Rantai-rantai itu menyelimuti tubuh besarku. Membelit, mengencang, lalu membelengguku sedemikian rupa hingga aku tidak bisa bergerak. Keadaan diriku saat ini pastilah seperti kepompong.
"Dinginkan kepalamu. Redakanlah kemarahanmu."
"Aku tahu kau menyimpan semua luka dihatimu. Dan saat ini Bom itu meledak tanpa bisa ditahan lagi."
"Amarah hanya akan melukai dirimu sendiri daripada mereka yang menjadi obyek kemarahanmu"
"Kemarahan adalah hal yang wajar. Barangsiapa yang dibuat
marah namun ia tidak marah, maka ia adalah keledai. Rasa itu ada demi
melindungi diri kita dari rasa sakit dan kehancuran. Hanya saja jangan
sampai dirimu tenggelam oleh amarah tersebut.
Gunakan amarahmu itu secara bijaksana.."
"Payung tidak dapat menghentikan hujan. Tapi dengan payung
itu, kita bisa terus berjalan menembus derasnya hujan untuk mencapai
tujuan. Itulah perumpamaan yang terdekat."
"Mengenai segala hal yang terjadi dalam kehidupanmu..."
"Bersyukurlah selalu kepada Tuhan yang sudah merencanakan
kita akan bertemu dengan siapa-siapa saja. Tinggal bagaimana cara kita
menyikapinya."
"Ada orang yang sifatnya keras. Ia mengajarkan kita arti keberanian dan bersikap tegas.
Ada orang yang lembut tutur kata dan sifatnya. Ia mengajarkan kita tentang cinta dan kasih sayang.
Ada orang yang cuek dan masa bodoh. Membuat kita berpikir untuk tidak perlu mengurusi hal-hal yang tidak perlu.
Ada orang yang ceria dan penuh perhatian. Mengajarkan kita keindahan dari hal-hal kecil yang seringkali kita lewatkan.
Adapula makhluk-makhluk busuk seperti Boby atau para tetanggamu itu. Punya banyak sifat negatif. Bajingan tengik yang tidak segan mengorbankan orang lain demi perutnya sendiri, dan wanita-wanita sundal beserta lakinya yang hanya ingin memuaskan hasrat tengik diri mereka. Orang-orang yang tak berotak. Membuat kita untuk waspada dan menjaga diri dari orang-orang semacam mereka."
"Setiap karakter manusia semacam itu akan selalu ada dan memberikan pelajaran kepada kita.
Besi menajamkan besi dan manusia menajamkan sesamanya."
"Tanpa orang-orang semacam mereka, kita tidak akan pernah berkembang karena selalu berada di zona nyaman."
"Ambil positifnya. Mereka membuat kita semakin dewasa dan bijaksana."
"Ketika ada orang membicarakan kita dibelakang kita. Itu artinya kita sudah ada didepan mereka.
Ketika ada orang merendahkan kita. Itu artinya kita sudah berada lebih tinggi dari mereka.
Ketika ada orang iri hati kepada kita. Itu artinya kita mempunyai sesuatu yang tidak mereka punyai.
Bahkan ketika orang itu sampai melakukan perbuatan dengki kepada diri kita. Itulah tanda bahwa kehidupan mereka tidaklah seindah kehidupan kita."
Amarahku mulai mereda. Tidak seburuk sebelumnya. Tubuhku berangsur-angsur mengecil ke ukuran semula.
Aku mulai menjawab kalimat-kalimat dari suara asing yang terngiang dikepalaku.
"Hentikan nasehatmu itu!"
"Apa menurutmu terbang saat kakiku luka dan sayapku patah itu mudah?!.
Bangkitpun aku susah, Tapi kau menyuruhku untuk terbang kembali saat aku terjatuh. Apa langit bagimu hanya setinggi jempol kaki?!."
"Orang jahat yang berasal dari orang baik yang tersakiti. Aku tak mau kau berakhir seperti itu."
"Sadarilah. Bahkan saat hidup terasa tak adil kepadamu. Tuhan nggak akan
kasih sesuatu diluar batas kemampuanmu. Dan bukankah tingkatan cobaan yang ada padamu itu menandakan
bahwa kamu adalah makhluk yang istimewa?.
"Jangan takut akan bayangan. Karena tak jauh darinya, ada cahaya.
Tenang saja. Sekarang kau tak lagi sendirian. Aku harap kita bisa saling bekerjasama. Sekarang akulah yang bertugas untuk menjagamu. Ingatlah untuk tidak melebihi batas."
Untaian-untaian rantai yang membelenggu tubuhku sekarang terurai. Wujud Waraku bagian kepala saat ini berubah kembali seperti semula. Zirah yang kukenakan, selain mempunyai sudut-sudut yang tajam. Dipunggungku juga terdapat sulur-sulur rantai bagaikan ekor burung Phoenix. Rantai-rantai itu juga melilit erat di kedua tanganku. Secarik kain bawahan(saput) yang kupakai biasanya berwarna coklat bercorak batik parang rusak, sekarang menjadi bermotif kotak-kotak berwarna hitam dan putih layaknya papan catur. Motif yang dalam dunia pewayangan hanya dipakai oleh Semar, Sang Hyang Bayu, Bima dan Hanoman.
Perlahan wujud baruku itu memudar. Kembali ke wujud Wara yang biasanya. Lalu perlahan kembali ke wujud manusiaku.
Suara gaib itu lagi-lagi terdengar.
"Perkenalkan aku adalah senjata pusaka. Kalian manusia mengenalku dengan nama Cemeti Amarasuli. Wujudku sebagai benda pusaka bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan pemilikku. Saat ini aku berperan sebagai rantai penjaga. Ya.. kaulah pemilik baruku sekarang. Kaulah majikanku yang baru.
Brutal
Diposting oleh
tutorial
22.43
Terdengar teriakan nyaring yang memekakkan telinga. Aku sangat terkejut akan hal itu.
Segera aku cek CCTV ruang penyegelan yang barusan dalam tahap persiapan. Tubuh itu tidak ada disana. Mungkinkah itu dia?. Tapi apa mungkin?.
Beberapa kali raungan itu terdengar. Setiap kali mendengarnya dadaku menjadi penuh dengan rasa was-was.
Ternyata bukan hanya diriku saja yang merasakan hal itu. Beberapa Angkara anak buah kami yang seharusnya bergegas menuju lokasi terlihat ragu dan menghentikan langkahnya setiap mendengar suara itu. Raungan yang membuat nyali para pendengarnya menjadi ciut. Namun kalau kita dengar dengan lebih seksama. Raungan perang(War Cry)nya ini bukan hanya terdengar seperti raungan kemarahan, namun juga terdapat unsur jeritan kesakitan, juga penuh dengan nada kesedihan.
Tidak mungkin.
Saat ini aku memonitor setiap pergerakan yang ada pada setiap CCTV. Akhirnya aku menemukan sosok asing itu dari CCTV yang ditempatkan tidak jauh dari lorong yang mengarah ke ruang penyegelan. Sosok apa itu?. Itu bukan sosok mbah Warak yang aku lihat sebelumnya. Itu sosok lain. Lalu kemana mbah Warak menghilang?.
Zirah yang dikenakannya bersudut tajam. Wajahnya memang mirip tapi mempunyai surai-surai tajam yang tertarik kebelakang di bagian kepalanya. Empat Angkara level 1 yang menuju kesana sebentar lagi akan berpapasan dengannya. Ya mereka akhirnya bertemu. Apa itu!?. Kenapa gerakan makhluk itu sangat gesit. Apa-apaan ini?. Hanya dalam sekejap mata, semuanya telah dimusnahkan tanpa perlawanan. Mereka yang berpapasan barusan seolah hanya mengantar nyawa.
Aku berbicara melalui speaker.
"Level satu mundur. Musuh terlalu kuat. Ini tugas untuk level dua keatas."
Untung saja pasukan tim gabungan penyergapku yang diketahui paling unggul dalam pertahanan semuanya masih lengkap, masih berada disini. Bukan saatnya melepas lelah lebih lama. Ayo mulai bekerja lagi tim.
"Ada apa ini?. Tanya kedua pimpinan Angkara kota yang barusan memasuki ruang monitoring. Aku masih belum ingat nama keduanya. Bukan saatnya untuk berkenalan kembali.
"Siapa dia?. Penyusupkah" tanya salah seorang diantaranya.
"Aku belum bisa memastikannya" karena aku masih ragu.
Mereka berdua keluar ruangan, sepertinya hendak melihat pertarungan tim dengan sosok tersebut secara langsung.
Tim gabungan bersiap menunggu di aula utama. Tempat sebelumnya mereka bertarung. Sebentar lagi sosok itu akan keluar dari lorong yang ada diseberangnya.
Aku bersama kedua pimpinan kota lainnya kembali menyaksikan di balkon ruangan atas, tempat dimana kita bisa melihat apa yang terjadi di bawah secara leluasa dan aman, karena berada di ketinggian yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan angkara sekalipun.
