Entah sudah keberapa kalinya aku mendengar percakapan itu. Percakapan dengan tema yang sama antara orangtua dan putrinya.
Apa aku masih bisa mensyukuri keelokan sepasang mata tajam yang kumiliki ini?. Entah ini sudah yang keberapa kalinya, ada perempuan yang lagi-lagi terpesona olehnya. Entah ini sudah yang keberapa kalinya, lagi-lagi aku menjadi cinta pertama seseorang.
Umurku saat ini sudah tidak muda lagi. Bagiku.. buat apa terpesona kalau tidak bisa menjadi jodohku.
Sayangnya lagi-lagi ini terjadi kepada perempuan yang belum cukup umur. Waktu masih SMA, ada anak SD yang naksir sama aku, tetangga sebelah rumahku sendiri pada waktu itu. Selepas SMA juga ada anak SD yang naksir sama aku, lagi-lagi aku dijadikan cinta pertama para gadis kecil. Keduanya kumasukan hitungan karena intensitas kami yang akan sering bertemu, pada waktu itu. Bukan sekedar angin lalu, layaknya figuran yang hanya muncul/berjumpa sekali.
Dan aku tak akan pernah mengejek apalagi menghina perasaan yang mereka rasakan itu. Karena cinta adalah anugerah. Anugerah terindah dari Sang Maha Pencipta. Dan tidak semua orang beruntung bisa merasakannya.
Kalaupun tidak menjadi jodoh, biarlah itu menjadi kenangan manis yang pernah menghampiri hidup mereka. Cinta pertama adalah hal yang tidak akan pernah bisa kita lupakan. Seumur hidup. Sampai tua, sampai tutup usia.
Kali ini bisa terjadi karena aku cukup sering menyambangi tempat tinggal mereka selaku mitra resto rumahan dari Ojek Online yang kugeluti saat ini. Putri mereka sering membantu pekerjaan sekedar membuatkan nota dan memberikannya kepadaku. Masa pandemi, jadi semua pelajar belajar di rumah masing-masing secara daring.
"Bapak malu Nak. Bapak nggak mungkin mengutarakan hal ini kepadanya. Bapak memang pernah ngobrol sama dia, dulu sebelum Korona merebak. Belum jaman maskeran. Jadi bapak sudah pernah lihat wajahnya secara penuh. Ya, dia memang ganteng. Pasti bukan cuma kamu saja yang naksir. Pasti sudah punya pacar, bahkan mungkin sudah punya istri.
Bapak nggak akan pernah menghina pekerjaannya. Laki-laki itu yang penting bertanggungjawab. Bapak juga nggak akan mempermasalahkan umurnya, sekalipun nanti ia mungkin seumuran sama bapak, bapak nggak akan mempermasalahkannya. Dasarnya dulu juga bapak nikah muda. Bapak benar-benar cinta sama Ibumu, hingga akhirnya lahirlah kamu. Wok nanti sama teman mu saja. Seiring berjalannya waktu, pasti bakal nemu kok".
Dia berisikeras, nggak mau.
"Masalahnya itu umur kamu Nak. Kamu itu masih kelas satu SMP. Setidaknya umur dia kisaran 25-28, maksimal 30 tahun. Apa mau dia nungguin kamu enam tahun lagi?. Lima.. bukan. Andaikan minimal kamu sudah masuk SMA. Bapak akan siri-kan kamu. Tapi ya rahasiakan dari teman-temanmu, jangan punya anak dulu, nunggu kamu selesai sekolah."
Percakapan yang bisa membuat siapapun tersenyum mendengarnya. Beliau membahas hal yang.. sepertinya terlalu jauh deh. Kepada anak sulungnya itu.
Aku?. Nggak mungkin juga aku tiba-tiba nembung putrinya untuk kuperistri. Dan bersedia menunggunya, dengan usiaku sekarang. Lagipula masa tiba-tiba gayung bersambut, seakan aku sudah tahu mengenai hal ini. Mungkin tiga tahun lagi, atau malahan mungkin tahun depan. Aku yang sudah menjadi semakin tua. Wajahku sudah tidak semenarik sebelumnya. Apa saat itu dia masih mempunyai perasaan yang sama?. Belum tentu kan.
