‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un’ begitu aku mendengar suara di seberang telepon yang mengabarkan telah meninggal seorang tetangga lama kami yang sekarang sudah menetap di pemukiman lain.
Aku segera memberi kabar kepada masyarakat kampung. Agar mereka bisa melayat, membantu menguatkan keluarganya dan memberikan penghormatan terakhir. Namun untuk para tetangga yang domisilinya sudah berbeda aku tidak mempunyai nomer kontak dan alamatnya. Database ada pada arsip RT. Segera kukesana untuk menindaklanjuti.
“Cklek” bunyi yang mengartikan telpon seberang telah diangkat.
“Halo Do. Ini dari Graha Indah(nama perumahan tempat kami berada). Sugeharto sudah tidak ada.
“Opo?. Mobil bekas mati!?. Sugeharto mobil bekas mati!?.
“Lambemu-mulutmu” Sugeharto melotot.
“Ini yang nelpon Sugeharto mobil bekas. Sugeharto mobil bekas itu aku, masih hidup!. Yang nelpon kamu ini Sugeharto mobil bekas!.
“Sing mati Sugeharto B!”.
Percakapan akhirnya berakhir dengan situasi Sugeharto masih ngedumel sendiri dengan bibir yang di monyong-monyongkan. Sepertinya dirinya tidak terima dikira sudah mati.
Aku cuma bisa tersenyum akan situasi ini. Hubungan keduanya memang tidak terlalu baik.
Sugeharto memang nama pasaran. Di kampung kami saja ada tiga orang yang mempunyai nama tersebut. Sugeharto A, Sugeharto B, Sugeharto C. Bahkan koruptor kasus pengadaan KTP kemarin saja namanya juga Sugeharto bukan?.
Ini disebabkan kejadian lama berbelas-belas tahun yang lalu yang masih membekas diantara keduanya. Terutama kepada pak Edo orang yang dihubunginya ini.
Waktu masih ABG, masih SMP. Kedua anak mereka pernah berkelahi karena masalah bermain bola. Beni anak dari Sugeharto dan Ferza anak dari Edo. Bukan perkelahian biasa, namun sudah ke tingkat penganiayaan. Sekalipun Ferza sudah berkali-kali meminta ampun. Beni masih terus menghajarnya bahkan menginjak-nginjak mulut Ferza sampai gigi- gigi depannya tanggal. Sedangkan keluarga Sugeharto hanya mengajukan permohonan maaf dan membiayai pengobatan Ferza. Sementara keluarga Ferza adalah keluarga yang sangat mampu. Cacat permanen yang bisa berdampak pada sisi psikologis. Mempengaruhi kepercayaan dirinya pada penampilan. Kejadian tragis itu tentunya membuat pak Edo sekeluarga muntab dan masih menyimpan dendam sampai sekarang. Perang dingin, mungkin itu nama yang tepat. Meskipun saat keduanya bertemu di acara RT masih saling bercakapan. Tapi dalam hatinya masih menyimpan amarah kepada Sugeharto. Kenapa begitu?
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” Itulah yang orang-orang katakan tentang hal ini.
Mereka menyebut Beni beringas dan sejenisnya. Namun Edo tidak serta merta hanya menyalahkan Beni sepenuhnya atas kejadian ini. Sekeluarga menunjuk Sugeharto juga ikut bertanggungjawab sebagai orangtua gagal yang tidak bisa mendidik anaknya.
Tahu nggak. Disaat Sugeharto sibuk mencela dan mengamati anak yatim dari Almarhum tetangga yang didengkinya. Membandingkan penghasilannya anak tersebut dengan dirinya yang sudah tua. “Aku punya mobil, aku punya rumah sendiri. Ujarnya membanggakan diri. Sedangkan dia? Paling UMR Rp 1 jutaan”.
Tanpa sepengetahuannya. Ada orang yang melakukan hal yang sama terhadapnya. “Huh, Beni jadinya cuma sales, sama kayak bapaknya. Buruh. Gaji UMR ditambah bonus. S1-S1 nan. Anakku Ferza sekarang kerja di Jakarta sebagai Direktur Utama perusahaan Finance. Gajinya Tidak kurang dari Rp50juta sebulan ucapnya sambil berbangga diri.
Aku hanya bisa tersenyum menyaksikan panggung drama hiburan gratis di lingkunganku ini. Apa ini yang dinamakan efek karma?.
