Didepanku tergeletak sesosok tubuh yang gagah, archenemy kaum kami. Kenyataan yang diremehkan keberadaannya oleh banyak Angkara.
Sosok pejuang yang pantang menyerah, sudah memerangi kaum kami sejak ratusan tahun yang lalu. Sesosok makhluk mitos sakti yang konon sudah melindungi kota ini sejak ratusan tahun yang lalu. Haruskah aku memanggilnya mbah?.
Tahun lalu.
Seorang Angkara datang kepadaku. Ia membawa informasi keberadaan sosok dirimu. Laporan yang bahkan diabaikan oleh pimpinannya sendiri karena dianggap mengada-ada. Ia mengatakan kau sangatlah kuat, kalau saja kau tidak melepaskannya waktu itu, entah apa yang membuatmu melakukannya. Ia pasti bernasib sama dengan rekannya yang saat itu dinyatakan "menghilang dalam tugas". Pasti kaulah yang sudah membereskannya.
Kami adalah kaum abadi, dengan mengambil perjanjian ini maka kami tidak akan menua dan tidak akan bisa terkena penyakit.
Dengan kata lain waktu kami sudah berhenti. Tubuh kami menjadi kuat
dengan regenerasi yang mengagumkan. Tidak ada satupun senjata yang bisa mencabut
nyawa kami. Tapi tak ada yang menyangka, kehidupan abadi kami ternyata
tidaklah benar-benar abadi. Makhluk didepanku ini adalah malaikat maut
bagi kaum Angkara. Dirinya setara dengan senjata pusaka, yang mempunyai kemampuan yang tidak biasa.
Aku menyuruh para Angkara bawahanku untuk memindahkannya kesini dengan hati-hati. Saat ini ia tertidur dengan lelapnya.
Dalam pertemuan pertama kita, aku bisa menilai beberapa hal dari dirimu. Kau ternyata bisa menyerupai wujud manusia, tidak menutup kemungkinan kau juga hidup diantara mereka. Kau kuat, yah sangat kuat. Aku bisa merasakan hembusan angin kuat akibat seranganmu kepadaku. Itu hanya hembusannya, entah kerusakan separah apa yang terjadi kepadaku bila aku sampai terkena seranganmu itu. Aku mengatakan kalimat provokatif menggunakan suara
Ultrasonik. Diluar dugaan, kau menjawabku. Berarti kau bisa mendengarnya?. Frekuensi yang bahkan
para manusia dan angkara sepertiku tidak bisa mendengarnya. Sungguh luar biasa, bagaimana kau bisa membaur dan bertahan dengan suara sebising itu?. Untung saja aku selalu mengasah reflek, kecepatan dan kemampuanku untuk melarikan diri juga bersembunyi. Kemampuan yang bisa kubanggakan. Hehehe.
Aku bukanlah Angkara dengan daya tempur yang tinggi.
Posisiku sekarang bisa aku raih karena aku adalah seorang
Strategist/ahli siasat yang mempunyai kecerdasan dan pemikiran yang luas. Itulah yang
membuatku sedikit berbeda dengan jenisku pada umumnya.
Siasat. Itulah yang menjadi dasar serangan kejutanku untuk menyergapmu. Para angkara yang sudah aku latih dan persiapkan bukanlah yang terkuat dari segi serangan, namun mereka adalah yang terbaik dalam kekuatan pertahanan. Aku juga menggunakan gelombang hipnotis. Frekuensi yang bisa memanipulasi gelombang Beta, Alpha, Theta, Delta dan Gamma dalam alam pikiranmu. Dengan kelebihanmu itu, menerapkannya kepadamu menjadi lebih mudah. Semua kombinasi yang sudah aku persiapkan secara masak-masak di hari H ini. Hari dimana kau mengetahui kapan kami akan berkumpul mengadakan rapat perencanaan berdasarkan database yang kau copy tempo hari. Aku langsung mengambil inisiatif, begitu tahu seseorang melakukan serangan ke markas rahasia. Sebagai seorang ahli siasat. Saat menghadapi sesuatu, minimal kau harus bisa berpikir lima langkah kedepan. Dan saat ini semuanya berjalan seperti yang sudah direncanakan.
