Ki Gede terkejut mendapati laporan dari asisten prakteknya bahwa ada makhluk aneh berkulit putih dan berbadan tambun yang sudah menunggunya di ruang praktek. Mungkin dia sebangsa Jin yang menjelma masuk ke dunia manusia.
"Bagong?"
Seharusnya hari ini ia libur praktek. Pertanyaan nya terjawab setelah ajudannya yang ia suruh mengundang Toying masuk ke pekarangan rumah.
"Lho kok dia bisa datang duluan sebelum kamu!?. Kamu ancam dia dengan apa?."
"Mulanya dia bersikeras tidak mau datang Ki. Apapun yang akan diperbuat kepadanya akan ia terima. Ia tidak takut. Padahal saya sudah bilang bahwa kita datang dengan damai. Sampai saya mengatakan bahwa kita bisa membuatnya jatuh miskin. Langsung dia bergegas tanpa komando meninggalkan tempat. Ternyata dia langsung kemari to... " Ujar ajudannya itu terheran-heran.
"Kerja bagus" ucap Ki Gede mengacungkan jempol. Seharusnya aku sudah menyangka hal itu. Yang membuatnya tetap ingin hidup adalah karena kekayaannya. Kalau mati ia tidak bisa lagi menikmati kekayaannya. Yang tidak bisa ia tanggung adalah hidup susah dan kerja keras. Cuma itu satu satunya yang ia punya. Harusnya ini bisa jadi bahan penawaran yang tidak bisa ditolaknya. Aku kecewa ternyata ia tipe Angkara seperti itu. Kukira seperti apa, ternyata sama saja dengan banyak Angkara lainnya. Pasaran.
Diruang praktek nya Ki Gede duduk lesehan bersila berhadapan dengan Toying, hanya sebuah meja kecil menjadi pembatas, terletak diantara mereka.
Asistennya datang membawakan makanan dan minuman.
"Udah jangan malu-malu. Silahkan dinikmati. Seadanya. Ini cuma ada arak sama Babi."
Toying protes. Itu haram katanya.
"Kalau gitu kamu aku pesanin Lonte saja ya buat nemanin kamu?. Ucap Ki Gede sambil memijit-mijit layar Tablet yang ia letakkan di meja dihadapan Toying.
"Aku tahu kamu doyan sama Lonte, apapun jenisnya. Tapi oke kita request yang itu biar kamu nggak gengsi. Yang putih mulus.
Ki Gede melihat-lihat gambar sapi dari Tablet miliknya.
Toying merasa tersinggung. Saya nggak doyan Sapi Ki! Ucapnya tanpa Tedeng aling-aling. Sesaat kemudian Toying mengkeret karena barusan sadar ia telah bersikap ketus kepada "orang pintar". Ia takut dikutuk menjadi miskin.
Ki Gede membuang muka, memperlihatkan mimik sinis kepada Toying.
"Ternyata kamu memang munafik. Padahal hampir setiap hari kamu makan Rendang. Itukan dari daging Sapi, bukan Ayam."
Munafik itu lebih berbahaya ketimbang musuh itu sendiri. Tapi itu tidak lagi menjadi masalah bila kita sudah mengetahui siapa munafik tersebut.
Kau tahu kenapa kami sangat membenci golongan munafik?. Sekalipun sifat mereka seringkali lebih buruk daripada kami sendiri yang merupakan Angkara?.
Mungkin karena itu.
Golongan kalian itu dikenal sebagai manusia yang paling licik dalam membuat siasat. Segala bentuk sifat keji, pengecut busuk dan kotor melekat pada diri kalian. Pandai memasang wajah palsu sesuai dengan situasi dan kondisi yang menguntungkan. Jika berada di kerumunan orang beriman, kalian mengenakan topeng keimanan hingga tampak samar perbedaan diantara kalian. Tidak menutup kemungkinan kalian mengenakan topeng yang sama dihadapan kami. Kalian hanya akan membuka topeng dengan sesama teman seperjuangan. Seperti Darmawan kawanmu itu misalnya. Jadi kenapa kau tidak menjadikan kami bagian dari teman seperjuanganmu itu?.
Toying kali ini sudah tidak lagi terlalu terkejut bisa keluar nama tersebut dari mulut Ki Gede. Kali ini ia sudah bersiap untuk diroasting.
"Yakin kamu sudah siap mendengar roastingan saya?."
Toying mulai berkeringat. Ia mulai tidak percaya diri.
"Ada empat ciri munafik yang tak perlu kusebut lagi kau pasti juga sudah mengetahuinya. Jika berbicara, dusta. Jika berjanji, mengingkari. Jika diberi amanat, khianat. Jika berselisih, akan berbuat zalim. Dan kau merupakan munafik tulen. Selamat."
"Tapi tentu bukan hanya itu saja.
Kudengar kamu mengoleksi sekotak Wayang Purwa, lengkap ya?. Wayang Kulit kualitas atas, bercita rasa seni tinggi dengan detail mengagumkan, hasil karya tangan para pengrajin berpengalaman. Kebudayaan pri-bumi."