Jantungku nyaris berhenti setelah melihat sosok tersebut. Kalau dari CCTV kita tidak bisa melihat secara jelas, apalagi CCTV yang digunakan hanya terdiri dari dua warna, hitam dan putih. Sekarang aku menjadi yakin. Itu adalah wujud yang mencerminkan kemarahan. Kemarahan yang tidak biasa. Wujud yang dipenuhi oleh kegelapan. Lebih dari kami. Tapi kenapa wujudnya bisa sangat berubah seperti itu?. Aku menelan ludah. Tentu saja.. aku tak perlu menanyakan hal itu?. Karena sudah ada jawaban yang terlintas di kepalaku. Bagaimana ini?.
"HUWAAAA!!!"
Gerakannya sungguh lincah. Cakarannya penuh dengan tenaga. Ia mengindari kombinasi serangan tim sambil memasukkan serangan secara menggebu-gebu. Tak ragu menyerang siapa yang ada didepannya, yang berusaha melindungi sesama anggota tim dari serangan kritikal. Berbeda dari sebelumnya. Penarik perhatian justru dicabik-cabik tanpa ragu. Satu orang tumbang. Saat hendak melakukan serangan kuat yang seharusnya menjadi serangan pamungkas. Seorang anggota tim sigap menggantikan posisinya untuk menghadang serangan. Sungguh berbeda, kerusakan yang mereka terima lebih parah dari sebelumnya. Saat ini semuanya terkena kerusakan besar secara merata. Hanya dalam waktu yang singkat ini. Mengejutkan, satu angkara langsung terkena serangan fatal. Ia tak selamat. Disusul angkara kedua. Anggota sisanya tidak bisa berbuat banyak, karena mereka juga dalam keadaan genting. Sisa angkara sekarang tinggal empat. Kondisi tubuh mereka sudah dalam keadaan gawat. Bergantian mereka melihat keatas, menengok kearahku seolah meminta bantuan atau saran.
Hal itu disadari oleh lawan. Sklera mata berwarna merah dengan iris berwarna kuning itu mengarah kepadaku yang menyaksikan dari atas sini. Ia menyadari keberadaan kami yang sedang menontonnya. Menatapku dengan tajam. Tubuhku gemetar. Aku mundur selangkah.
Ia berteriak lantang. Kurasakan penuh gelombang kemarahan dengan proporsi yang tidak wajar.
War-Beast mode active/Wujud Binatang Perang aktif.
Tiba-tiba bumi bergoncang. Diluar gedung, petir menyambar-nyambar diiringi dengan suaranya yang menggelegar, memekakkan telinga. Semua itu terjadi dalam radius puluhan kilometer.
Diluar permukaan sana, gempa memang terasa tidak terlalu kuat , jauh dibandingkan dengan getaran di bawah tanah. Namun sudah cukup membuat para penduduk panik, mereka membunyikan kentongan sambil berteriak "Lindu-lindu!, ada Lindu!". Semua penduduk yang ada di dalam ruangan diharapkan keluar untuk mencegah kemungkinan terburuk.
Aku terjatuh dalam keadaan terduduk. Aku.. ingin lari dari sini...
Tubuh Warak berubah membesar menjadi binatang buas berkaki empat dengan leher yang panjang. Zirah ditubuhnya tetap terpasang menyesuaikan bentuk tubuhnya, hanya saja bentuk permukaannya kini berubah menjadi seperti duri, lebih tepatnya mirip dengan bentuk bulu pada pitik walik(Ayam berbulu terbalik). Tinggi tubuhnya kini kurang lebih sama dengan balkon tempatku berada.
Ia mengaum. Raungan perang/war-cry.
Empat anggota tim Angkara didepannya mematung ketakutan.
Makhluk raksasa itu kini mengarahkan pandangan ke bawah, ke arah mereka. Lalu seketika menginjak-injak mereka menggunakan kedua kaki depannya dengan brutal. Memperlakukan mereka Layaknya serangga. Dua tersisa ada barisan belakang. Satu melarikan diri kearah seberang, sedangkan satunya memberanikan diri untuk lompat menyerang kearah kepala sang makhluk. Saat melayang diudara, sang makluk menyambutnya dengan terkaman. Mengunyah-ngunyah tubuhnya sambil bergerak, berlari mengejar satu angkara yang tersisa. Lalu melepehkannya ke tanah dalam keadaan tak berbentuk. Tak berapa lama, mahluk itu melompat tinggi kearah angkara malang yang sedang melarikan diri itu. Mendarat tepat diatas tubuh si angkara, menginjaknya sekuat tenaga.
Tim penyergap telah musnah.
Dua rekanku sesama pimpinan saat ini sudah berubah wujud. Mereka sudah menggenggam pedang masing-masing dan turun dari balkon hendak menyerang binatang raksasa itu. Kepercayaan diri yang tinggi.
Warak raksasa itu menengok kebelakang. Ia berbalik arah ke arah mereka.
Keduanya melesat Salah satunya melompat kearah kepalanya sebagai penarik perhatian. Sedangkan satunya dibawah menyiapkan kuda-kuda untuk serangan lanjutan. Tak diduga, leher panjang itu bergerak kedepan menyeruduk Angkara yang menyerang di udara secara frontal. Angkara yang terkena serudukan tanduk itu terhempas jauh sebelum akhirnya jatuh terpelanting berkali-kali. Kesempatan itu digunakan oleh angkara dibawahnya untuk melesat, menyerang dagu sang mahkluk. Terkena telak. Warak mundur selangkah. Sepertinya serangan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadapnya. Angkara yang baru saja mendarat itu dihujani oleh injakan kaki depan raksasa. Dengan susah payah ia berhasil menghindar. Lalu memutuskan untuk mundur demi mengambil jarak. Warak tidak membiarkannya begitu saja. Seolah sadar, ia tidak mau lawannya mengambil nafas. Melompat ditempat sehingga saat mendarat menimbulkan gempa lokal yang menyebabkan lawannya terhuyung mempertahankan pijakan. Kesempatan itu Warak gunakan untuk memperpendek jarak. Si Angkara memutuskan untuk ikut melesat melakukan serangan saat Warak berlari kearahnya. Ia melompat ke arah kepala Warak. Keduanya saling berbenturan. Tapi tentu saja, tenaga Warak lebih besar sehingga ia berhasil menghempaskan si Angkara kearah dinding hingga membentur tembok dengan sangat keras menyebabkan tubuhnya menancap disana. Belum selesai, Warak berlari melakukan charge, menghantamkan tubuhnya ke dinding dimana Angkara menempel. Zirah dengan ujung kasar itu menggilas tubuh si angkara sampai remuk.
Aku sekarang berada di bawah karena terjatuh dari atas, gara-gara beberapa gempa yang terjadi.
Tubuh rekanku tumbang tak jauh dariku. Warak raksasa itu berjalan mendekat kearahku. Aku yang tak bisa bergerak karena ketakutan. Ia baru saja memusnahkan rekanku yang tergeletak tak berdaya dengan kakinya yang kokoh.
Sekarang ia tepat berada didepanku, mengangkat salah satu kakinya untuk diarahkan kepadaku.
Segera aku cek CCTV ruang penyegelan yang barusan dalam tahap persiapan. Tubuh itu tidak ada disana. Mungkinkah itu dia?. Tapi apa mungkin?.
Beberapa kali raungan itu terdengar. Setiap kali mendengarnya dadaku menjadi penuh dengan rasa was-was.
Ternyata bukan hanya diriku saja yang merasakan hal itu. Beberapa Angkara anak buah kami yang seharusnya bergegas menuju lokasi terlihat ragu dan menghentikan langkahnya setiap mendengar suara itu. Raungan yang membuat nyali para pendengarnya menjadi ciut. Namun kalau kita dengar dengan lebih seksama. Raungan perang(War Cry)nya ini bukan hanya terdengar seperti raungan kemarahan, namun juga terdapat unsur jeritan kesakitan, juga penuh dengan nada kesedihan.
Tidak mungkin.
Saat ini aku memonitor setiap pergerakan yang ada pada setiap CCTV. Akhirnya aku menemukan sosok asing itu dari CCTV yang ditempatkan tidak jauh dari lorong yang mengarah ke ruang penyegelan. Sosok apa itu?. Itu bukan sosok mbah Warak yang aku lihat sebelumnya. Itu sosok lain. Lalu kemana mbah Warak menghilang?.
Zirah yang dikenakannya bersudut tajam. Wajahnya memang mirip tapi mempunyai surai-surai tajam yang tertarik kebelakang di bagian kepalanya. Empat Angkara level 1 yang menuju kesana sebentar lagi akan berpapasan dengannya. Ya mereka akhirnya bertemu. Apa itu!?. Kenapa gerakan makhluk itu sangat gesit. Apa-apaan ini?. Hanya dalam sekejap mata, semuanya telah dimusnahkan tanpa perlawanan. Mereka yang berpapasan barusan seolah hanya mengantar nyawa.
