Kisah humanis, perjuangan dalam pengadilan dunia.
Yey ini saya pasang gambarnya yang pasti membuat kalian minat nontonnya (^-^ )
Perjalanan Seo Jin-woo demi membuktikan ayahnya tidak bersalah oleh tuduhan pembunuhan yang ditujukan kepadanya. Seo Jin memiliki ingatan Fotografis yang membuatnya mengingat semua hal layaknya melihat sebuah foto. Detail dan sempurna. Ironisnya disaat yang buruk ayahnya justru terkena Alzheimer yang membuatnya semakin terpuruk dan sulit membela diri dari tuduhan yang dituduhkan kepadanya.
Sudah lama saya tidak menikmati sebuah film seperti waktu saya melihat "Pinokio". Tidak ada fantasi di film ini. Benar-benar kisah dunia nyata dengan segala intriknya.
Kalau dipikirkan. Negara mereka berani ya mengangkat keterlibatan para oknum aparat dalam dunia gelap hukum di negara tersebut. India yang notabene bukan negara maju saja berani bikin film semacan ini. Sudah sejak jaman dulu lagi.
Itulah yang membuat saya gandrung dengan film-film buatan luar negeri dari Jepang sampai Korea.
Benar-benar bermanfaat untuk menambah wawasan kita. Penerapannya juga paling tidak jauh beda dengan tempat kita berada. Dimana-mana sama kok. Manusianya juga seperti itu-itu juga sifatnya.
Selama di negara kita tidak ada yang berani mengangkat kisah dunia aparatur negara dengan segala problematikanya(baca: kisah dunia nyata). Sudah bisa dipastikan film-film kita(baca: Sinetron kita) nggak bakal jauh-jauh dari kisah gonjang-ganjing rumah tangga dan gaya berpacaran alay anak muda. Yaa kayak gitu deh. Mungkin memang hal tersebut dilarang; dianggap mencemarkan nama institusi. Saya jadi inget beberapa tahun lalu ada orang memvideokan oknum pungli. Tapi dia malah dipidanakan. Bukannya justru oknum tersebut yang mencemarkan nama institusinya. Kok malah dibalik -_- (Makanya kalo mau upload gituan pakelah akun Anonim dan dari tempat umum, jangan terlalu polos dengan bangganya memakai akun asli -_- . Berbaik sangka mengharap penghargaan tidak sebanding dengan resiko bila hal itu justru berakhir sebaliknya).
Tahun 2015 tahun yang sama dengan pembuatan drama ini di Korea Selatan.
https://www.rappler.com/indonesia/107876-video-polisi-terima-suap-save-adlun
Yang terakhir tahun lalu ada supir truk yang melakukan hal yang sama. Kapoldanya sendiri saja dengan tenangnya sudah membuat pernyataan kepada media, didepan para wartawan. Akan mempidanakan abang supir truk tersebut. Untung saja pak Tito selaku pucuk pimpinan Polri mengapresiasi hal itu. Beliau mendukung dan meminta warga lainnya juga melakukan hal yang sama(merekam).
Warisan orde baru membuat aparat ditakuti. Itu juga yang membuat kejahatan orang-orang jahat yang memanfaatkan hal ini menjadi lancar. Dari penipuan berkedok semacam itu. Misalnya ngaku2 polisi bilang ke korban kalau anaknya diciduk, lalu minta uang dll. Sampai sogong-sogongan mamerin beking segala. Minimnya pendidikan akan hukum membuat orang awam menjadi korban. Sedangkan tayangan televisi kita... -_- . Tidak mencerdaskan kehidupan bangsa.
Makanya untuk tayangan dalam negeri saya lebih milih nonton berita dan program talkshow. Yang jelas-jelas bermanfaat(juga menghibur). Paling Net TV channel yang bisa saya acungkan jempol. Karena mereka anti mainstream; berusaha memberikan hiburan yang mendidik bukan hanya mengejar rating.
Dalam kisah ini Jaksa dibeli, polisi dibeli..
Nggak usah beli jaksa, nggak usah beli polisinya. Langsung saja beli saja Hakimnya(perwakilan tuhan didunia); masalah beres.
Uang Partisipasi
Diposting oleh
tutorial
06.13
"Aku tidak terima kalo dikatakan rumah ini yang mbangun mantuku!. ucapnya dengan posisi mulut berkumis tebalnya yang dimonyongkan.
Begitulah responnya terhadap pujian kami tentang rumahnya yang baru saja direnovasi. Rumah yang dulunya jelek ala kadarnya sekarang sudah disulap menjadi bagus. Berkat menantunya yang "pinter" terhadap mertuanya ini.
"Anakku juga bekerja!. Sebulan ada kalo Rp15juta!".
'Ini anaknya yang mana ya?. Waah hebath pasti pekerjaannya sejenis hacker atau programer. Ah merendah itu, masa cuma Rp15juta. Kenapa tidak digenapi menjadi Rp50juta?, jadikan bisa menyaingi Ferza.
Karena yang kami tahu anaknya itu lulus kuliah dengan cara "meminta tolong" dosennya agar bisa lulus. Tentang hal itu semua penduduk kampung juga sudah tahu dan bahkan yang bersangkutan sendiri mengakuinya. Kasihan.. justru dia sendiri yang sepertinya tidak diberitahu oleh yang bersangkutan kalau kami sudah mengetahuinya.
"Sugeh(Kaya) Harto(Harta) sambil menepuk-nepuk kecil dadanya. Kok dihina! matanya melotot. Justru anakku itu yang menghidupi mantuku saat dia nganggur!".
'Eh.. itu menantunya yang mana ya?'
'Oke kita abaikan saja dulu Sugeharto ini dengan segala omong kosongnya.'
'Karena saat ini saya mau membahas tentang cara memberikan uang kepada dosen agar lulus ujian skripsi. Hal inilah yang sedang dihadapi salah satu adik dari teman saya.'
Temanku juga tahu kuliah itu membutuhkan dana yang sama tidak sedikit. Namun dengan kondisi perekonomian yang pas-pasan. Hal itu malah menambah berat bebannya saat ini. Malah terdengar seperti memaksakan diri untuk kuliah.
Sebenarnya soal skripsi itu sangat mudah kalau mau jadi. Tinggal pesan saja kepada jasa yang iklannya memenuhi pelosok jalan. Dengan nada tulisan yang kurang lebih sama "Jasa Pembuatan Skripsi".Seolah itu bukanlah hal yang tabu. Loh bahkan ada lho orang yang pekerjaannya dibidang Travel Haji dan umroh secara terang-terangan juga menawarkan bisnis sampingan semacam ini. Kok nggak malu sama ya profesinya?.
Kalau saya pribadi sih nggak bakalan memakai jasa yang seperti itu. Enak saja mau mengambil keuntungan yang membuat kualitas Sarjana kita hanya menjadi gelar tanpa isi. Bisnis semacam ini menjamur karena tidak ada hukum perdata/pidananya. Jadi dianggap legal sekalipun ini adalah bentuk penipuan yang melanggar etika pendidikan -_- .
Sebenarnya kalo mau sedikit usaha sih gampang. Cukup pergi ke pasar buku loak(bekas) dan cari skripsi disana. Mau minta berapa kilogram juga ada. Tinggal disalin dan dirubah-rubah dikit. Beres!. Dan kitapun sudah melakukan penghematan sekian juta rupiah daripada membeli skripsi pesanan. Toh saat memesan skripsi kita tetap dimintai data lapangan.
Mendapatkan ijazah Sarjana memang sepertinya bukan saja untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, namun sudah menjadi prestise beberapa kalangan. Sampai-sampai kemarin terbongkar oleh salah satu media, ada Universitas swasta yang mengadakan wisuda masal bagi para "mahasiswanya" yang bahkan tidak pernah mengikuti perkuliahan. Langsung beli ijazah jadi mendapatkan harga yang murah(Cuma Rp3juta kalo nggak salah) daripada menghadiri perkuliahan dengan segala pernak-perniknya. Belum lagi kalo harus beli skripsinya to. Toh hasil yang didapatkan juga sama; selembar kertas pengakuan. Jelas ini merupakan tawaran yang menggiurkan(sayangnya ketahuan).
Sebenarnya pratik semacam ini sudah ada sejak lama. Hanya saja.. di jaman media dengan segala kemudahan aksesnya. Yang ini malah mengadakan acara massal secara terang-terangan pada siang hari, di tempat umum pula. -_-
Hal ini mempunyai bahasa iklan "Demi kelancaran kehidupan anda agar mendapatkan pekerjaan yang anda impikan!. Bukan saja anda dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga. Namun anda bisa dapat segera mewujudkan cita cita serta meraih posisi yang diinginkan ditempat kerja anda -_- .
Seperti yang kita tahu walaupun skripsi yang dibuat sudah bagus. Hal yang merepotkan ketika Dosen menyuruh untuk merevisinya sampai berkali-kali.
Uang partisipasi menjadi salah satu cara melancarkan hal itu. Hal ini jelas masuk dalam kategori gratifikasi. Kita sebut saja oknum. Padahal jadi dosen itu kurang enak apa? Gajinya juga sudah besar. Yaa hal ini juga tidak bisa dikatakan pungli(pungutan liar) sih kalau sudah di musyawarahkan terlebih dahulu oleh pihak yang bersangkutan. LOL(Lots Of LuckLaugh Out Loud) dah.
Begitulah responnya terhadap pujian kami tentang rumahnya yang baru saja direnovasi. Rumah yang dulunya jelek ala kadarnya sekarang sudah disulap menjadi bagus. Berkat menantunya yang "pinter" terhadap mertuanya ini.
"Anakku juga bekerja!. Sebulan ada kalo Rp15juta!".
'Ini anaknya yang mana ya?. Waah hebath pasti pekerjaannya sejenis hacker atau programer. Ah merendah itu, masa cuma Rp15juta. Kenapa tidak digenapi menjadi Rp50juta?, jadikan bisa menyaingi Ferza.
Karena yang kami tahu anaknya itu lulus kuliah dengan cara "meminta tolong" dosennya agar bisa lulus. Tentang hal itu semua penduduk kampung juga sudah tahu dan bahkan yang bersangkutan sendiri mengakuinya. Kasihan.. justru dia sendiri yang sepertinya tidak diberitahu oleh yang bersangkutan kalau kami sudah mengetahuinya.
"Sugeh(Kaya) Harto(Harta) sambil menepuk-nepuk kecil dadanya. Kok dihina! matanya melotot. Justru anakku itu yang menghidupi mantuku saat dia nganggur!".
'Eh.. itu menantunya yang mana ya?'
'Oke kita abaikan saja dulu Sugeharto ini dengan segala omong kosongnya.'
'Karena saat ini saya mau membahas tentang cara memberikan uang kepada dosen agar lulus ujian skripsi. Hal inilah yang sedang dihadapi salah satu adik dari teman saya.'
Temanku juga tahu kuliah itu membutuhkan dana yang sama tidak sedikit. Namun dengan kondisi perekonomian yang pas-pasan. Hal itu malah menambah berat bebannya saat ini. Malah terdengar seperti memaksakan diri untuk kuliah.
Sebenarnya soal skripsi itu sangat mudah kalau mau jadi. Tinggal pesan saja kepada jasa yang iklannya memenuhi pelosok jalan. Dengan nada tulisan yang kurang lebih sama "Jasa Pembuatan Skripsi".Seolah itu bukanlah hal yang tabu. Loh bahkan ada lho orang yang pekerjaannya dibidang Travel Haji dan umroh secara terang-terangan juga menawarkan bisnis sampingan semacam ini. Kok nggak malu sama ya profesinya?.
Kalau saya pribadi sih nggak bakalan memakai jasa yang seperti itu. Enak saja mau mengambil keuntungan yang membuat kualitas Sarjana kita hanya menjadi gelar tanpa isi. Bisnis semacam ini menjamur karena tidak ada hukum perdata/pidananya. Jadi dianggap legal sekalipun ini adalah bentuk penipuan yang melanggar etika pendidikan -_- .
Sebenarnya kalo mau sedikit usaha sih gampang. Cukup pergi ke pasar buku loak(bekas) dan cari skripsi disana. Mau minta berapa kilogram juga ada. Tinggal disalin dan dirubah-rubah dikit. Beres!. Dan kitapun sudah melakukan penghematan sekian juta rupiah daripada membeli skripsi pesanan. Toh saat memesan skripsi kita tetap dimintai data lapangan.
Mendapatkan ijazah Sarjana memang sepertinya bukan saja untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, namun sudah menjadi prestise beberapa kalangan. Sampai-sampai kemarin terbongkar oleh salah satu media, ada Universitas swasta yang mengadakan wisuda masal bagi para "mahasiswanya" yang bahkan tidak pernah mengikuti perkuliahan. Langsung beli ijazah jadi mendapatkan harga yang murah(Cuma Rp3juta kalo nggak salah) daripada menghadiri perkuliahan dengan segala pernak-perniknya. Belum lagi kalo harus beli skripsinya to. Toh hasil yang didapatkan juga sama; selembar kertas pengakuan. Jelas ini merupakan tawaran yang menggiurkan(sayangnya ketahuan).
Sebenarnya pratik semacam ini sudah ada sejak lama. Hanya saja.. di jaman media dengan segala kemudahan aksesnya. Yang ini malah mengadakan acara massal secara terang-terangan pada siang hari, di tempat umum pula. -_-
Hal ini mempunyai bahasa iklan "Demi kelancaran kehidupan anda agar mendapatkan pekerjaan yang anda impikan!. Bukan saja anda dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga. Namun anda bisa dapat segera mewujudkan cita cita serta meraih posisi yang diinginkan ditempat kerja anda -_- .
Seperti yang kita tahu walaupun skripsi yang dibuat sudah bagus. Hal yang merepotkan ketika Dosen menyuruh untuk merevisinya sampai berkali-kali.
Uang partisipasi menjadi salah satu cara melancarkan hal itu. Hal ini jelas masuk dalam kategori gratifikasi. Kita sebut saja oknum. Padahal jadi dosen itu kurang enak apa? Gajinya juga sudah besar. Yaa hal ini juga tidak bisa dikatakan pungli(pungutan liar) sih kalau sudah di musyawarahkan terlebih dahulu oleh pihak yang bersangkutan. LOL(
Penyesalan yang tak diduga
Diposting oleh
tutorial
21.53
Hari ini aku bertemu kembali dengannya.
Aneh ya?.. dulu saja tidak setiap kunjungan aku bisa bertemu dengannya. Dari 3 kali kemungkinan aku hanya bertemu sekali. Namun saat ini.. kenapa justru aku bisa bertemu dengannya secara beruntun?. Pada saat yang sudah tidak aku harapkan. Disaat dia sudah tidak lagi menjadi milik kedua orangtuanya.
Terbesit gores dari dalam hatiku.
Penyesalan itu selalu datang belakangan ya?. Aku tahu Tuhan menciptakan penyesalan agar kita tahu tidak semua hal bisa diulang. Aku juga tahu pengalaman lalu adalah guru berharga yang seharusnya membuat kita tidak jatuh kelubang yang sama. Keputusan untuk menunggu mimpi dari masa lalu hanyalah angan belaka yang tak akan pernah tiba. Dan aku sangat menyesali hal itu. Satu kali lagi hal kelam terukir dalam ingatanku, membuat luka pada jiwaku.
Semua terjadi begitu saja tanpa kusadari, namun aku tak bisa kembali berharap semuanya akan kembali seperti sediakala, sama seperti sebelumnya.
Dia membuat keputusan yang mengejutkanku. Sungguh bodoh orang yang selalu berpikir bahwa selalu masih ada hari esok. Karena hal ini mengajarkan, bahwa kita tidak bisa mengetahui dan mengontrol hal yang akan terjadi esok hari.
Namun tidak mungkin aku mengatakan kepadanya, kenapa tidak meminta pendapatku sebelumnya mengenai hal ini?. Memangnya aku ini siapa?. Aku ini bukan siapa-siapanya. Dimulai saja belum..
Aku rasa.. penyesalan karena belum sempat melakukan sesuatu sama sekali itu lebih menyakitkan daripada kegagalan itu sendiri.
Tak bisa dipungkiri. Masing-masing dari kami pasti sama-sama mempunyai perasaan yang mengatakan 'harusnya aku sama dia'.
Nasi sudah menjadi bubur. Aku yakin dia juga pasti berpikir seperti itu. Memutuskan dengan emosi bukanlah sesuatu yang bijak. Sekalipun begitu ini adalah rasa terlarang yang sudah harus dibuang jauh-jauh. Aku sangat sadar akan hal itu. Dan aku harus memulainya dari diriku sendiri.
Sekarang keadaannya sudah tidak sama lagi. Berinteraksi dengan memandang wajah secara leluasa seperti sebelumnya hanya akan membuat kami berdua menderita dalam kesedihan. Aku harus bisa menguatkan hatiku. Aku harus bisa menundukkan pandanganku. Demi menundukkan keinginan dan syahwat hatiku. Selagi aku meminta Tuhan agar mengirimkan penggantinya. Jodoh ku yang sebenarnya. Dan saat itu terjadi aku akan mengambilnya dan takkan kusia-siakan lagi. Cinta bisa datang dari mana saja. Tidak hanya melalui chemistery pada pandangan pertama.
Sekarang aku sudah bisa mengetahuinya.
Kurasa.. alam bawah sadarkulah yang berusaha melindungi diriku dari kisah yang lalu.
Aneh ya?.. dulu saja tidak setiap kunjungan aku bisa bertemu dengannya. Dari 3 kali kemungkinan aku hanya bertemu sekali. Namun saat ini.. kenapa justru aku bisa bertemu dengannya secara beruntun?. Pada saat yang sudah tidak aku harapkan. Disaat dia sudah tidak lagi menjadi milik kedua orangtuanya.
Terbesit gores dari dalam hatiku.
Penyesalan itu selalu datang belakangan ya?. Aku tahu Tuhan menciptakan penyesalan agar kita tahu tidak semua hal bisa diulang. Aku juga tahu pengalaman lalu adalah guru berharga yang seharusnya membuat kita tidak jatuh kelubang yang sama. Keputusan untuk menunggu mimpi dari masa lalu hanyalah angan belaka yang tak akan pernah tiba. Dan aku sangat menyesali hal itu. Satu kali lagi hal kelam terukir dalam ingatanku, membuat luka pada jiwaku.
Semua terjadi begitu saja tanpa kusadari, namun aku tak bisa kembali berharap semuanya akan kembali seperti sediakala, sama seperti sebelumnya.
