Walaupun dalam usaha yang sekarang saya rintis ini saya belum bisa dibilang sukses(mungkin masih jauh dari kata itu->Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup, tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasinya ketika berusaha meraih sukses), masih self employment/routine enterpreneurs.
Namun saya yakin esok pasti dapat lebih baik dari ini.
Ingin sedikit bercerita tentang keadaan saya setahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya. Cuma seorang yang menanggung beban karena anugerah/kondisi fisik yang berbeda dengan kenyataan hidup. Saya tahu betul rasanya dihina orang hanya karena status dan materi saya pada saat itu (bukan karena pribadi saya; penampilan, intelegensia dan akhlak). Hidup serba kekurangan, tempat kerja, lingkungan dan rekan yang sudah tidak sehat. Membuat saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan.
Bumi ini bulat. Tempat yang tampak seperti akhir, kemungkinan juga tempat menjadi sebuah awal.
Ketika saya memutuskan untuk berwiraswasta, saya hanya punya modal; sisa gaji terakhir yang sudah tidak utuh lagi karena digunakan untuk memenuhi kebutuhan; hanya bisa untuk membeli 2 liter tinta hitam dan sedikit bensin untuk mencari calon pelanggan.
Beruntung saya mempunyai seorang teman; salah satu teman dari sedikit teman yang saya punya, yang mendukung saya dari belakang. Teman yang bisa diandalkan. Walaupun diri sendiri bukan(belum)orang kaya->memangnya harus menunggu kaya terlebih dahulu sebelum bisa berbuat sesuatu untuk sesama?, yang juga seorang kepala keluarga yang berkewajiban memikirkan kebutuhan hidup keluarganya.
Walaupun tidak bisa dipungkiri ia juga manusia biasa yang mempunyai permasalahannya sendiri. Wah ngomongin dia nih!-> Tenang, dia nggak bakal tahu kok(kecuali ada yang mberitahu), orangnya tu gaptek, nggak bakal tahu aku ngomongin dia di blog, bisa Komputer; nyalain terus matiin lagi. Hehehe
Kenapa justru seseorang yang tidak mempunyai ikatan kekerabatan/pernikahan yang mau membantu saya!?
Di saat
Saya masih ingat dan tidak akan lupa perkataan salah satu dari mereka "Ini uang saya, terserah mau saya pakai untuk apa". Ya saya ngerti kok; mereka mungkin juga sedang membutuhkan banyak uang untuk persiapan pendidikan putra mereka yang berhasil diterima di fakultas kedokteran sebuah universitas swasta->semakin mahal semakin bangga->semua tetangga kanan kiri tahu berapa biayanya yang "wah bombastis"(karena diumbar). Saya juga ngerti kok perihal dengan mudahnya mereka menghibahkan sepeda motor untuk guru privat putranya demi kelancaran akses mengajar->Kasihan, biar lebih cepat sampai dan tidak terlalu lelah.
Sedangkan
Walaupun mungkin mereka sudah lupa saat si lelaki masih nganggur tidak ada biaya untuk mengambil jurusan kelautan yang lebih tinggi sementara taksatupun dari keluarganya bisa/mau membantunya. Orangtua saya satu-satunya yang mau membantu dengan merelakan kalung emas Ibu saya yang entah berapa kilo itu untuk dijadikan biaya kuliah yang bersangkutan sehingga ia bisa melaut kembali hingga sekarang. Uang yang katanya meminjam itu juga akhirnya tidak pernah sampai kepada kami bahkan setelah ayah meningal dunia. Katanya habis terpotong untuk biaya bancakan/slametan/syukuran/peringatan kematian almarhum nenek dll. Sepertinya logika mereka itu; kehidupan orang yang masih hidup tidak lebih penting daripada orang yang telah meninggal.
Ya.. masih lebih baik daripada
Saat ini mereka pasti masih sibuk mencari muka dengan beramal membantu orang lain yang membutuhkan.
Kalau waktu itu saya menyerah dengan keadaan. Mungkin tidak ada diri saya yang sekarang. Saya bersyukur, bangga bisa mengenalnya.
Masih teringat saat boleh ngutang sparepart printer->nanti mbayarnya waktu pelanggan sudah melakukan pembayaran->walaupun saat itu ia menatap saya dengan pandangan Oh why me->Dia juga minjam/ngutang sparepart dari temannya.
Seringkali kita mendengar berita perpecahan antar teman yang bertengkar hanya gara-gara masalah uang. Sangat disayangkan. Hal itu tidak seharusnya terjadi bila kita mempunyai keahlian dan seorang pekerja keras. Tuhan pasti memberikan rizki kepada hambanya yang mau berusaha dan bekerja keras.
Oke-lah kita bekerja untuk mencari sesuap nasi dan segenggam berlian. Tapi kalau sampai kehilangan teman hanya karena masalah sepele... sungguh menyedihkan.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata "Selemah-lemahnya manusia ialah orang yang tak mau mencari sahabat dan orang yang lebih lemah dari itu ialah orang yang menyia-nyiakan sahabat yang telah dicari".
Teman membantu karena kau pernah menolongku
Teman sejati membantu karena kau adalah temanku.
NB(Catatan tambahan) : Artikel ini saya tulis dengan kenaifan, sehingga hanya melihat semua hal secara positif tanpa mengetahui hal yang sebenarnya terjadi. Dalam kehidupan nyata kita tidak bisa dengan mudahnya mengatakan kenalan kita sebagai teman, karena itulah kenyataannya. Rangkaian potongan-potongan puzzle dalam hidup kita akan menampilkan siapa dirinya yang sebenarnya. Berhati-hatilah dalam memilah siapakah yang bisa disebut teman. I’ve been there, done that.