Aku berbicara melalui speaker.
"Level satu mundur. Musuh terlalu kuat. Ini tugas untuk level dua keatas."
Untung saja pasukan tim gabungan penyergapku yang diketahui paling unggul dalam pertahanan semuanya masih lengkap, masih berada disini. Bukan saatnya melepas lelah lebih lama. Ayo mulai bekerja lagi tim.
"Ada apa ini?. Tanya kedua pimpinan Angkara kota yang barusan memasuki ruang monitoring. Aku masih belum ingat nama keduanya. Bukan saatnya untuk berkenalan kembali.
"Siapa dia?. Penyusupkah" tanya salah seorang diantaranya.
"Aku belum bisa memastikannya" karena aku masih ragu.
Mereka berdua keluar ruangan, sepertinya hendak melihat pertarungan tim dengan sosok tersebut secara langsung.
Tim gabungan bersiap menunggu di aula utama. Tempat sebelumnya mereka bertarung. Sebentar lagi sosok itu akan keluar dari lorong yang ada diseberangnya.
Aku bersama kedua pimpinan kota lainnya kembali menyaksikan di balkon ruangan atas, tempat dimana kita bisa melihat apa yang terjadi di bawah secara leluasa dan aman, karena berada di ketinggian yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan angkara sekalipun.
Jantungku nyaris berhenti setelah melihat sosok tersebut. Kalau dari CCTV kita tidak bisa melihat secara jelas, apalagi CCTV yang digunakan hanya terdiri dari dua warna, hitam dan putih. Sekarang aku menjadi yakin. Itu adalah wujud yang mencerminkan kemarahan. Kemarahan yang tidak biasa. Wujud yang dipenuhi oleh kegelapan. Lebih dari kami. Tapi kenapa wujudnya bisa sangat berubah seperti itu?. Aku menelan ludah. Tentu saja.. aku tak perlu menanyakan hal itu?. Karena sudah ada jawaban yang terlintas di kepalaku. Bagaimana ini?.
"HUWAAAA!!!"
Gerakannya sungguh lincah. Cakarannya penuh dengan tenaga. Ia mengindari kombinasi serangan tim sambil memasukkan serangan secara menggebu-gebu. Tak ragu menyerang siapa yang ada didepannya, yang berusaha melindungi sesama anggota tim dari serangan kritikal. Berbeda dari sebelumnya. Penarik perhatian justru dicabik-cabik tanpa ragu. Satu orang tumbang. Saat hendak melakukan serangan kuat yang seharusnya menjadi serangan pamungkas. Seorang anggota tim sigap menggantikan posisinya untuk menghadang serangan. Sungguh berbeda, kerusakan yang mereka terima lebih parah dari sebelumnya. Saat ini semuanya terkena kerusakan besar secara merata. Hanya dalam waktu yang singkat ini. Mengejutkan, satu angkara langsung terkena serangan fatal. Ia tak selamat. Disusul angkara kedua. Anggota sisanya tidak bisa berbuat banyak, karena mereka juga dalam keadaan genting. Sisa angkara sekarang tinggal empat. Kondisi tubuh mereka sudah dalam keadaan gawat. Bergantian mereka melihat keatas, menengok kearahku seolah meminta bantuan atau saran.
Hal itu disadari oleh lawan. Sklera mata berwarna merah dengan iris berwarna kuning itu mengarah kepadaku yang menyaksikan dari atas sini. Ia menyadari keberadaan kami yang sedang menontonnya. Menatapku dengan tajam. Tubuhku gemetar. Aku mundur selangkah.
Ia berteriak lantang. Kurasakan penuh gelombang kemarahan dengan proporsi yang tidak wajar.
War-Beast mode active/Wujud Binatang Perang aktif.
Tiba-tiba bumi bergoncang. Diluar gedung, petir menyambar-nyambar diiringi dengan suaranya yang menggelegar, memekakkan telinga. Semua itu terjadi dalam radius puluhan kilometer.
Diluar permukaan sana, gempa memang terasa tidak terlalu kuat , jauh dibandingkan dengan getaran di bawah tanah. Namun sudah cukup membuat para penduduk panik, mereka membunyikan kentongan sambil berteriak "Lindu-lindu!, ada Lindu!". Semua penduduk yang ada di dalam ruangan diharapkan keluar untuk mencegah kemungkinan terburuk.
Aku terjatuh dalam keadaan terduduk. Aku.. ingin lari dari sini...
Tubuh Warak berubah membesar menjadi binatang buas berkaki empat dengan leher yang panjang. Zirah ditubuhnya tetap terpasang menyesuaikan bentuk tubuhnya, hanya saja bentuk permukaannya kini berubah menjadi seperti duri, lebih tepatnya mirip dengan bentuk bulu pada pitik walik(Ayam berbulu terbalik). Tinggi tubuhnya kini kurang lebih sama dengan balkon tempatku berada.
Ia mengaum. Raungan perang/war-cry.
Empat anggota tim Angkara didepannya mematung ketakutan.
Makhluk raksasa itu kini mengarahkan pandangan ke bawah, ke arah mereka. Lalu seketika menginjak-injak mereka menggunakan kedua kaki depannya dengan brutal. Memperlakukan mereka Layaknya serangga. Dua tersisa ada barisan belakang. Satu melarikan diri kearah seberang, sedangkan satunya memberanikan diri untuk lompat menyerang kearah kepala sang makhluk. Saat melayang diudara, sang makluk menyambutnya dengan terkaman. Mengunyah-ngunyah tubuhnya sambil bergerak, berlari mengejar satu angkara yang tersisa. Lalu melepehkannya ke tanah dalam keadaan tak berbentuk. Tak berapa lama, mahluk itu melompat tinggi kearah angkara malang yang sedang melarikan diri itu. Mendarat tepat diatas tubuh si angkara, menginjaknya sekuat tenaga.
Tim penyergap telah musnah.
Dua rekanku sesama pimpinan saat ini sudah berubah wujud. Mereka sudah menggenggam pedang masing-masing dan turun dari balkon hendak menyerang binatang raksasa itu. Kepercayaan diri yang tinggi.
Warak raksasa itu menengok kebelakang. Ia berbalik arah ke arah mereka.
Keduanya melesat Salah satunya melompat kearah kepalanya sebagai penarik perhatian. Sedangkan satunya dibawah menyiapkan kuda-kuda untuk serangan lanjutan. Tak diduga, leher panjang itu bergerak kedepan menyeruduk Angkara yang menyerang di udara secara frontal. Angkara yang terkena serudukan tanduk itu terhempas jauh sebelum akhirnya jatuh terpelanting berkali-kali. Kesempatan itu digunakan oleh angkara dibawahnya untuk melesat, menyerang dagu sang mahkluk. Terkena telak. Warak mundur selangkah. Sepertinya serangan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadapnya. Angkara yang baru saja mendarat itu dihujani oleh injakan kaki depan raksasa. Dengan susah payah ia berhasil menghindar. Lalu memutuskan untuk mundur demi mengambil jarak. Warak tidak membiarkannya begitu saja. Seolah sadar, ia tidak mau lawannya mengambil nafas. Melompat ditempat sehingga saat mendarat menimbulkan gempa lokal yang menyebabkan lawannya terhuyung mempertahankan pijakan. Kesempatan itu Warak gunakan untuk memperpendek jarak. Si Angkara memutuskan untuk ikut melesat melakukan serangan saat Warak berlari kearahnya. Ia melompat ke arah kepala Warak. Keduanya saling berbenturan. Tapi tentu saja, tenaga Warak lebih besar sehingga ia berhasil menghempaskan si Angkara kearah dinding hingga membentur tembok dengan sangat keras menyebabkan tubuhnya menancap disana. Belum selesai, Warak berlari melakukan charge, menghantamkan tubuhnya ke dinding dimana Angkara menempel. Zirah dengan ujung kasar itu menggilas tubuh si angkara sampai remuk.
Aku sekarang berada di bawah karena terjatuh dari atas, gara-gara beberapa gempa yang terjadi.
Tubuh rekanku tumbang tak jauh dariku. Warak raksasa itu berjalan mendekat kearahku. Aku yang tak bisa bergerak karena ketakutan. Ia baru saja memusnahkan rekanku yang tergeletak tak berdaya dengan kakinya yang kokoh.
Sekarang ia tepat berada didepanku, mengangkat salah satu kakinya untuk diarahkan kepadaku.
Peserta Arena
Diposting oleh
tutorial
22.05
Scene lanjutan dari Intro sang lawan.
Aku merasa ada seseorang yang memapahku ke sebuah mobil.
Kini aku benar-benar sudah tersadar di dalam sebuah mobil. Seseorang disebelahku memegang kemudi sambil tersenyum kepadaku. Ia terlihat sebaya denganku. Sama-sama orang berumur.
"Sudah sadar kau rupanya. Berikan alamatmu. Biar aku antar kau sampai rumah.