Dia membuat keputusan yang mengejutkanku. Sungguh bodoh orang yang selalu berpikir bahwa selalu masih ada hari esok. Karena hal ini mengajarkan, bahwa kita tidak bisa mengetahui dan mengontrol hal yang akan terjadi esok hari.
Namun tidak mungkin aku mengatakan kepadanya, kenapa tidak meminta pendapatku sebelumnya mengenai hal ini?. Memangnya aku ini siapa?. Aku ini bukan siapa-siapanya. Dimulai saja belum..
Aku rasa.. penyesalan karena belum sempat melakukan sesuatu sama sekali itu lebih menyakitkan daripada kegagalan itu sendiri.
Tak bisa dipungkiri. Masing-masing dari kami pasti sama-sama mempunyai perasaan yang mengatakan 'harusnya aku sama dia'.
Nasi sudah menjadi bubur. Aku yakin dia juga pasti berpikir seperti itu. Memutuskan dengan emosi bukanlah sesuatu yang bijak. Sekalipun begitu ini adalah rasa terlarang yang sudah harus dibuang jauh-jauh. Aku sangat sadar akan hal itu. Dan aku harus memulainya dari diriku sendiri.
Sekarang keadaannya sudah tidak sama lagi. Berinteraksi dengan memandang wajah secara leluasa seperti sebelumnya hanya akan membuat kami berdua menderita dalam kesedihan. Aku harus bisa menguatkan hatiku. Aku harus bisa menundukkan pandanganku. Demi menundukkan keinginan dan syahwat hatiku. Selagi aku meminta Tuhan agar mengirimkan penggantinya. Jodoh ku yang sebenarnya. Dan saat itu terjadi aku akan mengambilnya dan takkan kusia-siakan lagi. Cinta bisa datang dari mana saja. Tidak hanya melalui chemistery pada pandangan pertama.
Sekarang aku sudah bisa mengetahuinya.
Kurasa.. alam bawah sadarkulah yang berusaha melindungi diriku dari kisah yang lalu.
Film Guru Bangsa Tjokroaminoto
Diposting oleh
tutorial
09.13
Tiga puluh menit pertama saya sangat menikmati penyajian film ini dari kisah masa kecil Tjokro sampai masalah pernikahannya. Saat mertuanya menuduh beliau tidak bertanggung jawab karena meninggalkan istrinya. Dari sini saya agak blank... karena tidak dijelaskan lebih detail mengenai hal itu. Dia kerja apa? dan pergi dengan tujuan apa?. Lalu kisah pindah ke Surabaya. Ditampilkan disana ada pertikaian yang lagi-lagi tidak digambarkan dengan jelas penyebabnya. Tiba-tiba ada adegan pertikaian yang kesannya kok ecek-ecek ya buat saya. Terjadi tepat di depan gedung pertunjukan dimana Tjokroaminoto dan seorang tokoh Tionghoa yang tidak dikenal namanya sedang menikmati pertunjukan. Langsung saja keduanya keluar dan hanya berbekal beberapa patah kata bisa diredakan begitu saja. -_-
Cerita sampingan pedagang dingklik(bangku pendek) dan seorang Indo(keturunan Belanda-Bali) yang diperankan oleh Chelsea Islan tampil cukup apik mengisi permasalahan minor. Cukup berhasil dan tidak kalah dari dua orang pengisi radio dari film Soegijapranata.
Lalu setelah tiba-tiba berorganisasi... adegan yang membuat saya lagi-lagi heran. Itu kok Tjokroaminoto bisa langsung begitu terkenal?. Saat dia lewat orang-orang pada merubung dan mengenali dirinya. Padahal harus ada pencampaian tertentu untuk mendapatkan fame. Tidak diceritakan apa saja yang dilakukannya. Dan saya yakin jaman dulu sebagian besar masyarakat kita tidak bisa membaca, dan yang membaca koran hanyalah kalangan terbatas; media pada saat itu. Tentang hijrahnya sih oke. Sayang tidak dijelaskan dengan gamblang alasan hijrah dan perjuangan dalam hijrahnya. -_-
Mungkin bagi penulis cerita ini sendiri masih sulit menggambarkan cerita yang sesungguhnya karena data yang didapat terbatas. Tapi... ini malah menjadi lubang dalam plot. Karena sebenarnya fungsi dari kita menonton filmnya adalah mendapatkan informasi mengenai perjuangan beliau dengan cara yang bisa dinikmati.
Ada juga adegan rembug an(sidang) yang dipimpin oleh Agus Salim, disana diperdebatkan mana yang lebih penting antara agraria atau pendidikan yang diakhir kok kesannya malah jadi debat kusir. Kok malah jadi nggak kelihatan inteleknya -_- .Yaa tapi masuk akal juga sih kalo kita lihat kesamaannya dengan sidang para anggota dewan.
Yang bisa saya tangkap adalah Tjokroaminoto berjuang tanpa menggunakan kekerasan. Berbeda dengan Semaoen yang menggunakan cara Ekstrem.
Sisi positif dari film ini, dialeg yang digunakan benar-benar pas. Enak didengar, bisa dinikmati. Suroboyoan banget seperti yang dicontoh kan oleh mbok Toen pembantu di rumah Tjokroaminoto.
Selebihnya... saya merasa film ini masih kurang dalam segi kejelasan cerita. Setidaknya film ini jauh lebih bagus dari film Soekarno yang saya anggap film jelek. Tidak begitu menceritakan perjuangannya; malahan masalah rumah tangganya yang disorot -_- . Terlalu banyak adengan fiksi. Seperti adegan para tentara Jepang yang menggandeng para perempuan pribumi untuk dijadikan budak nafsunya. Dan ada Soekarno disitu tapi tidak berbuat apa-apa -_- . Scene ini malah menurut saya membuat pandangan orang terhadap dirinya menjadi rendah. Nggak usah pake scene itu aja lah mendingan.
Akhir-akhir ini juga menjadi trending nonton bareng film G 30 S PKI. Gimana ya?...
Terus terang walaupun film ini menjadi tontonan wajib di masa saya masih SD dulu. Saya sampai sekarang tidak pernah menontonnya secara penuh. Padahal waktu itu semua guru wanti-wanti agar semua murid wajib menontonnya dan bahkan akan ada kuis nantinya -_- dengan materi film tersebut (kenyataannya juga tidak pernah ada pertanyaan mengenai film tersebut).
Jaman SD cuma nonton 5 menit pertama. Setelah itu saya disuruh tidur oleh nenek saya. Keluarga saya yang lainpun juga mendukung keputusan tersebut. Menurut mereka itu adalah film yang tidak pantas ditonton oleh anak-anak. Hal itu berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Orangtua saya pun menyuruh saya untuk tidak menontonnya dan langsung tidur. Mereka menyebutnya propaganda.
Seperti biasa keesokan harinya teman-teman disekolah menceritakan ulang film tersebut dengan bersemangat. Dan saya cukup menjadi pendengar. Ada yang mengatakan tentang ada orang Belanda yang baik karena tidak mau menjajah. Sampai ada anak yang membawa silet dari rumah sambil mengatakan "Darah itu merah!" yang saya dengar itu adalah salah satu adegan film. Untunglah dia masih punya nalar yang sehat untuk tidak mempraktekannya kepada teman didekatnya.
Jadi bagaimana bila di jaman sekarang film itu kembali diputar?. Gimana ya?...
Nggak bakalan ada perubahan besar sih.. Kids jaman now saja mainnya GTA(
Grand Theft Auto).
Sedangkan anime semacam Naruto malah di ban tidak boleh ditayangkan dengan alasan adegan kekerasan -_- (Syukurlah sudah ada internet).
Cerita sampingan pedagang dingklik(bangku pendek) dan seorang Indo(keturunan Belanda-Bali) yang diperankan oleh Chelsea Islan tampil cukup apik mengisi permasalahan minor. Cukup berhasil dan tidak kalah dari dua orang pengisi radio dari film Soegijapranata.
Lalu setelah tiba-tiba berorganisasi... adegan yang membuat saya lagi-lagi heran. Itu kok Tjokroaminoto bisa langsung begitu terkenal?. Saat dia lewat orang-orang pada merubung dan mengenali dirinya. Padahal harus ada pencampaian tertentu untuk mendapatkan fame. Tidak diceritakan apa saja yang dilakukannya. Dan saya yakin jaman dulu sebagian besar masyarakat kita tidak bisa membaca, dan yang membaca koran hanyalah kalangan terbatas; media pada saat itu. Tentang hijrahnya sih oke. Sayang tidak dijelaskan dengan gamblang alasan hijrah dan perjuangan dalam hijrahnya. -_-
Mungkin bagi penulis cerita ini sendiri masih sulit menggambarkan cerita yang sesungguhnya karena data yang didapat terbatas. Tapi... ini malah menjadi lubang dalam plot. Karena sebenarnya fungsi dari kita menonton filmnya adalah mendapatkan informasi mengenai perjuangan beliau dengan cara yang bisa dinikmati.
Ada juga adegan rembug an(sidang) yang dipimpin oleh Agus Salim, disana diperdebatkan mana yang lebih penting antara agraria atau pendidikan yang diakhir kok kesannya malah jadi debat kusir. Kok malah jadi nggak kelihatan inteleknya -_- .Yaa tapi masuk akal juga sih kalo kita lihat kesamaannya dengan sidang para anggota dewan.
Yang bisa saya tangkap adalah Tjokroaminoto berjuang tanpa menggunakan kekerasan. Berbeda dengan Semaoen yang menggunakan cara Ekstrem.
Sisi positif dari film ini, dialeg yang digunakan benar-benar pas. Enak didengar, bisa dinikmati. Suroboyoan banget seperti yang dicontoh kan oleh mbok Toen pembantu di rumah Tjokroaminoto.
Selebihnya... saya merasa film ini masih kurang dalam segi kejelasan cerita. Setidaknya film ini jauh lebih bagus dari film Soekarno yang saya anggap film jelek. Tidak begitu menceritakan perjuangannya; malahan masalah rumah tangganya yang disorot -_- . Terlalu banyak adengan fiksi. Seperti adegan para tentara Jepang yang menggandeng para perempuan pribumi untuk dijadikan budak nafsunya. Dan ada Soekarno disitu tapi tidak berbuat apa-apa -_- . Scene ini malah menurut saya membuat pandangan orang terhadap dirinya menjadi rendah. Nggak usah pake scene itu aja lah mendingan.
Akhir-akhir ini juga menjadi trending nonton bareng film G 30 S PKI. Gimana ya?...
Terus terang walaupun film ini menjadi tontonan wajib di masa saya masih SD dulu. Saya sampai sekarang tidak pernah menontonnya secara penuh. Padahal waktu itu semua guru wanti-wanti agar semua murid wajib menontonnya dan bahkan akan ada kuis nantinya -_- dengan materi film tersebut (kenyataannya juga tidak pernah ada pertanyaan mengenai film tersebut).
Jaman SD cuma nonton 5 menit pertama. Setelah itu saya disuruh tidur oleh nenek saya. Keluarga saya yang lainpun juga mendukung keputusan tersebut. Menurut mereka itu adalah film yang tidak pantas ditonton oleh anak-anak. Hal itu berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Orangtua saya pun menyuruh saya untuk tidak menontonnya dan langsung tidur. Mereka menyebutnya propaganda.
Seperti biasa keesokan harinya teman-teman disekolah menceritakan ulang film tersebut dengan bersemangat. Dan saya cukup menjadi pendengar. Ada yang mengatakan tentang ada orang Belanda yang baik karena tidak mau menjajah. Sampai ada anak yang membawa silet dari rumah sambil mengatakan "Darah itu merah!" yang saya dengar itu adalah salah satu adegan film. Untunglah dia masih punya nalar yang sehat untuk tidak mempraktekannya kepada teman didekatnya.
Jadi bagaimana bila di jaman sekarang film itu kembali diputar?. Gimana ya?...
Nggak bakalan ada perubahan besar sih.. Kids jaman now saja mainnya GTA(
Grand Theft Auto).
Sedangkan anime semacam Naruto malah di ban tidak boleh ditayangkan dengan alasan adegan kekerasan -_- (Syukurlah sudah ada internet).
Contoh Ikhtiar dalam hal kecil
Diposting oleh
tutorial
12.00
Hari ini Ilham ke rumah Nanang untuk menjemputknya mengerjakan tugas kelompok di rumah Irwan. Sampai dirumah Nanang. Dia sudah bersiap dengan helm terpasang di kepalanya.
Ilham nyengir keheranan. "Heh!?. Cuma sini sana saja kok pake helm?. Kan kita lewat kampung, paling cuman nyebrang jalan raya sekali."
Nanang mengangkat jari telunjuknya keatas sembari menggerak-gerakkannya keatas dan kearah Ilham, dia menuturkan kepada Ilham.
"Namanya musibah itu tidak ada yang bisa mengetahuinya. Kan bisa saja tiba-tiba dijalan ada pohon yang tumbang dari atas kita juga tidak tahu. Ini namanya berjaga-jaga. Nggak berat juga kok, cuma pakai helm.
Namanya ikhtiar itu bisa merubah takdir. Misalnya hanya naik motor tanpa berdoa berarti sombong seperti merasa tidak butuh perlindungan Nya. Tapi kalo sudah berdoa, naik motor tapi tidak memakai perlengkapan keselamatan seperti helm ya berarti sama saja omong kosong. Tuhan Maha Kuasa, tapi juga Maha Adil dan Bijaksana. Sesungguhnya Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang jika orang itu tidak berikhtiar untuk merubahnya.
Kamu tahukan apa itu Qadha dan Qodar? Kebijakan Tuhan yang satu ini apabila dimasukan ke dalam contoh..
Ada bocah alay tidak memakai helm yang suka ngebut dan seenaknya sendiri dalam berkendara. Suatu waktu dia akhirnya terkena kecelakaan, karena tidak memakai helm kepalanya jatuh terbentur aspal secara langsung, pecah sampai banjir darah. Otak dan pembuluh darahnya hancur. Maka dari itu tidaklah bijaksana bila Tuhan tidak mencabut nyawanya. Walaupun Tuhan juga mempunyai kuasa untuk membuatnya melawan sistem alam yang telah digariskan... Qudratullah."
Tapi kok malah jadi menakutkan ya kalau itu sampai terjadi... Nanangpun mulai membayangkan yang bukan-bukan hasil imajinasi visual ceritanya barusan.
Ilhampun terbawa cerita dari Nanang sehingga juga ikut membayangkan hal yang bukan-bukan.
Mereka berdua jadi ketakutan.
"Sudah-sudah! sini helmnya aku pinjami!."
Sampai ditempat tujuan. Ilham iseng membuka notifikasi di HP dari media online yang diikutinya. Dia terkejut akan berita yang muncul. Telah terjadi kecelakaan yang melibatkan dua buah sepeda motor. Sebuah motor bebek melawan motor sport. Motor bebek ditumpangi oleh tiga orang semuanya masih dibawah umur. Sedangkan motor sport ditumpangi oleh dua orang.
'Yang motor bebek penumpang sampai 3 orang pasti para bocah alay generasi alay seperti kita-kita, sedangkan yang pakai motor sport pasti pengennya ngebut mulu itu.. -_- '.
Yang mengejutkan, semua korban tidak ada yang memakai helm. Luka parah dikepala menjadi penyebab kematian secara telak.
Semuanya meninggal ditempat. Genangan darah keluar dari luka di kepala mereka sehingga menggenangi daerah sekitar mereka terjatuh.
'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.'
Dibagian bawah berita dilengkapi dengan foto keadaan kecelakaan dengan para korbannya yang belum dievakuasi. Sekalipun di blur tetap saja masih terlihat kengerian dalam foto tersebut.
'Wah aku benar-benar beruntung ada yang mengingatkan. Bisa jadi aku juga mengalami hal yang sama. Hiiii.'
Ilham nyengir keheranan. "Heh!?. Cuma sini sana saja kok pake helm?. Kan kita lewat kampung, paling cuman nyebrang jalan raya sekali."
Nanang mengangkat jari telunjuknya keatas sembari menggerak-gerakkannya keatas dan kearah Ilham, dia menuturkan kepada Ilham.
"Namanya musibah itu tidak ada yang bisa mengetahuinya. Kan bisa saja tiba-tiba dijalan ada pohon yang tumbang dari atas kita juga tidak tahu. Ini namanya berjaga-jaga. Nggak berat juga kok, cuma pakai helm.
Namanya ikhtiar itu bisa merubah takdir. Misalnya hanya naik motor tanpa berdoa berarti sombong seperti merasa tidak butuh perlindungan Nya. Tapi kalo sudah berdoa, naik motor tapi tidak memakai perlengkapan keselamatan seperti helm ya berarti sama saja omong kosong. Tuhan Maha Kuasa, tapi juga Maha Adil dan Bijaksana. Sesungguhnya Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang jika orang itu tidak berikhtiar untuk merubahnya.
Kamu tahukan apa itu Qadha dan Qodar? Kebijakan Tuhan yang satu ini apabila dimasukan ke dalam contoh..
Ada bocah alay tidak memakai helm yang suka ngebut dan seenaknya sendiri dalam berkendara. Suatu waktu dia akhirnya terkena kecelakaan, karena tidak memakai helm kepalanya jatuh terbentur aspal secara langsung, pecah sampai banjir darah. Otak dan pembuluh darahnya hancur. Maka dari itu tidaklah bijaksana bila Tuhan tidak mencabut nyawanya. Walaupun Tuhan juga mempunyai kuasa untuk membuatnya melawan sistem alam yang telah digariskan... Qudratullah."
Tapi kok malah jadi menakutkan ya kalau itu sampai terjadi... Nanangpun mulai membayangkan yang bukan-bukan hasil imajinasi visual ceritanya barusan.
Ilhampun terbawa cerita dari Nanang sehingga juga ikut membayangkan hal yang bukan-bukan.
Mereka berdua jadi ketakutan.
"Sudah-sudah! sini helmnya aku pinjami!."
Sampai ditempat tujuan. Ilham iseng membuka notifikasi di HP dari media online yang diikutinya. Dia terkejut akan berita yang muncul. Telah terjadi kecelakaan yang melibatkan dua buah sepeda motor. Sebuah motor bebek melawan motor sport. Motor bebek ditumpangi oleh tiga orang semuanya masih dibawah umur. Sedangkan motor sport ditumpangi oleh dua orang.
'Yang motor bebek penumpang sampai 3 orang pasti para bocah alay generasi alay seperti kita-kita, sedangkan yang pakai motor sport pasti pengennya ngebut mulu itu.. -_- '.