"Sekalian saja, aku juga punya Keris dirumah!". Toying ndongkol.
"Keris pamor Udan Mas memang cocok untukmu selaku saudagar kaya. Tapi harusnya kamu tahu diri. Sekalipun keris putran, Nogososro tidak pantas dipegang olehmu. Kamu bahkan sama sekali tidak punya darah Ningrat".
"Kenapa bukan wayang dari bangsamu sendiri?. Malu ya sama budaya bangsamu itu?.
"Huh, boneka". ucap Toying bersuara pelan. Ia tidak menyangkalnya.
"Padahal Banci sepertimu pantasnya memang main sama boneka.
Toying terkejut tapi menahan diri, penasaran alasan Ki Gede menyebut dirinya Banci.
Kalau bukan banci apa coba?. Yang kau lakukan bukan hanya zalim terhadap satu orang. Dari satu orang yang kau zalimi itu, kau melakukan zalim jariyah. Karena yang terkena bukan hanya dia saja, namun juga keluarganya, orang-orang yang berada dalam lingkar kehidupannya. Jangankan meminta maaf, apalagi sampai memperbaikinya. Tapi kamu cuma bisa bersembunyi dan lari dari tanggungjawab.
Jelas kamu tidak pantas disebut perempuan karena kamu memang nyatanya tidak terlahir berkelamin itu.
Nek kon dadi wadon malah aku sing gilo!. Njijik-i. Nggilani" ujar Ki Gede sambil merasa bulu romanya berdiri.
"Apa sebutan yang pantas selain Banci?."
"Oh banyak. Bisa kok nyebut aku pengecut atau pecundang. Terserah. Toying berusaha tidak ambil peduli.
"Kamu memang Banci".
"Aku tahu kamu suka, kagum sama satu sosok Wayang. Ekalaya.
Mendengar nama itu pasti akan selalu mengingatkan kamu pada sesuatu bukan?. Tapi aku tahu kamu tidak akan merasakan apapun bahkan tidak peduli mengenai hal itu.
Laki-laki yang paling pertama kamu gadang-gadang sebagai calon menantumu. Justru mencium bibir istrimu, calon mertuanya dengan penuh nafsu. Istrimu sendiri juga mengakui bahwa ciuman panas penuh gairah(ciuman gelora anak muda) itu hampir membuatnya terlena terbawa suasana. Ia bisa saja membiarkan dirinya larut dalam kenikmatan penuh dosa selanjutnya. Seperti yang terjadi pada cerita-cerita mesum picisan.
Sayangnya, disaat itu dia malah teringat kepadamu, bahwa ia sudah mempunyai seorang suami. Saat itu juga dia melaporkan kelakuannya yang tidak pantas itu kepadamu dan berakhir dengan menyudahi statusnya sebagai calon menantu.
Beda jauh ya denganmu, yang sangat menikmati setiap perzinahan yang kamu lakukan dengan para pelacur, dengan penuh kesadaran. Ah aku nyebut spesifik ya? cuma pelacur. Karena ya, memang cuma itu kelasmu. Sama Lonte.
Pasca kejadian itu kamu juga tidak melakukan apapun kepada lelaki itu. Apalagi sampai melabraknya. Kamu hanya menganggapnya kurangajar kepada istrimu, itu saja. Padahal kamu punya uang, punya waktu, juga bisa dibilang masih muda. Kamu hanya memakluminya."
"Tentu saja, Babi mana bisa cemburu".
"Jangan keterlaluan Ki!" ucap Toying kali ini penuh emosi karena menyebut dirinya Babi, makhluk yang mempunyai sifat mirip dengannya.
"Terus kamu mau apa!?. Mau menceraikan istrimu!?. Sana ceraikan, jangan cuma bisa bermulut besar!!!."
"Jangan bilang semua itu adalah masa lalu. Karena kau masihlah makhluk yang sama.
Cuma bisa omdo(omong doang) diawal. Tapi kenyataannya kau hanya melepaskan lelaki itu begitu saja. Antara kamu pengecut atau kamu memang tidak merasakan apa-apa mengenai kejadian itu. Kalau menurutku sih keduanya."
"Kenapa enggak minimal sewa preman buat mukulin dia seperti yang sudah sering kau sumbarkan?. Tapi kamu malah adem ayem saja. Justru memaklumi semua perbuatannya itu. Mencarinya saja juga tidak. Sama sekali tidak ada usaha apapun. Pret, semua yang kamu katakan ternyata cuma omong kosong. Dan demi lelaki itu kamu melakukannya. Mungkin karena ia mirip sepertimu, jadi ada rasa sepenanggungan. Sama-sama seperti Babi. Sifatnya lho ya, bukan fisiknya. Kalau fisiknya ya jelas beda, yang sana enggak mirip Babi.
"Layaknya Babi jantan yang melihat pasangan betinanya sedang digauli oleh Babi pejantan lainnya. Hanya diam saja, malahan mungkin membantu pejantan lainnya tersebut dalam proses".
