Lama-lama gerah juga berkali-kali media memberitakan tentang seorang pemuka agama yang tingkahnya kontrovesial ini.
Sudah dari belasan tahun yang lalu banyak wacana agar para penceramah mendapat sertifikasi standart kualifikasi. Hanya yang memenuhi standart kompetensilah yang boleh melakukan tugasnya. Hal itu terjadi akibat banyaknya isi ceramah yang membuat miris para pendengarnya. Bukan hanya tidak menyejukkan namun justru sebaliknya membuat mual sebagian pendengar. Tidak sepantasnya ceramah diisi oleh yang kata-kata yang penuh amarah, kasar dan kotor. Tidak segan-segan menghina suatu tokoh tertentu secara terang-terangan bahkan dengan mudahnya mengutuk orang-orang yang tidak sependapat/bersebrangan dengannya. Berbekal pengikut yang lumayan jumlahnya, banyak menimbulkan gesekan dalam masyarakat karena anti kritik dan seolah itu adalah hal yang lumrah.
Massa fanatik dirinya sepertinya melihatnya karena selain posisi dirinya sebagai pemuka salah satu agama, konon juga merupakan keturunan nabi dan lokal hero.
Aku tidak tahu dirinya Angkara atau bukan karena lokasinya berada ada di luar jangkauanku.
Yang aku tahu seseorang tidak akan mengumbar asal-usul garis keturunannya yang "too beautiful to be true" bila tidak mempunyai suatu tujuan tertentu.
Kenapa agama dinisbatkan kepada kamu pengikutnya, karena yang menunjukkan keindahan agama adalah kamu dan yang membuat agama nampak buruk juga adalah kamu, sekalipun agama itu tidak buruk.
Rasulullah sendiri pernah bersabda "Aku diutus sebagai Rahmatan, bukan tukang kutuk".
Garis keturunan..
Tahukah kamu bahwa beberapa presiden kita, contohnya presiden pertama dan presiden keempat kita itu mempunyai darah ningrat?. Tidak usah jauh-jauh, diriku sendiri saja masih punya darah ningrat, atau darah biru aka darah para bangsawan, darah para raja. Memangnya kenapa? Apa yang membuatnya special?
Mungkin yang membuatnya berbeda adalah karena kami berasal dari keturunan orang-orang yang istimewa. Itulah yang membuat pandangan orang menjadi berbeda.
Ningrat...
Semua keturunan bangsawan dan raja kesultanan Yogyakarta dan Surakarta berasal dari hulu yang sama yaitu Sultan Agung dari Mataram. Kalau ditarik lebih keatas maka kita akan menemukan Panembahan Senopati/Sutawijaya, ayah beliau Ki Ageng Pamanahan adalah keturunan Brawijaya; Raja terakhir Majapahit, sedangkan ibu beliau Nyai Sabinah merupakan keturunan Sunan Giri. Sunan Giri adalah salah satu anggota walisongo sekaligus pendiri Giri Kedaton. Dari jalur ibu beliau mempunyai darah Raja Agung Majapahit; Hayam Wuruk sedangkan dari jalur ayah merupakan keturunan Rasulullah.
Wow... terkadang aku sendiri merasa bangga dan takjub, ternyata para leluhurku terkenal dan kita bahkan bisa menemukan kisah hidup mereka di internet.
Pernah dengar seorang tetangga mencibir diriku yang kadang menggunakan kata "mah" dalam percakapan. Tanpa dia tahu siapa aku. Juga menyebutku bukan darah murni waktu mengetahui kakek buyutku adalah orang Minang, suatu sebutan yang aneh. Padahal saya yakin dia tidak pernah membaca novel Harry Potter.
Bila menelusuri Brawijaya yang mempunyai arti trah keturunan Raden
Wijaya. Maka kita akan menemukan bahwa sang pendiri Majapahit ini adalah
putra dari Rakeyan Jayadarma yang bukan sembarang orang Sunda, melainkan putra mahkota kerajaan Sunda Galuh. Sama halnya saya yang terkadang chat di internet menggunakan kata "Onde Mande". Andaikan tidak ada darah keturunan juga masa tidak boleh menggunakan kata tersebut? lha wong sama-sama Indonesia juga. Apalagi saya punya cipratan awu keduanya.
Pernah kepikiran juga sih.. gimana kalo "orang itu"(orang yang
menaruh iri dan dengki terhadapku itu) sampai mengetahui hal ini?. Dulu waktu dia tahu bahwa buyutku adalah seorang pejuang kemerdekaan yang berasal dari divisi Siliwangi saja dia nyinyir tidak mau menerima kenyataannya.
Apalagi kalau dia sampai tahu bahwa
aku adalah keturunan para raja Nusantara.
Bisa Kejang-kejang dia, wkwkwkwk.
Terus gimana kalau dia sampai tahu bahwa aku adalah keturunan para raja Nusantara + keturunan Waliyullah? yaa sama sih.. tetep bakal kejang-kejang, cuma bedanya kejang-kejangnya bakalan lebih lama
Yang membuatku heran waktu itu adalah tetanggaku yang satu itu tahu hal itu darimana kalau buyutku adalah seorang pahlawan?.
*****
Mempunyai indera pendengaran yang kelewat tajam seringkali membuat kita mendengarkan hal-hal yang sebenarnya malas untuk kita dengar.