Yang mengejutkan, semua korban tidak ada yang memakai helm. Luka parah dikepala menjadi penyebab kematian secara telak.
Semuanya meninggal ditempat. Genangan darah keluar dari luka di kepala mereka sehingga menggenangi daerah sekitar mereka terjatuh.
'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.'
Dibagian bawah berita dilengkapi dengan foto keadaan kecelakaan dengan para korbannya yang belum dievakuasi. Sekalipun di blur tetap saja masih terlihat kengerian dalam foto tersebut.
'Wah aku benar-benar beruntung ada yang mengingatkan. Bisa jadi aku juga mengalami hal yang sama. Hiiii.'
Pelaknat yang tidak butuh nasehat
Diposting oleh
tutorial
17.35
Ucapan salam terdengar dari pintu depan. Wan pulang dengan tergesa langsung menuju ke dapur untuk mengambil air minum. Wajahnya seperti menahan geram. Istrinya menyapanya agar tahu apa yang bisa tahu dilakukan untuknya.
"Ada apa Pakne kok pulang gesa-gesa, terus kenapa mukanya ditekuk seperti itu?"
"Biasa Bune itu tetangga pojok bikin ulah lagi".
Oh.. Istri Wan melontarkan tebakan sambil menyanyi Sugeharto.. Sugeh Harto, Wan mengikuti, keduanya lalu menyanyikannya bersama sambil berjoget.
"Sugeharto.. Sugeh Harto!.
Sugeharto.. Sugeh Harto!."
Wan pun sejenak bisa melepas penatnya.
Dari dulu semua tingkah laku negatifnya aku anggap badut yang melontarkan banyolannya. Bahan hiburan.
Tapi lama-lama kok dianya semakin keluar dari jalur akidah.
"Kalau Pakne sejenis dengannya pasti ngobrolnya bakalan jadi seru, saling menambahi. Pakne sampai marah itu menunjukkan bahwa Pakne itu orang baik.
Memangnya ada apa?, sini bagi ke Bune biar bebannya berkurang.
"Kamu ingatkan kejadian tempo hari saat ia mengatakan berkali-kali bahwa tuhan itu tidak adil?"
"Ingat, ada apa? Apa dia nggak terima kamu nasehati? kamu diapain sama dia!? Bune jadi emosi".
Wan menenangkan istrinya.
"Dia mengatakan kalau dia tidak butuh nasehat. Lho diakan kaaya rayaaa! beda sepertiku yang dia katakan orang nggak punya, sehingga seharusnya dia yang lebih pantas memberikan nasehat bukan menerima nasehat. Watak kok bisa sama persis seperti tokoh pewayangan Drona!"
"Mobiilku banyak, uangku melimpah, hartaku dimana-mana. Kelasku berbeda." Ucap Wan sambil menaikkan dagunya dan memonyongkan mulutnya, sesekali menepuk dadanya dan memainkan gerak tangan bak sedang main drama.
Istri Wan memukuli pundak Wan sambil tertawa lepas. "Aduh, memangnya aku salah apa Bune!?" ucap Wan sambil mengelus-elus pundaknya yang tidak sakit.
"Ya sudah, orang kayak dia biarin saja. Mau jempalitan kayak apa, biarin saja. Pakne itu terlalu baik jadi orang".
"Begitulah kalau orang dihantui oleh perbuatannya sendiri. Sampai-sampai waktu kemarin ceramah Jumatan membahas hal yang seperti itu. Dia tidak terima. Dia merasa pihak masjid bersekongkol menyindir dia.
Apalagi saat khatib berkali-kali mengatakan yang kurang lebih bahwa kalau orang yang berani mengatakan Allah tidak adil maka ya jangan tinggal di buminya Allah!.
Seperti biasa dirinya meradang. Katanya dia adalah orang yang tersakiti, terzhalimi. Kata dia lagi berarti doa dia itu manjur.
Istri Wan mendengarkan sambil geleng-geleng.
"Mulai lah dia mengutuki orang-orang yang dia benci. Sumpah serapah, melaknatnya."
"Naudzubillah! Itu khatibnya juga dilaknat sama dia?"
"Nggak tahu deh" ujar Wan mengangkat bahu. Yang aku tahu dia sampai menghina rasulullah dengan kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan hanya karena rasulullah adalah leluhur dari pemuda yang didengkinya. Efek dari merasa ruangannya dibatasi. Dia juga langsung menuduh anggota Takmir(pengurus) Masjid dari RT kita sebagai pelaku dan mencibirnya sebagai pengangguran!."
"Naudzubillah!. Kok bisa ya ada orang kayak gitu".
Ckckck. Istri Wan menanggapi.
"Kutukan dan laknat adalah hak Allah SWT semata, dalam menghukum setiap hambanya.
"Sudahlah biarin saja kalau tidak butuh nasehat. Lagian dia sudah tahu bukan konsekuensinya?" Istri Wan menanyakan.
Hadist riwayat Abu Daud mengatakan;
“Sesungguhnya seorang hamba apabila melaknat sesuatu, niscaya laknatnya akan naik ke langit, maka tertutuplah pintu-pintu langit hingga ia tak dapat masuk, maka kembalilah ia terhujam ke bumi, akan tetapi pintu-pintu bumi pun tertutup untuknya, maka ia berputar-putar ke kanan dan kiri, dan jika tak menemui jalan keluar (menuju sasarannya), maka ia akan tertuju pada orang yang dilaknat jika memang ia pantas untuk dilaknat, akan tetapi jika tidak pantas, maka ia akan kembali kepada orang yang mengucapkan laknat tadi.”
'Hebath juga hafalan hadist istriku ini' Wan bangga.
"Lagian kapan pun dan dimana pun, dalam peradaban mana pun. Seseorang mendengki karena ia lemah dan hina, merasa tidak memiliki apa-apa."
"Lantas apa kekuatan yang bisa diandalkan oleh seorang pendengki?
Tidak ada!. Tidak akan pernah sama orang yang mulia dengan orang yang hina."
"Itulah Bune. Hanya dari satu penyakit hatinya itu bisa sampai menjadi seperti ini.
Kalaupun dalam ceramah itu menyindirnya, harusnya dia merasa bersyukur sudah ada yang mau mengingatkannya. Lagipula memangnya umat itu cuma dia saja?. Itukan ceramah umum agar orang lain tidak mengikuti kebodohan seperti yang ia perbuat."
"Tidak butuh nasehat katanya. Padahal dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad-Daary menyatakan bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Agama adalah nasehat". Kami, para sahabat, bertanya, ”Bagi siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, ”Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin serta segenap umat Islam.”
"Bahkan yang menjadikan Abu Bakar lebih tinggi derajatnya daripada sahabat-sahabat yang lain bukanlah puasa ataupun shalatnya. Akan tetapi karena sesuatu yang ada dalam hatinya. Yang ada dalam hatinya adalah kecintaan kepada Allah dan nasehat terhadap sesamanya.”
"Berkali-kali mengatakan tentang kehormatan. Tahu apa dia soal kehormatan?. Kehormatan itu didapatkan bukan diminta. Orang kok tidak tahu aturan!. Tidak mau menghormati orang lain tapi minta dihormati?. Gila hormat. Memangnya dirinya siapa? yang keturunan raja, pahlawan, dan ulama besar saja tahu aturan.
Qarun manusia terkaya di zamannya saja bukan orang yang terhormat. Ia tidak memenuhi satu hal. Yaitu asas manfaat. Bermanfaatkan dirinya bagi orang lain disekitarnya. Yaa.. oke aku akui dia memang bermanfaat sebagai model percontohan agar tidak dicontoh. Sebagai pengingat."
"Ada apa Pakne kok pulang gesa-gesa, terus kenapa mukanya ditekuk seperti itu?"
"Biasa Bune itu tetangga pojok bikin ulah lagi".
Oh.. Istri Wan melontarkan tebakan sambil menyanyi Sugeharto.. Sugeh Harto, Wan mengikuti, keduanya lalu menyanyikannya bersama sambil berjoget.
"Sugeharto.. Sugeh Harto!.
Sugeharto.. Sugeh Harto!."
Wan pun sejenak bisa melepas penatnya.
Dari dulu semua tingkah laku negatifnya aku anggap badut yang melontarkan banyolannya. Bahan hiburan.
Tapi lama-lama kok dianya semakin keluar dari jalur akidah.
"Kalau Pakne sejenis dengannya pasti ngobrolnya bakalan jadi seru, saling menambahi. Pakne sampai marah itu menunjukkan bahwa Pakne itu orang baik.
Memangnya ada apa?, sini bagi ke Bune biar bebannya berkurang.
"Kamu ingatkan kejadian tempo hari saat ia mengatakan berkali-kali bahwa tuhan itu tidak adil?"
"Ingat, ada apa? Apa dia nggak terima kamu nasehati? kamu diapain sama dia!? Bune jadi emosi".
Wan menenangkan istrinya.
"Dia mengatakan kalau dia tidak butuh nasehat. Lho diakan kaaya rayaaa! beda sepertiku yang dia katakan orang nggak punya, sehingga seharusnya dia yang lebih pantas memberikan nasehat bukan menerima nasehat. Watak kok bisa sama persis seperti tokoh pewayangan Drona!"
"Mobiilku banyak, uangku melimpah, hartaku dimana-mana. Kelasku berbeda." Ucap Wan sambil menaikkan dagunya dan memonyongkan mulutnya, sesekali menepuk dadanya dan memainkan gerak tangan bak sedang main drama.
Istri Wan memukuli pundak Wan sambil tertawa lepas. "Aduh, memangnya aku salah apa Bune!?" ucap Wan sambil mengelus-elus pundaknya yang tidak sakit.
"Ya sudah, orang kayak dia biarin saja. Mau jempalitan kayak apa, biarin saja. Pakne itu terlalu baik jadi orang".
"Begitulah kalau orang dihantui oleh perbuatannya sendiri. Sampai-sampai waktu kemarin ceramah Jumatan membahas hal yang seperti itu. Dia tidak terima. Dia merasa pihak masjid bersekongkol menyindir dia.
Apalagi saat khatib berkali-kali mengatakan yang kurang lebih bahwa kalau orang yang berani mengatakan Allah tidak adil maka ya jangan tinggal di buminya Allah!.
Seperti biasa dirinya meradang. Katanya dia adalah orang yang tersakiti, terzhalimi. Kata dia lagi berarti doa dia itu manjur.
Istri Wan mendengarkan sambil geleng-geleng.
"Mulai lah dia mengutuki orang-orang yang dia benci. Sumpah serapah, melaknatnya."
"Naudzubillah! Itu khatibnya juga dilaknat sama dia?"
"Nggak tahu deh" ujar Wan mengangkat bahu. Yang aku tahu dia sampai menghina rasulullah dengan kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan hanya karena rasulullah adalah leluhur dari pemuda yang didengkinya. Efek dari merasa ruangannya dibatasi. Dia juga langsung menuduh anggota Takmir(pengurus) Masjid dari RT kita sebagai pelaku dan mencibirnya sebagai pengangguran!."
"Naudzubillah!. Kok bisa ya ada orang kayak gitu".
Ckckck. Istri Wan menanggapi.
"Kutukan dan laknat adalah hak Allah SWT semata, dalam menghukum setiap hambanya.
"Sudahlah biarin saja kalau tidak butuh nasehat. Lagian dia sudah tahu bukan konsekuensinya?" Istri Wan menanyakan.
Hadist riwayat Abu Daud mengatakan;
“Sesungguhnya seorang hamba apabila melaknat sesuatu, niscaya laknatnya akan naik ke langit, maka tertutuplah pintu-pintu langit hingga ia tak dapat masuk, maka kembalilah ia terhujam ke bumi, akan tetapi pintu-pintu bumi pun tertutup untuknya, maka ia berputar-putar ke kanan dan kiri, dan jika tak menemui jalan keluar (menuju sasarannya), maka ia akan tertuju pada orang yang dilaknat jika memang ia pantas untuk dilaknat, akan tetapi jika tidak pantas, maka ia akan kembali kepada orang yang mengucapkan laknat tadi.”
'Hebath juga hafalan hadist istriku ini' Wan bangga.
"Lagian kapan pun dan dimana pun, dalam peradaban mana pun. Seseorang mendengki karena ia lemah dan hina, merasa tidak memiliki apa-apa."
"Lantas apa kekuatan yang bisa diandalkan oleh seorang pendengki?
Tidak ada!. Tidak akan pernah sama orang yang mulia dengan orang yang hina."
"Itulah Bune. Hanya dari satu penyakit hatinya itu bisa sampai menjadi seperti ini.
Kalaupun dalam ceramah itu menyindirnya, harusnya dia merasa bersyukur sudah ada yang mau mengingatkannya. Lagipula memangnya umat itu cuma dia saja?. Itukan ceramah umum agar orang lain tidak mengikuti kebodohan seperti yang ia perbuat."
"Tidak butuh nasehat katanya. Padahal dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad-Daary menyatakan bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Agama adalah nasehat". Kami, para sahabat, bertanya, ”Bagi siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, ”Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin serta segenap umat Islam.”
"Bahkan yang menjadikan Abu Bakar lebih tinggi derajatnya daripada sahabat-sahabat yang lain bukanlah puasa ataupun shalatnya. Akan tetapi karena sesuatu yang ada dalam hatinya. Yang ada dalam hatinya adalah kecintaan kepada Allah dan nasehat terhadap sesamanya.”
"Berkali-kali mengatakan tentang kehormatan. Tahu apa dia soal kehormatan?. Kehormatan itu didapatkan bukan diminta. Orang kok tidak tahu aturan!. Tidak mau menghormati orang lain tapi minta dihormati?. Gila hormat. Memangnya dirinya siapa? yang keturunan raja, pahlawan, dan ulama besar saja tahu aturan.
Qarun manusia terkaya di zamannya saja bukan orang yang terhormat. Ia tidak memenuhi satu hal. Yaitu asas manfaat. Bermanfaatkan dirinya bagi orang lain disekitarnya. Yaa.. oke aku akui dia memang bermanfaat sebagai model percontohan agar tidak dicontoh. Sebagai pengingat."
Kepandaian berkelit
Diposting oleh
tutorial
13.29
Publik dikejutkan oleh vonis bebas yang dlakukan oleh hakim Tipikor kepada seorang terdakwanya.
Sementara terdakwa melalui kuasa hukumnya menyambut baik keputusan majelis hakim tersebut. Sejak awal ia memang sudah memprediksikan bahwa terdakwa akan divonis bebas.
Apalagi hal yang dilakukannya dinilai tidak masuk ranah perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata.
Terdakwa langsung melakukan sujud syukur disambut teriakan kebahagiaan yang memenuhi ruang sidang oleh sanak keluarganya.
Agenda pembuktian berjalan tidak seperti yang diharapkan karena kesaksian dari saksi yang dihadirkan dirasa menguntungkan terdakwa. Sehingga dakwaan jaksa tidak memenuhi unsur.
Layar monitor berdering di ruang kerja sebuah rumah. Diangkatnya pelayanan video call tersebut.
Sebuah percakapanpun terjadi..
"Halo bang gimana kabarnya?.
"Masa belum tahu?
"Iya tahu, hebath banget bang. Ajarin ilmunya dong kok bisa lepas gitu aja dari Tipikor kemarin?"
Pria berdasi yang belum sempat mengganti pakaiannya itu terkekeh.
"Aku ajak dia bicara secara baik-baik".
"Kamu suap dia bang?".
"Enggaklah. Orang macam dia mana mempan sama yang begituan".
"Kamu ancam dia bang?. Pakai apaan?"
"Huss jangan bilang gitu. Nggak bakalan mempan juga dia saya ancam pakai fisik".
"Saya hanya mengingatkan dia tentang hadist fitnah dan menyebarkan aib.
Apa dia mau memakan bangkai saudaranya sendiri?. Dia membicarakan sesuatu yang tidak aku sukai. Apakah dia bisa tenang sedangkan dia sedang membuka aibku yang aku tidak menyukainya. Selama ini aibku itu tertutupi. Namun kenapa dia malah berusaha mengutak atiknya!?. Biarlah itu menjadi urusanku dengan yang diatas.
Kan memang ada hadistnya".
"Dosa dia bakalan menumpuk dan bahwa nantinya dia juga bakal menerima balasannya aibnya akan ikut terbongkar di dunia atau di akherat.
Sangsi bagi mereka yang melakukan hal tersebut yaitu mencari-cari aib orang lain, bahwa Allah akan memalukannya dan menampakkan bagi manusia lain aibnya yang dia tutup-tutupi.
Nyalinya jadi ciut".
"Lho akukan tidak membohonginya dengan hadist. Hahaha".
"Akhirnya dia ketakutan dan alih-alih bungkam. Dia malah memberikan kesaksian palsu. Hahaha. Misi berhasil. Aku bahkan tidak rugi sepeserpun. Hahaha"
"Dia bukan hanya menolongku tapi juga malah membuat satu dosa besar. Menjadi saksi palsu. Demi melindungi aibku. Hahahaha!".
Ruangan itupun ditutupi oleh tawa para durjana yang sedang berpesta merayakan kemenangannya.
Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan maling.
Sementara terdakwa melalui kuasa hukumnya menyambut baik keputusan majelis hakim tersebut. Sejak awal ia memang sudah memprediksikan bahwa terdakwa akan divonis bebas.
Apalagi hal yang dilakukannya dinilai tidak masuk ranah perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata.
Terdakwa langsung melakukan sujud syukur disambut teriakan kebahagiaan yang memenuhi ruang sidang oleh sanak keluarganya.
Agenda pembuktian berjalan tidak seperti yang diharapkan karena kesaksian dari saksi yang dihadirkan dirasa menguntungkan terdakwa. Sehingga dakwaan jaksa tidak memenuhi unsur.
Layar monitor berdering di ruang kerja sebuah rumah. Diangkatnya pelayanan video call tersebut.
Sebuah percakapanpun terjadi..
"Halo bang gimana kabarnya?.
"Masa belum tahu?
"Iya tahu, hebath banget bang. Ajarin ilmunya dong kok bisa lepas gitu aja dari Tipikor kemarin?"
Pria berdasi yang belum sempat mengganti pakaiannya itu terkekeh.
"Aku ajak dia bicara secara baik-baik".
"Kamu suap dia bang?".
"Enggaklah. Orang macam dia mana mempan sama yang begituan".
"Kamu ancam dia bang?. Pakai apaan?"
"Huss jangan bilang gitu. Nggak bakalan mempan juga dia saya ancam pakai fisik".
