalagi wajahnya juga cantik. Tapi sayangnya itu tidak bisa menghentikannya dalam mengambil keputusan. Hal yang terus disesalkan oleh seluruh anggota keluarga dan terus diungkit, karena kami benar-benar merasa kecewa. Padahal sama, dia juga memakai jilbab, suatu hal tidak umum pada zaman itu.</p><p><br /></p><p> Seorang perempuan desa bukan dari keluarga berada dengan penampilan seperti itu, ditambah mempunyai tanggungan seorang kakak laki-laki yang cacat tuna daksa, tunagrahita pula. Semua orang pasti berpikir kasihan siapa laki-laki yang mau dengannya?. Almarhum Om ku lah orang nya.</p><p><br /></p><p> Pernah suatu ketika, janda dari alm Om-ku itu meminjam sejumlah uang dengan nominal yang cukup besar kepada Tanteku itu. Katanya buat bayar semesteran anaknya. Seizin suaminya gak tuh?. Kok diperbolehin?. Ya terserah sih, duit-duit dia sendiri, terserah mau apa juga. Setelah jalan beberapa lama, ditagihlah sama tanteku, melalui telepon tentu nya. Jauh, luar kota. </p><p>Dijawablah.. Dia bilang minta diikhlaskan saja, keponakan sendiri, anak yatim. Nanti pasti dapat syafaatnya. Tante ku marah dan mengatakan putus hubungan. Mungkin karena merasa keponakan nya yang lain saja enggak pernah dipinterinya sampai level kuliah. Walaupun dia pernah membantu pendanaan sekolah kedua keponakan laki-lakinya(anak dari alm Om ku yang lain); yang satu sampai lulus SMA, dan yang satu lagi yaitu adiknya, yang sayangnya hanya bisa membantu sampai SMP, karena keburu ketahuan oleh suaminya. Pasti dicut tidak diperbolehkan olehnya.</p><p><br /></p><p>Tapi beberapa tahun setelah itu, di grup WA keluarga besar, saat salah satu anak nya menikah, sudah dapat gelar sarjana dan dinikahi oleh pria bergelar sarjana juga. Tanteku sekeluarga menghadiri dan dengan riang gembira membagikan moment-moment resepsi disana. Mewakili kami katanya.</p><p>Pasti karena uangnya sudah dikembalikan. Jelas mampu mengembalikan. Lha wong sudah jadi sarjana. Makanya hubungan nya disambung lagi. Bukan begitu?. </p><p><br /></p><p>"Budeku tinggal sebatang kara, beliau tidak punya apa-apa dan tidak punya siapa-siapa. Beliaulah yang lebih berhak menempati rumah tsb sak matine(kalau mau melihat dari sisi kemanusiaan lho ya), dianggap tidak mempunyai suara. Sekalipun menolak menjual, dan merengek bahwa itu adalah rumahnya, pernyataannya itu justru dicibir. Tanteku bilang rumah ini kepunyaan enam orang pewaris, bukan miliknya seorang.<br /></p><p>Padahal mereka semua sudah mempunyai rumah sendiri-sendiri.</p><p> </p><p>Nggak ada yang kepingin punya nasib seperti Budeku itu. Beliau sudah nggak punya siapa-siapa. Kedua anaknya meninggal beruntun saat masih kecil dan suaminya menceraikannya. Jadi beliau itu sebenarnya sendirian didunia ini, sebatang kara. Rumah peninggalan kakek dan orangtuanya, rumah tempatnya dibesarkan, adalah satu-satunya tempat dimana dia bisa kembali/pulang. Tempat dimana dia bisa memanggilnya "Rumah ku". </p><p><br /></p><p>Aku memberikan pengertian kepada nya bahwa rumah bukan hanya bersifat benda. Justru pengertian sebenarnya dari rumah adalah tempat dimana ada orang yang menerima kepulangan kita. Keluarga.</p><p><br /></p><p>Aku selaku anak tertua dari Ibuku juga menolak, mauku ya kalau dijual diiklankan lepas, kalau perlu dilelang dengan harga terbaik walaupun kepada orang lain. Dan perlu diketahui bahwa saat itu adik-adikku masih aktif bersekolah didaerah sana. "</p><p> </p><p>"Suara ku tidak dianggap, Budeku pun dipalsukan tandatangannya. Pasti pamanku sungguh kesulitan memenuhi kebutuhan kedua istrinya(waktu itu masih dua) dan anak-anaknya yang jumlahnya entah berapa karena dirinya menolak menggunakan KB yang menurutnya bertentangan dengan agama, juga berniat hendak menggenapi hingga mempunyai empat orang istri karena menurutnya itu adalah sunnah, walaupun semua perempuan yang dikawininya adalah perawan, tak ada satupun diantaranya yang berstatus janda. Hingga dia sangat memerlukan uang tersebut, sampai berbuat sejauh ini.</p><p><br /></p><p>Ibuku menjadi kalap karena merasa ditinggalkan sendirian (padahal sudah sedari dulu). Pemasukan dari mengontrakan rumah hilang. Karena kami pada akhirnya menempati kembali rumah keluarga kami ini. Dan akhirnya juga dengan membawa serta Bude(Kakak/Saudara kembar dari Ibu). Buat apa berlama-lama disana, lha wong sudah jelas-jelas diusir.</p><p>Dan adik-adikku beraksi seperti di Film Laskar Pelangi. Bersepeda jauh dari ujung ke ujung karena rumah kami ini letaknya jauh dari Sekolah-sekolah mereka. Demi menuntut ilmu."</p><p><br /></p><p><br /></p><p><b>"Sing penting anak e dewe."</b><br /></p><p><b>"Sing ndongani dewe iku anak, dudu keponakan". </b></p><p><b>" </b>Itu yang pernah aku dengar keluar dari mulut suami tanteku."</p><p><b> </b><br /></p><p>"Ya ada benarnya juga. Ia punya dua anak yang harus dipinterke."</p><p><br /></p><p>"Bukannya kamu cuma punya satu sepupu dari mereka? Anak tunggal kan?. Interupsi Baru yang ternyata beneran menyimak semua cerita dariku selama ini".</p><p><br /></p><p>"Satunya lagi anak haramnya dia".</p><p><br /></p><p>"Anak haram kan nasabnya cuma ke ibu".</p><p><br /></p><p>"Mboknya cuma babu, bisu pula. Ya harus mbantu nafkahin dong. Masa cuma memperkosa doang sampai hamil".</p><p><br /></p><p>"Jenis kelamin-nya?"</p><p><br /></p><p>"Laki-laki. Kalau adik sepupuku itukan wajahnya mirip Tanteku. Putih, mimiknya ramah dan auranya positif. Sedangkan anak haramnya suami tanteku itu mukanya serem, kayak penjahat mirip banget sama bapak haramnya. Kok bisa kopian gitu ya?.<br /></p><p>"Udah dah nggak usah dibahas lagi."</p><p><br /></p><p>"Kamu tahu dari mana?"</p><p><br /></p><p>"Adik perempuannya sendiri yang ngoceh ke orang lain entah siapa waktu dulu aku masih kecil pernah menginap di rumah Ibunya, mertuanya tanteku. Dia ngelem(memuji) parasku pas aku merem tidur dikamarnya. Lha sudah ngantuk ada kamar kosong ya aku langsung tidur saja disitu. Padahal waktu itu ya belum lelap, masih setengah terjaga, nggak mungkin kan aku tiba-tiba melek dalam keadaan tersebut, saat mendengar semuanya. Dia bilang wajahku elok mirip ibuku, perempuan yang pernah dicintai sama kakaknya itu. Itu yang membuatnya membandingkan sama keponakan haramnya".</p><p>"Dia mengabaikan fakta bahwa tampang kakaknya itu mirip Gali/Bandit?. Muka yang jadi kopian dari keponakan haramnya?".</p><p> </p><p>"Dari suaranya dia sampai heran bernada jijik bilang lha kok bisa-bisanya, doyan, nafsu sama perempuan model begituan. Amit-amit!"</p><p>"Dari situ aku menyimpulkan, pasti perempuan itu buruk rupa. Kalau dibandingkan sama standar tanteku pasti jauh."<br /></p><p><br /></p><p>"Jadi dulu naksirnya ibumu tapi nggak kesampaian lalu meminang adik perempuannya gitu?".</p><p><br /></p><p>"Dan sudah bisa ditebak alurnya, yang membuat keluarganya tidak mau menjadikan si perempuan yang penuh kekurangan tersebut sebagai menantu secara nyata. Ya sudah pasti karena gengsi. Harkat martabat dan derajat mereka bisa terjun bebas, hancur berkeping-keping bila mereka melakukannya. Mau ditaruh dimana muka mereka kepada khalayak umum. Tapi sekalipun akhirnya ibunya dinikah siri.. itu tidak mengubah status anak tersebut menjadi anak kandungnya. Ia tetap adalah anak haram nya".</p><p><br /></p><p>"Ada
perbedaan, dua sikap yang tercermin dan bisa terlihat orang itu baik
atau buruk dalam menyikapi anak seseorang yang pernah dicintainya.
