Baru-baru ini beredar pemberitaan tentang buku bacaan perpustakaan sekolah yang berbau pornografi. Pertama kali membacanya dari internet atau koran ya?
Yang membuat saya tertarik ingin menilai lebih lanjut karena pada berita yang saya baca waktu itu terdapat ilustrasi perempuan berjilbab. Namun sayang tidak menemukan buku yang di maksud di perpustakaan daerah->mungkin sedang dipinjam.
Kebetulan sekali kemarin di sebuah surat kabar(->lebih sering numpang mbaca koran di tempat pelanggan daripada beli sendiri) di bagian tajuk rencana->artikel favorit yang pasti saya baca bila membaca koran karena disana banyak pemikiran, pendapat menarik yang disampaikan oleh para ahli(di bidangnya) mengenai berita hangat yang beredar, ada yang membahas hal tersebut.
Kebetulan sekali kemarin di sebuah surat kabar(->lebih sering numpang mbaca koran di tempat pelanggan daripada beli sendiri) di bagian tajuk rencana->artikel favorit yang pasti saya baca bila membaca koran karena disana banyak pemikiran, pendapat menarik yang disampaikan oleh para ahli(di bidangnya) mengenai berita hangat yang beredar, ada yang membahas hal tersebut.
Sampai di rumah mencoba googling kalimat-kalimat yang saya ingat... dan inilah dia
Salah
Kamar Berbuah Penarikan
Kabar pustaka
di media massa
kembali menampakkan sisi antagonisnya. Setelah beberapa waktu lalu ada temuan
frasa “istri simpanan” di buku Lembar Kerja Siswa kelas 2 Sekolah Dasar (SD) di
Jakarta, kini mengemuka temuan buku bacaan pengayaan di perpustakaan SD yang
disakwangsakan isinya menjurus pada pornografi. Buku tersebut yakni Ada Duka di
Wibeng, Tambelo Kembalinya Si Burung Camar, dan Tidak Hilang Sebuah Nama.
Ketiganya
ditemukan di perpustakaan-perpustakaan SD di Kabupaten Kebumen. Dari ketiga
judul tersebut, pertama disebut disangkakan yang paling menjurus ke pornografi.
Indikasinya ada dialog tentang trik berhubungan seks yang aman agar tidak hamil
dan menceritakan cara KB kalender. Adalah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga
(Dinpora) Kabupaten Kebumen yang kemudian memutuskan untuk menarik ketiga buku
terbitan PT Era Adi Citra Intermedia Solo itu dari seluruh perpustakaan SD di
Kebumen yang berjumlah tak kurang dari 136 SD. (Suara Merdeka, 1-2 Juni 2012).
Ada Duka di
Wibeng (ADdW). Kebetulan saya sudah membaca secara lengkap buku tersebut.
Termasuk membaca ulang bab “Asal Mau Sama Mau?”—halaman 104, bukan halaman 93
seperti yang pernah diberitakan—yang disebut bermuatan pornografi itu. Tulisan
ini tidak saya maksudkan sebagai pledoi atau sebaliknya upaya untuk memperkuat
dakwaan bahwa buku karya Jazimah Al Muhyi ini memang tergolong buku lucah.
Pembacaan
jernih atas sengkarut persoalan buku ADdW ini akan saya dekati dengan dua
analisis. Pertama, analisis isi (content analysis), dan yang kedua, analisis
bingkai (frame analysis).
Pertama, soal
isi. Buku setebal 180 halaman—bukan 168 halaman seperti yang sering dikutip
media—berisi tentang kehidupan remaja SMA. Wibeng adalah singkatan dari Widya
Bangsa, nama SMA. ADdW adalah buku ketiga setelah buku “Kelelawar Wibeng”, dan
“Gendut Oke, Hitam...”. Ketiganya dilabeli dalam satu nama: Serial Akta. Akta
adalah nama tokoh utama di buku serial novelet tersebut.
Karena tentang
remaja SMA, tentu saja persoalan yang diangkat sangat bertalian dengan
kehidupan mereka. Mulai dari soal tawuran pelajar, geng, virus merah jambu
(cinta) yang didasarkan pada keterpesonaan fisik, hingga soal pemahaman dan
pengetahuan remaja soal seks. Melaui Serial Akta ini, nampak sekali niatan
penulisnya untuk melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi ulang terhadap
konstruksi awal atas tema-tema di atas. Dan proses rekonstruksi itu melalui
dialog para tokoh di buku tersebut. Kesadaran yang ditumbuhkan dari dalam si
pembaca melalui dialog-dialog tokohnya.