"Saya hanya mengingatkan dia tentang hadist fitnah dan menyebarkan aib.
Apa dia mau memakan bangkai saudaranya sendiri?. Dia membicarakan sesuatu yang tidak aku sukai. Apakah dia bisa tenang sedangkan dia sedang membuka aibku yang aku tidak menyukainya. Selama ini aibku itu tertutupi. Namun kenapa dia malah berusaha mengutak atiknya!?. Biarlah itu menjadi urusanku dengan yang diatas.
Kan memang ada hadistnya".
"Dosa dia bakalan menumpuk dan bahwa nantinya dia juga bakal menerima balasannya aibnya akan ikut terbongkar di dunia atau di akherat.
Sangsi bagi mereka yang melakukan hal tersebut yaitu mencari-cari aib orang lain, bahwa Allah akan memalukannya dan menampakkan bagi manusia lain aibnya yang dia tutup-tutupi.
Nyalinya jadi ciut".
"Lho akukan tidak membohonginya dengan hadist. Hahaha".
"Akhirnya dia ketakutan dan alih-alih bungkam. Dia malah memberikan kesaksian palsu. Hahaha. Misi berhasil. Aku bahkan tidak rugi sepeserpun. Hahaha"
"Dia bukan hanya menolongku tapi juga malah membuat satu dosa besar. Menjadi saksi palsu. Demi melindungi aibku. Hahahaha!".
Ruangan itupun ditutupi oleh tawa para durjana yang sedang berpesta merayakan kemenangannya.
Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan maling.
Penantian
Diposting oleh
tutorial
13.44
Hari ini aku merasa terpukul...
Seperti biasa aku menjalani keseharianku mendatangi salah satu pelanggan kantor yang menggunakan jasaku.
Saat sampai di depan penerima tamu dia berdiri menyambutku dengan senyuman merekah dan raut wajah berbinar. Mengatakan hal yang biasa diucapkannya saat menghadapiku "Printer ya?" . Aku membalas senyumnya, mata kami saling bertatapan dan aku pun menjawabnya seperti biasa "Iya mbak". Akhirnya aku bertemu lagi dengannya setelah beberapa kali kesini tapi tidak melihatnya. Aku kira dia risen.
Namun sesaat kemudian dia menunduk, matanya berubah sayu. Aku merasa ada yang aneh, ada apa gerangan?.
Ah.. ternyata begitu.
Sekilas aku melihat terjadi perubahan pada perutnya. Walaupun sedikit tapi aku bisa melihat Maxi Dress yang dikenakannya sedikit membesar. Tanpaku bertanya aku bisa memastikan bahwa dia sedang mengandung. Perasaan berkecamuk macam apa ini yang ada dalam batinku..
Sebuah rasa kecewa? penyesalan?.
Sebagian diriku mengatakan bahwa aku adalah lelaki yang bodoh. Entah sudah berapa perempuan baik yang aku lewatkan begitu saja.
Lebih dari setahun telah berlalu semenjak aku berinteraksi dengannya. Sekalipun hanya sebatas formalitas; menyapa dan menyampaikan tujuan kedatangan. Tentu saja aku menyadari sorotan matanya yang bersinar itu, raut wajah yang merona. Sebuah kekaguman, suatu rasa simpati terhadapku. Aku bisa mengenalinya dengan mudah karena sudah banyak berpengalaman dengan hal semacam ini. Mungkin sudah tak terhitung, jumlah perempuan yang pernah naksir sama aku.
Aku tidak bisa menyalahkannya. Jelas aku tidak bisa menyalahkannya, yang terus menunggu tanpa kepastian, sedangkan usia terus merayap.
Aku bahkan tidak memberikannya harapan, sekalipun aku tahu dia menunjukkan perasaaan itu kepadaku.
Aku seorang laki-laki yang bisa dengan leluasa memutuskan dan bertindak berkenaan dengan calon pendamping hidupku nantinya. Sedangkan dia seorang perempuan yang hanya bisa menyampaikan perasaan hatinya sampai batas tertentu saja.
Dia pasti menerima ta'aruf dari keluarganya.
Gadis elok yang berumur lebih dari 25 tahun namun belum menikah menandakan satu hal; dia adalah seorang pemilih. Seperti halnya diriku.
Apa sih yang sebenarnya aku harapkan?. Ada perawan cantik berjilbab yang jelas-jelas menaruh hati kepadamu. Cantik.. jelas terlihat. Berakhlak.. yang pasti dia sudah berusaha untuk menjadi muslimah yang baik dengan menaati perintah agama.
Bahkan waktu berada di ruangan lainpun telingaku pernah mendengarnya dengan jelas waktu dia bercerita kepada teman sejawatnya. Bahwa dirinya juga bekerja, jadi pasti bisa membantu beban keluarga nantinya.
Apa yang hendak kamu harapkan dari sosok semu yang belum tentu ada. Yang bahkan sampai detik ini tidak pernah menampakkan wujudnya dihadapanmu. Sedangkan hal nyata yang berada di depanmu justru kau abaikan...
Bila mau masuk masuklah, bila tidak maka keluarlah.
Tapi jangan berdiri di depan pintu karena akan menghalangi orang lain yang akan masuk.
Dilema semacam ini...
Lagi-lagi aku melewatkannya. Idealisme hanya karena sebuah alasan... chemistery , hanya karena sebuah rasa klik. Adilkah diriku? terhadap mereka? terhadap diriku sendiri?
Ada seorang teman dari dunia maya yang mengatakan bahwa;
Jodoh ada di tangan tuhan. Tapi jika kita tidak mengambilnya, maka dia akan menjadi jodoh orang lain.
Kita pasti tak pernah mau bermain-main dengan perasaan oranglain bukan?. Namun.. membuatnya menunggu tanpa kepastian, tanpa kejelasan. Tidak ada hal nyata. Hanya semu belaka. Entahlah.. apakah itu juga bisa dikatakan mempermainkan?
Mereka yang iri dan menaruh dengki terhadapku hanya karena fisik rupawan yang kumiliki tidak pernah tahu kenyataan yang kuhadapi dengan segala resikonya. Jelas mereka tidak pernah tahu masalah apa saja yang dihadapi oleh orang semacam diriku. Mungkin yang terbayang dalam awang mereka hanyalah sebuah kesenangan, hal wow seperti bisa menjadi populer, dan semua yang berkenaan dengan syahwat duniawi mereka. Aku bisa mengatakan bahwa itu hanyalah angan mereka sendiri yang mungkin tercipta dari melihat kehidupan para artis di pusat sana. Jakarta. Hanya modal tampang dan mangap-mangap doang sudah bisa dapat uang banyak.
Bagi mereka yang menjalani "pekerjaan yang sebenarnya" sejatinya tidak ada bedanya kok dengan mereka yang "tidak special". Justru ini adalah anugerah yang seringkali membuat kita repot.
Sudah ada beberapa rekanan yang memutuskan untuk tidak lagi memakai jasaku. Karena aku berpegang pada profesionalitas. Aku datang menyapa, menyelesaikan tugasku, menerima pembayaran lalu pergi dan menunggu kesempatan berikutnya untuk datang kembali saat jasaku diperlukan.
Tapi tidak semua orang bisa melakukan hal itu.
"Aku akan membantumu melupakannya". Itulah hal yang sering aku dengar.
Tentu saja hal ini cukup berdampak terhadap aliran perekonomian usahaku.
Karena aku harus mencari pelanggan baru lagi.
Kalau hendak pergi, pamitlah. Jadi aku bisa membuka pintunya dengan leluasa. Tapi bila hendak menetap, beritahu aku. Biar aku bisa mengunci pintunya.
Seperti biasa aku menjalani keseharianku mendatangi salah satu pelanggan kantor yang menggunakan jasaku.
Saat sampai di depan penerima tamu dia berdiri menyambutku dengan senyuman merekah dan raut wajah berbinar. Mengatakan hal yang biasa diucapkannya saat menghadapiku "Printer ya?" . Aku membalas senyumnya, mata kami saling bertatapan dan aku pun menjawabnya seperti biasa "Iya mbak". Akhirnya aku bertemu lagi dengannya setelah beberapa kali kesini tapi tidak melihatnya. Aku kira dia risen.
Namun sesaat kemudian dia menunduk, matanya berubah sayu. Aku merasa ada yang aneh, ada apa gerangan?.
Ah.. ternyata begitu.
Sekilas aku melihat terjadi perubahan pada perutnya. Walaupun sedikit tapi aku bisa melihat Maxi Dress yang dikenakannya sedikit membesar. Tanpaku bertanya aku bisa memastikan bahwa dia sedang mengandung. Perasaan berkecamuk macam apa ini yang ada dalam batinku..
Sebuah rasa kecewa? penyesalan?.
Sebagian diriku mengatakan bahwa aku adalah lelaki yang bodoh. Entah sudah berapa perempuan baik yang aku lewatkan begitu saja.
Lebih dari setahun telah berlalu semenjak aku berinteraksi dengannya. Sekalipun hanya sebatas formalitas; menyapa dan menyampaikan tujuan kedatangan. Tentu saja aku menyadari sorotan matanya yang bersinar itu, raut wajah yang merona. Sebuah kekaguman, suatu rasa simpati terhadapku. Aku bisa mengenalinya dengan mudah karena sudah banyak berpengalaman dengan hal semacam ini. Mungkin sudah tak terhitung, jumlah perempuan yang pernah naksir sama aku.
Aku tidak bisa menyalahkannya. Jelas aku tidak bisa menyalahkannya, yang terus menunggu tanpa kepastian, sedangkan usia terus merayap.
Aku bahkan tidak memberikannya harapan, sekalipun aku tahu dia menunjukkan perasaaan itu kepadaku.
Aku seorang laki-laki yang bisa dengan leluasa memutuskan dan bertindak berkenaan dengan calon pendamping hidupku nantinya. Sedangkan dia seorang perempuan yang hanya bisa menyampaikan perasaan hatinya sampai batas tertentu saja.
Dia pasti menerima ta'aruf dari keluarganya.
Gadis elok yang berumur lebih dari 25 tahun namun belum menikah menandakan satu hal; dia adalah seorang pemilih. Seperti halnya diriku.
Apa sih yang sebenarnya aku harapkan?. Ada perawan cantik berjilbab yang jelas-jelas menaruh hati kepadamu. Cantik.. jelas terlihat. Berakhlak.. yang pasti dia sudah berusaha untuk menjadi muslimah yang baik dengan menaati perintah agama.
Bahkan waktu berada di ruangan lainpun telingaku pernah mendengarnya dengan jelas waktu dia bercerita kepada teman sejawatnya. Bahwa dirinya juga bekerja, jadi pasti bisa membantu beban keluarga nantinya.
Apa yang hendak kamu harapkan dari sosok semu yang belum tentu ada. Yang bahkan sampai detik ini tidak pernah menampakkan wujudnya dihadapanmu. Sedangkan hal nyata yang berada di depanmu justru kau abaikan...
Bila mau masuk masuklah, bila tidak maka keluarlah.
Tapi jangan berdiri di depan pintu karena akan menghalangi orang lain yang akan masuk.
Dilema semacam ini...
Lagi-lagi aku melewatkannya. Idealisme hanya karena sebuah alasan... chemistery , hanya karena sebuah rasa klik. Adilkah diriku? terhadap mereka? terhadap diriku sendiri?
Ada seorang teman dari dunia maya yang mengatakan bahwa;
Jodoh ada di tangan tuhan. Tapi jika kita tidak mengambilnya, maka dia akan menjadi jodoh orang lain.
Kita pasti tak pernah mau bermain-main dengan perasaan oranglain bukan?. Namun.. membuatnya menunggu tanpa kepastian, tanpa kejelasan. Tidak ada hal nyata. Hanya semu belaka. Entahlah.. apakah itu juga bisa dikatakan mempermainkan?
Mereka yang iri dan menaruh dengki terhadapku hanya karena fisik rupawan yang kumiliki tidak pernah tahu kenyataan yang kuhadapi dengan segala resikonya. Jelas mereka tidak pernah tahu masalah apa saja yang dihadapi oleh orang semacam diriku. Mungkin yang terbayang dalam awang mereka hanyalah sebuah kesenangan, hal wow seperti bisa menjadi populer, dan semua yang berkenaan dengan syahwat duniawi mereka. Aku bisa mengatakan bahwa itu hanyalah angan mereka sendiri yang mungkin tercipta dari melihat kehidupan para artis di pusat sana. Jakarta. Hanya modal tampang dan mangap-mangap doang sudah bisa dapat uang banyak.
Bagi mereka yang menjalani "pekerjaan yang sebenarnya" sejatinya tidak ada bedanya kok dengan mereka yang "tidak special". Justru ini adalah anugerah yang seringkali membuat kita repot.
Sudah ada beberapa rekanan yang memutuskan untuk tidak lagi memakai jasaku. Karena aku berpegang pada profesionalitas. Aku datang menyapa, menyelesaikan tugasku, menerima pembayaran lalu pergi dan menunggu kesempatan berikutnya untuk datang kembali saat jasaku diperlukan.
Tapi tidak semua orang bisa melakukan hal itu.
"Aku akan membantumu melupakannya". Itulah hal yang sering aku dengar.
Tentu saja hal ini cukup berdampak terhadap aliran perekonomian usahaku.
Karena aku harus mencari pelanggan baru lagi.
Kalau hendak pergi, pamitlah. Jadi aku bisa membuka pintunya dengan leluasa. Tapi bila hendak menetap, beritahu aku. Biar aku bisa mengunci pintunya.
Sang Penjaga
Diposting oleh
tutorial
21.07
Di tengah kegelapan yang ada, keburukan kerap dimaklumi sebagai kewajaran.
mereka yang tak menyadari sedang berjalan didalam gelap, tak akan berusaha mencari cahaya.
Sudah menjadi tugas kita sebagai sesama makhluk ciptaannya untuk saling mengingatkan.
Saat karma hadir menyapa, Sesal tak akan lagi berguna. Selama engkau belum melangkahi garis dimana tak ada jalan untuk kembali. Kau masih bisa bertaubat. Selama kau masih punya nafas di dadamu. Selama jiwa masih menyatu dengan raga. Namun sudah terlambat bila ajal sampai menghampiri sang mangsa. Bahan bakar para Angkara agar bisa tetap berada di dunia. Wujud sempurna para durjana.
Di saat semua manusia di dunia ini berusaha untuk mencari cahaya. Aku memilih untuk memerangi kegelapan.
Walaupun caranya berbeda tapi bisa dibilang kami mempunyai tujuan yang sama.
Dimana ada cahaya di situ ada bayangan yang mewakili kegelapan. Bagaikan bayangan yang akan selalu ada saat ada cahaya. Aku juga ikut bersembunyi dalam gelap untuk memantau musuh-musuhku.
Cahaya dan kegelapan. Bila salah satunya tidak ada maka dunia tidak akan seimbang.
Itulah yang selalu orang katakan. Maka dari itu aku bisa mengatakan kepada mereka, bahwa akulah pengontrolnya!.
Ketika fana menaburkan godaannya. Harta menjadi tuan yang dipuja-puja. Nilai, moral dan norma hanyalah semu belaka. Rangkaian cerita menjadi topik dilayar media. Kisah para hama yang tak kunjung mereda.
Ketika para durjana seakan tak puas bergumul dengan dosa melancarkan dusta dengan segala tipu dayanya.
Aku hadir untuk menyikat habis mereka semua.
Karena aku yakin dunia akan menjadi lebih baik tanpa mereka
Meskipun aku tahu aku tak bisa menolong semuanya.
Tapi setidaknya aku bisa membuat sedikit perubahan. Dunia yang lebih baik untuk para penghuninya.
mereka yang tak menyadari sedang berjalan didalam gelap, tak akan berusaha mencari cahaya.
Sudah menjadi tugas kita sebagai sesama makhluk ciptaannya untuk saling mengingatkan.
Saat karma hadir menyapa, Sesal tak akan lagi berguna. Selama engkau belum melangkahi garis dimana tak ada jalan untuk kembali. Kau masih bisa bertaubat. Selama kau masih punya nafas di dadamu. Selama jiwa masih menyatu dengan raga. Namun sudah terlambat bila ajal sampai menghampiri sang mangsa. Bahan bakar para Angkara agar bisa tetap berada di dunia. Wujud sempurna para durjana.
Di saat semua manusia di dunia ini berusaha untuk mencari cahaya. Aku memilih untuk memerangi kegelapan.
Walaupun caranya berbeda tapi bisa dibilang kami mempunyai tujuan yang sama.
Dimana ada cahaya di situ ada bayangan yang mewakili kegelapan. Bagaikan bayangan yang akan selalu ada saat ada cahaya. Aku juga ikut bersembunyi dalam gelap untuk memantau musuh-musuhku.
Cahaya dan kegelapan. Bila salah satunya tidak ada maka dunia tidak akan seimbang.
Itulah yang selalu orang katakan. Maka dari itu aku bisa mengatakan kepada mereka, bahwa akulah pengontrolnya!.
Ketika fana menaburkan godaannya. Harta menjadi tuan yang dipuja-puja. Nilai, moral dan norma hanyalah semu belaka. Rangkaian cerita menjadi topik dilayar media. Kisah para hama yang tak kunjung mereda.
Ketika para durjana seakan tak puas bergumul dengan dosa melancarkan dusta dengan segala tipu dayanya.
Aku hadir untuk menyikat habis mereka semua.
Karena aku yakin dunia akan menjadi lebih baik tanpa mereka
Meskipun aku tahu aku tak bisa menolong semuanya.
Tapi setidaknya aku bisa membuat sedikit perubahan. Dunia yang lebih baik untuk para penghuninya.
Ujian Kehidupan
Diposting oleh
tutorial
03.10
"Tuhan tidak adil!. Memang Tuhan itu tidak adil!" Dengan mata melotot mulut yang dimonyongkan dan muka memerah. Itulah perkataan Sugeharto kali ini.. -_- .
Biasanya manusia mengatakan tidak adil saat mendapat ujian, ketika keinginan tak tercapai, ketika susah, ketika merasa kalah saat membandingkan dirinya dengan orang lain. Itulah kondisi-kondisi manusia sering mengatakan tuhan tidak adil. Kenapa sampai beraninya mengatakan tuhan tidak adil? Apakah karena ia sudah sering melakukan hal yang adil sehingga berani dengan lantangnya mengucapkan kalimat seperti itu pada sang pencipta.