Makanya dia sentimentil sama aku, nggak suka saat lihat aku, terkesan benci".</p><p><br /></p><p> Aku tahu, merasakan itu. Namun berusaha bersikap biasa, menganggap nya Omku juga , karena bagaimanapun juga sudah jadi keluarga kan. Tapi sepertinya cuma kami yang menganggapnya seperti itu. Ternyata watak memang tidak bisa dirubah. </p><p><br /></p><p>Ibuku pasti merasa beruntung jadi sama bapakku. Sudah ganteng, baik akhlaknya, bagus agamanya. Berbeda jauh 180' sama suaminya tanteku itu yang merupakan ahli neraka. Dosa apa yang tidak pernah ia kerjakan?. Dari tampang nya saja, ibuku jelas waras dan nggak mungkin memilih nya. Ibuku tuh cantik banget, cocoknya ya sama Bapakku. Tanteku saja yang nekat menerima lamaran nya. Entah apa yang dilihat darinya?. Mungkin karena saat itu belum tahu keburukan nya. Karena yang ditampilkan pasti cuma yang baik-baik saja. Sifat sejati seseorang baru bisa terkuak setelah menikah.</p><p><br /></p><p> Sekarang ia sudah shalat. Hal yang sudah sangat biasa dilakukan oleh seseorang yang sudah bau tanah sepertinya. Tubuhnya sudah sakit-sakitan, bahkan kakinya sudah mati rasa sejak lama. Sudah punya anak cucu. Anak kandung nya sudah menjadi dokter dan berkeluarga, begitu juga dengan anak haram nya yang juga sudah berkeluarga dan sudah dituntunnya menjadi pelaut seperti dirinya. Karena berbeda dengan adik sepupu ku yang berotak encer turunan dari Tante ku yang dulunya selalu menjadi juara kelas.. jadi dokter pun asal ada biaya nya bukanlah hal yang sulit. Sedangkan anak haramnya.. dari kedua bibitnya saja.. terus terang suami dari Tante ku itu saja otaknya pas-pasan, makanya pasti pakai banyak biaya agar bisa bersaing. Aku nggak tahu ia sudah punya cucu haram darinya atau belum, nggak tahu ia sudah jadi kakek haram atau belum. Nggak tahu juga apa menantu haramnya tahu bahwa dirinya itu cuma mertua haramnya. Apalagi mengenai besan haramnya.</p><p><br /></p><p> Dan sekarang bisa lega karena semua fase itu sudah terlewati.</p><p><br /></p><p> Mengenai penghasilan juga tidak perlu khawatir karena mereka sudah punya pasif income dari hasil Kos-kosan bekas rumah Nenekku yang nominal perbulannya sangatlah besar. Bahkan ia sampai mengabaikan setiap panggilan pekerjaan melaut yang datang kepadanya begitu saja. Yup, pendapatan finansial dari kos-kosan bekas rumah Nenekku sangat besar, makanya mereka mengincarnya. Letaknya strategis sebagai kos-kosan karena tidak jauh dari sana ada beberapa akademi dan universitas yang setiap tahunnya selalu berganti orang.</p><p><br /></p><p>Apa yang perlu dipikirkan lagi?. Walaupun tidak bisa lagi makan sekenyang-kenyangnya makanan enak seperti sebelumnya karena tubuh mereka sudah penyakitan, setidaknya dari hasil tersebut mereka bisa "beramal" saangat besar untuk tabungan akherat gitu, tanpa perlu berkeringat sedikitpun.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Tinggal menikmati masa-masa akhir hidup nya di dunia sampai tiba waktunya dipanggil oleh yang Maha Kuasa.</p><p> Muda bikin dosa, tua foya-foya, mati masuk surga 🌚. Seperti itulah konsepnya. Enak betul💩.</p><p> </p><p></p><p>Dan ucapan <b>"Sing ndongani dewe iku anak, dudu keponakan". Harusnya sih tidak berlaku untuk anak haram karena terputus nasab.</b></p><p><b>Sungguh ironis, sekalipun sungguh ia adalah bapak biologisnya. Bahkan secara nyata mereka berdua mempunyai hubungan darah yang sesungguhnya. Namun hukum Tuhan mengatakan bahwa dunia akhirat mereka berdua bukanlah siapa-siapa, keduanya hanyalah orang lain.</b></p><p><b><br /></b></p><p>mungkin itu juga dasar yang dipikirkan sama pamanku. Ia kan anaknya banyak. Setelah sebagian besar lulus kuliah pun dan beberapa sudah dia nikahkan.</p><p>Makanya kawin lagi. Biar semakin banyak yang bisa ndungoni/mendoakan biar dia bisa masuk Surga. Masih ganjil, kurang satu lagi biar full empat (walaupun ia pernah bersikeras mengatakan kepadaku bahwa maksimal itu lima dan ia berusaha memenuhinya).. yuk bisa yuk.</p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-78777544078824934762022-06-16T17:26:00.007+07:002022-06-17T21:56:24.106+07:00Pertama Kali<p> Ini tahun yang penuh dengan kata pertama. </p><p> </p><p>Untuk pertama kalinya kita tidak diizinkan berkerumun apalagi di tempat umum.</p><p> </p><p>Untuk pertama kalinya segala jenis kegiatan dibatasi.</p><p> </p><p>Pertama kalinya.. Dugderan ditiadakan.</p><p><br /></p><p> </p><p>Dia lalu menengok kearahku.</p><p> </p><p>"Masih ada Dugderan kok, hanya saja tidak meriah tapi masih ada secara seremonial. Dengan pembatasan dan protokol kesehatan". Jawabku.<br /></p><p><br /></p><p>"Kamu nggak apa-apa?"</p><p><br /></p><p>"Maksudmu?"</p><p><br /></p><p>"Nggak ngerasa melemah, nggak enak badan atau sejenisnya gitu?"</p><p><br /></p><p>Aku menahan tawa. "Kok aneh-aneh saja pertanyaanmu itu.</p><p>Apa hubungannya acara Dugderan ini sama aku?"</p><p> </p><p>"Jelas ada. Inikan satu-satunya saat "Warak Ngendog" keluar dan diingat oleh banyak orang.</p><p> Aku kira kamu mendapatkan kekuatan dengan "pemujaan"mu itu."</p><p><br /></p><p>Aku uwel-uwel rambut kepalanya.</p><p>"Aku bukan "dewa" yang butuh dipuja demi eksistensinya didunia. Aku bukan makhluk yang membutuhkan hal itu sebagai "makanan"."</p><p> </p><p>"Itu namanya syirik tahu!?. Dilarang sama agama."</p><p><br /></p><p>"Keberadaanku adalah sebagai simbol. Ingatlah "aku(Warak Ngendog)" dihatimu. Karena dengan begitu kau akan mengingat nilai-nilai toleransi dan keanekaragaman dalam diri kita. Yang menjadi salah satu kekayaan bangsa kita. "<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>"Keberadaanku yang berdiri tegak di tengah kota sebagai maskot. Ditempel dimana-mana. Menjadi bahan dekorasi. Diarak keliling kota sebagai perlambang tak akan berarti dan hanya menjadi simbol belaka, tidak ada artinya. </p><p>Bila nilai-nilai itu tidak ditegakkan. "<br /></p><p><br /></p><p> </p><p><br /></p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-85109293694205946322022-06-16T16:32:00.002+07:002022-06-16T19:54:38.618+07:00Selamat Tinggal Om<div style="text-align: left;"><p> Akhir-akhir ini tersiar banyak berita duka bersliweran disekitar kita. Dari pengumuman di Masjid, kabar burung dari tetangga, sampai notifikasi dari grup WA(WhatsApp) yang mengabarkan berita lelayu. Di jalananpun tak ketinggalan, ambulan lalu lalang disertai sirine yang memekakkan telinga. Dalam sehari kita bisa sampai berkali-kali menemuinya.