Betul, ada
dialog yang memakai frasa “KB Kalender”. Tapi sejauh amatan saya yang lebih
dari sepuluh kali saya baca ulang, di buku ADdW tidak ada keterangan satu kata
pun tentang teknik atau cara ber-KB Kalender. Dan saat frasa itu terucap, oleh
penulisnya dibangun suasana ketidaksetujuan (negasi), protes dan marah yang
muncul dari si tokoh utamanya: Akta. Dengan deskripsi: “Akta berlalu cepat
mendengar obrolan di lokasi kamar mandi yang diselingi suara cekikikan.” (hlm
105).
Tidak berhenti
itu, si penulis masih melalui tokoh utamanya: Akta, menyatakan
ketidaksetujuannya dengan secara eksplisit mengutip Surat Al-Baqarah (175):
“Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa
dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!” (hlm
106).
Ketiadaan
pemahaman tentang konteks suasana saat frasa “KB Kalender” terucap akan membawa
pada simpulan bahwa frasa itu menjadi frasa bermakna lucah (cabul). Dan tentu
saja, tentang konteks atau suasana (faktor intrinsik) yang bangun penulisnya
saat dialog berlangsung ini tidak akan bisa dipahami oleh anak-anak SD. Dan
memang, sejak awal—sesuai dengan keterangan yang tertera di kover depan dan
belakang, serta isi dalamnya—novelet ini untuk para pembaca (minimal) usia SMA.
Tapi entah
bagaimana ceritanya ADdW bisa kesasar ke perpustakaan SD. Salah kamar yang pada
akhirnya berbuah penarikan. Dan penarikan itu didasarkan pada proses pendarasan
yang parsial, dan terburu-buru. Penarikan itu hanya bisa dibenarkan karena
alasan tidak tepatnya kualifikasi bacaan dengan sasaran pembaca. Bukan karena
isinya yang mengarah pada kelucahan.
Cetakan
pertama ADdW Juli 2006. Hingga 2012 berarti lima tahun. Artinya, sebelum “kasus Kebumen”
muncul, sepanjang hampir enam tahun itu tidak pernah ada yang mempersoalkan
buku tersebut. Alih-alih menggolongkannya sebagai karya lucah, bahkan telah
cetak ulang. Dan sejak Mei 2009 telah lulus seleksi Pusat Perbukuan untuk
menjadi buku pengayaan. Sertifikasi kelulusan itu dapat dibaca sebagai bentuk
afirmasi Pemerintah (via Pusbuk) terhadap isi buku ADdW.
Kedua,
analisis bingkai. Pendekatan kedua ini akan memuat latar belakang suasana
sosial-batin penulisnya. Jazimah Al Muhyi, bukanlah penulis baru. Berdasarkan
penelusuran dan data yang saya miliki, ia menulis dan menelurkan buku sejak
tahun 2001. Tak kurang dari 40 buku telah ia semai ke pasar. Baik berupa buku
utuh, kumpulan cerpen, antalogi cerpen bersama penulis lain, novelet, dan
kumpulan esai. Meskipun tema-tema buku yang ia tulis beragam, ada satu garis
lurus yang bisa saya tarik, yaitu semua memiliki semangat untuk perbaikan
(baca: dakwah). Tanda yang paling nampak ke arah simpulan itu adalah sebagian
besar bukunya berkover wanita berjilbab. Termasuk buku ADdW. Barangkali ini ada
kaitan erat dengan komunitas yang ia libati saat awal-awal menulis, yaitu Forum
Lingkar Pena (FLP). Publik luas telah mengenal FLP sebagai komunitas
kepenulisan yang berjuang mengangkat sastra islam ke pentas nasional dan
mondial.
Nah tentu
saja, akan menjadi sangkaan yang absurd dan menciderai akal sehat publik jika
Jazimah Al Muhyi ini dikatakan menulis buku yang isinya mengarah pada
pornografi. Terlalu besar biaya sosial dan moral yang harus ditanggung. Baik ia
sebagai pribadi (penulis), maupun sebagai salah satu pegiat FLP.
Agus M. Irkham
Pegiat
Literasi. Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Pusat Forum
Taman Bacaan Masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).