Terdengar teriakan nyaring yang memekakkan telinga. Aku sangat terkejut akan hal itu.
Segera aku cek CCTV ruang penyegelan yang barusan dalam tahap persiapan. Tubuh itu tidak ada disana. Mungkinkah itu dia?. Tapi apa mungkin?.
Beberapa kali raungan itu terdengar. Setiap kali mendengarnya dadaku menjadi penuh dengan rasa was-was.
Ternyata bukan hanya diriku saja yang merasakan hal itu. Beberapa Angkara anak buah kami yang seharusnya bergegas menuju lokasi terlihat ragu dan menghentikan langkahnya setiap mendengar suara itu. Raungan yang membuat nyali para pendengarnya menjadi ciut. Namun kalau kita dengar dengan lebih seksama. Raungan perang(War Cry)nya ini bukan hanya terdengar seperti raungan kemarahan, namun juga terdapat unsur jeritan kesakitan, juga penuh dengan nada kesedihan.
Tidak mungkin.
Saat ini aku memonitor setiap pergerakan yang ada pada setiap CCTV. Akhirnya aku menemukan sosok asing itu dari CCTV yang ditempatkan tidak jauh dari lorong yang mengarah ke ruang penyegelan. Sosok apa itu?. Itu bukan sosok mbah Warak yang aku lihat sebelumnya. Itu sosok lain. Lalu kemana mbah Warak menghilang?.
Zirah yang dikenakannya bersudut tajam. Wajahnya memang mirip tapi mempunyai surai-surai tajam yang tertarik kebelakang di bagian kepalanya. Empat Angkara level 1 yang menuju kesana sebentar lagi akan berpapasan dengannya. Ya mereka akhirnya bertemu. Apa itu!?. Kenapa gerakan makhluk itu sangat gesit. Apa-apaan ini?. Hanya dalam sekejap mata, semuanya telah dimusnahkan tanpa perlawanan. Mereka yang berpapasan barusan seolah hanya mengantar nyawa.
Aku berbicara melalui speaker.
"Level satu mundur. Musuh terlalu kuat. Ini tugas untuk level dua keatas."
Untung saja pasukan tim gabungan penyergapku yang diketahui paling unggul dalam pertahanan semuanya masih lengkap, masih berada disini. Bukan saatnya melepas lelah lebih lama. Ayo mulai bekerja lagi tim.
"Ada apa ini?. Tanya kedua pimpinan Angkara kota yang barusan memasuki ruang monitoring. Aku masih belum ingat nama keduanya. Bukan saatnya untuk berkenalan kembali.
"Siapa dia?. Penyusupkah" tanya salah seorang diantaranya.
"Aku belum bisa memastikannya" karena aku masih ragu.
Mereka berdua keluar ruangan, sepertinya hendak melihat pertarungan tim dengan sosok tersebut secara langsung.
Tim gabungan bersiap menunggu di aula utama. Tempat sebelumnya mereka bertarung. Sebentar lagi sosok itu akan keluar dari lorong yang ada diseberangnya.
Aku bersama kedua pimpinan kota lainnya kembali menyaksikan di balkon ruangan atas, tempat dimana kita bisa melihat apa yang terjadi di bawah secara leluasa dan aman, karena berada di ketinggian yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan angkara sekalipun.
Jantungku nyaris berhenti setelah melihat sosok tersebut. Kalau dari CCTV kita tidak bisa melihat secara jelas, apalagi CCTV yang digunakan hanya terdiri dari dua warna, hitam dan putih. Sekarang aku menjadi yakin. Itu adalah wujud yang mencerminkan kemarahan. Kemarahan yang tidak biasa. Wujud yang dipenuhi oleh kegelapan. Lebih dari kami. Tapi kenapa wujudnya bisa sangat berubah seperti itu?. Aku menelan ludah. Tentu saja.. aku tak perlu menanyakan hal itu?. Karena sudah ada jawaban yang terlintas di kepalaku. Bagaimana ini?.
"HUWAAAA!!!"
Gerakannya sungguh lincah. Cakarannya penuh dengan tenaga. Ia mengindari kombinasi serangan tim sambil memasukkan serangan secara menggebu-gebu. Tak ragu menyerang siapa yang ada didepannya, yang berusaha melindungi sesama anggota tim dari serangan kritikal. Berbeda dari sebelumnya. Penarik perhatian justru dicabik-cabik tanpa ragu. Satu orang tumbang. Saat hendak melakukan serangan kuat yang seharusnya menjadi serangan pamungkas. Seorang anggota tim sigap menggantikan posisinya untuk menghadang serangan. Sungguh berbeda, kerusakan yang mereka terima lebih parah dari sebelumnya. Saat ini semuanya terkena kerusakan besar secara merata. Hanya dalam waktu yang singkat ini. Mengejutkan, satu angkara langsung terkena serangan fatal. Ia tak selamat. Disusul angkara kedua. Anggota sisanya tidak bisa berbuat banyak, karena mereka juga dalam keadaan genting. Sisa angkara sekarang tinggal empat. Kondisi tubuh mereka sudah dalam keadaan gawat. Bergantian mereka melihat keatas, menengok kearahku seolah meminta bantuan atau saran.