Tetapi pernahkah mereka-mereka itu mengatakan tidak adil pada tuhan saat dikabulkan segala keinginannya. Saat dilapangkan rezeki, diberi wajah rupawan, pasangan hidup yang diidamkannya, dihormati, diberi penghargaan oleh orang-orang disekelililngnya, anak-anak yang berbakti serta sholeh, diberi kesehatan, serta aibnya masih disembunyikan dengan rapat. Mungkin tak akan pernah terucap kata tak adil dari mulut pada kondisi kenikmatan yang seperti itu. Walaupun justru keadaan seperti itulah yang sering membuat kita lalai, lupa dengan Tuhan, berbuat semena-menanya dan melahirkan sikap angkuh.
Harusnya aku segera memintanya untuk beristighfar, segera bertaubat dan membaca syahadat lagi karena hal yang dilakukannya ini sudah merupakan murtad qouli. Namun karena dari awal aku hanya diminta menjadi pendengar, maka untuk saat ini sebaiknya aku hanya menjadi pendengar yang baik saja dulu.
Latar belakang permasalahannya ini karena menantunya memintanya untuk tidak lagi memusuhi putra dari almarhum tetangga yang didengkinya itu. Sepertinya mantunya itu juga mengingatkannya akan suatu hadist tentang memusuhi keturunan Rasulullah. Sangat disayangkan sebenarnya, Sugeharto ini melakukannya karena peringatan dari hadist bukan karena kesadaran dari dirinya sendiri. Jangankan yang seperti itu, memusuhi orang lain hanya karena iri dan dengki saja sudah salah.
"Enaknya. Kalo bisa meminta aku juga pasti akan meminta dilahirkan sebagai Syarif (keturunan Rasulullah)!".
Hah!? Lha wong dikasih hidup sebagai pegawai swasta biasa saja sombongnya seperti itu, sampai pake merendahkan almarhum yang notabene seorang pejabat tinggi negara dari Departemen Keuangan, Advokat. Padahal semua orang berilmu juga tahu tidak sembarang orang bisa masuk kesana, bahwa almarhum bisa masuk kesana secara jujur karena kompetensi kecerdasan intelektualnya. Institusi ini tidak seperti ********** atau *** Indonesia jaman dulu yang bisa masuk secara kekeluargaan. Atau cara masuk ***** yang sudah menjadi rahasia umum. Ia juga sudah tahu dari teman masa kecil almarhum yang juga tetangga sini bahwa almarhum tidak mengambil haknya untuk masuk jadi PNS ********** sekalipun itu adalah jatah dari ayah beliau(Kuota khusus). Justru memilih ikut ujian masuk instansi lain yang di generasi sekarang disebut STAN. Dan syukur alhamdulillah waktu itu beliau berhasil lolos. Banyak orang yang tidak berhasil lolos kesana sekalipun pintar.
Sedangkan "orang dekatnya" yang masuk dengan cara "menyogok" dia katakan tidak apa-apa karena orangtuanya mampu. Yang pentingkan hidupnya kepenak. Pemikiran macam apa ini?. Apa dia tidak berpikir, yang seperti ini sudah melakukan perbuatan mengambil hak orang lain. Karena orang yang sebenarnya, yang pantas mendapatkan kursi karena kompetensinya malah tereliminasi karena dia masuk secara polosan/jujur. Lalu mau menggunakan dalil sekalipun masuk nyogok itu haram, gaji yang diterima tidak haram selama amanah dengan pekerjaan yang dibebankan. Uenak tenan. Kemungkinan setelah itu ia akan menyisihkan sebagian kecil dari penghasilannya yang sangat besar itu untuk biaya nyogok keturunan berikutnya dan seterusnya dan seterusnya.
Berkali-kali mencela orang lain, menganggapnya "miskin". Ya kalau orang tersebut tidak tahu ya nggak apa-apa. Tapi kalau sampai tahu?. Menyedihkan memang orang yang tidak bisa melihat dirinya sendiri. Dasar Drona!(karakter dalam Wayang Kulit) versi gagal. Sampai-sampai menantunya saking menahan malunya akhirnya mengatakan nasehat kepadanya bahwa "kehormatan itu tidak diukur dari harta benda dan materi. Kalau seperti itu maka para koruptor lah orang paling terhormat. Karena harta korupsi uang negaranya tidak hanya ratusan juta rupiah, bahkan sampai milyaran dollar".
Akupun berpikir.. andaikan hal itu yang menjadi standartnya, bukankah itu tetap tidak menjadikannya orang yang terhormat? memangnya berapa M(Milyard) aset yang dia punya? tidak usah M, berapa ratus juta rupiah uang cash yang ada ditangannya sehingga dia sampai berpikir demikan?. Menurut pandanganku kehormatan sejatinya terletak dalam pribadi. Kepandaian ilmu dan akhlak budi. Sayangnya aku tidak melihat kedua hal ini dimiliki oleh seorang Sugeharto.
Saat anak perempuan bungsunya berhasil menikah dengan orang kaya saja nyombongnya selangit, kayak dianya yang nikah sama raja minyak. Pakai ngadain challenge. Sampai-sampai jadi bahan konsumsi cibiran para tetangga membandingkan kalau A paling banter liburan ke Bali. Sedangkan B kalau jadi bahkan bisa mengajak ibundanya ke Paris, London, keliling Eropa, Mesir, Mekkah, bahkan keliling dunia. Ada yang menyanggah pernyataan itu. Menolak bahwa mereka bukannya cuma bisa mentok ke Bali, tapi lebih memilih dananya disimpan buat pendidikan anak dan biaya nyogoknya nanti. Orang-orang akhirnya pada "ngeh" dan sadar bahwa negara mereka memang sudah berada dalam lingkaran setan. Ditambah lagi menjadi semakin miris bila ternyata generasi muda yang mereka harapkan untuk memperbaikinya justru berasal dari lingkaran tersebut.
Jadi miskin sekalipun itu bukan suatu dosa. Melainkan salah satu bentuk ujian di dunia.
Tahukah kamu
Lebih banyak orang yang gagal pada ujian kekayaan daripada ujian kemiskinan.
"Yang semua serba baik itukan semua dari keturunan ibunya bukan ayahnya!. Bapak dari ayahnya saja anak yatim! tidak jelas asal usulnya!. Ayahnyakan bukan syarif jadi nggak papa.
'Memangnya ia tahu hanya sekedar namanya saja dari kakek buyut dan kakek canggahnya?. Pasti tidak tahu.
Justru karena bukan keturunan orang biasa maka masih bisa tahu leluhur yang bersangkutan'. Dalam kebudayaan bangsa kita hanya para ulama besar dan anggota keluarga kerajaan saja yang menuliskan nasab keturunannya. Karena mereka mempunyai "keistimewaan".
Itupun yang ditulis hanya nama, kita tidak tahu penampakan wajah dan fisiknya seperti apa. Bahkan kisah hidupnya. Sedangkan masyarakat biasa.. ?(tidak usah dibayangkan.
Memangnya apa yang salah dengan menjadi anak yatim? Seolah mengatakan menjadi anak yatim piatu itu adalah sebuah aib. Ia jadikan imajinasi liarnya sebagai bahan cibiran kepada bapak almarhum yang juga sudah almarhum jauh lebih lama. Bukankah leluhur dirinya juga dari hulu keseluruhannya merupakan keturunan rakyat jelata-sudra papa? yang bahkan sangat rentan terhadap hal yang menjadi imajinasi liarnya itu.
Apa dia memang tidak bisa berpikiran jernih menggunakan logikanya?, bukankah pada jaman itu(jaman perjuangan kemerdekaan) terdapat banyak sekali yatim piatu; dari yang orangtuanya korban perang sampai karena kemiskinan, terkena penyakit dan mati kelaparan.
Padahal rasulullah sangat mencintai anak yatim. Kenapa tidak menjadikan hal itu sebagai teladan!?.
Tidak ada yang salah terhadap almarhum. Namun kenapa selalu mencoba menjelek-jelekkannya?. Apa karena usianya yang lebih pendek daripada Sugeharto?. Bukannya kita di dunia ini hanyalah "mampir minum"?. Hanya mampir mengambil amal baik sebagai bekal di kehidupan yang kekal?. Kenapa harus membanggakan diri mempunyai usia yang lebih panjang daripada almarhum?. Apa dengan begitu merasa lebih baik daripada almarhum?. Kalau begitu sudah siap dirinya ketika ditanya Sang Maha Pencipta tentang bekal yang dibawa dari dunia?. Semoga dirinya tidak menjawabnya dengan jawaban "Nol Besar!".
Siapa menabur angin, akan menuai badai!
Ia tahu bahwa apa yang dilakukannya itu salah!?. Kalau tahu kenapa masih tetap dilakukan!?. Jadi pasti sudah siap akan segala konsekuensinya bukan!? Kalau dulunya sok-sok an waktu melakukannya, kenapa sekarang malah jadi koboi cengeng!?. Bukankah dari awal berkali-kali mengumbar perkataan "Tidak takut!" sering melakukan intimidasi bahwa korbannya sudah kehabisan "amunisi". Silahkan saja dicoba lagi. Jadi setelahnya hadapi saja "jawaban" dari korbannya itu dengan legowo kalo memang bukan pengecut! tidak usah pakai nyinyir curhat play victim segala toh semua orang juga sudah tahu kebenarannya.
Aku mencoba tersenyum
"Sekitar 20000 tahun ke depan(itu juga kalo belum kiamat) kemungkinan sudah terjadi pemerataan. Semua orang bisa mengklaim keturunan rasul.
Sedangkan untuk saat ini hormati saja semua orang. Karena bisa jadi ia juga keturunan syarif. Bukan hanya yang sudah ketahuan terang benderang.
Lho siapa tahu kalo aku sama kamu itu salah satu leluhurnya juga ada yang jadi "Lembu peteng"(keturunan tidak sah raja/bangsawan) jadi kita ikut kecipratan jadi ningrat. Kan bisa saja to?
Kalo setuju ayuk ketawa bareng aku!". Ucapku mencoba menghibur menutup sesi.
Sugeharto memasang mimik tidak mengerti
"Lembu peteng itu apa?"
Biasanya manusia mengatakan tidak adil saat mendapat ujian, ketika keinginan tak tercapai, ketika susah, ketika merasa kalah saat membandingkan dirinya dengan orang lain. Itulah kondisi-kondisi manusia sering mengatakan tuhan tidak adil. Kenapa sampai beraninya mengatakan tuhan tidak adil? Apakah karena ia sudah sering melakukan hal yang adil sehingga berani dengan lantangnya mengucapkan kalimat seperti itu pada sang pencipta.
Tetapi pernahkah mereka-mereka itu mengatakan tidak adil pada tuhan saat dikabulkan segala keinginannya. Saat dilapangkan rezeki, diberi wajah rupawan, pasangan hidup yang diidamkannya, dihormati, diberi penghargaan oleh orang-orang disekelililngnya, anak-anak yang berbakti serta sholeh, diberi kesehatan, serta aibnya masih disembunyikan dengan rapat. Mungkin tak akan pernah terucap kata tak adil dari mulut pada kondisi kenikmatan yang seperti itu. Walaupun justru keadaan seperti itulah yang sering membuat kita lalai, lupa dengan Tuhan, berbuat semena-menanya dan melahirkan sikap angkuh.
Harusnya aku segera memintanya untuk beristighfar, segera bertaubat dan membaca syahadat lagi karena hal yang dilakukannya ini sudah merupakan murtad qouli. Namun karena dari awal aku hanya diminta menjadi pendengar, maka untuk saat ini sebaiknya aku hanya menjadi pendengar yang baik saja dulu.
Latar belakang permasalahannya ini karena menantunya memintanya untuk tidak lagi memusuhi putra dari almarhum tetangga yang didengkinya itu. Sepertinya mantunya itu juga mengingatkannya akan suatu hadist tentang memusuhi keturunan Rasulullah. Sangat disayangkan sebenarnya, Sugeharto ini melakukannya karena peringatan dari hadist bukan karena kesadaran dari dirinya sendiri. Jangankan yang seperti itu, memusuhi orang lain hanya karena iri dan dengki saja sudah salah.
"Enaknya. Kalo bisa meminta aku juga pasti akan meminta dilahirkan sebagai Syarif (keturunan Rasulullah)!".
Hah!? Lha wong dikasih hidup sebagai pegawai swasta biasa saja sombongnya seperti itu, sampai pake merendahkan almarhum yang notabene seorang pejabat tinggi negara dari Departemen Keuangan, Advokat. Padahal semua orang berilmu juga tahu tidak sembarang orang bisa masuk kesana, bahwa almarhum bisa masuk kesana secara jujur karena kompetensi kecerdasan intelektualnya. Institusi ini tidak seperti ********** atau *** Indonesia jaman dulu yang bisa masuk secara kekeluargaan. Atau cara masuk ***** yang sudah menjadi rahasia umum. Ia juga sudah tahu dari teman masa kecil almarhum yang juga tetangga sini bahwa almarhum tidak mengambil haknya untuk masuk jadi PNS ********** sekalipun itu adalah jatah dari ayah beliau(Kuota khusus). Justru memilih ikut ujian masuk instansi lain yang di generasi sekarang disebut STAN. Dan syukur alhamdulillah waktu itu beliau berhasil lolos. Banyak orang yang tidak berhasil lolos kesana sekalipun pintar.
Sedangkan "orang dekatnya" yang masuk dengan cara "menyogok" dia katakan tidak apa-apa karena orangtuanya mampu. Yang pentingkan hidupnya kepenak. Pemikiran macam apa ini?. Apa dia tidak berpikir, yang seperti ini sudah melakukan perbuatan mengambil hak orang lain. Karena orang yang sebenarnya, yang pantas mendapatkan kursi karena kompetensinya malah tereliminasi karena dia masuk secara polosan/jujur. Lalu mau menggunakan dalil sekalipun masuk nyogok itu haram, gaji yang diterima tidak haram selama amanah dengan pekerjaan yang dibebankan. Uenak tenan. Kemungkinan setelah itu ia akan menyisihkan sebagian kecil dari penghasilannya yang sangat besar itu untuk biaya nyogok keturunan berikutnya dan seterusnya dan seterusnya.
Berkali-kali mencela orang lain, menganggapnya "miskin". Ya kalau orang tersebut tidak tahu ya nggak apa-apa. Tapi kalau sampai tahu?. Menyedihkan memang orang yang tidak bisa melihat dirinya sendiri. Dasar Drona!(karakter dalam Wayang Kulit) versi gagal. Sampai-sampai menantunya saking menahan malunya akhirnya mengatakan nasehat kepadanya bahwa "kehormatan itu tidak diukur dari harta benda dan materi. Kalau seperti itu maka para koruptor lah orang paling terhormat. Karena harta korupsi uang negaranya tidak hanya ratusan juta rupiah, bahkan sampai milyaran dollar".
Akupun berpikir.. andaikan hal itu yang menjadi standartnya, bukankah itu tetap tidak menjadikannya orang yang terhormat? memangnya berapa M(Milyard) aset yang dia punya? tidak usah M, berapa ratus juta rupiah uang cash yang ada ditangannya sehingga dia sampai berpikir demikan?. Menurut pandanganku kehormatan sejatinya terletak dalam pribadi. Kepandaian ilmu dan akhlak budi. Sayangnya aku tidak melihat kedua hal ini dimiliki oleh seorang Sugeharto.
Saat anak perempuan bungsunya berhasil menikah dengan orang kaya saja nyombongnya selangit, kayak dianya yang nikah sama raja minyak. Pakai ngadain challenge. Sampai-sampai jadi bahan konsumsi cibiran para tetangga membandingkan kalau A paling banter liburan ke Bali. Sedangkan B kalau jadi bahkan bisa mengajak ibundanya ke Paris, London, keliling Eropa, Mesir, Mekkah, bahkan keliling dunia. Ada yang menyanggah pernyataan itu. Menolak bahwa mereka bukannya cuma bisa mentok ke Bali, tapi lebih memilih dananya disimpan buat pendidikan anak dan biaya nyogoknya nanti. Orang-orang akhirnya pada "ngeh" dan sadar bahwa negara mereka memang sudah berada dalam lingkaran setan. Ditambah lagi menjadi semakin miris bila ternyata generasi muda yang mereka harapkan untuk memperbaikinya justru berasal dari lingkaran tersebut.
Jadi miskin sekalipun itu bukan suatu dosa. Melainkan salah satu bentuk ujian di dunia.
Tahukah kamu
Lebih banyak orang yang gagal pada ujian kekayaan daripada ujian kemiskinan.
"Yang semua serba baik itukan semua dari keturunan ibunya bukan ayahnya!. Bapak dari ayahnya saja anak yatim! tidak jelas asal usulnya!. Ayahnyakan bukan syarif jadi nggak papa.
'Memangnya ia tahu hanya sekedar namanya saja dari kakek buyut dan kakek canggahnya?. Pasti tidak tahu.
Justru karena bukan keturunan orang biasa maka masih bisa tahu leluhur yang bersangkutan'. Dalam kebudayaan bangsa kita hanya para ulama besar dan anggota keluarga kerajaan saja yang menuliskan nasab keturunannya. Karena mereka mempunyai "keistimewaan".
Itupun yang ditulis hanya nama, kita tidak tahu penampakan wajah dan fisiknya seperti apa. Bahkan kisah hidupnya. Sedangkan masyarakat biasa.. ?(tidak usah dibayangkan.
Memangnya apa yang salah dengan menjadi anak yatim? Seolah mengatakan menjadi anak yatim piatu itu adalah sebuah aib. Ia jadikan imajinasi liarnya sebagai bahan cibiran kepada bapak almarhum yang juga sudah almarhum jauh lebih lama. Bukankah leluhur dirinya juga dari hulu keseluruhannya merupakan keturunan rakyat jelata-sudra papa? yang bahkan sangat rentan terhadap hal yang menjadi imajinasi liarnya itu.
Apa dia memang tidak bisa berpikiran jernih menggunakan logikanya?, bukankah pada jaman itu(jaman perjuangan kemerdekaan) terdapat banyak sekali yatim piatu; dari yang orangtuanya korban perang sampai karena kemiskinan, terkena penyakit dan mati kelaparan.
Padahal rasulullah sangat mencintai anak yatim. Kenapa tidak menjadikan hal itu sebagai teladan!?.