Dan akhirnya perkataan itu sampai juga ke telinga Sugeharto pasca Edo sekeluarga pindah dari lingkungan Graha Indah ini.
Bagaimana Sugeharto yang pernah sempat bangga anaknya ia anggap "menang" dalam perkelahian tersebut menanggapinya?. “Salahnya sendiri anaknya kalah berkelahi. Dasar pecundang!. Sini mau diselesaikan sekarang secara jantan!? Tarung sama aku!. Ucapnya kepada orang didepannya yang menyampaikan hal itu. Tentu saja sebagai seseorang yang berpendidikan Edo mempunyai pola pikiran yang berbeda dengan Sugeharto. Apalagi istrinya berprofesi sebagai Guru. Sugeharto dengan entengnya mengatakan bahwa hal itukan sudah lama, belasan tahun yang lalu. Dari awal juga bukan anak yang ganteng pula. Sementara untuk Ferza selama itulah ia menderita lahir dan batin. Bukan hanya dari sisi psikologis dan penampilan saja.
Sebenarnya bukan Pak Edo saja sih orang yang pernah bermasalah dengan Sugeharto yang ini.
“Lha iya.. Punya rumah gedung besar. Hasil korupsi!. Memangnya bakalan dibawa mati!?". Ucapnya kepada kami khalayak umum di ruang publik. Ia tidak mengatakannya kepada kalangan sendiri, keluarganya misalnya namun kepada kami orang lain.
‘Aku tidak heran bila dia mengatakan hal semacam itu, karena memang sudah menjadi perangainya. Di lingkungan kami ia memang terkenal suka "memakan bangkai saudaranya sendiri". Apalagi hubungan diantara mereka juga tidak baik. Sudah saling diam menurut pengakuannya.
Apa dia anggota KPK atau badan pemeriksa keuangan lainnya?. Apa dia rekan kerjanya?. Atau dia pernah dicurhati oleh almarhum sendiri bahwa almarhum melakukan korupsi?. Bahkan bidang kerjanya saja sama sekali tidak bersentuhan dengan almarhum. Kenapa sampai berani berkata seperti itu?.
Ya kalau memang benar ya tidak apa-apa. Tapi kalau hal itu tidak benar, maka ia sudah melakukan fitnah, kepada orang yang sudah meninggal pula. Layaknya orang yang sudah meninggal, dia tidak kuasa membela diri, tidak lagi berdaya untuk membela kehormatannya.
Tapi bukankah itu hal yang tidak pantas mencela seseorang yang sudah almarhum seperti itu.
Apa dengan melampiaskan dendamnya dengan mencaci-maki almarhum(Sugeharto B) dirinya merasa terpuaskan?. Buktinya tidak bukan?. Ia masih melakukannya terus dan terus. Bagaimana bila selanjutnya yang meninggal itu Edo?.
Yang aku tahu orang yang iri itu cenderung menjadi pembenci/hater dan pembenci cenderung memfitnah untuk mengamalkan kedengkiannya. Yang paling berbahaya adalah ketika mereka pandai tampil sebagai sahabat, teman atau orang dekat.
Allah membenci pencela yang tidak memiliki harga diri.
Setiap orang pastinya memiliki dosa baik itu kecil maupun
besar. Ketika orang tersebut meninggal maka segala amal ibadahnya pun
sudah selesai. Oleh karena itu, tidak boleh kita membicarakan kesalahan
orang yang telah meninggal dunia. Apalagi sampai mencacinya.
Sebuah hadist mengatakan:
"Janganlah kalian mencela orang-orang yang sudah mati, karena mereka itu sudah sampai kepada apa yang telah mereka lakukan".
Kalo yang mendengar yang bersangkutan sendiri ya tidak mengapa. Karena urusannya didunia sudah selesai. Tapi bagaimana kalau keluarganya yang masih hidup sampai mendengar hal ini? Pasti bakal merasa tersakiti, merasa terzalimi. Keluarga yang ditinggalkan; Istrinya sudah menjadi janda dan anak-anaknya sudah menjadi anak yatim.
Ingatlah bahwa orang yang tersakiti/terzalimi itu doanya tidak akan di tolak oleh Allah. Lalu bagaimana jika mereka sampai mendoakan kejelekan atau keburukan kepadanya? Walaupun hal itu memang pantas.