Aku hanya bisa pasrah memberikan alamat rumahku. Toh tidak ada barang berharga apapun yang bisa diambil dari rumah orang sepertiku.
"Wah rumahmu ada dipelosok ternyata".
Aku hanya diam memandang pemandangan hijau yang ada di luar kaca mobil,
Perjalanan yang cukup lama untuk diisi dalam kesenyapan.
"Kenapa kau menolongku?"
"Kita ini sesama rekan satu pekerjaan. Saat ini kamulah yang membutuhkan pertolongan. Namun suatu saat nanti bisa jadi akulah yang dalam keadaan membutuhkannya. Pada saat itu terjadi, aku juga ingin ada yang menolongku". Ucapnya sambil tersenyum.
Masuk akal. Bagaimanapun kerasnya, kejamnya kehidupan kita. Kita selalu berharap ada orang yang bisa menjaga keadaan diri kita.
"Kenapa kamu masuk ke arena?" tanya orang itu.
"Oh iya, kita belum saling memperkenalkan diri. Saya Alexander panggil saja Alex."
"Saya Tohir".
"Saya bekas napi. Kamu juga pasti tahu Lex. Orang seperti saya ini tidak ada yang mau menerima bekerja. Mereka takut kepada orang semacam saya, yang sudah pernah berbuat kejahatan. Tidak menutup kemungkinan, saya akan melakukannya lagi. Sekali nama baik tercoreng, akan sangat sulit untuk memulihkannya."
"Aku juga dapat info dari perkumpulan sesama napi. Kebetulan dulu aku adalah jago kandang waktu di lapas. Jadi aku menaruh harapan pada pekerjaan ini."
"Kamu tahu resikonya bukan?. Ini pekerjaan ilegal yang tidak menjamin nyawa para petarungnya. Kalau sampai ada apa-apa sama kita. Mau apa?. Mereka punya beking, punya uang, punya kuasa. Mereka bahkan tak segan-segan mencabut nyawa seseorang yang disinyalir membocorkan kegiatan mereka."
"Anggap saja ini tiket sekali jalan. Kalau berhasil aku bisa hidup enak. Kalau gagal dan ternyata aku "lewat" ya aku juga tidak perlu lagi memikirkan urusan duniawi ini."
"Kamu itu hanya punya satu nyawa. Mau kau buang begitu saja?."
"Kamu sendiri ngapain ikut arena?. Demi uang jugakan?."
"Iya, samalah motifnya sepertimu. Tapi aku punya kemampuan. Aku punya skill dan aku yakin terhadap kondisi fisikku. Daripada main aman menjadi Sekuriti yang gajinya juga pasti habis untuk kebutuhan. Mending gini. Aku bisa bayar hutang dan menabung."
"Kita mampir kerumahmu sebentar untuk mengambil barang kebutuhan milikmu seperti pakaian dan sejenisnya. Habis itu kita jalan ke sangkal putung langgananku. Tulangmu pasti ada yang patah. Percayalah, tempat yang kurekomendasikan ini menyembuhkan luka tubuh lebih cepat daripada rumah sakit. Bahkan dengan harga yang jauh lebih murah bila dibandingkan dengan biaya rumah sakit yang mencekik leher. Kondisi badan kita harus segera fit agar bisa kembali bekerja."
Aku hanya diam, menurut saja. Aku hanya bisa percaya kepadanya sekarang.
Tak terasa perjalanan mereka sudah sampai pada tujuan. Sebuah desa yang asri. Kala itu pagi telah menyingsing. Mentari mulai menampakkan sinarnya.
Mereka turun dari mobil Jeep milik Alex tepat dihalaman sebuah rumah.
Seorang gadis kecil keluar dari rumah tersebut.
"Mas Tohir sudah pulang". Dia senang seraya memeluk Tohir.
Alex hanya bisa melotot memandangi peristiwa tersebut.
"Sudah mandi belum?. Sudah sana buruan siap-siap berangakat sekolah." Gadis kecil itu menurut dan kembali masuk kedalam.
"Gila kamu Hir!. Ternyata kau punya tanggungan. Kau masih punya orangtua juga?!.
"Aku hanya hidup sendiri bersama adikku itu yang masih SMP."
"Kalau ada apa-apa sama kamu. Bagaimana nasib adikmu itu?."
"Aku sudah ada rencana untuk itu. Sudah aku peringatkan dia bila aku sampai tiga hari tidak pulang. Dia kusuruh pergi ke panti asuhan yang ada di dekat sini."
"Apa sampai disitu tanggungjawabmu sebagai seorang kakak."
Kau mulai cerewet ya Lex. Kalau bukan karena terpaksa, aku juga tak akan masuk ke arena!. Keadaanlah yang menuntunku masuk kesana. Sekarang mau apa lagi?!. Jual narkoba atau ngerampok?!. Nunggu ditangkap?.?
"Yang aneh justru kamu. Orang baik dengan tingkat kepedulian tinggi sepertimu kenapa bisa ada di tempat seperti itu?."
"Aku hanya ingin uang cepat. Namun tidak merugikan orang lain. Itu tempat yang kurasa cocok bagiku. Hanya cukup melumpuhkan. Tak perlu sampai membunuhnya. Sekalipun membunuh lawan, secara tidak tertulis juga diperbolehkan. Yang terpenting hanyalah simpan rapat-rapat tentang tempat ini atau kita semua sudah tahu akibatnya".
"Kenapa masuk arena?. Tidak kau gunakan saja lebih dahulu keahlian yang kamu dapatkan dari Lapas?"
"Nih anak sudah dibilangin-kan?"
"Buka usaha sendiri?"
"Gak ada modalnya Alex!. Ini kalo sudah dapat modal dari arena juga aku bakalan keluar dan ndiriin usaha sendiri".
"Mau keluar dari arena?. Kau sudah tahu peraturannya bukan?. Sekali masuk, kau tidak akan bisa keluar".
Aku merasa ada seseorang yang memapahku ke sebuah mobil.
Kini aku benar-benar sudah tersadar di dalam sebuah mobil. Seseorang disebelahku memegang kemudi sambil tersenyum kepadaku. Ia terlihat sebaya denganku. Sama-sama orang berumur.
"Sudah sadar kau rupanya. Berikan alamatmu. Biar aku antar kau sampai rumah.
Aku hanya bisa pasrah memberikan alamat rumahku. Toh tidak ada barang berharga apapun yang bisa diambil dari rumah orang sepertiku.
"Wah rumahmu ada dipelosok ternyata".
Aku hanya diam memandang pemandangan hijau yang ada di luar kaca mobil,
Perjalanan yang cukup lama untuk diisi dalam kesenyapan.
"Kenapa kau menolongku?"
"Kita ini sesama rekan satu pekerjaan. Saat ini kamulah yang membutuhkan pertolongan. Namun suatu saat nanti bisa jadi akulah yang dalam keadaan membutuhkannya. Pada saat itu terjadi, aku juga ingin ada yang menolongku". Ucapnya sambil tersenyum.
Masuk akal. Bagaimanapun kerasnya, kejamnya kehidupan kita. Kita selalu berharap ada orang yang bisa menjaga keadaan diri kita.
"Kenapa kamu masuk ke arena?" tanya orang itu.
"Oh iya, kita belum saling memperkenalkan diri. Saya Alexander panggil saja Alex."
"Saya Tohir".
"Saya bekas napi. Kamu juga pasti tahu Lex. Orang seperti saya ini tidak ada yang mau menerima bekerja. Mereka takut kepada orang semacam saya, yang sudah pernah berbuat kejahatan. Tidak menutup kemungkinan, saya akan melakukannya lagi. Sekali nama baik tercoreng, akan sangat sulit untuk memulihkannya."
"Aku juga dapat info dari perkumpulan sesama napi. Kebetulan dulu aku adalah jago kandang waktu di lapas. Jadi aku menaruh harapan pada pekerjaan ini."
"Kamu tahu resikonya bukan?. Ini pekerjaan ilegal yang tidak menjamin nyawa para petarungnya. Kalau sampai ada apa-apa sama kita. Mau apa?. Mereka punya beking, punya uang, punya kuasa. Mereka bahkan tak segan-segan mencabut nyawa seseorang yang disinyalir membocorkan kegiatan mereka."
"Anggap saja ini tiket sekali jalan. Kalau berhasil aku bisa hidup enak. Kalau gagal dan ternyata aku "lewat" ya aku juga tidak perlu lagi memikirkan urusan duniawi ini."
"Kamu itu hanya punya satu nyawa. Mau kau buang begitu saja?."
"Kamu sendiri ngapain ikut arena?. Demi uang jugakan?."
"Iya, samalah motifnya sepertimu. Tapi aku punya kemampuan. Aku punya skill dan aku yakin terhadap kondisi fisikku. Daripada main aman menjadi Sekuriti yang gajinya juga pasti habis untuk kebutuhan. Mending gini. Aku bisa bayar hutang dan menabung."