</p><p> </p><p> Di musim Covid ini banyak kematian yang diberitakan. Covid tidak berbahaya bila menghinggapi orang berbadan sehat. Tapi menjadi membahayakan jiwa bila hinggap di tubuh orang yang sudah mempunyai penyakit bawaan sebelumnya. Virus tersebut banyak merenggut nyawa dalam artian seolah mempercepat kematian seseorang dari waktu yang seharusnya. Memangkas waktu harapan hidup menjadi lebih singkat.<br /></p><p><br /></p></div><div style="text-align: left;"><p>Mengenai banyak kabar duka itu bagaimana kita menyikapinya?. Memang banyak yang membalas dengan ucapan belasungkawa. Apalagi kalau kita menemukannya di WA. Ramai kata-kata mutiara bertebaran disertai emoticon dan stiker yang menunjukkan berdukacita. Tapi apa benar mereka semua yang mengucapkan hal itu merasa sedih, merasa kehilangan?. Bohong kalau mereka merasa sedih, sedangkan kenal saja enggak. Mayoritas dari mereka atau bahkan kesemuanya mengetik kalimat duka tersebut tanpa mempunyai rasa apapun. <br /></p><p> </p></div><div style="text-align: left;"><p>Tentunya ada orang-orang tertentu yang benar-benar merasakan kehilangan bila orang tersebut memiliki arti dalam hidupnya. Dan itu tidak berlaku merata bagi semua orang.</p><p> </p><p> </p><p>Ibuku mendapat kabar bahwa pamanku yang sering menyempatkan diri mampir ke rumah sedang terbaring sakit. Ya memang beliau adalah satu-satunya paman yang dekat dengan kami para keponakannya. Walaupun bukan dalam segi finansial, tapi keberadaan beliau yang sering mampir dolan itu menjadi ikatan emosional tersendiri. Walaupun kami ada rasa gondok akan suatu hal dimasa lalu. Tapi keberadaannya disisi kami menjadi suatu keistimewaan tersendiri.<br /></p><p><br /></p><p> Bila sampai ada berita duka dari yang lain yang masih bisa dianggap "masih keluarga". Aku dan adik-adikku tak akan pernah meneteskan air mata setetespun. Jangankan merasa sedih. Dianggap kenalpun paling cuma tahu namanya.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p></div><div style="text-align: left;"><p>Sore itu dengan berseragam Ngojek, aku mampir kesana membawakan buah-buahan dan beberapa makanan lainnya titipan Ibu buatnya. Yah ini bukan pertama kalinya pamanku sakit seperti ini. Dan beliau selalu berhasil sembuh kembali.<br /></p><p>Setelah berbincang beberapa saat aku salim mohon pamit hendak melanjutkan bekerja (ngojek). </p><p>"Ndang mari Om, ndang iso dolan meneh neng Graha" aku melambaikan tangan beranjak dari sana. Beliau membalasnya dengan mengangguk.</p><p> </p><p> </p><p>Tanpa aku tahu... bahwa itu ternyata adalah percakapan terakhirku dengannya.<br /></p></div><div style="text-align: left;"><p><br /></p></div><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-5144496420440056562022-03-11T10:46:00.023+07:002022-03-12T17:59:38.559+07:00Ember Bocor<p> Tuh lihat Toying rajin sholat. Bahkan Sholat Subuhnyapun di masjid tepat waktu. Dan kamu membiarkannya begitu saja.</p><p><br /></p><p>Ya wajar, kalau pengangguran sepertinya bisa dengan enteng melakukannya. Toh ia tidak terikat pekerjaan dan waktu. Hasil perputaran duit haramnya kan sudah sangat menghasilkan.</p><p><br /></p><p>Terus memangnya kenapa?. Toh kita, dan dia juga sama-sama tahu bahwa apa yang dilakukannya itu hanyalah sekedar ritual. Bahkan sangat mungkin ia hanya menganggapnya sebagai olahraga.<br /></p><p>Apa ibadahnya itu mengubah apa yang selama ini bercokol dalam dirinya? Kebusukannya?.</p><p> </p><p>Kita sama-sama tahu jawabannya.</p><p><br /></p><p>Nggak papa. Dia mau shalat atau bahkan kalau perlu mensedekahkan semua harta(haram)nya itu. Yang aku yakin ia takkan berani melakukannya. Sudah terlanjur enak menikmati harta(haram).</p><p> </p><p>Asalkan yang penting <b>status dia </b>itu "<b>ember bocor</b>".</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Alkisah ada seseorang yang setiap hari mengambil air disungai untuk diisikan ke sumur rumahnya yang mulai kering sebagai bahan pancingan.</p><p><br /></p><p>Setiap hari dirinya ngangsu membawa dua buah ember berjalan bolak balik ke sungai terdekat. Semakin mendekati rumahnya, ia merasakan kedua embernya semakin ringan. Itu tidak menjadi bahan pikirannya dan tetap menuangkan kedua ember yang nyaris kosong tersebut.<br /></p><p>Hal itu terjadi berulang terus menerus. Namun dengan kesadaran, hal itu sudah menjadi kesehariannya.<br /></p><p> </p><p>Tanpa diketahuinya ada seekor Kancil yang melihat kesehariannya itu. Dengan cerdik Si Kancilpun berinisiatif untuk menanam bibit pala kesimpar dan pala kirna disepanjang jalan setapak yang sehari-hari dilalui manusia tadi saat mengangsu.</p><p> </p><p>Seiiring berjalannya waktu, hasilnyapun terlihat. Bibit-bibit tanaman mulai tumbuh, hingga mekar berbuah, karena setiap harinya mendapatkan kucuran air segar dari kedua ember bocor yang melaluinya. Sehingga Mentimun, Tomat, Terong siap dinikmati dan tumbuh seolah menjadi bingkai di sepanjang jalan. SI Kancil dan penghuni hutan lainnyapun mendapatkan manfaat bisa mengkonsumsi buah tanaman-tanaman itu.<br /></p><p> </p><p>Bisa dianalogikan bahwa sekalipun usahanya itu tidak bermanfaat bagi dirinya, namun menjadi manfaat bagi penerima kucuran "kebaikan" darinya.</p><p> </p><p>Tetaplah berbuat baik dengan merekrut pegawai, membuka lapangan kerja dan gajilah mereka dengan sepadan. Teruslah bersedekah. Teruslah membantu anak-anak yatim dan fakir miskin. Niscaya bantuan itu sungguh dirasakan bermanfaat bagi mereka. Asalkan semua itu tidak bisa menjadi penolongnya di Akherat kelak. <br /></p><br /><p> </p><p>Betapa banyak orang yang menyangka bahwa dirinya telah beramal baik, berniat baik, berbuat baik, berkurban dengan baik, lalu semua itu
dikumpulkan pada hari Kiamat dan dilempar ke mukanya (tidak diterima)</p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-49800878092341926902022-01-19T03:23:00.029+07:002022-02-04T13:42:17.716+07:00Makhluk Hina<p>On going.. malas lanjutin sebenere</p><p><br /></p><p>Toying merasa marah ketika banyak orang yang mengetahui dan mengungkit fakta buruk mengenai dirinya(walaupun tidak pernah terang-terangan didepannya, jelas enggaklah, buat apa? Dibelakang nya saja sudah cukup)</p><p><br /></p><p>Kalau kita merasa tersakiti oleh orang itukan ada dua jenis</p><p>Pertama kalau kita melakukan hal yang benar tapi dihina itu nanti akan menjadi pengangkat derajat