Kalau saya pribadi yang mengalaminya.. Saya bukan orang jahat. Maka janganlah mendoakan dirinya agar celaka/mengalami musibah. Sudah tua juga. Tapi saya akan mendoakan agar semua amalan baiknya dilimpahkan ke saya, bila masih tersisa. Bila tidak ada maka biarlah amalan buruk saya untuknya'.
Garis keturunan
Diposting oleh
tutorial
03.36
Lama-lama gerah juga berkali-kali media memberitakan tentang seorang pemuka agama yang tingkahnya kontrovesial ini.
Sudah dari belasan tahun yang lalu banyak wacana agar para penceramah mendapat sertifikasi standart kualifikasi. Hanya yang memenuhi standart kompetensilah yang boleh melakukan tugasnya. Hal itu terjadi akibat banyaknya isi ceramah yang membuat miris para pendengarnya. Bukan hanya tidak menyejukkan namun justru sebaliknya membuat mual sebagian pendengar. Tidak sepantasnya ceramah diisi oleh yang kata-kata yang penuh amarah, kasar dan kotor. Tidak segan-segan menghina suatu tokoh tertentu secara terang-terangan bahkan dengan mudahnya mengutuk orang-orang yang tidak sependapat/bersebrangan dengannya. Berbekal pengikut yang lumayan jumlahnya, banyak menimbulkan gesekan dalam masyarakat karena anti kritik dan seolah itu adalah hal yang lumrah.
Massa fanatik dirinya sepertinya melihatnya karena selain posisi dirinya sebagai pemuka salah satu agama, konon juga merupakan keturunan nabi dan lokal hero.
Aku tidak tahu dirinya Angkara atau bukan karena lokasinya berada ada di luar jangkauanku.
Yang aku tahu seseorang tidak akan mengumbar asal-usul garis keturunannya yang "too beautiful to be true" bila tidak mempunyai suatu tujuan tertentu.
Kenapa agama dinisbatkan kepada kamu pengikutnya, karena yang menunjukkan keindahan agama adalah kamu dan yang membuat agama nampak buruk juga adalah kamu, sekalipun agama itu tidak buruk.
Rasulullah sendiri pernah bersabda "Aku diutus sebagai Rahmatan, bukan tukang kutuk".
Garis keturunan..
Tahukah kamu bahwa beberapa presiden kita, contohnya presiden pertama dan presiden keempat kita itu mempunyai darah ningrat?. Tidak usah jauh-jauh, diriku sendiri saja masih punya darah ningrat, atau darah biru aka darah para bangsawan, darah para raja. Memangnya kenapa? Apa yang membuatnya special?
Mungkin yang membuatnya berbeda adalah karena kami berasal dari keturunan orang-orang yang istimewa. Itulah yang membuat pandangan orang menjadi berbeda.
Ningrat...
Semua keturunan bangsawan dan raja kesultanan Yogyakarta dan Surakarta berasal dari hulu yang sama yaitu Sultan Agung dari Mataram. Kalau ditarik lebih keatas maka kita akan menemukan Panembahan Senopati/Sutawijaya, ayah beliau Ki Ageng Pamanahan adalah keturunan Brawijaya; Raja terakhir Majapahit, sedangkan ibu beliau Nyai Sabinah merupakan keturunan Sunan Giri. Sunan Giri adalah salah satu anggota walisongo sekaligus pendiri Giri Kedaton. Dari jalur ibu beliau mempunyai darah Raja Agung Majapahit; Hayam Wuruk sedangkan dari jalur ayah merupakan keturunan Rasulullah.
Wow... terkadang aku sendiri merasa bangga dan takjub, ternyata para leluhurku terkenal dan kita bahkan bisa menemukan kisah hidup mereka di internet.
Pernah dengar seorang tetangga mencibir diriku yang kadang menggunakan kata "mah" dalam percakapan. Tanpa dia tahu siapa aku. Juga menyebutku bukan darah murni waktu mengetahui kakek buyutku adalah orang Minang, suatu sebutan yang aneh. Padahal saya yakin dia tidak pernah membaca novel Harry Potter.