Hal itu disadari oleh lawan. Sklera mata berwarna merah dengan iris berwarna kuning itu mengarah kepadaku yang menyaksikan dari atas sini. Ia menyadari keberadaan kami yang sedang menontonnya. Menatapku dengan tajam. Tubuhku gemetar. Aku mundur selangkah.
Ia berteriak lantang. Kurasakan penuh gelombang kemarahan dengan proporsi yang tidak wajar.
War-Beast mode active/Wujud Binatang Perang aktif.
Tiba-tiba bumi bergoncang. Diluar gedung, petir menyambar-nyambar diiringi dengan suaranya yang menggelegar, memekakkan telinga. Semua itu terjadi dalam radius puluhan kilometer.
Diluar permukaan sana, gempa memang terasa tidak terlalu kuat , jauh dibandingkan dengan getaran di bawah tanah. Namun sudah cukup membuat para penduduk panik, mereka membunyikan kentongan sambil berteriak "Lindu-lindu!, ada Lindu!". Semua penduduk yang ada di dalam ruangan diharapkan keluar untuk mencegah kemungkinan terburuk.
Aku terjatuh dalam keadaan terduduk. Aku.. ingin lari dari sini...
Tubuh Warak berubah membesar menjadi binatang buas berkaki empat dengan leher yang panjang. Zirah ditubuhnya tetap terpasang menyesuaikan bentuk tubuhnya, hanya saja bentuk permukaannya kini berubah menjadi seperti duri, lebih tepatnya mirip dengan bentuk bulu pada pitik walik(Ayam berbulu terbalik). Tinggi tubuhnya kini kurang lebih sama dengan balkon tempatku berada.
Ia mengaum. Raungan perang/war-cry.
Empat anggota tim Angkara didepannya mematung ketakutan.
Makhluk raksasa itu kini mengarahkan pandangan ke bawah, ke arah mereka. Lalu seketika menginjak-injak mereka menggunakan kedua kaki depannya dengan brutal. Memperlakukan mereka Layaknya serangga. Dua tersisa ada barisan belakang. Satu melarikan diri kearah seberang, sedangkan satunya memberanikan diri untuk lompat menyerang kearah kepala sang makhluk. Saat melayang diudara, sang makluk menyambutnya dengan terkaman. Mengunyah-ngunyah tubuhnya sambil bergerak, berlari mengejar satu angkara yang tersisa. Lalu melepehkannya ke tanah dalam keadaan tak berbentuk. Tak berapa lama, mahluk itu melompat tinggi kearah angkara malang yang sedang melarikan diri itu. Mendarat tepat diatas tubuh si angkara, menginjaknya sekuat tenaga.
Tim penyergap telah musnah.
Dua rekanku sesama pimpinan saat ini sudah berubah wujud. Mereka sudah menggenggam pedang masing-masing dan turun dari balkon hendak menyerang binatang raksasa itu. Kepercayaan diri yang tinggi.
Warak raksasa itu menengok kebelakang. Ia berbalik arah ke arah mereka.
Keduanya melesat Salah satunya melompat kearah kepalanya sebagai penarik perhatian. Sedangkan satunya dibawah menyiapkan kuda-kuda untuk serangan lanjutan. Tak diduga, leher panjang itu bergerak kedepan menyeruduk Angkara yang menyerang di udara secara frontal. Angkara yang terkena serudukan tanduk itu terhempas jauh sebelum akhirnya jatuh terpelanting berkali-kali. Kesempatan itu digunakan oleh angkara dibawahnya untuk melesat, menyerang dagu sang mahkluk. Terkena telak. Warak mundur selangkah. Sepertinya serangan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadapnya. Angkara yang baru saja mendarat itu dihujani oleh injakan kaki depan raksasa. Dengan susah payah ia berhasil menghindar. Lalu memutuskan untuk mundur demi mengambil jarak. Warak tidak membiarkannya begitu saja. Seolah sadar, ia tidak mau lawannya mengambil nafas. Melompat ditempat sehingga saat mendarat menimbulkan gempa lokal yang menyebabkan lawannya terhuyung mempertahankan pijakan. Kesempatan itu Warak gunakan untuk memperpendek jarak. Si Angkara memutuskan untuk ikut melesat melakukan serangan saat Warak berlari kearahnya. Ia melompat ke arah kepala Warak. Keduanya saling berbenturan. Tapi tentu saja, tenaga Warak lebih besar sehingga ia berhasil menghempaskan si Angkara kearah dinding hingga membentur tembok dengan sangat keras menyebabkan tubuhnya menancap disana. Belum selesai, Warak berlari melakukan charge, menghantamkan tubuhnya ke dinding dimana Angkara menempel. Zirah dengan ujung kasar itu menggilas tubuh si angkara sampai remuk.
Aku sekarang berada di bawah karena terjatuh dari atas, gara-gara beberapa gempa yang terjadi.
Tubuh rekanku tumbang tak jauh dariku. Warak raksasa itu berjalan mendekat kearahku. Aku yang tak bisa bergerak karena ketakutan. Ia baru saja memusnahkan rekanku yang tergeletak tak berdaya dengan kakinya yang kokoh.
Sekarang ia tepat berada didepanku, mengangkat salah satu kakinya untuk diarahkan kepadaku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).