Tidak ada yang salah terhadap almarhum. Namun kenapa selalu mencoba menjelek-jelekkannya?. Apa karena usianya yang lebih pendek daripada Sugeharto?. Bukannya kita di dunia ini hanyalah "mampir minum"?. Hanya mampir mengambil amal baik sebagai bekal di kehidupan yang kekal?. Kenapa harus membanggakan diri mempunyai usia yang lebih panjang daripada almarhum?. Apa dengan begitu merasa lebih baik daripada almarhum?. Kalau begitu sudah siap dirinya ketika ditanya Sang Maha Pencipta tentang bekal yang dibawa dari dunia?. Semoga dirinya tidak menjawabnya dengan jawaban "Nol Besar!".
Siapa menabur angin, akan menuai badai!
Ia tahu bahwa apa yang dilakukannya itu salah!?. Kalau tahu kenapa masih tetap dilakukan!?. Jadi pasti sudah siap akan segala konsekuensinya bukan!? Kalau dulunya sok-sok an waktu melakukannya, kenapa sekarang malah jadi koboi cengeng!?. Bukankah dari awal berkali-kali mengumbar perkataan "Tidak takut!" sering melakukan intimidasi bahwa korbannya sudah kehabisan "amunisi". Silahkan saja dicoba lagi. Jadi setelahnya hadapi saja "jawaban" dari korbannya itu dengan legowo kalo memang bukan pengecut! tidak usah pakai nyinyir curhat play victim segala toh semua orang juga sudah tahu kebenarannya.
Aku mencoba tersenyum
"Sekitar 20000 tahun ke depan(itu juga kalo belum kiamat) kemungkinan sudah terjadi pemerataan. Semua orang bisa mengklaim keturunan rasul.
Sedangkan untuk saat ini hormati saja semua orang. Karena bisa jadi ia juga keturunan syarif. Bukan hanya yang sudah ketahuan terang benderang.
Lho siapa tahu kalo aku sama kamu itu salah satu leluhurnya juga ada yang jadi "Lembu peteng"(keturunan tidak sah raja/bangsawan) jadi kita ikut kecipratan jadi ningrat. Kan bisa saja to?
Kalo setuju ayuk ketawa bareng aku!". Ucapku mencoba menghibur menutup sesi.
Sugeharto memasang mimik tidak mengerti
"Lembu peteng itu apa?"
Pencaci orang yang sudah meninggal
Diposting oleh
tutorial
20.10
‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un’ begitu aku mendengar suara di seberang telepon yang mengabarkan telah meninggal seorang tetangga lama kami yang sekarang sudah menetap di pemukiman lain.
Aku segera memberi kabar kepada masyarakat kampung. Agar mereka bisa melayat, membantu menguatkan keluarganya dan memberikan penghormatan terakhir. Namun untuk para tetangga yang domisilinya sudah berbeda aku tidak mempunyai nomer kontak dan alamatnya. Database ada pada arsip RT. Segera kukesana untuk menindaklanjuti.
“Cklek” bunyi yang mengartikan telpon seberang telah diangkat.
“Halo Do. Ini dari Graha Indah(nama perumahan tempat kami berada). Sugeharto sudah tidak ada.
“Opo?. Mobil bekas mati!?. Sugeharto mobil bekas mati!?.
“Lambemu-mulutmu” Sugeharto melotot.
“Ini yang nelpon Sugeharto mobil bekas. Sugeharto mobil bekas itu aku, masih hidup!. Yang nelpon kamu ini Sugeharto mobil bekas!.
“Sing mati Sugeharto B!”.
Percakapan akhirnya berakhir dengan situasi Sugeharto masih ngedumel sendiri dengan bibir yang di monyong-monyongkan. Sepertinya dirinya tidak terima dikira sudah mati.
Aku cuma bisa tersenyum akan situasi ini. Hubungan keduanya memang tidak terlalu baik.
Sugeharto memang nama pasaran. Di kampung kami saja ada tiga orang yang mempunyai nama tersebut. Sugeharto A, Sugeharto B, Sugeharto C. Bahkan koruptor kasus pengadaan KTP kemarin saja namanya juga Sugeharto bukan?.
Ini disebabkan kejadian lama berbelas-belas tahun yang lalu yang masih membekas diantara keduanya. Terutama kepada pak Edo orang yang dihubunginya ini.
Waktu masih ABG, masih SMP. Kedua anak mereka pernah berkelahi karena masalah bermain bola. Beni anak dari Sugeharto dan Ferza anak dari Edo. Bukan perkelahian biasa, namun sudah ke tingkat penganiayaan. Sekalipun Ferza sudah berkali-kali meminta ampun. Beni masih terus menghajarnya bahkan menginjak-nginjak mulut Ferza sampai gigi- gigi depannya tanggal. Sedangkan keluarga Sugeharto hanya mengajukan permohonan maaf dan membiayai pengobatan Ferza. Sementara keluarga Ferza adalah keluarga yang sangat mampu. Cacat permanen yang bisa berdampak pada sisi psikologis. Mempengaruhi kepercayaan dirinya pada penampilan. Kejadian tragis itu tentunya membuat pak Edo sekeluarga muntab dan masih menyimpan dendam sampai sekarang. Perang dingin, mungkin itu nama yang tepat. Meskipun saat keduanya bertemu di acara RT masih saling bercakapan. Tapi dalam hatinya masih menyimpan amarah kepada Sugeharto. Kenapa begitu?
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” Itulah yang orang-orang katakan tentang hal ini.
Mereka menyebut Beni beringas dan sejenisnya. Namun Edo tidak serta merta hanya menyalahkan Beni sepenuhnya atas kejadian ini. Sekeluarga menunjuk Sugeharto juga ikut bertanggungjawab sebagai orangtua gagal yang tidak bisa mendidik anaknya.
Tahu nggak. Disaat Sugeharto sibuk mencela dan mengamati anak yatim dari Almarhum tetangga yang didengkinya. Membandingkan penghasilannya anak tersebut dengan dirinya yang sudah tua. “Aku punya mobil, aku punya rumah sendiri. Ujarnya membanggakan diri. Sedangkan dia? Paling UMR Rp 1 jutaan”.
Tanpa sepengetahuannya. Ada orang yang melakukan hal yang sama terhadapnya. “Huh, Beni jadinya cuma sales, sama kayak bapaknya. Buruh. Gaji UMR ditambah bonus. S1-S1 nan. Anakku Ferza sekarang kerja di Jakarta sebagai Direktur Utama perusahaan Finance. Gajinya Tidak kurang dari Rp50juta sebulan ucapnya sambil berbangga diri.
Aku hanya bisa tersenyum menyaksikan panggung drama hiburan gratis di lingkunganku ini. Apa ini yang dinamakan efek karma?.
Dan akhirnya perkataan itu sampai juga ke telinga Sugeharto pasca Edo sekeluarga pindah dari lingkungan Graha Indah ini.
Bagaimana Sugeharto yang pernah sempat bangga anaknya ia anggap "menang" dalam perkelahian tersebut menanggapinya?. “Salahnya sendiri anaknya kalah berkelahi. Dasar pecundang!. Sini mau diselesaikan sekarang secara jantan!? Tarung sama aku!. Ucapnya kepada orang didepannya yang menyampaikan hal itu. Tentu saja sebagai seseorang yang berpendidikan Edo mempunyai pola pikiran yang berbeda dengan Sugeharto. Apalagi istrinya berprofesi sebagai Guru. Sugeharto dengan entengnya mengatakan bahwa hal itukan sudah lama, belasan tahun yang lalu. Dari awal juga bukan anak yang ganteng pula. Sementara untuk Ferza selama itulah ia menderita lahir dan batin. Bukan hanya dari sisi psikologis dan penampilan saja.
Sebenarnya bukan Pak Edo saja sih orang yang pernah bermasalah dengan Sugeharto yang ini.
“Lha iya.. Punya rumah gedung besar. Hasil korupsi!. Memangnya bakalan dibawa mati!?". Ucapnya kepada kami khalayak umum di ruang publik. Ia tidak mengatakannya kepada kalangan sendiri, keluarganya misalnya namun kepada kami orang lain.
‘Aku tidak heran bila dia mengatakan hal semacam itu, karena memang sudah menjadi perangainya. Di lingkungan kami ia memang terkenal suka "memakan bangkai saudaranya sendiri". Apalagi hubungan diantara mereka juga tidak baik. Sudah saling diam menurut pengakuannya.
Apa dia anggota KPK atau badan pemeriksa keuangan lainnya?. Apa dia rekan kerjanya?. Atau dia pernah dicurhati oleh almarhum sendiri bahwa almarhum melakukan korupsi?. Bahkan bidang kerjanya saja sama sekali tidak bersentuhan dengan almarhum. Kenapa sampai berani berkata seperti itu?.
Ya kalau memang benar ya tidak apa-apa. Tapi kalau hal itu tidak benar, maka ia sudah melakukan fitnah, kepada orang yang sudah meninggal pula. Layaknya orang yang sudah meninggal, dia tidak kuasa membela diri, tidak lagi berdaya untuk membela kehormatannya.
Tapi bukankah itu hal yang tidak pantas mencela seseorang yang sudah almarhum seperti itu.
Apa dengan melampiaskan dendamnya dengan mencaci-maki almarhum(Sugeharto B) dirinya merasa terpuaskan?. Buktinya tidak bukan?. Ia masih melakukannya terus dan terus. Bagaimana bila selanjutnya yang meninggal itu Edo?.
Yang aku tahu orang yang iri itu cenderung menjadi pembenci/hater dan pembenci cenderung memfitnah untuk mengamalkan kedengkiannya. Yang paling berbahaya adalah ketika mereka pandai tampil sebagai sahabat, teman atau orang dekat.
Allah membenci pencela yang tidak memiliki harga diri.
Setiap orang pastinya memiliki dosa baik itu kecil maupun besar. Ketika orang tersebut meninggal maka segala amal ibadahnya pun sudah selesai. Oleh karena itu, tidak boleh kita membicarakan kesalahan orang yang telah meninggal dunia. Apalagi sampai mencacinya.
Sebuah hadist mengatakan:
"Janganlah kalian mencela orang-orang yang sudah mati, karena mereka itu sudah sampai kepada apa yang telah mereka lakukan".
Kalo yang mendengar yang bersangkutan sendiri ya tidak mengapa. Karena urusannya didunia sudah selesai. Tapi bagaimana kalau keluarganya yang masih hidup sampai mendengar hal ini? Pasti bakal merasa tersakiti, merasa terzalimi. Keluarga yang ditinggalkan; Istrinya sudah menjadi janda dan anak-anaknya sudah menjadi anak yatim.
Ingatlah bahwa orang yang tersakiti/terzalimi itu doanya tidak akan di tolak oleh Allah. Lalu bagaimana jika mereka sampai mendoakan kejelekan atau keburukan kepadanya? Walaupun hal itu memang pantas.
Kalau saya pribadi yang mengalaminya.. Saya bukan orang jahat. Maka janganlah mendoakan dirinya agar celaka/mengalami musibah. Sudah tua juga. Tapi saya akan mendoakan agar semua amalan baiknya dilimpahkan ke saya, bila masih tersisa. Bila tidak ada maka biarlah amalan buruk saya untuknya'.
Aku segera memberi kabar kepada masyarakat kampung. Agar mereka bisa melayat, membantu menguatkan keluarganya dan memberikan penghormatan terakhir. Namun untuk para tetangga yang domisilinya sudah berbeda aku tidak mempunyai nomer kontak dan alamatnya. Database ada pada arsip RT. Segera kukesana untuk menindaklanjuti.
“Cklek” bunyi yang mengartikan telpon seberang telah diangkat.
“Halo Do. Ini dari Graha Indah(nama perumahan tempat kami berada). Sugeharto sudah tidak ada.
“Opo?. Mobil bekas mati!?. Sugeharto mobil bekas mati!?.
“Lambemu-mulutmu” Sugeharto melotot.
“Ini yang nelpon Sugeharto mobil bekas. Sugeharto mobil bekas itu aku, masih hidup!. Yang nelpon kamu ini Sugeharto mobil bekas!.
“Sing mati Sugeharto B!”.
Percakapan akhirnya berakhir dengan situasi Sugeharto masih ngedumel sendiri dengan bibir yang di monyong-monyongkan. Sepertinya dirinya tidak terima dikira sudah mati.
Aku cuma bisa tersenyum akan situasi ini. Hubungan keduanya memang tidak terlalu baik.
Sugeharto memang nama pasaran. Di kampung kami saja ada tiga orang yang mempunyai nama tersebut. Sugeharto A, Sugeharto B, Sugeharto C. Bahkan koruptor kasus pengadaan KTP kemarin saja namanya juga Sugeharto bukan?.
Ini disebabkan kejadian lama berbelas-belas tahun yang lalu yang masih membekas diantara keduanya. Terutama kepada pak Edo orang yang dihubunginya ini.
Waktu masih ABG, masih SMP. Kedua anak mereka pernah berkelahi karena masalah bermain bola. Beni anak dari Sugeharto dan Ferza anak dari Edo. Bukan perkelahian biasa, namun sudah ke tingkat penganiayaan. Sekalipun Ferza sudah berkali-kali meminta ampun. Beni masih terus menghajarnya bahkan menginjak-nginjak mulut Ferza sampai gigi- gigi depannya tanggal. Sedangkan keluarga Sugeharto hanya mengajukan permohonan maaf dan membiayai pengobatan Ferza. Sementara keluarga Ferza adalah keluarga yang sangat mampu. Cacat permanen yang bisa berdampak pada sisi psikologis. Mempengaruhi kepercayaan dirinya pada penampilan. Kejadian tragis itu tentunya membuat pak Edo sekeluarga muntab dan masih menyimpan dendam sampai sekarang. Perang dingin, mungkin itu nama yang tepat. Meskipun saat keduanya bertemu di acara RT masih saling bercakapan. Tapi dalam hatinya masih menyimpan amarah kepada Sugeharto. Kenapa begitu?
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” Itulah yang orang-orang katakan tentang hal ini.
Mereka menyebut Beni beringas dan sejenisnya. Namun Edo tidak serta merta hanya menyalahkan Beni sepenuhnya atas kejadian ini. Sekeluarga menunjuk Sugeharto juga ikut bertanggungjawab sebagai orangtua gagal yang tidak bisa mendidik anaknya.
Tahu nggak. Disaat Sugeharto sibuk mencela dan mengamati anak yatim dari Almarhum tetangga yang didengkinya. Membandingkan penghasilannya anak tersebut dengan dirinya yang sudah tua. “Aku punya mobil, aku punya rumah sendiri. Ujarnya membanggakan diri. Sedangkan dia? Paling UMR Rp 1 jutaan”.
Tanpa sepengetahuannya. Ada orang yang melakukan hal yang sama terhadapnya. “Huh, Beni jadinya cuma sales, sama kayak bapaknya. Buruh. Gaji UMR ditambah bonus. S1-S1 nan. Anakku Ferza sekarang kerja di Jakarta sebagai Direktur Utama perusahaan Finance. Gajinya Tidak kurang dari Rp50juta sebulan ucapnya sambil berbangga diri.
Aku hanya bisa tersenyum menyaksikan panggung drama hiburan gratis di lingkunganku ini. Apa ini yang dinamakan efek karma?.
Dan akhirnya perkataan itu sampai juga ke telinga Sugeharto pasca Edo sekeluarga pindah dari lingkungan Graha Indah ini.
Bagaimana Sugeharto yang pernah sempat bangga anaknya ia anggap "menang" dalam perkelahian tersebut menanggapinya?. “Salahnya sendiri anaknya kalah berkelahi. Dasar pecundang!. Sini mau diselesaikan sekarang secara jantan!? Tarung sama aku!. Ucapnya kepada orang didepannya yang menyampaikan hal itu. Tentu saja sebagai seseorang yang berpendidikan Edo mempunyai pola pikiran yang berbeda dengan Sugeharto. Apalagi istrinya berprofesi sebagai Guru. Sugeharto dengan entengnya mengatakan bahwa hal itukan sudah lama, belasan tahun yang lalu. Dari awal juga bukan anak yang ganteng pula. Sementara untuk Ferza selama itulah ia menderita lahir dan batin. Bukan hanya dari sisi psikologis dan penampilan saja.
Sebenarnya bukan Pak Edo saja sih orang yang pernah bermasalah dengan Sugeharto yang ini.
“Lha iya.. Punya rumah gedung besar. Hasil korupsi!. Memangnya bakalan dibawa mati!?". Ucapnya kepada kami khalayak umum di ruang publik. Ia tidak mengatakannya kepada kalangan sendiri, keluarganya misalnya namun kepada kami orang lain.
‘Aku tidak heran bila dia mengatakan hal semacam itu, karena memang sudah menjadi perangainya. Di lingkungan kami ia memang terkenal suka "memakan bangkai saudaranya sendiri". Apalagi hubungan diantara mereka juga tidak baik. Sudah saling diam menurut pengakuannya.
Apa dia anggota KPK atau badan pemeriksa keuangan lainnya?. Apa dia rekan kerjanya?. Atau dia pernah dicurhati oleh almarhum sendiri bahwa almarhum melakukan korupsi?. Bahkan bidang kerjanya saja sama sekali tidak bersentuhan dengan almarhum. Kenapa sampai berani berkata seperti itu?.
Ya kalau memang benar ya tidak apa-apa. Tapi kalau hal itu tidak benar, maka ia sudah melakukan fitnah, kepada orang yang sudah meninggal pula. Layaknya orang yang sudah meninggal, dia tidak kuasa membela diri, tidak lagi berdaya untuk membela kehormatannya.
Tapi bukankah itu hal yang tidak pantas mencela seseorang yang sudah almarhum seperti itu.
Apa dengan melampiaskan dendamnya dengan mencaci-maki almarhum(Sugeharto B) dirinya merasa terpuaskan?. Buktinya tidak bukan?. Ia masih melakukannya terus dan terus. Bagaimana bila selanjutnya yang meninggal itu Edo?.
Yang aku tahu orang yang iri itu cenderung menjadi pembenci/hater dan pembenci cenderung memfitnah untuk mengamalkan kedengkiannya. Yang paling berbahaya adalah ketika mereka pandai tampil sebagai sahabat, teman atau orang dekat.
Allah membenci pencela yang tidak memiliki harga diri.
Setiap orang pastinya memiliki dosa baik itu kecil maupun besar. Ketika orang tersebut meninggal maka segala amal ibadahnya pun sudah selesai. Oleh karena itu, tidak boleh kita membicarakan kesalahan orang yang telah meninggal dunia. Apalagi sampai mencacinya.
Sebuah hadist mengatakan:
"Janganlah kalian mencela orang-orang yang sudah mati, karena mereka itu sudah sampai kepada apa yang telah mereka lakukan".