kita. Kalau kita bener dan kita disakiti Allah tidak akan
mengasih perih di hati kita. Lha wong benar kok napa.</p><p> </p><p>Yang kedua, karena dia memang hina, jadi pantas pantas saja dihina. Itu adalah tuah dari keburukannya.</p><p><br /></p><p>Sungguh menggelikan saat dirinya berakting bahwa dia adalah orang yang baik dihadapan para karyawannya, baik karyawannya yang ada didalam negeri maupun diluar negeri. Memotivasi memakai dalil agama, bahkan sampai menggunakan bahasa daerah, suatu suku yang direndahkannya. Mungkin karena sebagian besar karyawannya juga berasal dari suku tersebut. Memanfaatkan bahasa daerah baginya adalah sarana untuk meraih kedekatan. Begitu juga dengan pemanfaatan dari sisi agama.</p><p><br /></p><p>Karyawan yang belum mengetahui siapa Toying pasti akan terhipnotis dan menganggap bahwa Toying benar-benar orang baik sekalipun berbeda bangsa. Toh agamanya sama.<br /></p><p>Sedangkan karyawannya yang sudah mengetahui sifat sejati dari Toying hanya bisa menahan jijik. Kalau bukan karena sumber penghidupan, ia takkan mau melakukannya. Inilah yang disebut "profesional". Memaksakan senyum walaupun itu palsu.<br /></p><p><br /></p><p>"Kalau nggak suka kerja ikut aku ya keluar saja!". Luap Toying menanggapi hal tersebut.</p><p>Menyadari dirinya adalah karakter beracun itu adalah satu hal.</p><p><br /></p><p>Kenapa bukan dia sendiri saja yang tahu diri, tidak usah berakting pura-pura jadi orang baik nan suci?.</p><p><br /></p><p>Jika melakukan keburukan cirinya dua. Satu gelisah, dua takut ketahuan orang.</p><p><br /></p><p>Toying tak perlu takut lagi semua itu karena sudah banyak orang mengetahuinya. Bahwa dia itu si Buruk berbulu domba.<br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-25407810033054854722022-01-05T14:25:00.060+07:002022-01-19T10:08:29.221+07:00Beban Dunia<p> Lagi males merangkai...<br /></p><p> </p><p> </p><p> </p><p>Ada dua tipe beban dalam masyarakat. Yaitu si Alim yang jahat dan si bodoh yang rajin.</p><p><br /></p><p>"Sedekah itu tidak akan membuat kita miskin, malah sebaliknya akan membuat kita makin kaya!".</p><p>Lagi-lagi Toying mengucapkan kalimat itu. Hal itulah yang membuatnya rajin berdekah karena berpegangan bahwa Tuhan akan membalas berkali-kali lipat apa yang disedekahkannya. Toying adalah seorang ahli sedekah. Ia sangat rajin bersedekah.</p><p> Bahkan bila diminta menyedekahkan seluruh keuntungan bersih usahanya selama setahunpun, ia takkan enggan untuk melaksanakan. Lho kok bisa sampai begitu?. Apa nggak sayang?. Tentu tidak, ia bisa melakukannya tanpa beban, sebesar apapun nominalnya. Ya karena tidak ada kandungan keringat dia didalamnya. Itu cuma uang lewat. Yang kerja, yang capek kan para pegawainya, bukan dia. </p><p><br /></p><p>Ini juga yang menurut keyakinannya pribadi sebagai bentuk pencucian uang. Bahwa semua harta yang didapatkannya dengan cara haram bisa menjadi halal. Dengan mendirikan banyak usaha bermodal uang haram. Dari perusahaan, toko komputer, pusat perbelanjaan hingga restoran, "uang halal" diperolehnya. Perilakunya tidak berbeda dengan banyak para pelaku korupsi yang menyedekahkan 2,5% dari harta hasil korupsinya demi anggapan untuk mensucikan hartanya itu.<br /></p><br /><p> </p><p>'Katakanlah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu nilainya kecil. Nilai akhirat jauh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa'. An Nisa: 77</p><p><br /></p><p>Tentu itu tidak berlaku bagi Uus juga para pengikutnya. Sebagaimana Toying.</p><p>Yang menganggap bahwa di dunia ini, materi adalah kehormatan.<br /></p><p>Pahala itu cuma buat di akherat!. Sedangkan kita yang masih ada di dunia ini butuhnya duit!. Begitu kira-kira orang semacam UUS dan Toying menanggapi.</p><p><br /></p><p>Sedekah itu untuk orang yang kesusahan. Semakin banyak bersedekah, semakin banyak yang terbantu. Bukan untuk sesuatu yang nggak jelas. untuk mendapatkan balasan yang lebih besar didunia. Yah balasan di akherat hanya untuk orang yang beriman saja sih.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Katakanlah Allah-lah(yang menurunkannya), kemudian(setelah itu), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. QS Al An'am 91</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Si Alim yang jahat</p><p><br /></p><p><br /></p><p>'Seringkali kebaikan hanya dijadikan permainan bagi orang yang tak tahu arti sebuah ketulusan'</p><p> </p><p> </p><p>Semua ucapan pembual/pendusta itu boleh dipercaya, karena orang yang ahli berdusta itu akan selalu merangkai kata dan cerita demi menarik minat pendengarnya agar bisa membuahkan rasa simpati dan ketakjuban agar disukai banyak orang sekalipun ucapannya tidak sesuai fakta, tapi mampu membius orang menjadi berhalusinasi tingkat tinggi hingga apapun diserahkannya. Ilmu ngibul yang menyengsarakan banyak orang. Berlindung dibalik agama.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Dari dulu aku nggak pernah percaya sama guru agama/ustad yang khutbahnya bicarain duit melulu. Sedekah itu ibadah dan hanya mengharapkan ridhoNya. Investasi itu jauh dari ibadah dan hanya mengharapkan keuntungan/pamrih. Kenapa digabungin?</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Setelah masuk penjara tuh nggak jauh dari pasal 378, semakin sering masuk jadi semakin pintar karena terus belajar. Didalam penjara mempunyai banyak waktu untuk belajar mengenai semua hal itu.</p><p>Bagaimana cara menipu tapi tanpa tersentuh hukum. Pasal 378/372. Juga pasal 365 tentang perampokan, bagaimana cara menghindarinya. Sudah ada semua hitungannya. </p><p><br /></p><p>Sedekahkan semua hartamu nanti akan dikembalikan menjadi berkali-kali lipat!.</p><p>Biar Allah yang bekerja!</p><p>Nggak percaya!?. Kafir!</p><p><br /></p><p>"Enak betul, dia yang nerima sedekah, Allah yang disuruh ngganti sampai berkali-kali lipat pula.<br /></p><p><br /></p><p>Sebagai seorang alim seharusnya Uus mengetahui ada ayat
lainnya. Tidak pantas mendapatkan julukan ustad kalau sampai tidak
mengetahui ayat-ayat lain yang berhubungan dengan inti kajiannya itu.
