Untukmu nan jauh disana...
Apakah kau merindukanku seperti halnya aku yang selalu merindukanmu?.
Semburat warna Oranye menghiasi angkasa. Gumpalan awan-awan tipis tergurat melow. Cahayanya yang temaram menyinari bumi.
Saat ini aku berada di sebuah padang rumput yang luas. Hanya terlihat sebuah pohon besar nan rindang yang jauh disana. Aku berjalan menuju pohon tersebut, karena hanya itulah satu-satunya tempat mencolok yang bisa kudatangi. Semakin mendekat semakin terlihat ada sesosok siluet seseorang disana. Di bawah pohon rindang itu. Seorang perempuan berjilbab memunggungiku. Ketika aku sampai dan berhenti tepat berada di belakangnya. Perlahan dia membalikkan badannya. Sosok perempuan berhijab itu ternyata Doi. Dia adalah Zara. Aku hanya bisa diam.
Melihatku lekat dia menyalamiku terlebih dahulu.
"Hai, apa kabar?"
"Hai juga" jawabku.
"Sehat, namun kurasa tidak begitu baik" lanjutku.
Aku menghirup nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya, terkejut akan keadaan ini. Suasana sore yang sendu.
"Apa kamu puas dengan keputusanmu waktu itu?. Sudah menemukan apa yang kamu cari? ujarnya"
'Waktu itu?. Apakah yang dia maksud waktu itu adalah saat itu?. Saat aku mengambil keputusan untuk menunggu Diana dan mengabaikan dirinya?. Suatu keputusan berdasarkan emosi bukan berdasarkan logika seperti yang umumnya diambil oleh para pria.
Aku sampai mengambil keputusan tersebut karena Diana sudah mengambil sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Dan aku pikir aku tidak bisa menelantarkannya begitu saja. Suatu keputusan yang akhirnya aku sesali.
"Apa hasilnya?. Mereka mengecewakanmu lagi?. Mereka lagi-lagi mengkhianati dirimu?. Aku hanya bisa lesu mendengar perkataannya.
"Aku mau marah sama kamu!" matanya terlihat nanar.
"Kenapa memberi kesempatan kedua bagi orang yang sama?. Jika nyatanya ada aku, orang baru yang menunggu kesempatan pertamanya!?".
"Kamu nggak adil sama aku"
'Ya tentu saja kamu boleh marah padaku. Kamu berhak akan hal itu' .
Aku hanya bisa terdiam mendengarkan semua perkataannya.
"Nasi sudah menjadi bubur". Itu adalah kalimat klasik yang sudah sering kita dengar.
"Kamu tahukan?" saat aku hendak meneruskan kalimat berikutnya. Zara juga ikut mengatakan kalimat yang sama, seolah dia tahu apa yang hendak kukatakan.
"Tidak semua orang beruntung menikah dengan cinta
sejatinya, tapi semua orang bisa beruntung menjadikan orang yang telah dinikahinya
sebagai cinta sejatinya". Aku cukup terkejut akan hal itu.
"Tentu saja aku tahu nasehat itu. Karena saat ini aku sedang berusaha menjalaninya. Kamu memang pandai mengatakan nasehat. Tapi seharusnya kamu ambil nasehat itu untuk diri kamu sendiri!". Kali ini aku hanya bisa menunduk.
"Jangan menunda yang harus disegerakan dan mempersulit apa yang harusnya dimudahkan. Pernikahan termasuk yang ada didalamnya".
"Disegerakan namun bukan berarti tergesa-gesa bukan?". Kali ini Zaralah yang menunduk.
"Menunggu bukanlah masalah sebentar atau lama. Tapi masalah kepastian."
Diapun menengadahkan wajahnya memandangku dalam-dalam. "Kamu tidak tahu yang kami kaum perempuan rasakan. Saat sudah menginjak umur 25th. Itulah saat untuk menikah. Terlalu tua membuat kesuburan menurun dan rahim tidak bisa lagi dipakai!. Dan kamu yang aku harapkan justru tidak meresponku."
'Aku mengetahui hal itu. Tapi bukan berarti aku sebagai laki-laki ingin menunda-nunda pernikahan. Hanya saja..
"Quraish shihab mengatakan pernikahan adalah kebaikan yang jangan ditunda-tunda tapi disegerakan, tidak ada cinta pada pandangan pertama".
Aku tersenyum dan menggodanya. "Waktu sama aku itu bukan cinta dalam pandangan pertama ya?".
Wajahnya memerah seperti udang rebus.
"Ini bukan waktunya bercanda!. Dan tidak seharusnya kamu menggoda.. istri orang."
"Ah.. maaf. Aku memijat-mijat tengkukku dengan tangan kanan.
"Zar, maafkan atas sikapku waktu itu. Biarlah aku tanggung hasil dari keputusanku itu saat ini".