"Kita mampir kerumahmu sebentar untuk mengambil barang kebutuhan milikmu seperti pakaian dan sejenisnya. Habis itu kita jalan ke sangkal putung langgananku. Tulangmu pasti ada yang patah. Percayalah, tempat yang kurekomendasikan ini menyembuhkan luka tubuh lebih cepat daripada rumah sakit. Bahkan dengan harga yang jauh lebih murah bila dibandingkan dengan biaya rumah sakit yang mencekik leher. Kondisi badan kita harus segera fit agar bisa kembali bekerja."
Aku hanya diam, menurut saja. Aku hanya bisa percaya kepadanya sekarang.
Tak terasa perjalanan mereka sudah sampai pada tujuan. Sebuah desa yang asri. Kala itu pagi telah menyingsing. Mentari mulai menampakkan sinarnya.
Mereka turun dari mobil Jeep milik Alex tepat dihalaman sebuah rumah.
Seorang gadis kecil keluar dari rumah tersebut.
"Mas Tohir sudah pulang". Dia senang seraya memeluk Tohir.
Alex hanya bisa melotot memandangi peristiwa tersebut.
"Sudah mandi belum?. Sudah sana buruan siap-siap berangakat sekolah." Gadis kecil itu menurut dan kembali masuk kedalam.
"Gila kamu Hir!. Ternyata kau punya tanggungan. Kau masih punya orangtua juga?!.
"Aku hanya hidup sendiri bersama adikku itu yang masih SMP."
"Kalau ada apa-apa sama kamu. Bagaimana nasib adikmu itu?."
"Aku sudah ada rencana untuk itu. Sudah aku peringatkan dia bila aku sampai tiga hari tidak pulang. Dia kusuruh pergi ke panti asuhan yang ada di dekat sini."
"Apa sampai disitu tanggungjawabmu sebagai seorang kakak."
Kau mulai cerewet ya Lex. Kalau bukan karena terpaksa, aku juga tak akan masuk ke arena!. Keadaanlah yang menuntunku masuk kesana. Sekarang mau apa lagi?!. Jual narkoba atau ngerampok?!. Nunggu ditangkap?.?
"Yang aneh justru kamu. Orang baik dengan tingkat kepedulian tinggi sepertimu kenapa bisa ada di tempat seperti itu?."
"Aku hanya ingin uang cepat. Namun tidak merugikan orang lain. Itu tempat yang kurasa cocok bagiku. Hanya cukup melumpuhkan. Tak perlu sampai membunuhnya. Sekalipun membunuh lawan, secara tidak tertulis juga diperbolehkan. Yang terpenting hanyalah simpan rapat-rapat tentang tempat ini atau kita semua sudah tahu akibatnya".
"Kenapa masuk arena?. Tidak kau gunakan saja lebih dahulu keahlian yang kamu dapatkan dari Lapas?"
"Nih anak sudah dibilangin-kan?"
"Buka usaha sendiri?"
"Gak ada modalnya Alex!. Ini kalo sudah dapat modal dari arena juga aku bakalan keluar dan ndiriin usaha sendiri".
"Mau keluar dari arena?. Kau sudah tahu peraturannya bukan?. Sekali masuk, kau tidak akan bisa keluar".
Jurus mengerikan berupa Layer
Diposting oleh
tutorial
21.27
Didepanku tergeletak sesosok tubuh yang gagah, archenemy kaum kami. Kenyataan yang diremehkan keberadaannya oleh banyak Angkara.
Sosok pejuang yang pantang menyerah, sudah memerangi kaum kami sejak ratusan tahun yang lalu. Sesosok makhluk mitos sakti yang konon sudah melindungi kota ini sejak ratusan tahun yang lalu. Haruskah aku memanggilnya mbah?.
Tahun lalu.
Seorang Angkara datang kepadaku. Ia membawa informasi keberadaan sosok dirimu. Laporan yang bahkan diabaikan oleh pimpinannya sendiri karena dianggap mengada-ada. Ia mengatakan kau sangatlah kuat, kalau saja kau tidak melepaskannya waktu itu, entah apa yang membuatmu melakukannya. Ia pasti bernasib sama dengan rekannya yang saat itu dinyatakan "menghilang dalam tugas". Pasti kaulah yang sudah membereskannya.
Kami adalah kaum abadi, dengan mengambil perjanjian ini maka kami tidak akan menua dan tidak akan bisa terkena penyakit. Dengan kata lain waktu kami sudah berhenti. Tubuh kami menjadi kuat dengan regenerasi yang mengagumkan. Tidak ada satupun senjata yang bisa mencabut nyawa kami. Tapi tak ada yang menyangka, kehidupan abadi kami ternyata tidaklah benar-benar abadi. Makhluk didepanku ini adalah malaikat maut bagi kaum Angkara. Dirinya setara dengan senjata pusaka, yang mempunyai kemampuan yang tidak biasa.
Aku menyuruh para Angkara bawahanku untuk memindahkannya kesini dengan hati-hati. Saat ini ia tertidur dengan lelapnya.
Dalam pertemuan pertama kita, aku bisa menilai beberapa hal dari dirimu. Kau ternyata bisa menyerupai wujud manusia, tidak menutup kemungkinan kau juga hidup diantara mereka. Kau kuat, yah sangat kuat. Aku bisa merasakan hembusan angin kuat akibat seranganmu kepadaku. Itu hanya hembusannya, entah kerusakan separah apa yang terjadi kepadaku bila aku sampai terkena seranganmu itu. Aku mengatakan kalimat provokatif menggunakan suara Ultrasonik. Diluar dugaan, kau menjawabku. Berarti kau bisa mendengarnya?. Frekuensi yang bahkan para manusia dan angkara sepertiku tidak bisa mendengarnya. Sungguh luar biasa, bagaimana kau bisa membaur dan bertahan dengan suara sebising itu?. Untung saja aku selalu mengasah reflek, kecepatan dan kemampuanku untuk melarikan diri juga bersembunyi. Kemampuan yang bisa kubanggakan. Hehehe.
Aku bukanlah Angkara dengan daya tempur yang tinggi. Posisiku sekarang bisa aku raih karena aku adalah seorang Strategist/ahli siasat yang mempunyai kecerdasan dan pemikiran yang luas. Itulah yang membuatku sedikit berbeda dengan jenisku pada umumnya.
Siasat. Itulah yang menjadi dasar serangan kejutanku untuk menyergapmu. Para angkara yang sudah aku latih dan persiapkan bukanlah yang terkuat dari segi serangan, namun mereka adalah yang terbaik dalam kekuatan pertahanan. Aku juga menggunakan gelombang hipnotis. Frekuensi yang bisa memanipulasi gelombang Beta, Alpha, Theta, Delta dan Gamma dalam alam pikiranmu. Dengan kelebihanmu itu, menerapkannya kepadamu menjadi lebih mudah. Semua kombinasi yang sudah aku persiapkan secara masak-masak di hari H ini. Hari dimana kau mengetahui kapan kami akan berkumpul mengadakan rapat perencanaan berdasarkan database yang kau copy tempo hari. Aku langsung mengambil inisiatif, begitu tahu seseorang melakukan serangan ke markas rahasia. Sebagai seorang ahli siasat. Saat menghadapi sesuatu, minimal kau harus bisa berpikir lima langkah kedepan. Dan saat ini semuanya berjalan seperti yang sudah direncanakan.
Aku sudah melakukan riset terhadap keberadaanmu. Aku mengira-ngira, apakah kau adalah sosok itu. Sang penjaga Kota. Aku menemukan bahwa kau sudah ada ratusan tahun yang lalu. Bahkan sebelum kota ini ditetapkan namanya, sebelum dipimpin oleh wali kota pertamanya. Binatang yang memiliki tiga bagian tubuh hewan yang berbeda. Berkaki empat serupa Kambing gembel, berleher jenjang mirip Unta dan bertampang garang layaknya Naga. Namun yang kutemui ini wujudnya serupa manusia walaupun dengan ciri khas yang sama. Pasti dalam kehidupan ini, ia juga berbaur dengan masyarakat lokal, dan menjadi bagian dari mereka.
Andaikan aku bukanlah Angkara, aku pasti akan mengagumimu. Tidak, aku tidak bisa berbohong mengenai hal ini. Sekalipun aku adalah Angkara, aku benar-benar kagum padamu.
Aku tidak tahu apa yang saat ini kau mimpikan. Tapi biarkan aku menebaknya. Utopia dimana semua orang hidup bahagia. Tak ada satupun dari kami para Angkara yang bercokol disana. Keadilan sosial berjalan sebagaimana mestinya, tidak ada kemiskinan, tidak ada kejahatan. Setiap orang adalah orang baik yang peduli terhadap lingkungan dan sesamanya. Indonesia menjadi negara maju. Yah sejenis itulah.
Tidurlah wahai pejuang. Biarkan kami melakukan tugas kami untuk membawa manusia kepada kesesatan. Jangan ganggu kehidupan kami yang ingin puas menikmati dunia ini.