Namun mungkin ia sengaja tidak akan pernah mengeksposnya demi
tercapainya tujuan dirinya. Yaitu berupa penggalangan dana/materi. Yang
bisa diputarkannya sebagai modal mendapatkan kekayaan.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>"<b>Kalau cincin ini diminta oleh Allah boleh nggak?</b> Ucap Uus sembari menunjuk cincin yang ada di jari manis salah seorang peserta tauziahnya yang ada dibarisan depan.</p><p>Berada
didepan keramaian dan dengan disertai penunjukkan langsung membuat si
peserta enggan untuk menolak. Dan Uus segera menengadahkan tangannya
sebagai gestur bersiap menerima lungsuran cincin dari jamaahnya itu.</p><p><br /></p><p>'Padahal bukannya dengan kalimat itu, ia mengatakan bahwa dirinya adalah Allah?. <br /></p><p>Diperlukan skill komunikasi yang mumpuni agar bisa menggerakkan massa demi mendukung perkataannya/keinginannya. Dan Uus memang memilikinya.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Si bodoh yang rajin<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. QS. Al-Baqarah Ayat 261</p><p> </p><p>Itulah fakta yang dikemukakan Uus kepada para pengikutnya. Ayat ini juga yang menjadi pegangan Toying.</p><p>"Lho ini lho ada ayatnya. Ucap Toying berkali-kali. </p><p>Ini adalah janji Allah. </p><p>Allah didekte harus mengabulkan materi sedekah kembali kepadanya menjadi berkali-kali lipat.<br /></p><p>Bias konfirmasi lagi-lagi dilontarkannya. Dan Toying memang mendapatkan hasil dari sedekah yang dijalaninya itu.<br /></p><p>Walaupun sebenarnya, ayat tersebut merujuk pada pahala, bukan materi dunia.</p><p><br /></p><p>Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat. asy syura ayat 20</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Tuhan tak butuh amalmu. Dan Tuhan sudah mengembalikan semuanya berkali-kali lipat secara tunai kepadamu didunia ini.</p><p><br /></p><p>Cih, sungguh bodoh. Dikasih kesempatan menjadi Angkara murni malah menolak karena plin plan.</p><p>Maka jalanilah sisa hidup mu ini hingga kematian menjemput nanti sebagai Setan berwujud manusia.<br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-16368438540715354732021-12-17T22:03:00.007+07:002022-01-05T14:29:49.566+07:00Dasar hukum<p>Ustad Unar Saki begitulah orang-orang memanggilnya.</p><p>Ia saat ini menjadi tokoh yang kontroversi. Karena dibalik tauziahnya tentang harta dan sedekah. Ustad yang sekarang dikenal sebagai pengusaha sukses diberbagai bidang dan mempunyai berbagai macam koleksi mobil mewah ini diterpa banyak kabar miring. Terutama terkait konflik dengan beberapa jamaahnya terdahulu. Dari hutang sampai hasil investasi yang tak jelas juntrungnya.</p><p><br /></p><p> </p><p><br /></p><p>"Kalau anda merasa saya adalah seorang penipu. Kenapa tidak lapor polisi!?".</p><p>"Kalau anda merasa saya ini menipu. Ayo bawa masalah ini ke pengadilan!.".</p><p>Seperti itulah Unar Saki menantang orang-orang yang datang kepadanya.<br /></p><p><br /></p><p> </p><p>"Pada zaman khulafaur rasyidin, keadaan rakyat cukup baik. Baik kaum Muslim maupun kafir dzimmi, menerima kepemimpinan yang adil. Ali bin Abi Thalib merupakan pemimpin yang terakhir pada masa ini.<br />Pada era Khalifah Ali, pusat kekuasaan Islam dipindahkan dari Madinah ke Kufah (Irak). Adalah suatu kebiasaan Ali, yakni gemar mengetuk pintu rumah-rumah yang dijumpainya dalam perjalanan menuju masjid menjelang subuh.<br /> Suatu kali, Ali melewati kawasan permukiman Yahudi. Kaum ini termasuk kafir dzimmi sehingga memeroleh perlindungan negara.<br /><br />Tiba-tiba, Ali melihat ada sebuah baju perang dijemur di depan salah satu rumah. Keponakan Rasulullah Muhammad SAW itu pun menghampirinya.<br /><br />Dia memerhatikan baik-baik keadaan baju perang itu. Sesudah itu, Ali merasa yakin bahwa benda itu miliknya.<br /><br />Sesudah memimpin shalat subuh berjamaah, Khalifah Ali kembali lagi ke rumah itu. Dia lantas mengetuk pintu. Keluarlah si pemilik rumah.<br /><br />"Wahai Yahudi, bagaimana keadaanmu?" tanya Ali.<br /><br />"Baik-baik saja, wahai khalifah," jawab si Yahudi ini.<br /><br />Ali kemudian menunjuk pada baju perang yang sedang dijemur. "Aku melihat ada baju perang di depan rumahmu. Apakah itu kepunyaanmu?" selidik Ali.<br /><br />"Baju itu dijemur di rumahku. Tentu saja baju perang itu punyaku," terang pria Yahudi itu.<br /><br />"Tapi aku yakin baju ini milikku," tegas Ali lagi. Sahabat Nabi SAW itu lantas menunjukkan beberapa ciri yang memang terdapat pada pakaian tersebut.<br /><br />Orang Yahudi itu toh tetap bertahan pada argumentasinya. Ali kemudian mengajaknya ke pengadilan saat itu juga.<br /><br />Sampailah keduanya di gedung pengadilan. Ali masuk, diikuti si Yahudi. Dengan mata kepalanya sendiri, orang kafir dzimmi itu melihat tidak ada perlakuan khusus terhadap sang khalifah.<br /><br />Begitu Ali mengucapkan salam, seisi ruangan menjawabnya. Sesudah itu, tidak terjadi apa-apa.<br /><br />"Wahai khalifah, silakan mengantre," kata hakim.<br /><br />Ali pun menuju ke barisan antrean dari yang paling belakang. Beberapa lama kemudian, dia pun bisa mendaftarkan perkaranya.<br /><br />Tibalah giliran kasus Ali dan si Yahudi tadi digelar. Di hadapan mereka, sang hakim bertanya, apa pokok persoalannya.<br /><br />"Saat aku sedang berjalan di depan rumah dia, aku mendapati sebuah baju perang sedang dijemur. Setelah mengamati baik-baik, aku yakin betul baju tersebut adalah kepunyaanku," terang Ali.<br /><br />"Bagaimana menurut engkau?" tanya sang hakim kepada si Yahudi.<br /><br />"Baju itu dijemur di rumahku, wahai Hakim. Aku mengatakan, baju perang itu adalah milikku," tegasnya.<br /><br />"Apakah engkau bisa menghadirkan saksi-saksi yang dapat menunjukkan, itulah baju perang engkau?" tanya Hakim kepada Khalifah Ali.<br /><br />"Yang tahu bahwa baju itu kepunyaanku adalah anak-anakku, Hasan dan Husain, serta istriku," ujar Ali.