Bila menelusuri Brawijaya yang mempunyai arti trah keturunan Raden Wijaya. Maka kita akan menemukan bahwa sang pendiri Majapahit ini adalah putra dari Rakeyan Jayadarma yang bukan sembarang orang Sunda, melainkan putra mahkota kerajaan Sunda Galuh. Sama halnya saya yang terkadang chat di internet menggunakan kata "Onde Mande". Andaikan tidak ada darah keturunan juga masa tidak boleh menggunakan kata tersebut? lha wong sama-sama Indonesia juga. Apalagi saya punya cipratan awu keduanya.
Pernah kepikiran juga sih.. gimana kalo "orang itu"(orang yang menaruh iri dan dengki terhadapku itu) sampai mengetahui hal ini?. Dulu waktu dia tahu bahwa buyutku adalah seorang pejuang kemerdekaan yang berasal dari divisi Siliwangi saja dia nyinyir tidak mau menerima kenyataannya.
Apalagi kalau dia sampai tahu bahwa aku adalah keturunan para raja Nusantara.
Bisa Kejang-kejang dia, wkwkwkwk.
Terus gimana kalau dia sampai tahu bahwa aku adalah keturunan para raja Nusantara + keturunan Waliyullah? yaa sama sih.. tetep bakal kejang-kejang, cuma bedanya kejang-kejangnya bakalan lebih lama
Yang membuatku heran waktu itu adalah tetanggaku yang satu itu tahu hal itu darimana kalau buyutku adalah seorang pahlawan?.
*****
Mempunyai indera pendengaran yang kelewat tajam seringkali membuat kita mendengarkan hal-hal yang sebenarnya malas untuk kita dengar.
Beberapa waktu lalu lagi-lagi aku mendengarnya mencibir diriku(setelah kejang-kejang tentunya) dengan mengatakan "Memangnya kenapa kalau punya keturunan Ningrat!?. Dasar keturunan Ken Arok!".
Aku sempat merinding bagaimana ia bisa tahu mengenai hal itu!? ia tahu darimana? Apa ia dukun!?. Apakah ini yang dinamakan kekuatan hater alias fan jaim? Sampai sebegitunya ia menjadi penggemarku?. Karena aku sama sekali tidak pernah mengharapkan lelaki berumur semacam dirinya menjadi penggemarku.
Mengenai hal itu aku memang tidak pernah membicarakannya kepada siapapun. Karena cukuplah aku ketahui dan aku simpan untuk diri sendiri sebagai landasan motivasi untuk berbuat lebih baik dan menjaga nama baik leluhurku. Sebagai penyemangat diri sendiri agar percaya diri dan tidak minder, bahwa aku adalah keturunan orang-orang yang hebat jadi aku juga tidak boleh kalah.
Lagipula aku ingin orang-orang melihatku bukan dari status keturunanku. Namun dari diriku sendiri. Kualitas diriku. Apa gunanya juga ngaku-ngaku berasal dari keturunan yang istimewa kalau tidak ada keperluannya.
Lalu gimana aku harus membalasnya? apa dengan mengatakan "Dasar darah murni, cuma keturunan rakyat jelata saja gaya!" eh, masa gitu?.
Lagipula aku juga meragukan dia berdarah murni. Dilihat dari fisiknya saja, kemungkinan dia keturunan Cina Mongol. Bisa jadi salah satu bahkan beberapa leluhurnya adalah sisa tentara Tar tar yang menyerang Jawa atas perintah Kubilai Khan namun dibully oleh Raden Wijaya sehingga tidak bisa pulang ke negeri asalnya.
Mengenai gelar kebangsawanan. Aku tidak punya dan tidak berminat untuk punya. Namaku ini sudah terdiri dari empat kata. Bayangkan kalau harus membubuhi tambahan dua kata lagi didepannya.. -_- .
Bagi sebagian kalangan justru gelar seperti itu malah menjadi bahan kesenjangan. Apakah fungsi sebuah gelar bila kita tidak sanggup untuk menjaga nama baik leluhur sebelumnya. Lagipula kami sudah berada jauh dari lingkungan keraton.
Semenjak keturunan dari buyut saya. Gelar tidak lagi diturunkan kepada keturunannya. Karena Nenek buyut saya yang masih "ningrat" memilih untuk menikah dengan Priyayi Alit(Masyarakat biasa) yaitu kakek buyut saya. Lagian perempuan mana yang tidak kepencut(tertarik; jatuh cinta) sama lelaki gagah tampan rupawan menawan. Keluarga mana yang bakalan menolak pinangan seorang pemuda yang jauh dari rantau yang terketuk hatinya untuk membela tanah air dan bangsanya dari bangsa asing.