"Dasar Babi".
"Padahal sudah bagus kamu kembali menjadi pezina. Benar-benar sialan. Siapa itu yang memberitahumu untuk melakukan pernikahan ulang didepan penghulu di KUA (yang juga pribumi)!?. Benar-benar pengrusak."
Setelah tensi emosi keduanya sedikit menurun. Ki Gede melanjutkan kembali perkataannya.
"Andai saja istrimu sampai hamil dengannya. Kamu juga hanya akan menceraikannya saja. Tidak lupa memaklumi perbuatan itu."
"Dasar Babi."
Kali ini Toying diam saja, percuma menyangkal karena itu memang kebenarannya.
"Kau tahu. Akan ada banyak Angkara yang iri terhadapmu, jika mereka tahu mengenai dirimu. Karena banyak dari mereka yang justru tidak mempunyai sifat itu. Mereka akan menganggapmu sangat beruntung. Karena mereka sendiri masih bisa merasakan sakit hati."
"Biar kukatakan kepadamu. Semua amalanmu itu sia-sia belaka. Semuanya tidak akan diterima oleh yang Maha Kuasa. Dengan semua kebusukanmu itu, kamu adalah orang yang tidak akan mendapatkan syafaat di hari akhir."
"Huh, nggak dapat syafaat juga nggak papa. Yang penting tetap bisa masuk surga". Cela Toying.
"Ya ya ya. Terserah kamu saja dah". Ki Gede merasa tidak perlu menanggapi orang bodoh.
"Tiwas menjual Lamborgini kesayangan demi disumbangkan kepada orang-orang miskin. Tapi semua itu sia-sia. Kasihan."
"Ferari bukan Lamborgini!" Toying ketus.
"Sorry salah nyebut. Habis mirip sih, merk saingan."
"Kasihan, tiwas menjual mobil mewah kesayangan."
"Kamu bukan Tuhan yang memutuskan!"
"Memangnya kamu berpikir kalau kelakuanmu itu mendekati malaikat!?.
Terus kenapa kalau kamu mulai membaca Al-Quran, sampai bersodaqoh entah berapa ratus atau ribu eksemplar Al-Quran dengan harapan mendapatkan amal jariyah darinya.
Apa perilakumu itu sesuai dengan Al-Quran itu?."
"Kasihan, dapat zonk. Dah banyak keluar harta dapatnya zonk. Semuanya nggak diterima, kamunya nggak dapat apa-apa.
Ya.. nggak rugi juga sih kamu, toh orang lain yang kerja, duitmu yang kerja, turunan duit haram hasil "smartwork"mu itu. Bukan kamunya. Kamunya-kan dapatnya juga cuma sambil kipas-kipas dan ongkang-ongkang kaki doang.
Kenapa tidak menyumbangkan semua hartamu kalau kamu memang yakin?. Kan jadi makin banyak amalmu.
Nanti kita buktikan mana yang benar, keyakinanmu itu atau perkataan ku ini."
"Tapi kalau kamu mau dapat jawaban lebih cepat juga bisa kok. Ki Gede meletakkan sebilah Golok di atas meja. Kamu tinggal mengatakannya. Tenang, inikan bukan bunuh diri namanya. Aku yang menanggung dosanya.
Akan kulakukan dengan cepat sehingga kau takkan merasa sakit. Golok ini sangatlah tajam, biasa digunakan untuk menjagal ternak. Cocok juga buat kamu. Ki Gede tersenyum.
Toying enggak mentolo.
"Kenapa?. Mulai ragu?. Kamu nggak yakin sama keyakinanmu itu?. Habis inikan kamu bisa langsung masuk surga. Ketemu bidadari beneran, bukan yang sekelas Lonte atau perempuan yang kamu ikhlaskan buat numpang hidup enak sama kamu itu.
Begitu bangun bisa langsung pindah alam. Enaknya. Sementara aku masih akan berkutat di alam fana ini."
Toying tidak berkata apa-apa.
"Jual Lamborgini.."
"Ferari!"
"Iya Ferari, lalu pingin besoknya bisa beli Tesla. Mimpi bisa berada didalam mobil listrik itu dalam keadaan otonom. Bisa pamer, dilihat, dan dikagumi banyak orang."
"Otonom di Indonesia memang pasti akan terjadi kok. Tapi nanti setelah bangkaimu dipendam didalam tanah, menjadi makanan belatung. Hahahaha!" Ki Gede tak bisa lagi menahan tawanya.
"Kau jangan salah paham. Aku takkan menyuruhmu bertanggungjawab ataupun melakukan hal-hal terpuji lainnya. Kau harus mengingat bahwa aku ini Angkara. Justru sebaliknya, aku menyukai segala perbuatan tercelamu itu.
Lagipula Banci sepertimu takkan pernah berani melakukannya. Sampai akhirpun kau akan tetap menjadi Banci."
***
Mari bersama-sama kita lihat akhir dunia. Sambil memperbudak umat manusia.