Anak SD pertama yang kuceritakan.. terjerumus pergaulan bebas dengan teman SMAnya. Mungkin saat ini mereka sudah dinikahkan. Maaf.. andai saja aku masih berada di sana. Mungkin kamu tidak akan pernah melakukannya.
Anak SD yang kedua.. sampai sekarang tidak menanggapi percakapan dariku, di media sosialnya. Satu-satunya media yang bisa menghubungkan kami. Karena dia sudah tidak satu kota lagi denganku. Padahal saat itu dia sudah bekerja dan cukup umur bila dia mau menaggapiku untuk melamarnya. Mungkin Ibunya tidak setuju karena kami beda keyakinan. Dia Kristen dan aku Islam. Mungkin ibunya tidak mau kalau dirinya berpindah keyakinan. Padahal ayah angkatnya, yang juga mantan Boss ku itu, orang yang sudah minterke dia.. sekarang sekeluarga juga sudah masuk Islam. Aku sungguh bersyukur, waktu itu beliau menanggapi kekhawatiranku mengenai dirinya. Namun keputusan tetap berada pada ibunya selaku orangtua kandung. Dan dia mengikutinya.
Sedangkan gadis penjaga Apotek yang sudah benar-benar cukup umur untuk menikah, justru menolakku. Sebenarnya aku sudah tidak mau memikirkannya lagi. Aku akan hargai keputusannya, setelah langkah akhir aku sampaikan. Setelah usahaku berbicara secara tatap muka ditolaknya secara tidak langsung dengan perkataan rekan kerjanya, bahwa dia sudah pulang disaat sebelumnya aku sudah menanyakan jam berapa dia pulang kerja, sehingga aku bisa punya waktu untuk berbincang. Aku tahu dia masih berada didalam, tidak kemana-mana. Nomer telponku yang kutulis di sobekan kertas beserta pesan terakhir dariku, yang kutitipkan kepada rekan kerjanya yang lain, di hari berikutnya juga telah kulayangkan.
Dan aku tidak pernah menerima jawaban darinya. Sudahlah, berarti dia memang benar-benar menolakku. Ya nggak apa-apa. Aku dah kebal kok kecewa dalam hal percintaan.
Kalian tahu. Tempo hari aku mendapatkan SMS dari orang tak dikenal, mengenai gadis penjaga Apotek tersebut. Padahal waktu itu aku sudah tidak mau mengingatnya kembali. Akhirnya akupun kembali kesana bukan untuk membeli obat seperti yang secara berkala biasa aku lakukan. Sekali lagi, aku menanyakan mengenai dirinya, namun mendapatkan jawaban dari rekannya yang memanggil dirinya "mbak" . Bahwa dia sudah tidak lagi bekerja disitu. Itu aku anggap sebagai jawaban final, jawaban dari seseorang yang memang tidak mau diganggu. Aku turut senang, setidaknya secara tidak langsung aku sudah membantu adiknya untuk kuliah.
SMS terakhir yang kuterima berkata.. bahwa dia memang nggak mau sama aku. Kalau memang mau ya sudah dari dulu, bukan menungguku sampai berusia 40 tahun. Andai dia tidak terikat oleh Ranti, dia sudah pasti menerima anak cukong bermobil yang hendak berkenalan dengannya itu.
SMS itu mengingatkan ku untuk mengingat tulisanku sendiri mengenai "Mungkin dia masih perawan, namun bukan perempuan yang baik".
***
Terakhir kali aku kesana. Dia sendiri yang menyerahkan paket pesanan kepadaku sambil tertunduk dan tersenyum manis.
Berbeda dari seperti yang sebelumnya, biasanya dia memanggilku dengan sebutan Om. Kali ini dia memanggilku dengan sebutan mas. Aku hanya bisa membalasnya dengan tersenyum dari balik masker yang kupakai. Jadi kerasa lebih muda ini 😁.
Dalam langkah ku pergi dari sana, aku mendengarnya berbisik pelan.
"Tunggu aku lima tahun lagi mas".
Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum mendengar hal itu. Masalahnya bukan ada padamu dik. Tapi padaku. Seiring dengan berjalannya waktu, kamu akan menjadi semakin dewasa. Sedangkan aku akan menjadi semakin tua.