Sosok perempuan cantik berjilbab itu perlahan menghilang, digantikan oleh sosok perempuan cantik berwajah oriental. Dia bernama Ariella.
'Ah ternyata.. ini adalah mimpi. Tentu saja'.
Apakah ini adalah bentuk keresahan hatiku selama ini?.
Sepasang mata dengan lekukan kelopak mata kebawah itu memandangku dengan tajam. Bibirnya mengkerut. Membuat dirinya semakin imut. (^_^)
"Hai" sapaku.
"Aku mau marah sama kamu!" ujarnya dengan posisi tangan sedakep.
'Ah lagi-lagi mau dimarahin. Baru sekalinya ketemu di mimpi tapi dimarahin'.
"Aku akan dengarkan" ucapku.
"Kalau hasilnya seperti ini. Kenapa kamu tidak mengatakannya kepadaku lebih awal!?".
"Kenapa tidak menjanjikan apapun kepadaku?. Kenapa kamu tidak memperjuangkanku sampai akhir!?".
"Kamu pasti tahu jawabannya bukan?" jawabku.
"Jangan kau pikir aku tidak berbuat sesuatu apapun!. Aku sudah menyampaikannya kepada bapak.
Kesan pertama itu penting!. Kamu yang membuatnya gagal. Memasang foto alay di profil Sosmedmu. Itu yang bikin bapak ilfil. "
"Foto yang mana yang kamu maksud?. Foto kartun Ninja? atau foto YuGiOhnya?."
"Iya yang itu!. Foto editan dirimu yang bersayap malaikat dalam bingkai kartu YuGiOh."
'Ya.. masa harus memasang pas foto sebagai profil di Medsos?. Dan itukan cuma Medsos yang aku tidak aktif pula didalamnya.'
"Dan kamu pasti mendengarnya bukan?. Saat aku mengatakan pasti bisa berhasil bila langsung menghadap menemui bapak. Waktu itu kedengeran gak?."
"Waktu kamu berbicara sendiri itu ya? ucapku tersenyum."
"Tapi bagaimanapun juga.. maafkan aku ya". Aku mengelus-elus kepalanya. Hal yang tidak mungkin bisa kulakukan di dunia nyata.
"Aku yang harusnya minta maaf. Padahal hal yang kuinginkan akhirnya terjadi.. tapi. Dia meneteskan air matanya.
Kamu juga harus bisa move-on. Katakan padaku adakah gadis yang terpikirkan saat ini untuk kamu jadikan pendamping hidupmu?."
"Ya mungkin ada. Tapi entahlah. Saat pulang dari Jumatan. Aku pernah mendengar ayahnya berkata namun tidak secara langsung kepadaku. Bila aku memberi kesempatan kepadamu, kenapa tidak memberikan kesempatan yang sama kepada putrinya?.
Mungkin aku hanya tidak mau ada bayangan "dirinya" dalam kehidupan kami nantinya."
"Kalau begitu jangan menganggapnya sebagai bayangan dirinya. Bila dia sudah menjadi istrimu dia harus patuh dan mengabdi kepadamu. Dan wajib menuruti segala keputusan yang kamu ambil."
"Witing tresno jalaran soko kulino. Pandangan pertama bukan satu-satunya cara jatuh cinta". Kamu tidak mengenalnya, kalau kamu bisa mengenal dirinya lebih jauh. Belum tentu kamu tidak bisa jatuh hati kepadanya bukan?."
Sosok itu berubah beriringan antara Zara dan Ariella. Kami sudah ada seseorang yang membuat kami bisa mulai melupakanmu. Berbeda denganmu yang hanya bisa mengharapkan sang waktu untuk membantumu.
"Seseorang itu adalah suami kalian ya?."
Mereka menggelengkan kepala.
"Kurang tepat. Seseorang itu adalah buah hati kami.
Kalau tidak kamu segerakan. Anakmu akan lahir saat kamu umur berapa?. Jadi jangan kelamaan sendirian."
Senja adalah batas peralihan. Saat Matahari memilih tenggelam. Sebelum akhirnya dunia menjadi gelap tanpa cahaya.
Aku tersenyum. "Percakapan ini. Sosok kalian ini pasti berdasarkan informasi yang tersimpan pada alam bawah sadarku ya?."
Sosok mereka berdua muncul bergantian dalam satu sosok didepanku.
Menggelengkan kepala. "Apa kamu pikir diri kami di dunia nyata tidak akan mengatakan hal yang sama?."
Aku terbangun dari tidurku
Pagi hari di hari Ahad, di hari yang sama dan di tanggal yang sama 3# tahun yang lalu saat kelahiranku.
Setiap hari kita bermimpi. Hanya saja setelah terbangun seringkali kita tidak bisa mengingat apa yang saat itu kita mimpikan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).