Pintu otomatis terbuka. Dua makhluk dalam wujud manusia berpakaian parlente masuk ke dalam ruangan. Mereka sama-sama mengenakan setelan jas berwarna hitam dengan dasi merah. Keduanya ada bersamaku menyaksikan pertempuran barusan. Keduanya adalah 2 dari 4 pimpinan Angkara Kota. Mereka masing-masing memegang wilayah bagian timur dan utara. Aku juga pemimpin baru di kota ini. Diserahi memegang wilayah barat. Satu orang lagi tidak menampakkan diri dalam pertemuan ini. Sungguh berani ia, menyepelekan rencana ini. Untungnya tanpa kehadirannya sekalipun, rencana tetap berjalan dengan mulus. Konon pimpinan yang absen ini adalah Angkara senior yang sudah memegang wilayah selatan jauh sebelum kami lahir. Entah berapa umurnya sekarang. Sekalipun kedudukanku setara dengan mereka. Dalam hal komando akulah yang diberi kekuasaan atas mereka. Privilege, hak istimewa orang pintar.
"Kenapa tidak kita bunuh saja langsung. Dalam keadaannya yang tidak berdaya ini."
"Buang jauh pikiranmu itu. Kau pasti tahu kenapa aku sampai merencanakan hal ini." ucapku.
"Tidak diragukan lagi. Ia memang sakti. Tapi apa iya dia juga mempunyai sembilan nyawa layaknya kucing?."
"Jika kita melukainya. Hendak membunuhnya. Apakah selagi kita melakukannya ia bisa terbangun?. Atau apakah bila sampai hal itu terjadi, kita berhasil membunuhnya, akankah jasadnya menghilang dan dirinya lahir kembali di tempat lain dan menjadi semakin kuat?. Tanya seorang lainnya."
"Kemungkinan itu bisa terjadi. Seperti yang kalian lihat, ia sangatlah kuat. Aku tidak mau mengambil resiko yang tidak perlu. Kita sudah cukup kehilangan banyak. Membuatnya terlelap dalam tidur abadi adalah opsi terbaik. Menyegelnya untuk selamanya."
"Sampai kapan ia akan tertidur?."
"Jurusku ini terdiri dari tiga layer/lapisan. Saat ia mencoba sadar dari layer pertama, ia akan memasuki layer kedua, dunia yang sama. Sampai disini itu seharusnya sudah cukup membuatnya mengira ia sudah berada di alam nyata dan apa yang dialaminya memanglah kenyataan. Dan apabila layer kedua ini masih tidak bisa meyakinkannya dan ia masih berusaha tersadar. Ada layer ketiga yang seharusnya akan membuatnya benar-benar yakin bahwa dunia utopia yang ada dihadapannya saat ini adalah nyata. Pertarungan berat sebelumnya hanyalah mimpi buruk, kejadian yang sudah berlalu."
"Tapi walaupun dengan layer berangkap-rangkap apakah tidak ada kemungkinan untuk lepas dari sana?."
Aku tertawa. "Kau meragukan kejeniusanku ini?.
Tidak mungkin, tidak ada satupun yang pernah berhasil lolos dari jurus pamungkasku ini. Tidak..
Tidak sebagai manusia."
Aku bergidik ngeri.
Sosok pejuang yang pantang menyerah, sudah memerangi kaum kami sejak ratusan tahun yang lalu. Sesosok makhluk mitos sakti yang konon sudah melindungi kota ini sejak ratusan tahun yang lalu. Haruskah aku memanggilnya mbah?.
Tahun lalu.
Seorang Angkara datang kepadaku. Ia membawa informasi keberadaan sosok dirimu. Laporan yang bahkan diabaikan oleh pimpinannya sendiri karena dianggap mengada-ada. Ia mengatakan kau sangatlah kuat, kalau saja kau tidak melepaskannya waktu itu, entah apa yang membuatmu melakukannya. Ia pasti bernasib sama dengan rekannya yang saat itu dinyatakan "menghilang dalam tugas". Pasti kaulah yang sudah membereskannya.
Kami adalah kaum abadi, dengan mengambil perjanjian ini maka kami tidak akan menua dan tidak akan bisa terkena penyakit. Dengan kata lain waktu kami sudah berhenti. Tubuh kami menjadi kuat dengan regenerasi yang mengagumkan. Tidak ada satupun senjata yang bisa mencabut nyawa kami. Tapi tak ada yang menyangka, kehidupan abadi kami ternyata tidaklah benar-benar abadi. Makhluk didepanku ini adalah malaikat maut bagi kaum Angkara. Dirinya setara dengan senjata pusaka, yang mempunyai kemampuan yang tidak biasa.
Aku menyuruh para Angkara bawahanku untuk memindahkannya kesini dengan hati-hati. Saat ini ia tertidur dengan lelapnya.
Dalam pertemuan pertama kita, aku bisa menilai beberapa hal dari dirimu. Kau ternyata bisa menyerupai wujud manusia, tidak menutup kemungkinan kau juga hidup diantara mereka. Kau kuat, yah sangat kuat. Aku bisa merasakan hembusan angin kuat akibat seranganmu kepadaku. Itu hanya hembusannya, entah kerusakan separah apa yang terjadi kepadaku bila aku sampai terkena seranganmu itu. Aku mengatakan kalimat provokatif menggunakan suara Ultrasonik. Diluar dugaan, kau menjawabku. Berarti kau bisa mendengarnya?. Frekuensi yang bahkan para manusia dan angkara sepertiku tidak bisa mendengarnya. Sungguh luar biasa, bagaimana kau bisa membaur dan bertahan dengan suara sebising itu?. Untung saja aku selalu mengasah reflek, kecepatan dan kemampuanku untuk melarikan diri juga bersembunyi. Kemampuan yang bisa kubanggakan. Hehehe.
Aku bukanlah Angkara dengan daya tempur yang tinggi. Posisiku sekarang bisa aku raih karena aku adalah seorang Strategist/ahli siasat yang mempunyai kecerdasan dan pemikiran yang luas. Itulah yang membuatku sedikit berbeda dengan jenisku pada umumnya.
Siasat. Itulah yang menjadi dasar serangan kejutanku untuk menyergapmu. Para angkara yang sudah aku latih dan persiapkan bukanlah yang terkuat dari segi serangan, namun mereka adalah yang terbaik dalam kekuatan pertahanan. Aku juga menggunakan gelombang hipnotis. Frekuensi yang bisa memanipulasi gelombang Beta, Alpha, Theta, Delta dan Gamma dalam alam pikiranmu. Dengan kelebihanmu itu, menerapkannya kepadamu menjadi lebih mudah. Semua kombinasi yang sudah aku persiapkan secara masak-masak di hari H ini. Hari dimana kau mengetahui kapan kami akan berkumpul mengadakan rapat perencanaan berdasarkan database yang kau copy tempo hari. Aku langsung mengambil inisiatif, begitu tahu seseorang melakukan serangan ke markas rahasia. Sebagai seorang ahli siasat. Saat menghadapi sesuatu, minimal kau harus bisa berpikir lima langkah kedepan. Dan saat ini semuanya berjalan seperti yang sudah direncanakan.
Aku sudah melakukan riset terhadap keberadaanmu. Aku mengira-ngira, apakah kau adalah sosok itu. Sang penjaga Kota. Aku menemukan bahwa kau sudah ada ratusan tahun yang lalu. Bahkan sebelum kota ini ditetapkan namanya, sebelum dipimpin oleh wali kota pertamanya. Binatang yang memiliki tiga bagian tubuh hewan yang berbeda. Berkaki empat serupa Kambing gembel, berleher jenjang mirip Unta dan bertampang garang layaknya Naga. Namun yang kutemui ini wujudnya serupa manusia walaupun dengan ciri khas yang sama. Pasti dalam kehidupan ini, ia juga berbaur dengan masyarakat lokal, dan menjadi bagian dari mereka.
Andaikan aku bukanlah Angkara, aku pasti akan mengagumimu. Tidak, aku tidak bisa berbohong mengenai hal ini. Sekalipun aku adalah Angkara, aku benar-benar kagum padamu.
Aku tidak tahu apa yang saat ini kau mimpikan. Tapi biarkan aku menebaknya. Utopia dimana semua orang hidup bahagia. Tak ada satupun dari kami para Angkara yang bercokol disana. Keadilan sosial berjalan sebagaimana mestinya, tidak ada kemiskinan, tidak ada kejahatan. Setiap orang adalah orang baik yang peduli terhadap lingkungan dan sesamanya. Indonesia menjadi negara maju. Yah sejenis itulah.
Tidurlah wahai pejuang. Biarkan kami melakukan tugas kami untuk membawa manusia kepada kesesatan. Jangan ganggu kehidupan kami yang ingin puas menikmati dunia ini.