<br /><br />"Wahai Ali, bukankah engkau tahu bahwa menurut hukum agama ini, kesaksian anak atas orang tuanya--atau orang tua atas anaknya--tidak dapat diterima? Yang satu akan cenderung membenarkan yang lainnya. Kini yang tersisa dari para saksi engkau adalah satu orang perempuan, yakni istri engkau. Sementara, hukum agama ini mengharuskan, jika tidak ada dua orang saksi laki-laki, maka boleh (diganti menjadi) satu orang laki-laki dan dua orang perempuan. Adakah mereka itu?" tanya Hakim.<br /><br />Ali sejenak berpikir dan kemudian berkata, "Tidak ada."<br /><br />Dengan demikian, sang hakim mengetok palu. Dia memutuskan, baju perang itu adalah milik si Yahudi. Sidang pun selesai.<br /><br />Kebetulan, sidang tersebut merupakan yang terakhir di jadwal hari itu. Maka sang hakim pun turun dari kursi kebesarannya, untuk kemudian menyalami Khalifah Ali.<br /><br />Berjalanlah keduanya meninggalkan ruang sidang, sementara si Yahudi tadi berdiri kebingungan. Dia bingung, sebab belum pernah dalam hidupnya mengalami sistem dan akhlak kepemimpinan yang adil seperti itu.<br /><br />Yahudi tadi pun berlari menyusul Khalifah Ali dan sang hakim. "Wahai, Tuan-tuan, tunggu sebentar!"<br /><br />"Ada apa?" tanya Ali keheranan.<br /><br />"Apakah sudah selesai pengadilan ini?" tanya dia.<br /><br />"Tentu saja. Baju itu milikmu, meski aku yakin betul baju itu milikku. Tetapi hukum sudah memutuskan, ya sudah," jelas Ali yang disaksikan sang hakim.<br /><br />"Sungguh, wahai Khalifah. Baju perang ini adalah milikmu. Aku mencurinya dua hari yang lalu," terangnya kemudian.<br /><br />"Mengapa tidak engkau ungkapkan itu di pengadilan?" tanya sang hakim.<br /><br />Orang Yahudi itu lantas menuturkan, sejak awal dia terus memerhatikan. Hingga akhirnya dia menyadari, betapa mengagumkannya sistem hukum Islam dan kepemimpinan Ali.<br /><br />Sebagai orang yang lama tinggal di Irak, dia dan kaumnya terbiasa dengan perilaku yang sewenang-wenang dari penguasa dan negara.<br /><br />Dia menuturkan, seandainya berperkara dengan raja dari kalangan terdahulu--sebelum Islam masuk ke Irak--maka bisa saja baju tadi atau apa pun yang dimilikinya direbut secara paksa oleh penguasa. Sebab, rakyat sudah dibuat tak berkutik, apalagi masyarakat yang dari kalangan tidak seiman dengan raja.<br /><br />Namun, Ali ternyata tidak begitu. Sebagai khalifah, Ali justru mengajaknya ke pengadilan. Sesampainya di gedung pengadilan, dia menyaksikan sendiri Ali diperlakukan biasa saja, padahal jelas-jelas Ali seorang khalifah. Tetap saja Ali mengantre sebagaimana masyarakat umumnya.<br /><br />Itu tidak mungkin terjadi pada era sebelum kedatangan Islam. Si Yahudi mengungkapkan, para hakim dan aparat saat itu mesti taat sebagai bawahan raja. Mereka pasti mengistimewakan raja di atas orang-orang biasa.<br /><br />Si Yahudi itu lebih kaget lagi ketika tadi Hakim menolak kesaksian Ali. Dia baru tahu, dalam hukum Islam, kesaksian diatur sedemikian perinci untuk memastikan keadilan ditegakkan.<br /><br />Tidak bisa seorang anak menjadi saksi atas orang tuanya. Karena itu, Ali tidak mampu menghadirkan saksi-saksi lain yang diminta, sehingga keterangan sang khalifah pun tertolak.<br /><br />"Maka saksikanlah oleh Tuan-tuan sekalian, asyhaduan laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad rasuulullah," kata pria itu memutuskan untuk masuk Islam. Khalifah Ali dan sang hakim pun bertakbir."</p><p> </p><p> </p><p> </p><p> </p><p>Jeda sejenak, sang pengacara para penggugat, seorang lelaki setengah baya berpenampilan rapi sekalipun nampak sederhana, dengan setelan kemeja abu-abu lengan panjang lengkap dengan dasi berwarna krem tua mengambil isyarat hendak mengakhiri kisah tersebut dengan inti penutup.<br /></p><p>Yang ingin saya sampaikan dari kisah tersebut. Ketahuilah bahwa dalam kasus ini, bukti yang kurang kuat dan saksi-saksi yang ditolak ini kemudian menjadi prinsip dalam pengadilan hingga hari ini.</p><p>Jadi sekalipun 1000% anda benar tapi tidak mempunyai bukti dan saksi yang kuat, maka bisa dipastikan anda akan dikalahkan.</p><p>Dalam perjalanannya, kasus Uus(singkatan dari Ustad Unar Saki) ini sudah beberapa kali ditolak oleh penyidik bahkan dipengadilan karena oleh para penggugat tidak memiliki bukti yang kuat dan juga tidak memiliki saksi yang kuat. Sehingga oleh pengadilan itu ditolak. </p><p> </p><p>Itulah karenanya. Unar Suki selalu menantang </p><p>"Kalau anda merasa saya adalah seorang penipu. Kenapa tidak lapor polisi!?".</p><p>"Kalau anda merasa saya ini menipu. Ayo bawa masalah ini ke pengadilan!.".</p><p>Jadi siapapun yang merasa dirugikan oleh dia akan kalah dipengadilan, karena punya kelemahan dalam barang bukti dan saksi.</p><p> </p><p> Dan sejauh hasil pengamatan saya, semua bisnis Unar Saki dari A sampai Z. Dia dari awal sepertinya memang sudah mempersiapkan itu.</p><p> </p><p>Sehingga suatu saat nanti ketika ini masuk ke ranah hukum, maka dia akan tetap menang, nama dia akan tetap bersih. Karena semua penggungatnya mempunyai kelemahan tersebut. Hanya selembar kertas piagam yang dicetak tertulis seakan itu ijab qabul, itu tidak terlihat sebagai bukti yang kuat, karena tidak dilengkapi perangkat yang seharusnya. Materainya, tanda tangan manual nya dan banyak lagi. Apalagi sebagian besar hanya dengan dasar kepercayaan saja. Bahwa dia adalah ustad, orang alim, jadi tak mungkin berbohong, menipu, apalagi berkhianat.<br /></p><p><br /></p><p>Perlu diketahui orang tidak akan berani melakukan gugatan sekiranya mereka tidak merasa benar telah dirugikan.</p><p> </p><p>Ini bukan hanya masalah hitam putih hukum, namun juga masalah hati.</p><p> </p><p>Saya katakan sekali lagi bagi Ustad Unar Saki. Anda bertauziah memberikan nasehat-nasehat seputar agama, keilmuan dan sebagainya dan sebagainya. Namun dalam proses hukum ini hati andalah yang akan diadili oleh para penggungat anda.