Hal itu berlanjut sampai kepada ibu saya yang juga memilih menikahi Priyayi Alit yaitu ayah saya.
Yang walaupun begitu masih memenuhi bibit, bebet, bobot. Itulah hal yang terpenting.
Sampai mana tadi..
Ah, mengenai cercaan yang ditujukannya kepada saya mengenai Ken Arok. Kenapa hanya menyebut nama itu? Padahal ada banyak percabangan selain beliau. Apa ia bermaksud membandingkan dirinya itu lebih baik daripada Sri Rajasa san Amurwabhumi yang berani secara terang-terangan menantang Kerajaan besar Kadiri dari depan, serta mendapatkan restu dan dukungan dari para Brahmana pada waktu itu. Dan berhasil mengalahkannya.
Saya akan sedikit bercerita tentang kakek saya dari jalur ayah. Beliau adalah seorang yatim piatu. Namun karena kecerdasannya, dan juga mungkin karena penampilannya yang rupawan. Beliau diangkat anak oleh seorang Camat pada waktu itu. Akhirnya beliau bisa menyelesaikan tingkat pendidikannya dan di terima sebagai PNS di pengadilan sebagai juru ketik-penuntut umum. Beliau mempunyai kualitas dalam dirinya yang membuatnya terangkat. Coba bandingkan dengan seorang buruh yang sombong karena berhasil membeli kulkas dan mobil bekas dengan maksud agar dianggap sebagai orang kaya. Manakah yang menyedihkan?
Ningrat..
Tahukah kamu jumlah "ningrat" di jawa sendiri itu tidaklah sedikit(walaupun yang non-ningrat jumlahnya juga pasti lebih banyak). Tergantung pamor keraton. Permintaan pengurusan gelar di Keraton Yogyakarta sendiri mencapai puluhan bahkan ratusan setiap bulannya. Kalau di Surakarta permintaannya lebih sedikit, mungkin cuma kisaran dua puluhan untuk beberapa bulannya.
Itu kembali lagi ke awal. Apakah fungsi gelar bila kita tidak mampu menjaga nama baik leluhur kita sebelumnya.
Tahukah kamu, disadari atau tidak disadari. Sebenarnya kita semua ini adalah keturunan dari.. minimal.. bukan hanya satu namun dua orang nabi. Yaitu nabi Nuh dan nabi Adam.
Sudah dari belasan tahun yang lalu banyak wacana agar para penceramah mendapat sertifikasi standart kualifikasi. Hanya yang memenuhi standart kompetensilah yang boleh melakukan tugasnya. Hal itu terjadi akibat banyaknya isi ceramah yang membuat miris para pendengarnya. Bukan hanya tidak menyejukkan namun justru sebaliknya membuat mual sebagian pendengar. Tidak sepantasnya ceramah diisi oleh yang kata-kata yang penuh amarah, kasar dan kotor. Tidak segan-segan menghina suatu tokoh tertentu secara terang-terangan bahkan dengan mudahnya mengutuk orang-orang yang tidak sependapat/bersebrangan dengannya. Berbekal pengikut yang lumayan jumlahnya, banyak menimbulkan gesekan dalam masyarakat karena anti kritik dan seolah itu adalah hal yang lumrah.
Massa fanatik dirinya sepertinya melihatnya karena selain posisi dirinya sebagai pemuka salah satu agama, konon juga merupakan keturunan nabi dan lokal hero.
Aku tidak tahu dirinya Angkara atau bukan karena lokasinya berada ada di luar jangkauanku.
Yang aku tahu seseorang tidak akan mengumbar asal-usul garis keturunannya yang "too beautiful to be true" bila tidak mempunyai suatu tujuan tertentu.
Kenapa agama dinisbatkan kepada kamu pengikutnya, karena yang menunjukkan keindahan agama adalah kamu dan yang membuat agama nampak buruk juga adalah kamu, sekalipun agama itu tidak buruk.
Rasulullah sendiri pernah bersabda "Aku diutus sebagai Rahmatan, bukan tukang kutuk".
Garis keturunan..
Tahukah kamu bahwa beberapa presiden kita, contohnya presiden pertama dan presiden keempat kita itu mempunyai darah ningrat?. Tidak usah jauh-jauh, diriku sendiri saja masih punya darah ningrat, atau darah biru aka darah para bangsawan, darah para raja. Memangnya kenapa? Apa yang membuatnya special?