Aku sudah melakukan riset terhadap keberadaanmu. Aku mengira-ngira, apakah kau adalah sosok itu. Sang penjaga Kota. Aku menemukan bahwa kau sudah ada ratusan tahun yang lalu. Bahkan sebelum kota ini ditetapkan namanya, sebelum dipimpin oleh wali kota pertamanya. Binatang yang memiliki tiga bagian tubuh hewan yang berbeda. Berkaki empat serupa Kambing gembel, berleher jenjang mirip Unta dan bertampang garang layaknya Naga. Namun yang kutemui ini wujudnya serupa manusia walaupun dengan ciri khas yang sama. Pasti dalam kehidupan ini, ia juga berbaur dengan masyarakat lokal, dan menjadi bagian dari mereka.
Andaikan aku bukanlah Angkara, aku pasti akan mengagumimu. Tidak, aku
tidak bisa berbohong mengenai hal ini. Sekalipun aku adalah Angkara,
aku benar-benar kagum padamu.
Aku tidak tahu apa yang saat ini kau mimpikan. Tapi biarkan aku menebaknya. Utopia dimana semua orang hidup bahagia. Tak ada satupun dari kami para Angkara yang bercokol disana. Keadilan sosial berjalan sebagaimana mestinya, tidak ada kemiskinan, tidak ada kejahatan. Setiap orang adalah orang baik yang peduli terhadap lingkungan dan sesamanya. Indonesia menjadi negara maju. Yah sejenis itulah.
Tidurlah wahai pejuang. Biarkan kami melakukan tugas kami untuk membawa manusia kepada kesesatan. Jangan ganggu kehidupan kami yang ingin puas menikmati dunia ini.
Pintu otomatis terbuka. Dua makhluk dalam wujud manusia berpakaian parlente masuk ke dalam ruangan. Mereka sama-sama mengenakan setelan jas berwarna hitam dengan dasi merah. Keduanya ada bersamaku menyaksikan pertempuran barusan. Keduanya adalah 2 dari 4 pimpinan Angkara Kota. Mereka masing-masing memegang wilayah bagian timur dan utara. Aku juga pemimpin baru di kota ini. Diserahi memegang wilayah barat. Satu orang lagi tidak menampakkan diri dalam pertemuan ini. Sungguh berani ia, menyepelekan rencana ini. Untungnya tanpa kehadirannya sekalipun, rencana tetap berjalan dengan mulus. Konon pimpinan yang absen ini adalah Angkara senior yang sudah memegang wilayah selatan jauh sebelum kami lahir. Entah berapa umurnya sekarang. Sekalipun kedudukanku setara dengan mereka. Dalam hal komando akulah yang diberi kekuasaan atas mereka. Privilege, hak istimewa orang pintar.
"Kenapa tidak kita bunuh saja langsung. Dalam keadaannya yang tidak berdaya ini."
"Buang jauh pikiranmu itu. Kau pasti tahu kenapa aku sampai merencanakan hal ini." ucapku.
"Tidak diragukan lagi. Ia memang sakti. Tapi apa iya dia juga mempunyai sembilan nyawa layaknya kucing?."
"Jika kita melukainya. Hendak membunuhnya. Apakah selagi kita melakukannya ia bisa terbangun?. Atau apakah bila sampai hal itu terjadi, kita berhasil membunuhnya, akankah jasadnya menghilang dan dirinya lahir kembali di tempat lain dan menjadi semakin kuat?. Tanya seorang lainnya."
"Kemungkinan itu bisa terjadi. Seperti yang kalian lihat, ia sangatlah kuat. Aku tidak mau mengambil resiko yang tidak perlu. Kita sudah cukup kehilangan banyak. Membuatnya terlelap dalam tidur abadi adalah opsi terbaik. Menyegelnya untuk selamanya."
"Sampai kapan ia akan tertidur?."
"Jurusku ini terdiri dari tiga layer/lapisan. Saat ia mencoba sadar dari layer pertama, ia akan memasuki layer kedua, dunia yang sama. Sampai disini itu seharusnya sudah cukup membuatnya mengira ia sudah berada di alam nyata dan apa yang dialaminya memanglah kenyataan. Dan apabila layer kedua ini masih tidak bisa meyakinkannya dan ia masih berusaha tersadar. Ada layer ketiga yang seharusnya akan membuatnya benar-benar yakin bahwa dunia utopia yang ada dihadapannya saat ini adalah nyata. Pertarungan berat sebelumnya hanyalah mimpi buruk, kejadian yang sudah berlalu."
"Tapi walaupun dengan layer berangkap-rangkap apakah tidak ada kemungkinan untuk lepas dari sana?."
Aku tertawa. "Kau meragukan kejeniusanku ini?.
Tidak mungkin, tidak ada satupun yang pernah berhasil lolos dari jurus pamungkasku ini. Tidak..
Tidak sebagai manusia."
Aku bergidik ngeri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).