Beberapa waktu lalu lagi-lagi aku mendengarnya mencibir diriku(setelah kejang-kejang tentunya) dengan mengatakan "Memangnya kenapa kalau punya keturunan Ningrat!?. Dasar keturunan Ken Arok!".
Aku sempat merinding bagaimana ia bisa tahu mengenai hal itu!? ia tahu darimana? Apa ia dukun!?. Apakah ini yang dinamakan kekuatan hater alias fan jaim? Sampai sebegitunya ia menjadi penggemarku?. Karena aku sama sekali tidak pernah mengharapkan lelaki berumur semacam dirinya menjadi penggemarku.
Mengenai hal itu aku memang tidak pernah membicarakannya kepada
siapapun. Karena cukuplah aku ketahui dan aku simpan untuk diri sendiri
sebagai landasan motivasi untuk berbuat lebih baik dan menjaga nama baik
leluhurku. Sebagai penyemangat diri sendiri agar percaya diri dan tidak
minder, bahwa aku adalah keturunan orang-orang yang hebat jadi aku juga tidak
boleh kalah.
Lagipula aku ingin orang-orang melihatku
bukan dari status keturunanku. Namun dari diriku sendiri. Kualitas
diriku. Apa gunanya juga ngaku-ngaku berasal dari keturunan yang
istimewa kalau tidak ada keperluannya.
Lalu gimana aku harus membalasnya? apa dengan mengatakan "Dasar darah murni, cuma keturunan rakyat jelata saja gaya!" eh, masa gitu?.
Lagipula aku juga meragukan dia berdarah murni. Dilihat dari fisiknya saja, kemungkinan dia keturunan Cina Mongol. Bisa jadi salah satu bahkan beberapa leluhurnya adalah sisa tentara Tar tar yang menyerang Jawa atas perintah Kubilai Khan namun dibully oleh Raden Wijaya sehingga tidak bisa pulang ke negeri asalnya.
Mengenai gelar kebangsawanan. Aku tidak punya dan tidak berminat untuk punya. Namaku ini sudah terdiri dari empat kata. Bayangkan kalau harus membubuhi tambahan dua kata lagi didepannya.. -_- .
Bagi sebagian kalangan justru gelar seperti itu malah menjadi bahan kesenjangan. Apakah fungsi sebuah gelar bila kita tidak sanggup untuk menjaga nama baik leluhur sebelumnya. Lagipula kami sudah berada jauh dari lingkungan keraton.
Semenjak keturunan dari buyut saya. Gelar tidak lagi diturunkan kepada keturunannya. Karena Nenek buyut saya yang masih "ningrat" memilih untuk menikah dengan Priyayi Alit(Masyarakat biasa) yaitu kakek buyut saya. Lagian perempuan mana yang tidak kepencut(tertarik; jatuh cinta) sama lelaki gagah tampan rupawan menawan. Keluarga mana yang bakalan menolak pinangan seorang pemuda yang jauh dari rantau yang terketuk hatinya untuk membela tanah air dan bangsanya dari bangsa asing.
Hal itu berlanjut sampai kepada ibu saya yang juga memilih menikahi Priyayi Alit yaitu ayah saya.
Yang walaupun begitu masih memenuhi bibit, bebet, bobot. Itulah hal yang terpenting.
Sampai mana tadi..
Ah, mengenai cercaan yang ditujukannya kepada saya mengenai Ken Arok. Kenapa hanya menyebut nama itu? Padahal ada banyak percabangan selain beliau. Apa ia bermaksud membandingkan dirinya itu lebih baik daripada Sri Rajasa san Amurwabhumi yang berani secara terang-terangan menantang Kerajaan besar Kadiri dari depan, serta mendapatkan restu dan dukungan dari para Brahmana pada waktu itu. Dan berhasil mengalahkannya.
Saya akan sedikit bercerita tentang kakek saya dari jalur ayah. Beliau adalah seorang yatim piatu. Namun karena kecerdasannya, dan juga mungkin karena penampilannya yang rupawan. Beliau diangkat anak oleh seorang Camat pada waktu itu. Akhirnya beliau bisa menyelesaikan tingkat pendidikannya dan di terima sebagai PNS di pengadilan sebagai juru ketik-penuntut umum. Beliau mempunyai kualitas dalam dirinya yang membuatnya terangkat. Coba bandingkan dengan seorang buruh yang sombong karena berhasil membeli kulkas dan mobil bekas dengan maksud agar dianggap sebagai orang kaya. Manakah yang menyedihkan?
Ningrat..
Tahukah kamu jumlah "ningrat" di jawa sendiri itu tidaklah sedikit(walaupun yang non-ningrat jumlahnya juga pasti lebih banyak). Tergantung pamor keraton. Permintaan pengurusan gelar di Keraton Yogyakarta sendiri mencapai puluhan bahkan ratusan setiap bulannya. Kalau di Surakarta permintaannya lebih sedikit, mungkin cuma kisaran dua puluhan untuk beberapa bulannya.
Itu kembali lagi ke awal. Apakah fungsi gelar bila kita tidak mampu menjaga nama baik leluhur kita sebelumnya.
Tahukah kamu, disadari atau tidak disadari. Sebenarnya kita semua ini adalah keturunan dari.. minimal.. bukan hanya satu namun dua orang nabi. Yaitu nabi Nuh dan nabi Adam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).