Mungkin yang membuatnya berbeda adalah karena kami berasal dari keturunan orang-orang yang istimewa. Itulah yang membuat pandangan orang menjadi berbeda.
Ningrat...
Semua keturunan bangsawan dan raja kesultanan Yogyakarta dan Surakarta berasal dari hulu yang sama yaitu Sultan Agung dari Mataram. Kalau ditarik lebih keatas maka kita akan menemukan Panembahan Senopati/Sutawijaya, ayah beliau Ki Ageng Pamanahan adalah keturunan Brawijaya; Raja terakhir Majapahit, sedangkan ibu beliau Nyai Sabinah merupakan keturunan Sunan Giri. Sunan Giri adalah salah satu anggota walisongo sekaligus pendiri Giri Kedaton. Dari jalur ibu beliau mempunyai darah Raja Agung Majapahit; Hayam Wuruk sedangkan dari jalur ayah merupakan keturunan Rasulullah.
Wow... terkadang aku sendiri merasa bangga dan takjub, ternyata para leluhurku terkenal dan kita bahkan bisa menemukan kisah hidup mereka di internet.
Pernah dengar seorang tetangga mencibir diriku yang kadang menggunakan kata "mah" dalam percakapan. Tanpa dia tahu siapa aku. Juga menyebutku bukan darah murni waktu mengetahui kakek buyutku adalah orang Minang, suatu sebutan yang aneh. Padahal saya yakin dia tidak pernah membaca novel Harry Potter.
Bila menelusuri Brawijaya yang mempunyai arti trah keturunan Raden Wijaya. Maka kita akan menemukan bahwa sang pendiri Majapahit ini adalah putra dari Rakeyan Jayadarma yang bukan sembarang orang Sunda, melainkan putra mahkota kerajaan Sunda Galuh. Sama halnya saya yang terkadang chat di internet menggunakan kata "Onde Mande". Andaikan tidak ada darah keturunan juga masa tidak boleh menggunakan kata tersebut? lha wong sama-sama Indonesia juga. Apalagi saya punya cipratan awu keduanya.
Pernah kepikiran juga sih.. gimana kalo "orang itu"(orang yang menaruh iri dan dengki terhadapku itu) sampai mengetahui hal ini?. Dulu waktu dia tahu bahwa buyutku adalah seorang pejuang kemerdekaan yang berasal dari divisi Siliwangi saja dia nyinyir tidak mau menerima kenyataannya.
Apalagi kalau dia sampai tahu bahwa aku adalah keturunan para raja Nusantara.
Bisa Kejang-kejang dia, wkwkwkwk.
Terus gimana kalau dia sampai tahu bahwa aku adalah keturunan para raja Nusantara + keturunan Waliyullah? yaa sama sih.. tetep bakal kejang-kejang, cuma bedanya kejang-kejangnya bakalan lebih lama
Yang membuatku heran waktu itu adalah tetanggaku yang satu itu tahu hal itu darimana kalau buyutku adalah seorang pahlawan?.
*****
Mempunyai indera pendengaran yang kelewat tajam seringkali membuat kita mendengarkan hal-hal yang sebenarnya malas untuk kita dengar.
Beberapa waktu lalu lagi-lagi aku mendengarnya mencibir diriku(setelah kejang-kejang tentunya) dengan mengatakan "Memangnya kenapa kalau punya keturunan Ningrat!?. Dasar keturunan Ken Arok!".
Aku sempat merinding bagaimana ia bisa tahu mengenai hal itu!? ia tahu darimana? Apa ia dukun!?. Apakah ini yang dinamakan kekuatan hater alias fan jaim? Sampai sebegitunya ia menjadi penggemarku?. Karena aku sama sekali tidak pernah mengharapkan lelaki berumur semacam dirinya menjadi penggemarku.
Mengenai hal itu aku memang tidak pernah membicarakannya kepada siapapun. Karena cukuplah aku ketahui dan aku simpan untuk diri sendiri sebagai landasan motivasi untuk berbuat lebih baik dan menjaga nama baik leluhurku. Sebagai penyemangat diri sendiri agar percaya diri dan tidak minder, bahwa aku adalah keturunan orang-orang yang hebat jadi aku juga tidak boleh kalah.