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>*****</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Hati itu ibarat sebuah cermin, sedangkan dosa(uang atau barang haram) ibarat debu yang menempel. Jika kita sering melakukan dosa, debu itu akan makin menumpuk dan menjadi karat yang akan menutupi cahaya. Sehingga hati tidak lagi bisa membedakan baik dan buruk, halal dan haram. Itulah sebabnya kita sering melihat pendosa yang tidak mau bertobat sekalipun telah ditunjukkan kesalahannya, justru malah berbuat sebaliknya. Berusaha menutupi kesalahannya itu dengan terus menambah dosa. Setanpun bersorak-sorai mendukung kezalimannya. </p><p> </p><p>Naudzubullahi min dzaalik. Semoga Allah melindungi kita dari hal-hal tersebut diatas.<br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-21630920030133316832021-12-15T22:32:00.051+07:002021-12-17T22:38:44.941+07:00Money Game<p> Kebodohan yang terus terulang. Lagi-lagi aku berhasil membodohi bangsa ini. Tidak kurang dari satu trilyun uang berhasil aku dapatkan Hahahaha. </p><p> </p><p> </p><p> </p><p>"Kali ini kamu membuat apa?"</p><p><br /></p><p>"Aplikasi tebak skor judi bola. Golagol, mungkin kamu sudah pernah mendengarnya. Dan ini cuma pemeliharaan saja kok, update database.".</p><p><br /></p><p>"Kayaknya pernah dengar orang lewat membicarakan itu deh. Jadi kamu developernya?. Keren, jadi bandar kau sekarang.. </p><p>Ya.. tentu saja itu menarik, lalu apa yg membuatnya berbeda dari aplikasi judi sejenisnya?"</p><p><br /></p><p>"Tebak skor, kalah menang dibayar, kalah menang dapat uang"</p><p><br /></p><p>"Ha?"</p><p><br /></p><p>"Cek ini. Opsi satu; kalah menang dibayar 0,75% dari taruhan. Satu hari dibatasi cuma bisa tiga kali memilih yang ini.</p><p>Opsi kedua adalah tebak skor beneran, seperti judi umumnya.</p><p>Kamu kalah, keambil semua uangmu, tapi kalau kamu menang, kamu hanya akan mendapatkan reward 20%nya.</p><p><br /></p><p>Lha kok gitu!?. Aku taruhin Rp 1 juta dan menang, jadinya Rp 1 juta 200rb?. dapatnya cuma Rp200rb!?. Lha kok goblok!?. Jelas milih opsi pertama. Tinggal gedein taruhannya semaksimal mungkin.<br /></p><p><br /></p><p>Ya, tentu saja semua orang akan berpikir sepertimu. Sang programmer tersenyum.</p><p><br /></p><p>Begitu install aplikasi dan regis, kamu akan aku beri Rp50rb untuk modal. Tapi tidak bisa diwithdraw, hanya saja keuntungannya bisa diwithdraw setelah mencapai nominal tertentu, juga akan dikenakan biaya admin sebesar Rp20rb untuk setiap transaksinya. Kalau mau menarik dalam jumlah besar minimal sejuta, baru akan dikenai biaya admin 5%nya dari nominal.<br /></p><p><br /></p><p>Oke aku anggap ini mainan gratis bisa dapet cuan. Bener salah tetep cair. Ketika diwithdraw, ditransfer beneran. Orang jadi percaya.<br /></p><p><br /></p><p>Tapi hanya dengan modal segitu cuma dapat receh. Nggak kaya-kaya dong.</p><p><br /></p><p>Makanya disini ada opsi top up. Dimulai dari 100rb ada sampai 100 juta juga bisa.</p><p>Lebih dari 100jt bisa?</p><p>Bisa dong. 1 trilyun juga boleh coba. Jangan remehin server buatanku.</p><p> </p><p>Aku kombinasikan ini dengan cara referal. Main jaringan. Aku kasih komisi 10% dari setiap top up untuk setiap anak yang dibawanya. dan semakin kebawah akan tetap dapat komisi, hanya saja %nya semakin berkurang setengahnya.</p><p><br /></p><p>Anak top up sejuta, leader dapat Rp100rb, cucunya top up sejuta juga masih dapat Rp50rb. Cicit top up sejuta tetap masih dapat Rp25rb!?.. Wah jor-joran sekali kau. <br /></p><p>Dan kau tahu yang kerennya.. aplikasiku ini sudah menembus sampai ke desa-desa.</p><p><br /></p><p>Merata di setiap kota kecil, kabupaten, merata. Banyak orang sudah pada tahu.<br /></p><p><br /></p><p>Easy money secara instan. Siapa nggak kepencut?.<br /></p><p><br /><br /></p><p>Pasti banyak pemainnya sampai ngajak-ngajak orang lain juga biar bisa lebih untung. Makin banyak dan berkembang. Apa nggak bingung bayar bonusnya kamu?.</p><p><br /></p><p>Aku tahu ini fase bakar duit demi promosi agar semakin dikenal.<br /></p><p>Tapi terus gimana balik modalnya sekalipun kamu bandar yang kasih keuntungan hanya 20% kepada pemain yg menang?. Jangan lupakan bayar yg kecil-kecil 0,75% menang kalah tetep menang. Semakin gede pasangnya, sekalipun cuma 0,75% kan tetep aja jadi lumayan gede hasilnya.<br /></p><p><br /></p><p>Karena sepertinya nggak mungkin mereka mau ambil resiko besar kehilangan uang demi keuntungan yang hanya 20%nya saja. Main aman dong sekalipun inves duit gede.</p><p><br /></p><p>Melihat kearah penanya sambil memicingkan mata<br /></p><p><br /></p><p>Kamu masih nanya?</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>*****</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Hari itu hari dimana jutaan orang pemakai aplikasi Golagol menjadi panik. Di pagi itu mereka tidak bisa menarik uang mereka, diteruskan dengan aplikasi down dan website yang menghilang tidak bisa diakses lagi.<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Kalau "money game" game yang lain kedoknya kan investasi. Seperti trading gitulah. Kalau orang sampai rugi kan wajar. Main investasi, pingin kaya tapi ngambil investasi yang salah, walaupun goblok tapi kan masih wajarlah. Secara logika masih masuk akal. </p><p>Tapi ini...</p><p>Naruh uang.. investasi.. tebak skor perjudian :hammer:</p><p><br /></p><p>Mabok duit sampai lupa agama, lupa norma. Hal yang dilarang agama, bahkan dilarang pemerintah tapi tetap diterjang juga. Orangtuanya ikut, saudaranya ikut, teman-temannya ikut, para tetangganya ikut, orang-orang random juga pada diajak.<br /></p><p><br /></p><p>Hahaha. Sampai pemuka agama ada yang ikutan juga lho, sampai ngajak jamaahnya pula. Keblinger gapapa yang penting menghasilkan. Dengan embel-embel toh tidak ada yang dirugikan dengan menjadi pemain.