Kalo yang mendengar yang bersangkutan sendiri ya tidak mengapa. Karena urusannya didunia sudah selesai. Tapi bagaimana kalau keluarganya yang masih hidup sampai mendengar hal ini? Pasti bakal merasa tersakiti, merasa terzalimi. Keluarga yang ditinggalkan; Istrinya sudah menjadi janda dan anak-anaknya sudah menjadi anak yatim.
Ingatlah bahwa orang yang tersakiti/terzalimi itu doanya tidak akan di tolak oleh Allah. Lalu bagaimana jika mereka sampai mendoakan kejelekan atau keburukan kepadanya? Walaupun hal itu memang pantas.
Kalau saya pribadi yang mengalaminya.. Saya bukan orang jahat. Maka janganlah mendoakan dirinya agar celaka/mengalami musibah. Sudah tua juga. Tapi saya akan mendoakan agar semua amalan baiknya dilimpahkan ke saya, bila masih tersisa. Bila tidak ada maka biarlah amalan buruk saya untuknya'.
Garis keturunan
Diposting oleh
tutorial
03.36
Lama-lama gerah juga berkali-kali media memberitakan tentang seorang pemuka agama yang tingkahnya kontrovesial ini.
Sudah dari belasan tahun yang lalu banyak wacana agar para penceramah mendapat sertifikasi standart kualifikasi. Hanya yang memenuhi standart kompetensilah yang boleh melakukan tugasnya. Hal itu terjadi akibat banyaknya isi ceramah yang membuat miris para pendengarnya. Bukan hanya tidak menyejukkan namun justru sebaliknya membuat mual sebagian pendengar. Tidak sepantasnya ceramah diisi oleh yang kata-kata yang penuh amarah, kasar dan kotor. Tidak segan-segan menghina suatu tokoh tertentu secara terang-terangan bahkan dengan mudahnya mengutuk orang-orang yang tidak sependapat/bersebrangan dengannya. Berbekal pengikut yang lumayan jumlahnya, banyak menimbulkan gesekan dalam masyarakat karena anti kritik dan seolah itu adalah hal yang lumrah.
Massa fanatik dirinya sepertinya melihatnya karena selain posisi dirinya sebagai pemuka salah satu agama, konon juga merupakan keturunan nabi dan lokal hero.
Aku tidak tahu dirinya Angkara atau bukan karena lokasinya berada ada di luar jangkauanku.
Yang aku tahu seseorang tidak akan mengumbar asal-usul garis keturunannya yang "too beautiful to be true" bila tidak mempunyai suatu tujuan tertentu.
Kenapa agama dinisbatkan kepada kamu pengikutnya, karena yang menunjukkan keindahan agama adalah kamu dan yang membuat agama nampak buruk juga adalah kamu, sekalipun agama itu tidak buruk.
Rasulullah sendiri pernah bersabda "Aku diutus sebagai Rahmatan, bukan tukang kutuk".
Garis keturunan..
Tahukah kamu bahwa beberapa presiden kita, contohnya presiden pertama dan presiden keempat kita itu mempunyai darah ningrat?. Tidak usah jauh-jauh, diriku sendiri saja masih punya darah ningrat, atau darah biru aka darah para bangsawan, darah para raja. Memangnya kenapa? Apa yang membuatnya special?
Mungkin yang membuatnya berbeda adalah karena kami berasal dari keturunan orang-orang yang istimewa. Itulah yang membuat pandangan orang menjadi berbeda.
Ningrat...
Semua keturunan bangsawan dan raja kesultanan Yogyakarta dan Surakarta berasal dari hulu yang sama yaitu Sultan Agung dari Mataram. Kalau ditarik lebih keatas maka kita akan menemukan Panembahan Senopati/Sutawijaya, ayah beliau Ki Ageng Pamanahan adalah keturunan Brawijaya; Raja terakhir Majapahit, sedangkan ibu beliau Nyai Sabinah merupakan keturunan Sunan Giri. Sunan Giri adalah salah satu anggota walisongo sekaligus pendiri Giri Kedaton. Dari jalur ibu beliau mempunyai darah Raja Agung Majapahit; Hayam Wuruk sedangkan dari jalur ayah merupakan keturunan Rasulullah.
Wow... terkadang aku sendiri merasa bangga dan takjub, ternyata para leluhurku terkenal dan kita bahkan bisa menemukan kisah hidup mereka di internet.
Pernah dengar seorang tetangga mencibir diriku yang kadang menggunakan kata "mah" dalam percakapan. Tanpa dia tahu siapa aku. Juga menyebutku bukan darah murni waktu mengetahui kakek buyutku adalah orang Minang, suatu sebutan yang aneh. Padahal saya yakin dia tidak pernah membaca novel Harry Potter.
Bila menelusuri Brawijaya yang mempunyai arti trah keturunan Raden Wijaya. Maka kita akan menemukan bahwa sang pendiri Majapahit ini adalah putra dari Rakeyan Jayadarma yang bukan sembarang orang Sunda, melainkan putra mahkota kerajaan Sunda Galuh. Sama halnya saya yang terkadang chat di internet menggunakan kata "Onde Mande". Andaikan tidak ada darah keturunan juga masa tidak boleh menggunakan kata tersebut? lha wong sama-sama Indonesia juga. Apalagi saya punya cipratan awu keduanya.
Pernah kepikiran juga sih.. gimana kalo "orang itu"(orang yang menaruh iri dan dengki terhadapku itu) sampai mengetahui hal ini?. Dulu waktu dia tahu bahwa buyutku adalah seorang pejuang kemerdekaan yang berasal dari divisi Siliwangi saja dia nyinyir tidak mau menerima kenyataannya.
Apalagi kalau dia sampai tahu bahwa aku adalah keturunan para raja Nusantara.
Bisa Kejang-kejang dia, wkwkwkwk.
Terus gimana kalau dia sampai tahu bahwa aku adalah keturunan para raja Nusantara + keturunan Waliyullah? yaa sama sih.. tetep bakal kejang-kejang, cuma bedanya kejang-kejangnya bakalan lebih lama
Yang membuatku heran waktu itu adalah tetanggaku yang satu itu tahu hal itu darimana kalau buyutku adalah seorang pahlawan?.
*****
Mempunyai indera pendengaran yang kelewat tajam seringkali membuat kita mendengarkan hal-hal yang sebenarnya malas untuk kita dengar.
Beberapa waktu lalu lagi-lagi aku mendengarnya mencibir diriku(setelah kejang-kejang tentunya) dengan mengatakan "Memangnya kenapa kalau punya keturunan Ningrat!?. Dasar keturunan Ken Arok!".
Aku sempat merinding bagaimana ia bisa tahu mengenai hal itu!? ia tahu darimana? Apa ia dukun!?. Apakah ini yang dinamakan kekuatan hater alias fan jaim? Sampai sebegitunya ia menjadi penggemarku?. Karena aku sama sekali tidak pernah mengharapkan lelaki berumur semacam dirinya menjadi penggemarku.
Mengenai hal itu aku memang tidak pernah membicarakannya kepada siapapun. Karena cukuplah aku ketahui dan aku simpan untuk diri sendiri sebagai landasan motivasi untuk berbuat lebih baik dan menjaga nama baik leluhurku. Sebagai penyemangat diri sendiri agar percaya diri dan tidak minder, bahwa aku adalah keturunan orang-orang yang hebat jadi aku juga tidak boleh kalah.
Lagipula aku ingin orang-orang melihatku bukan dari status keturunanku. Namun dari diriku sendiri. Kualitas diriku. Apa gunanya juga ngaku-ngaku berasal dari keturunan yang istimewa kalau tidak ada keperluannya.
Lalu gimana aku harus membalasnya? apa dengan mengatakan "Dasar darah murni, cuma keturunan rakyat jelata saja gaya!" eh, masa gitu?.
Lagipula aku juga meragukan dia berdarah murni. Dilihat dari fisiknya saja, kemungkinan dia keturunan Cina Mongol. Bisa jadi salah satu bahkan beberapa leluhurnya adalah sisa tentara Tar tar yang menyerang Jawa atas perintah Kubilai Khan namun dibully oleh Raden Wijaya sehingga tidak bisa pulang ke negeri asalnya.
Mengenai gelar kebangsawanan. Aku tidak punya dan tidak berminat untuk punya. Namaku ini sudah terdiri dari empat kata. Bayangkan kalau harus membubuhi tambahan dua kata lagi didepannya.. -_- .
Bagi sebagian kalangan justru gelar seperti itu malah menjadi bahan kesenjangan. Apakah fungsi sebuah gelar bila kita tidak sanggup untuk menjaga nama baik leluhur sebelumnya. Lagipula kami sudah berada jauh dari lingkungan keraton.
Semenjak keturunan dari buyut saya. Gelar tidak lagi diturunkan kepada keturunannya. Karena Nenek buyut saya yang masih "ningrat" memilih untuk menikah dengan Priyayi Alit(Masyarakat biasa) yaitu kakek buyut saya. Lagian perempuan mana yang tidak kepencut(tertarik; jatuh cinta) sama lelaki gagah tampan rupawan menawan. Keluarga mana yang bakalan menolak pinangan seorang pemuda yang jauh dari rantau yang terketuk hatinya untuk membela tanah air dan bangsanya dari bangsa asing.
Hal itu berlanjut sampai kepada ibu saya yang juga memilih menikahi Priyayi Alit yaitu ayah saya.
Yang walaupun begitu masih memenuhi bibit, bebet, bobot. Itulah hal yang terpenting.
Sampai mana tadi..
Ah, mengenai cercaan yang ditujukannya kepada saya mengenai Ken Arok. Kenapa hanya menyebut nama itu? Padahal ada banyak percabangan selain beliau. Apa ia bermaksud membandingkan dirinya itu lebih baik daripada Sri Rajasa san Amurwabhumi yang berani secara terang-terangan menantang Kerajaan besar Kadiri dari depan, serta mendapatkan restu dan dukungan dari para Brahmana pada waktu itu. Dan berhasil mengalahkannya.
Saya akan sedikit bercerita tentang kakek saya dari jalur ayah. Beliau adalah seorang yatim piatu. Namun karena kecerdasannya, dan juga mungkin karena penampilannya yang rupawan. Beliau diangkat anak oleh seorang Camat pada waktu itu. Akhirnya beliau bisa menyelesaikan tingkat pendidikannya dan di terima sebagai PNS di pengadilan sebagai juru ketik-penuntut umum. Beliau mempunyai kualitas dalam dirinya yang membuatnya terangkat. Coba bandingkan dengan seorang buruh yang sombong karena berhasil membeli kulkas dan mobil bekas dengan maksud agar dianggap sebagai orang kaya. Manakah yang menyedihkan?
Ningrat..
Tahukah kamu jumlah "ningrat" di jawa sendiri itu tidaklah sedikit(walaupun yang non-ningrat jumlahnya juga pasti lebih banyak). Tergantung pamor keraton. Permintaan pengurusan gelar di Keraton Yogyakarta sendiri mencapai puluhan bahkan ratusan setiap bulannya. Kalau di Surakarta permintaannya lebih sedikit, mungkin cuma kisaran dua puluhan untuk beberapa bulannya.
Itu kembali lagi ke awal. Apakah fungsi gelar bila kita tidak mampu menjaga nama baik leluhur kita sebelumnya.
Tahukah kamu, disadari atau tidak disadari. Sebenarnya kita semua ini adalah keturunan dari.. minimal.. bukan hanya satu namun dua orang nabi. Yaitu nabi Nuh dan nabi Adam.
Sudah dari belasan tahun yang lalu banyak wacana agar para penceramah mendapat sertifikasi standart kualifikasi. Hanya yang memenuhi standart kompetensilah yang boleh melakukan tugasnya. Hal itu terjadi akibat banyaknya isi ceramah yang membuat miris para pendengarnya. Bukan hanya tidak menyejukkan namun justru sebaliknya membuat mual sebagian pendengar. Tidak sepantasnya ceramah diisi oleh yang kata-kata yang penuh amarah, kasar dan kotor. Tidak segan-segan menghina suatu tokoh tertentu secara terang-terangan bahkan dengan mudahnya mengutuk orang-orang yang tidak sependapat/bersebrangan dengannya. Berbekal pengikut yang lumayan jumlahnya, banyak menimbulkan gesekan dalam masyarakat karena anti kritik dan seolah itu adalah hal yang lumrah.
Massa fanatik dirinya sepertinya melihatnya karena selain posisi dirinya sebagai pemuka salah satu agama, konon juga merupakan keturunan nabi dan lokal hero.
Aku tidak tahu dirinya Angkara atau bukan karena lokasinya berada ada di luar jangkauanku.
Yang aku tahu seseorang tidak akan mengumbar asal-usul garis keturunannya yang "too beautiful to be true" bila tidak mempunyai suatu tujuan tertentu.
Kenapa agama dinisbatkan kepada kamu pengikutnya, karena yang menunjukkan keindahan agama adalah kamu dan yang membuat agama nampak buruk juga adalah kamu, sekalipun agama itu tidak buruk.
Rasulullah sendiri pernah bersabda "Aku diutus sebagai Rahmatan, bukan tukang kutuk".
Garis keturunan..
Tahukah kamu bahwa beberapa presiden kita, contohnya presiden pertama dan presiden keempat kita itu mempunyai darah ningrat?. Tidak usah jauh-jauh, diriku sendiri saja masih punya darah ningrat, atau darah biru aka darah para bangsawan, darah para raja. Memangnya kenapa? Apa yang membuatnya special?
Mungkin yang membuatnya berbeda adalah karena kami berasal dari keturunan orang-orang yang istimewa. Itulah yang membuat pandangan orang menjadi berbeda.
Ningrat...
Semua keturunan bangsawan dan raja kesultanan Yogyakarta dan Surakarta berasal dari hulu yang sama yaitu Sultan Agung dari Mataram. Kalau ditarik lebih keatas maka kita akan menemukan Panembahan Senopati/Sutawijaya, ayah beliau Ki Ageng Pamanahan adalah keturunan Brawijaya; Raja terakhir Majapahit, sedangkan ibu beliau Nyai Sabinah merupakan keturunan Sunan Giri. Sunan Giri adalah salah satu anggota walisongo sekaligus pendiri Giri Kedaton. Dari jalur ibu beliau mempunyai darah Raja Agung Majapahit; Hayam Wuruk sedangkan dari jalur ayah merupakan keturunan Rasulullah.
Wow... terkadang aku sendiri merasa bangga dan takjub, ternyata para leluhurku terkenal dan kita bahkan bisa menemukan kisah hidup mereka di internet.
Pernah dengar seorang tetangga mencibir diriku yang kadang menggunakan kata "mah" dalam percakapan. Tanpa dia tahu siapa aku. Juga menyebutku bukan darah murni waktu mengetahui kakek buyutku adalah orang Minang, suatu sebutan yang aneh. Padahal saya yakin dia tidak pernah membaca novel Harry Potter.
Bila menelusuri Brawijaya yang mempunyai arti trah keturunan Raden Wijaya. Maka kita akan menemukan bahwa sang pendiri Majapahit ini adalah putra dari Rakeyan Jayadarma yang bukan sembarang orang Sunda, melainkan putra mahkota kerajaan Sunda Galuh. Sama halnya saya yang terkadang chat di internet menggunakan kata "Onde Mande". Andaikan tidak ada darah keturunan juga masa tidak boleh menggunakan kata tersebut? lha wong sama-sama Indonesia juga. Apalagi saya punya cipratan awu keduanya.
Pernah kepikiran juga sih.. gimana kalo "orang itu"(orang yang menaruh iri dan dengki terhadapku itu) sampai mengetahui hal ini?. Dulu waktu dia tahu bahwa buyutku adalah seorang pejuang kemerdekaan yang berasal dari divisi Siliwangi saja dia nyinyir tidak mau menerima kenyataannya.
Apalagi kalau dia sampai tahu bahwa aku adalah keturunan para raja Nusantara.
Bisa Kejang-kejang dia, wkwkwkwk.
Terus gimana kalau dia sampai tahu bahwa aku adalah keturunan para raja Nusantara + keturunan Waliyullah? yaa sama sih.. tetep bakal kejang-kejang, cuma bedanya kejang-kejangnya bakalan lebih lama
Yang membuatku heran waktu itu adalah tetanggaku yang satu itu tahu hal itu darimana kalau buyutku adalah seorang pahlawan?.
*****
Mempunyai indera pendengaran yang kelewat tajam seringkali membuat kita mendengarkan hal-hal yang sebenarnya malas untuk kita dengar.
Beberapa waktu lalu lagi-lagi aku mendengarnya mencibir diriku(setelah kejang-kejang tentunya) dengan mengatakan "Memangnya kenapa kalau punya keturunan Ningrat!?. Dasar keturunan Ken Arok!".
Aku sempat merinding bagaimana ia bisa tahu mengenai hal itu!? ia tahu darimana? Apa ia dukun!?. Apakah ini yang dinamakan kekuatan hater alias fan jaim? Sampai sebegitunya ia menjadi penggemarku?. Karena aku sama sekali tidak pernah mengharapkan lelaki berumur semacam dirinya menjadi penggemarku.
Mengenai hal itu aku memang tidak pernah membicarakannya kepada siapapun. Karena cukuplah aku ketahui dan aku simpan untuk diri sendiri sebagai landasan motivasi untuk berbuat lebih baik dan menjaga nama baik leluhurku. Sebagai penyemangat diri sendiri agar percaya diri dan tidak minder, bahwa aku adalah keturunan orang-orang yang hebat jadi aku juga tidak boleh kalah.
Lagipula aku ingin orang-orang melihatku bukan dari status keturunanku. Namun dari diriku sendiri. Kualitas diriku. Apa gunanya juga ngaku-ngaku berasal dari keturunan yang istimewa kalau tidak ada keperluannya.
Lalu gimana aku harus membalasnya? apa dengan mengatakan "Dasar darah murni, cuma keturunan rakyat jelata saja gaya!" eh, masa gitu?.
Lagipula aku juga meragukan dia berdarah murni. Dilihat dari fisiknya saja, kemungkinan dia keturunan Cina Mongol. Bisa jadi salah satu bahkan beberapa leluhurnya adalah sisa tentara Tar tar yang menyerang Jawa atas perintah Kubilai Khan namun dibully oleh Raden Wijaya sehingga tidak bisa pulang ke negeri asalnya.
Mengenai gelar kebangsawanan. Aku tidak punya dan tidak berminat untuk punya. Namaku ini sudah terdiri dari empat kata. Bayangkan kalau harus membubuhi tambahan dua kata lagi didepannya.. -_- .