Lagipula aku ingin orang-orang melihatku bukan dari status keturunanku. Namun dari diriku sendiri. Kualitas diriku. Apa gunanya juga ngaku-ngaku berasal dari keturunan yang istimewa kalau tidak ada keperluannya.
Lalu gimana aku harus membalasnya? apa dengan mengatakan "Dasar darah murni, cuma keturunan rakyat jelata saja gaya!" eh, masa gitu?.
Lagipula aku juga meragukan dia berdarah murni. Dilihat dari fisiknya saja, kemungkinan dia keturunan Cina Mongol. Bisa jadi salah satu bahkan beberapa leluhurnya adalah sisa tentara Tar tar yang menyerang Jawa atas perintah Kubilai Khan namun dibully oleh Raden Wijaya sehingga tidak bisa pulang ke negeri asalnya.
Mengenai gelar kebangsawanan. Aku tidak punya dan tidak berminat untuk punya. Namaku ini sudah terdiri dari empat kata. Bayangkan kalau harus membubuhi tambahan dua kata lagi didepannya.. -_- .
Bagi sebagian kalangan justru gelar seperti itu malah menjadi bahan kesenjangan. Apakah fungsi sebuah gelar bila kita tidak sanggup untuk menjaga nama baik leluhur sebelumnya. Lagipula kami sudah berada jauh dari lingkungan keraton.
Semenjak keturunan dari buyut saya. Gelar tidak lagi diturunkan kepada keturunannya. Karena Nenek buyut saya yang masih "ningrat" memilih untuk menikah dengan Priyayi Alit(Masyarakat biasa) yaitu kakek buyut saya. Lagian perempuan mana yang tidak kepencut(tertarik; jatuh cinta) sama lelaki gagah tampan rupawan menawan. Keluarga mana yang bakalan menolak pinangan seorang pemuda yang jauh dari rantau yang terketuk hatinya untuk membela tanah air dan bangsanya dari bangsa asing.
Hal itu berlanjut sampai kepada ibu saya yang juga memilih menikahi Priyayi Alit yaitu ayah saya.
Yang walaupun begitu masih memenuhi bibit, bebet, bobot. Itulah hal yang terpenting.
Sampai mana tadi..
Ah, mengenai cercaan yang ditujukannya kepada saya mengenai Ken Arok. Kenapa hanya menyebut nama itu? Padahal ada banyak percabangan selain beliau. Apa ia bermaksud membandingkan dirinya itu lebih baik daripada Sri Rajasa san Amurwabhumi yang berani secara terang-terangan menantang Kerajaan besar Kadiri dari depan, serta mendapatkan restu dan dukungan dari para Brahmana pada waktu itu. Dan berhasil mengalahkannya.
Saya akan sedikit bercerita tentang kakek saya dari jalur ayah. Beliau adalah seorang yatim piatu. Namun karena kecerdasannya, dan juga mungkin karena penampilannya yang rupawan. Beliau diangkat anak oleh seorang Camat pada waktu itu. Akhirnya beliau bisa menyelesaikan tingkat pendidikannya dan di terima sebagai PNS di pengadilan sebagai juru ketik-penuntut umum. Beliau mempunyai kualitas dalam dirinya yang membuatnya terangkat. Coba bandingkan dengan seorang buruh yang sombong karena berhasil membeli kulkas dan mobil bekas dengan maksud agar dianggap sebagai orang kaya. Manakah yang menyedihkan?
Ningrat..
Tahukah kamu jumlah "ningrat" di jawa sendiri itu tidaklah sedikit(walaupun yang non-ningrat jumlahnya juga pasti lebih banyak). Tergantung pamor keraton. Permintaan pengurusan gelar di Keraton Yogyakarta sendiri mencapai puluhan bahkan ratusan setiap bulannya. Kalau di Surakarta permintaannya lebih sedikit, mungkin cuma kisaran dua puluhan untuk beberapa bulannya.
Itu kembali lagi ke awal. Apakah fungsi gelar bila kita tidak mampu menjaga nama baik leluhur kita sebelumnya.
Tahukah kamu, disadari atau tidak disadari. Sebenarnya kita semua ini adalah keturunan dari.. minimal.. bukan hanya satu namun dua orang nabi. Yaitu nabi Nuh dan nabi Adam.
Langganan:
Postingan (Atom)