<br /></p><p> </p><p>Nanti saat sudah ketipu laporan sama polisi.. nggak bisa mbayangin mereka lapornya bakal gimana :ngakak guling-guling:</p><p> </p><p>Ngelapor kena scamming investasi perjudian tebak skor bola. :ngakak guling-guling:</p><p> </p><p> </p><p>Capek sih ngerjain semua sendiri. Tapi memang hasil tidak akan mengkhianati usaha. Hasilnya sepadan ujar sang programer tertawa terbahak-bahak.</p><p>Beda sama mereka-mereka itu(para pemain aplikasi Golagol buatannya) yang cuma tahunya dapat uang mudah secara instan. Hahaha!<br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>Besok kita coba pakai varian lain. Buka investor untuk bisnis prostitusi... di Thailand. Tak lupa kita padukan sama model MLM(Multi Level marketing) juga. Jadi setiap ada open BO laku, semua dapat komisi.<br /></p><br /><p><br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-227961179222492763.post-7420821620297427652021-10-25T11:07:00.018+07:002022-01-19T10:16:42.005+07:00Cekcok<p><b> "Biarlah orang lain menderita, asalkan aku tetap bisa hidup bahagia"</b>. Itulah prinsip dasar yang dimiliki Toying.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p>"Aku minta cerai darimu, juga gono-gini semuanya dibagi dua sama besar"</p><p><br /></p><p>"Enak aja. Aku yang kerja, kamu cuma enak-enakan dirumah. " jawab Toying sinis.</p><p> </p><p> "Aku juga bisa kerja!"</p><p><br /></p><p>"Huh, hasilnya paling juga sedikit. Sekecil gaji pegawai biasa. Nggak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan penghasilanku.</p><p><br /></p><p>"Apa yang bisa kamu banggakan dari kerjaan yang bahkan tidak berasal dari peluh keringatmu. Memangnya aku mau kalau aku tahu kamu nafkahi memakai uang haram!?"</p><p><br /></p><p>"Memangnya kalau aku kerja kasar bisa dapat hasil sebesar ini!?. Bisa buat mencukupi kebutuhanmu!?.</p><p><br /></p><p>"Jangan bawa-bawa keluarga demi sifat lobamu itu!. Kau cuma pemalas yang ingin dapat hasil besar tanpa perlu kerja keras. Kamu cuma bisa nyogok!".</p><p><br /></p><p>"Kamu juga pakai uangnya buat nyewa perek kan!?. Seperti tidak punya istri saja, seperti aku tidak bisa melayanimu. Ibumu pasti bangga sama kamu.</p><p>Oh jelas bangga. Aku bisa membangunkan banyak masjid untuknya. balas Toying<br /></p><p><br /></p><p>"Ingat aku tidak sepertimu, aku menghargai ikatan perkawinan kita!. Ikatan sumpah didepan Yang Maha Kuasa. Bapakku pasti bangga kepadaku. Bapakku yang menyerahkan diriku kepadamu, tanpa tahu menantunya itu rasis dan berhati busuk.<br /></p><p><br /></p><p>Hah. Lalu apa yang kamu lakukan sama Eka!?.</p><p> </p><p>Terkejut nama itu disebut istrinyapun bersuara</p><p>"Kamu ingat.. Eka itu lelaki pilihanmu!. Yang kamu gadang-gadang menjadi penerusmu sebagai menantu. Meski kamu tahu agamanya nggak bagus, bahkan meskipun kamu tahu ia non muslim, agama dan kepercayaannyanya beda sama kita!. Tapi kau tetap bersikukuh memilihnya!.<br /></p><p> </p><p> </p><p>"Hanya karena alasan dia pintar beda denganmu."</p><p> </p><p>"!?" <br /></p><p> </p><p>Aku juga "pintar" kok. Buktinya bisa kamu lihat sendiri semua kekayaan ini.</p><p> <br /></p><p>Kamu pasti tahukan budaya didikan dari bangsamu. Kalau kamu pintar ya jadi dokter. Yang bodoh diajari usaha. Biar jadinya sama-sama kaya. </p><p>Toying tidak bisa menjawab karena memang kenyataannya seperti itu.<br /></p><p><br /></p><p>"Kalau aku tahu kelakuanmu sebusuk ini. Harusnya dulu aku terusin sama Eka.</p><p><br /></p><p>"Lalu kenapa nggak kamu terusin!?. Kan enak tuh. Terusin aja.<br /></p><p><br /></p><p>"Toying!"<br /></p><p>"Kamu sadar menyuruh melakukan seperti itu kepada istrimu sendiri!?.</p><p>"Kamu sadar menyuruh melakukan seperti itu kepada ibu dari anakmu!?.</p><p>Apa kamu manusia!?. <br /></p><p>Mimik muka sang istri semakin merah menahan amarah.</p><p><br /></p><p>Toying menanggapi dengan masa bodoh.</p><p>'Ya jelas enggaklah. Enak aja. Kalau aku sih gpp toh itu pakai uangku sendiri' batin Toying.</p><p><br /></p><p>Tuhan nggak akan memberikan cobaan melebihi kapasitas hambanya. Kapasitasmu sungguhlah kecil. Makanya kamu nggak pernah diberikan ujian, apalagi menyangkut harta benda. Karena kamu nggak akan pernah bisa bangkit kembali.</p><p><br /></p><p>Oh bagus itu. Maturnuwun, maturnuwun. Terimakasih sudah mengucapkan hal itu. </p><p>Jadi aku akan tetap kaya kan?. Nanti aku bakal bangun masjid lebih banyak lagi. Aku akan santuni lebih banyak lagi anak yatim dan orang-orang susah. Akan aku jadikan mereka peliharaanku. Tenang saja mereka nggak akan kelaparan apalagi sampai mati kelaparan. Aku akan bertanggungjawab terhadap peliharaanku itu!.</p><p><br /></p><p>"Lalu apa yang kamu pikirkan tentang orang-orang yang sudah kamu zalimi?."</p><p><br /></p><p>"Huh aku nggak takut sama kutukan. Terserah mau mengutukku apa. Aku nggak takut!."</p><p> </p><p>Kamu tahu semua orang yang kamu zalimi akan mendoakan satu hal yang sama.</p><p> </p><p><b>"Demi Allah aku bersumpah. Kau boleh merusak duniaku, kau bisa merusak hidupku. Tapi kami juga tidak ridha kalau kau mendapatkan akherat.</b></p><p><b>Semua hartamu tidak akan bermanfaat untukmu. Semua hartamu tidak akan bisa membawamu ke surga. Semua hartamu juga tidak akan bisa membuatmu keluar dari Neraka."</b></p><p><b>Amiin <br /></b></p><p></p><p><br /></p><p>Aku tidak pernah melepaskan sumpah serapah sebelumnya. Kau orang pertama yang membuatku melakukan nya. Karena seperti dirimu yang serius melakukannya. Aku juga harus serius dalam hal ini.</p><p><br /></p><p> Hahaha tertawalah saat ini, mumpung kamu masih bisa. Mumpung masih bernafas didunia.</p><p> </p><p>Aku ingin lihat apa kamu masih bisa tertawa saat itu terjadi?.</p><p><br /></p><p>Tertawalah seperti saat kau menertawakan nasib orang yang kamu dzalimi padahal Tuhan melihatmu.</p><p><br /></p><p>Tertawalah seperti saat kau berzina dengan para pelacur walaupun Tuhan melihatmu.</p><p><br /></p><p>Tertawalah layaknya bajingan yang mendengar nasehat.<br /></p>tutorialhttp://www.blogger.com/profile/15611205879591201587noreply@blogger.com0