Pintu otomatis terbuka. Dua makhluk dalam wujud manusia berpakaian parlente masuk ke dalam ruangan. Mereka sama-sama mengenakan setelan jas berwarna hitam dengan dasi merah. Keduanya ada bersamaku menyaksikan pertempuran barusan. Keduanya adalah 2 dari 4 pimpinan Angkara Kota. Mereka masing-masing memegang wilayah bagian timur dan utara. Aku juga pemimpin baru di kota ini. Diserahi memegang wilayah barat. Satu orang lagi tidak menampakkan diri dalam pertemuan ini. Sungguh berani ia, menyepelekan rencana ini. Untungnya tanpa kehadirannya sekalipun, rencana tetap berjalan dengan mulus. Konon pimpinan yang absen ini adalah Angkara senior yang sudah memegang wilayah selatan jauh sebelum kami lahir. Entah berapa umurnya sekarang. Sekalipun kedudukanku setara dengan mereka. Dalam hal komando akulah yang diberi kekuasaan atas mereka. Privilege, hak istimewa orang pintar.
"Kenapa tidak kita bunuh saja langsung. Dalam keadaannya yang tidak berdaya ini."
"Buang jauh pikiranmu itu. Kau pasti tahu kenapa aku sampai merencanakan hal ini." ucapku.
"Tidak diragukan lagi. Ia memang sakti. Tapi apa iya dia juga mempunyai sembilan nyawa layaknya kucing?."
"Jika kita melukainya. Hendak membunuhnya. Apakah selagi kita melakukannya ia bisa terbangun?. Atau apakah bila sampai hal itu terjadi, kita berhasil membunuhnya, akankah jasadnya menghilang dan dirinya lahir kembali di tempat lain dan menjadi semakin kuat?. Tanya seorang lainnya."
"Kemungkinan itu bisa terjadi. Seperti yang kalian lihat, ia sangatlah kuat. Aku tidak mau mengambil resiko yang tidak perlu. Kita sudah cukup kehilangan banyak. Membuatnya terlelap dalam tidur abadi adalah opsi terbaik. Menyegelnya untuk selamanya."
"Sampai kapan ia akan tertidur?."
"Jurusku ini terdiri dari tiga layer/lapisan. Saat ia mencoba sadar dari layer pertama, ia akan memasuki layer kedua, dunia yang sama. Sampai disini itu seharusnya sudah cukup membuatnya mengira ia sudah berada di alam nyata dan apa yang dialaminya memanglah kenyataan. Dan apabila layer kedua ini masih tidak bisa meyakinkannya dan ia masih berusaha tersadar. Ada layer ketiga yang seharusnya akan membuatnya benar-benar yakin bahwa dunia utopia yang ada dihadapannya saat ini adalah nyata. Pertarungan berat sebelumnya hanyalah mimpi buruk, kejadian yang sudah berlalu."
"Tapi walaupun dengan layer berangkap-rangkap apakah tidak ada kemungkinan untuk lepas dari sana?."
Aku tertawa. "Kau meragukan kejeniusanku ini?.
Tidak mungkin, tidak ada satupun yang pernah berhasil lolos dari jurus pamungkasku ini. Tidak..
Tidak sebagai manusia."
Aku bergidik ngeri.
Terperangkap
Diposting oleh
tutorial
21.12
Ruangan ini tiba-tiba menyala dengan terangnya.
Penyergapan.
Kupersembahkan. Ini adalah archenemy kaum kita!.
Dan saat ini kita akan menumpasnya untuk selamanya!.
Enam Angkara muncul dihadapanku, belum termasuk tiga Angkara yang menyaksikan dari atas sana. Sang Boss Angkara. Termasuk Dema.
Jangan berebut. Kalian sudah tahu rencananya bukan?. lanjutnya.
Level tiga. Begitulah aku menyebut tiga diantara mereka berenam. Tampilan mengkilat pada tubuh mereka membedakan penampilan mereka dari para Angkara level dua yang sering kuhadapi sebelumnya. Yang saat ini mendampingi mereka. Aku tak menyangka jumlahnya bisa ada sebanyak ini. Apa mereka semua ini adalah perbantuan dari luar?.
Menghadapi satu saja begitu sulit. Ini aku harus berhadapan dengan mereka sekaligus. Rasanya tidak mungkin.
Biar aku perkenalkan mereka kepadamu.
Seharusnya kau merasa terhormat karena ini sebagai pembuktian bahwa kami sama sekali tidak meremehkanmu.
"All out attack. Kami mengerahkan para prajurit terbaik kami untuk menghadapimu."
'Ini terlalu berlebihan untukku.'
Dalam sekejap mata, mereka sudah mengepungku, melakukan serangan demi serangan secara bergantian. Sudah bukan waktunya untuk menghemat energi. Saat ada suatu celah, segera aku masukkan serangan terkuatku. Slash!. Dua cakaran kuat milikku berhasil menghantam seorang Angkara lv 2. Ia jatuh mengaduh tapi itu belum cukup untuk melenyapkannya. Kurasa memang benar. Mereka yang ada disini adalah petarung pilihan. Tidak bisa. Jumlah mereka terlalu banyak. Saat aku fokus untuk menghajar mereka yang sudah terluka, selalu saja ada satu diantara mereka yang melindunginya dan menggantikan posisinya. Aku tak bisa mendaratkan serangan akhir. Saling melindungi. Apa mereka sudah berlatih demi hari ini?. Jadi inilah yang dirasakan oleh monster dalam kepungan para Super Sentai/Power Rangger. Hanya saja Sentai/Rangger yang mereka hadapi ini secara perorangan kekuatannya setara dengan diri mereka. Sungguh tidak berimbang.
Mereka terus mengepungku, tidak memberikanku celah untuk melarikan diri. Aku benar-benar salah mengambil keputusan. Aku sudah masuk perangkap. Benar-benar kecerobohan. Aku tak bisa menjebol tembok untuk keluar. Bagaimana caranya melarikan diri dari ruang bawah tanah?. Nyawaku diujung tanduk. Saat ini aku benar-benar berharap bisa keluar dari sini, walaupun kegelapan yang akan menggantikanku untuk bertempur. Tapi kenapa itu tidak terjadi?. Apakah ini yang dinamakan keputusasaan?.
Aku hanya bisa lebih banyak melakukan pertahanan daripada menyerang balik. Entah sudah berapa lama ini berlangsung. Mereka yang mengepungku sudah terlihat kelelahan. Harusnya aku yang lebih lelah. Tak ada cara lain yang bisa terpikirkan olehku. Aku akan menerjang diantara mereka yang terlemah untuk melarikan diri. Pergi keruang berikutnya dan bersembunyi. Langkah selanjutnya biar aku pikirkan nanti. Hanya inilah satu-satunya cara agar selamat dari kepungan ini.
Aku hentakkan kakiku untuk melompat kedepan, kearah seorang Angkara lv 2. Menabraknya, lalu mencengkramnya dan memutar tubuhku 180 derajat menyerupai gasing dan melemparkannya ke arah dua Angkara didekatnya. Mereka bertabrakan dan terjatuh. Kuharap itu memberikanku cukup waktu untuk memanjangkan jarak diantara kami. Aku bergegas untuk lari.
Tiba-tiba Dema turun dari langit dan menghadangku, ia masuk ke dalam arena pertempuran.
Ia mengangkat telapak tangannya kearahku. Terlihat olehku gambaran spiral menyerang penglihatanku. Membuat ku semakin pusing. Aku coba bertahan.
Dua Angkara sudah sampai dibelakangku, mereka segera mengunci kedua tanganku.
Tidak bisa aku, aku tidak boleh terpedaya oleh serangannya ini. Aku paksakan untuk membuka kedua mataku.
Aku hempaskan kedua angkara yang mengunci kedua tanganku dengan sekuat tenaga.
Gelombang resonansi bunyi yang sedari awal aku dengar saat masuk kesini semakin kuat mendengung di telingaku. Efeknya semakin menguasaiku. Jangan-jangan ini juga bagian dari serangannya yang sudah ia rencanakan kepadaku. Aku merasa pusing.
'Ultimate Illusion'
Dema sudah sampai didepanku dan menyentuhkan jari telunjuknya ke dahiku.
Rasa pusing yang kualami barusan tergantikan oleh sesuatu yang lain. Aku merasa sangat relax. Keadaan yang begitu nyaman.
Sepertinya aku terlalu lelah. Tenagaku sudah terkuras terlalu banyak. Aku tak lagi kuasa untuk menolak keadaan ini. Aku hanya bisa pasrah.
Semuanya menjadi gelap...
***
Kurasakan sebuah sentuhan halus membelai wajahku. Dilanjutkan dengan sentuhan lembut yang menyibakkan rambut di dahiku. Perlahan akupun membuka mataku.
Untuk pertama kalinya aku bisa melihat kembali wajah manismu dengan begitu dekat. Terlalu dekat. Aku mengerjap takjub. Sangat indah, lebih indah dari yang pernah kuingat. Aku serasa terhipnotis oleh keindahan ini. Tanpa sadar, aku kembali terjatuh ke dalam pesonamu.
'Tunggu dulu!'
Aku tersentak bangun dan menjauh darinya begitu sadar akan keadaan ini.
"Waaa!"
"Kenapa tidak memakai jilbab?!. Kenapa memakai gaun tidur?!."
"Dimana ini?! Kenapa kita ada disini?! Apa yang sudah kita lakukan?!" Nyaris terjatuh dari pojokan ranjang.
"Sttt. Pelan-pelan mas, ini masih belum pagi. Surya dan Dewi bisa bangun. Mas mimpi buruk?."
Perempuan didepanku ini meletakkan jari telunjuknya didepan bibir mungil miliknya.
'Surya dan Dewi? siapa mereka?'. Aku arahkan pandanganku ke seorang anak laki-laki mungil yang tertidur diantara kami berdua. Aku alihkan pandanganku ke seberang, tepat dibelakang Zara ada sebuah box bayi berwarna putih dengan tubuh mungil didalamnya.
Aku menatap Zara meminta penjelasan.
"Sebentar lagi Subuh. Aku hanya ingin membangunkan imamku yang sepertinya terlalu lelap tertidur" ucapnya sambil tersenyum manis.
Aku tahu ini semua hanyalah ilusi. Aku tahu itu.
Meski tahu ini semua hanyalah ilusi. Bagaimana bisa aku menghancurkannya demi keluar dari sini?.
Mempunyai istri impianku juga mempunyai dua orang anak, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Begitu sempurna. Itu semua adalah kebahagiaan yang kuinginkan.
Aku tahu ini semua hanyalah ilusi. Meski begitu, aku merasa sangat bahagia.
Penyergapan.
Kupersembahkan. Ini adalah archenemy kaum kita!.
Dan saat ini kita akan menumpasnya untuk selamanya!.
Enam Angkara muncul dihadapanku, belum termasuk tiga Angkara yang menyaksikan dari atas sana. Sang Boss Angkara. Termasuk Dema.
Jangan berebut. Kalian sudah tahu rencananya bukan?. lanjutnya.
Level tiga. Begitulah aku menyebut tiga diantara mereka berenam. Tampilan mengkilat pada tubuh mereka membedakan penampilan mereka dari para Angkara level dua yang sering kuhadapi sebelumnya. Yang saat ini mendampingi mereka. Aku tak menyangka jumlahnya bisa ada sebanyak ini. Apa mereka semua ini adalah perbantuan dari luar?.
Menghadapi satu saja begitu sulit. Ini aku harus berhadapan dengan mereka sekaligus. Rasanya tidak mungkin.
Biar aku perkenalkan mereka kepadamu.
Seharusnya kau merasa terhormat karena ini sebagai pembuktian bahwa kami sama sekali tidak meremehkanmu.
"All out attack. Kami mengerahkan para prajurit terbaik kami untuk menghadapimu."
'Ini terlalu berlebihan untukku.'
Dalam sekejap mata, mereka sudah mengepungku, melakukan serangan demi serangan secara bergantian. Sudah bukan waktunya untuk menghemat energi. Saat ada suatu celah, segera aku masukkan serangan terkuatku. Slash!. Dua cakaran kuat milikku berhasil menghantam seorang Angkara lv 2. Ia jatuh mengaduh tapi itu belum cukup untuk melenyapkannya. Kurasa memang benar. Mereka yang ada disini adalah petarung pilihan. Tidak bisa. Jumlah mereka terlalu banyak. Saat aku fokus untuk menghajar mereka yang sudah terluka, selalu saja ada satu diantara mereka yang melindunginya dan menggantikan posisinya. Aku tak bisa mendaratkan serangan akhir. Saling melindungi. Apa mereka sudah berlatih demi hari ini?. Jadi inilah yang dirasakan oleh monster dalam kepungan para Super Sentai/Power Rangger. Hanya saja Sentai/Rangger yang mereka hadapi ini secara perorangan kekuatannya setara dengan diri mereka. Sungguh tidak berimbang.
Mereka terus mengepungku, tidak memberikanku celah untuk melarikan diri. Aku benar-benar salah mengambil keputusan. Aku sudah masuk perangkap. Benar-benar kecerobohan. Aku tak bisa menjebol tembok untuk keluar. Bagaimana caranya melarikan diri dari ruang bawah tanah?. Nyawaku diujung tanduk. Saat ini aku benar-benar berharap bisa keluar dari sini, walaupun kegelapan yang akan menggantikanku untuk bertempur. Tapi kenapa itu tidak terjadi?. Apakah ini yang dinamakan keputusasaan?.
Aku hanya bisa lebih banyak melakukan pertahanan daripada menyerang balik. Entah sudah berapa lama ini berlangsung. Mereka yang mengepungku sudah terlihat kelelahan. Harusnya aku yang lebih lelah. Tak ada cara lain yang bisa terpikirkan olehku. Aku akan menerjang diantara mereka yang terlemah untuk melarikan diri. Pergi keruang berikutnya dan bersembunyi. Langkah selanjutnya biar aku pikirkan nanti. Hanya inilah satu-satunya cara agar selamat dari kepungan ini.
Aku hentakkan kakiku untuk melompat kedepan, kearah seorang Angkara lv 2. Menabraknya, lalu mencengkramnya dan memutar tubuhku 180 derajat menyerupai gasing dan melemparkannya ke arah dua Angkara didekatnya. Mereka bertabrakan dan terjatuh. Kuharap itu memberikanku cukup waktu untuk memanjangkan jarak diantara kami. Aku bergegas untuk lari.
Tiba-tiba Dema turun dari langit dan menghadangku, ia masuk ke dalam arena pertempuran.
Ia mengangkat telapak tangannya kearahku. Terlihat olehku gambaran spiral menyerang penglihatanku. Membuat ku semakin pusing. Aku coba bertahan.
Dua Angkara sudah sampai dibelakangku, mereka segera mengunci kedua tanganku.
Tidak bisa aku, aku tidak boleh terpedaya oleh serangannya ini. Aku paksakan untuk membuka kedua mataku.
Aku hempaskan kedua angkara yang mengunci kedua tanganku dengan sekuat tenaga.
Gelombang resonansi bunyi yang sedari awal aku dengar saat masuk kesini semakin kuat mendengung di telingaku. Efeknya semakin menguasaiku. Jangan-jangan ini juga bagian dari serangannya yang sudah ia rencanakan kepadaku. Aku merasa pusing.
'Ultimate Illusion'
Dema sudah sampai didepanku dan menyentuhkan jari telunjuknya ke dahiku.
Rasa pusing yang kualami barusan tergantikan oleh sesuatu yang lain. Aku merasa sangat relax. Keadaan yang begitu nyaman.
Sepertinya aku terlalu lelah. Tenagaku sudah terkuras terlalu banyak. Aku tak lagi kuasa untuk menolak keadaan ini. Aku hanya bisa pasrah.
Semuanya menjadi gelap...
***
Kurasakan sebuah sentuhan halus membelai wajahku. Dilanjutkan dengan sentuhan lembut yang menyibakkan rambut di dahiku. Perlahan akupun membuka mataku.
Untuk pertama kalinya aku bisa melihat kembali wajah manismu dengan begitu dekat. Terlalu dekat. Aku mengerjap takjub. Sangat indah, lebih indah dari yang pernah kuingat. Aku serasa terhipnotis oleh keindahan ini. Tanpa sadar, aku kembali terjatuh ke dalam pesonamu.
'Tunggu dulu!'
Aku tersentak bangun dan menjauh darinya begitu sadar akan keadaan ini.
"Waaa!"
"Kenapa tidak memakai jilbab?!. Kenapa memakai gaun tidur?!."
"Dimana ini?! Kenapa kita ada disini?! Apa yang sudah kita lakukan?!" Nyaris terjatuh dari pojokan ranjang.
"Sttt. Pelan-pelan mas, ini masih belum pagi. Surya dan Dewi bisa bangun. Mas mimpi buruk?."
Perempuan didepanku ini meletakkan jari telunjuknya didepan bibir mungil miliknya.
'Surya dan Dewi? siapa mereka?'. Aku arahkan pandanganku ke seorang anak laki-laki mungil yang tertidur diantara kami berdua. Aku alihkan pandanganku ke seberang, tepat dibelakang Zara ada sebuah box bayi berwarna putih dengan tubuh mungil didalamnya.
Aku menatap Zara meminta penjelasan.
"Sebentar lagi Subuh. Aku hanya ingin membangunkan imamku yang sepertinya terlalu lelap tertidur" ucapnya sambil tersenyum manis.
Aku tahu ini semua hanyalah ilusi. Aku tahu itu.
Meski tahu ini semua hanyalah ilusi. Bagaimana bisa aku menghancurkannya demi keluar dari sini?.
Mempunyai istri impianku juga mempunyai dua orang anak, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Begitu sempurna. Itu semua adalah kebahagiaan yang kuinginkan.
Aku tahu ini semua hanyalah ilusi. Meski begitu, aku merasa sangat bahagia.
Langganan:
Postingan (Atom)