Bagi sebagian kalangan justru gelar seperti itu malah menjadi bahan kesenjangan. Apakah fungsi sebuah gelar bila kita tidak sanggup untuk menjaga nama baik leluhur sebelumnya. Lagipula kami sudah berada jauh dari lingkungan keraton.
Semenjak keturunan dari buyut saya. Gelar tidak lagi diturunkan kepada keturunannya. Karena Nenek buyut saya yang masih "ningrat" memilih untuk menikah dengan Priyayi Alit(Masyarakat biasa) yaitu kakek buyut saya. Lagian perempuan mana yang tidak kepencut(tertarik; jatuh cinta) sama lelaki gagah tampan rupawan menawan. Keluarga mana yang bakalan menolak pinangan seorang pemuda yang jauh dari rantau yang terketuk hatinya untuk membela tanah air dan bangsanya dari bangsa asing.
Hal itu berlanjut sampai kepada ibu saya yang juga memilih menikahi Priyayi Alit yaitu ayah saya.
Yang walaupun begitu masih memenuhi bibit, bebet, bobot. Itulah hal yang terpenting.
Sampai mana tadi..
Ah, mengenai cercaan yang ditujukannya kepada saya mengenai Ken Arok. Kenapa hanya menyebut nama itu? Padahal ada banyak percabangan selain beliau. Apa ia bermaksud membandingkan dirinya itu lebih baik daripada Sri Rajasa san Amurwabhumi yang berani secara terang-terangan menantang Kerajaan besar Kadiri dari depan, serta mendapatkan restu dan dukungan dari para Brahmana pada waktu itu. Dan berhasil mengalahkannya.
Saya akan sedikit bercerita tentang kakek saya dari jalur ayah. Beliau adalah seorang yatim piatu. Namun karena kecerdasannya, dan juga mungkin karena penampilannya yang rupawan. Beliau diangkat anak oleh seorang Camat pada waktu itu. Akhirnya beliau bisa menyelesaikan tingkat pendidikannya dan di terima sebagai PNS di pengadilan sebagai juru ketik-penuntut umum. Beliau mempunyai kualitas dalam dirinya yang membuatnya terangkat. Coba bandingkan dengan seorang buruh yang sombong karena berhasil membeli kulkas dan mobil bekas dengan maksud agar dianggap sebagai orang kaya. Manakah yang menyedihkan?
Ningrat..
Tahukah kamu jumlah "ningrat" di jawa sendiri itu tidaklah sedikit(walaupun yang non-ningrat jumlahnya juga pasti lebih banyak). Tergantung pamor keraton. Permintaan pengurusan gelar di Keraton Yogyakarta sendiri mencapai puluhan bahkan ratusan setiap bulannya. Kalau di Surakarta permintaannya lebih sedikit, mungkin cuma kisaran dua puluhan untuk beberapa bulannya.
Itu kembali lagi ke awal. Apakah fungsi gelar bila kita tidak mampu menjaga nama baik leluhur kita sebelumnya.
Tahukah kamu, disadari atau tidak disadari. Sebenarnya kita semua ini adalah keturunan dari.. minimal.. bukan hanya satu namun dua orang nabi. Yaitu nabi Nuh dan nabi Adam.
Film India "Drishyam"
Diposting oleh
tutorial
17.56
Mengisahkan tentang Vijay Salgaonkar seorang pengusaha pemasangan TV kabel di sebuah desa di Goa, India. Ia hidup berbahagia dengan istri dan kedua anak perempuannya. Sampai ada suatu tragedi yang memaksanya untuk melindungi keluarganya. Selanjutnya tidak akan saya spoiler lebih jauh. Agar para pembaca sekalian bisa menikmati kisahnya dengan lebih menghayati.
Karena biasanya saya me-review film-film yang kalau tidak membahagiakan ya pasti mengharukan. kali ini saya akan merekomendasikan film dengan genre yang sedikit berbeda, bikin ketar-ketir berdebar-debar; thriller, mystey, India pula :D .
Insyaallah di satu film yang saya rekomndasikan ini juga bisa memberi banyak masukan pengetahuan sekaligus. Film ini juga menjadi jawaban atas beberapa kejadian. Salah satunya mungkin; ada seorang tetangga TS yang berprofesi sebagai buruh(dalam arti yang sebenarnya) namun sekarang sudah menjadi pensiunan buruh yang sering mencibir pengetahuan TS akan suatu hal karena tingkat pendidikan.
Tidak ada kejahatan yang sempurna. Namun ada suatu titik dimana sebuah hal tidak lagi dipandang masalah salah atau benar. Endingnya keren.
Jika kau ingin sesuatu menjadi rahasia, maka jangan katakan kepada siapapun.
Langsung download filmnya atau nonton streaming di LK21 dengan judul "Drishyam".
https://lk21.org/drishyam-2015/3/
Karena biasanya saya me-review film-film yang kalau tidak membahagiakan ya pasti mengharukan. kali ini saya akan merekomendasikan film dengan genre yang sedikit berbeda, bikin ketar-ketir berdebar-debar; thriller, mystey, India pula :D .
Insyaallah di satu film yang saya rekomndasikan ini juga bisa memberi banyak masukan pengetahuan sekaligus. Film ini juga menjadi jawaban atas beberapa kejadian. Salah satunya mungkin; ada seorang tetangga TS yang berprofesi sebagai buruh(dalam arti yang sebenarnya) namun sekarang sudah menjadi pensiunan buruh yang sering mencibir pengetahuan TS akan suatu hal karena tingkat pendidikan.
Tidak ada kejahatan yang sempurna. Namun ada suatu titik dimana sebuah hal tidak lagi dipandang masalah salah atau benar. Endingnya keren.
Jika kau ingin sesuatu menjadi rahasia, maka jangan katakan kepada siapapun.
Langsung download filmnya atau nonton streaming di LK21 dengan judul "Drishyam".
https://lk21.org/drishyam-2015/3/
Manusia Hina
Diposting oleh
tutorial
11.35
Sepasang mata sipit dengan kantung mata yang lebar itu menatapku dengan serius. Tatapannya sangat mengharapkan jawaban yang positif dariku. Seolah itu adalah masalah hidup dan mati baginya. Mulut yang dipenuhi kumis yang lebat itu terkatup.
Sore ini Sugeharto mendatangi rumah ku untuk berkeluh kesah sekaligus mengajakku untuk memihak dirinya. Karena aku saat ini memang tidak ada kegiatan ya senang-senang saja dapat teman ngobrol.
“Aku jengkel sama Wan. Sekarang dia beda. Tidak asik lagi diajak bicara.
Kelihatan menjauhiku. Seenaknya sendiri kalo ngomong”.
“Kalau aku mau, aku juga bisa kok dapat istri yang cantik” berkata dengan nada jengkel, matanya terlihat melotot sambil memonyongkan mulutnya yang berkumis lebat.
‘Ooo’
“Istri cantik itu tidak bisa menjamin kebahagiaan” ucapnya dengan nada sinis.
‘Apalagi yang jelek’.
Mencemooh seperti itu tapi perbuatannya lain. Indikator dirinya sedang sakit.
Berkali-kali mengatakan Aku kaya, beda dengannya.
Berkali-kali mengatakan Aku punya mobil, beda sepertinya.
Sudah punya cucu dan beragam kalimat sejenis lainnya.
Tapi kenapa Sikapnya seperti itu kepada Imron? Sangat tertarik kepada Imron?
“Aku ingin kamu membantu aku nyebarin kebenaran ini” Ucapnya antusias.
“Kamu tahukan Si Imron dengar-dengar mau menikah sama janda. Memangnya kenapa kalo dia cantik?. Huh, janda bukan perawan. Sudah punya anak umurnya 6 tahun lagi”.
‘Memangnya ada yang salah dengan status janda!?. Semua orang di kampung ini juga tahu dia perempuan baik-baik’.
Kasihan banget ya hidupmu.. dihabisin cuma buat hal semacam ini...
Berkali-kali mengatakan dirinya bisa mendapatkan istri yang cantik. Kenapa tidak dilakukan dari dulu? Daripada dirinya menjadi seperti sekarang’.
“Sudah ngerencanain pake mau dirahasiakan dari anaknya pula, tentang kebenarannya.
Namanya kebenaran itu harus disampaikan!. Biar anak tirinya tahu dia itu cuma bapak tirinya, biar anaknya tahu bapak tirinya itu pengrusak rumah tangga orang. Pengrusak pager ayu!” ucapnya sampai mulutnya monyong-monyong gitu, saking menggebu-gebunya ini pasti.
“Tunggu-tunggu. Kamu bisa berkesimpulan seperti itu darimana? Kamu sudah dengar sendiri cerita masa lalu keduanya bukan?. Kamu sadar apa yang kamu bicarakan?. Mereka mau menikah, serius membangun rumah tangga. Keduanya juga tidak pernah melakukan hal yang melanggar syariah. Orangtua kedua belah pihak telah mengetahuinya, terutama ayah si perempuan selaku wali telah merestuinya. Terus apa yang salah?”.
“Ya.. memang bukan selingkuhan tapi tetap saja Imron itu yang menjadi penyebab perceraiannya”.
‘Tentu saja dia dengan enteng mengatakan hal itu karena bukan anaknya. Sedangkan orangtua pasti selalu memikirkan kebahagiaan anaknya. Dan posisi dirinya mengatakan ini sebagai seorang pendengki'
‘Orang semacam dirinya hanya melakukan pembenaran. Seolah mengetahui segalanya. Sekalipun tidak tahu tetap saja tidak berniat mencari tahu. Apapun itu, ditujukan hanya untuk menyerang.
‘Bisa berbicara seperti itu padahal dia tahu beritanya juga dari Wan, dari ibu-ibu tetangga kanan-kiri’.
Bahkan saking penasarannya bukankah dia sampai minta tolong istrinya agar bisa tahu. Dari mulut istrinya berita itu sampai ke dia.
Tunggu...
Ada hal yang mengganjal dalam pikiranku..
Tapi kalau dipikir-pikir Kenapa dia memilih Imron?
Kenapa tidak memilih warga lainnya yang rata-rata juga taraf kehidupannya lebih baik dari dirinya?.
Kenapa tidak memilihku?. Padahal jelas-jelas aku ini mentereng. Ganteng, Kaya, Istriku juga cantik.
Apa karena mobilku hanya satu?.
Mobil ku walaupun cuma satu tapi aku belinya baru. Harganya juga jauh lebih mahal dari mobil bekas miliknya. Modelnya juga.. jangan ditanya, jelas lebih baguslah.
Yaa kalo mau eksis sekalipun bekas minimal beli yang merk BMW yang maksimal 5 tahun kebelakang-lah, jadi agak kelihatan dikit. Lupakan, yang 10 tahun kebelakang bekas tabrakan juga paling gak kuat beli.
Semua hal dalam kehidupanku melampaui segala hal miliknya.
Aku pensiunan pegawai negeri, pejabat. Sedangkan dia cuma pensiunan buruh.
Tingkat pendidikan dan kepandaianku juga jauh lebih tinggi darinya.
Otomatis kedudukan sosialku juga jelas tidak bisa dibandingkan dengan dirinya.
Istriku juga cantik, bukan cantik relatif tapi cantik universal dan absolute dimana semua orang mengakuinya.
Beda sama istrinya yang cantik relatif hanya bagi dirinya.
Anak-anakku juga ganteng dan cantik mirip bapak dan ibunya.
Apa dia berfikir kalau kehidupanku tidak lebih baik darinya?
Apa dia berfikir kehidupanku tidak layak untuk dia iri kan?
Kurang ajar!
Jadi selama ini.. ternyata dia memandang rendah diriku!?.
Memangnya dirinya siapa!?
Jangankan dalam hal materi, hal duniawi yang jelas-jelas dirinya jika dibandingkan dengan diriku itu.. Meh..
Dalam hal amal ibadah pun aku yakin seyakin-yakinnya dirinya jika dibandingkan dengan diriku itu tetap... Meh..
Jauh bagaikan langit dan sumur bor(karena Bumi kurang dalam).
Kenapa dirinya tidak iri kepadaku tapi justru kepada si Imron yang.. memang kuakui dirinya sedikit lebih ganteng daripada aku. Calon istrinya juga sedikit lebih cantik daripada istriku setidaknya melalui sudut pandangku.
Tapi tetap saja itu namanya melangkahiku!.
Tiba-tiba darah didadaku bergejolak. Diriku menjadi marah atas standart perlakuannya itu.
Pandanganku terhadapnya tiba-tiba menjadi sangat berbeda. Bajingsai!.
Lantunan suara Adzan berkumandang. Kami, lebih tepatnya diriku menghentikan sejenak percakapan kami. Hatiku yang tadinya dipenuhi amarah berangsur-angsur menjadi sejuk.
Aku mengucapkan istighfar dalam hati atas kekhilafanku barusan.
...
Kami kembali melanjutkan percakapan kami yang sempat tertunda barusan.
Betapapun, seorang pendengki itu tetap seperti ular hitam berbisa yang tidak akan pernah diam sebelum menyemburkan bisanya pada tubuh yang tak berdosa.
“Lha memangnya apa salah anak itu sama kamu sampai-sampai kamu tega kepadanya. Itu berarti kamu mau merusak mentalnya, merenggut kebahagiannya untuk merasakan tumbuh sebagai anak dari keluarga normal.
“Normal gimana!? Jelas-jelas bercerai gitu! Ya harus diterangkan sejak awal!”
“Dalam islam tidak ada istilah anak tiri. Kalau Imron sudah menikahi ibunya berarti itu sudah menjadi anaknya. Hak mereka pula untuk melakukan apa yang diperlukan demi kebahagiaan keluarga mereka”.
“Bukan tempat kita untuk mengomentari bahkan mencampuri keputusan itu”
“Lho kamu kok nggak memihak aku to Man!? Aku ini temanmu!.
Lha wong suaminya itu masih hidup kok. Bagaimanapun juga dia itu perusak rumah tangga orang!”
"Mantan suami" ralatku.
Sebelumnya hal ini juga pernah terjadi. Ketika dia membanggakan dirinya yang baru saja mempunyai cucu pertamanya dari putri bungsunya.
Saat anak bungsunya melahirkan cucu pertamanya.
Ia sempat tak peduli tentang putri sulungnya yang sampai sekarang belum berkeluarga. Tidak peduli perkataan tetangga, tidak peduli keadaan dirinya. Kasarannya, dia tidak akan menikahpun tidak masalah baginya. Yang penting baginya sekarang(saat itu) dia sudah berhasil mempunyai cucu. Berkeliling memamerkan cucunya keliling kampung. Berharap warga yang belum mempunyai cucu iri kepadanya. Yang ditanggapi positif oleh para warga dengan menanggapnya mengajak bercanda cucunya.
Salah satunya adalah Bu Tejo yang bahkan mengajak tetangga yang lain melakukan hal yang sama. Tetangga yang lain tidak keberatan dengan hal itu sekalipun ada diantaranya yang juga sudah mempunyai cucu. Dirinya juga puas dengan keadaan itu. Sering menyampaikan kepada para tetangga membandingkan dirinya dengan Imron yang usianya terpaut jauh dengan dirinya. Ia menepuk dadanya bahwa kebahagiaannya telah lengkap. Membanggga-banggakan hal itu. Sudah mempunyai anak, sekarang sudah mempunyai cucu. Tak jarang dia membandingkan dirinya saat itu dengan orang yang didengkinya yang telah meninggal dunia. Bangga dirinya berhasil menjadi Tua.
Aku menghela nafas..
Bahkan sampai-sampai saat ia sempat berprasangka bahwa Budhe Tejo(Kami memanggilnya Budhe karena usianya jauh lebih tua dibandingkan kami) memihak pada pihak orang yang didengkinya. Dirinya mengatakan tidak tidak akan membiarkan dirinya dolan dengan cucunya. Mencemooh anak-anaknya yang tidak bisa memberinya cucu karena mandul(masalah kesuburan). Namun dirinya tidak melakukannya, tetap membiarkan Budhe Tejo menanggap cucunya saat diedarkan olehnya. Karena sikap Budhe Tejo yang seperti itulah yang memberikannya kepuasan batin.
Aku tak percaya kalau tidak mendengarnya sendiri. Dia benar-benar laki-laki busuk yang jahat.
Seorang pendengki itu tetap seperti ular hitam berbisa yang tidak akan pernah diam sebelum menyemburkan bisanya pada tubuh yang tak berdosa.
Mereka bahkan belum menikah. Namun dirinya sudah mempunyai rencana keji yang sudah disiapkannya jauh kedepan untuk mereka.
Hal yang disampaikannya kepadaku ini memang bukan pertama kalinya. Pernah juga disampaikan kepada bapak-bapak warga sini saat mereka berkumpul.
Berbagai omongan dia tularkan. Sebagai bentuk usaha agar mereka tidak jadi menikah. Yang tentunya sama sekali tidak mempunyai efek apapun. Lha menunjukkannya saja sudah salah alamat. Kepada kami yang tidak berkepentingan.
Itukan masalah pribadi, mau menikah dengan siapa itu bukan urusannya, tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya, dengan kami. Keluarga juga bukan.
Kita berbicara ngawur. Kalau saja petisi bisa mengabulkan keinginannya itu. Pasti bukan hanya petisi saja yang diusahakannya. Ditambah pula oleh referendum. Dalam hati aku hanya bisa ngakak guling-guling.
Kenapa Imron tidak boleh bahagia? Apa di dunia ini hanya dia seorang yang boleh berbahagia? Sedangkan dunia ini bukanlah mliknya. Silahkan lakukan di dunia mimpi, jika kenyataan tidak bisa diterimanya. Ingat saat anak bungsunya berhasil mendapatkan suami? Lalu bagaimana sikap kami menangapinya? Biasa saja bagi kami, nggak penting. Tapi bagaimana dengan dirinya?.
Setelah Imron tidak bahagia. Bagaimana tanggapannya? Terpuaskankah dirinya? Diatas penderitaan orang lain?
Gila, semua demi memenuhi kepuasan kedengkiannya!? Dia hanyalah makhluk fana, bukan sang pencipta.
Muncul kesimpulan dari pergulatan batinku sebelumnya. Sebuah peribahasa dari Amerika
“Jika tidak bisa mengalahkannya , maka bergabunglah”.
Mungkin itulah yang dilakukannya. Dia merasa takkan pernah mampu bisa melampaui ku, begitu juga dengan banyak warga disini. Jelas-lah, tahu diri juga dia. Maka dipilihnya mangsa yang lebih mudah, yang masih muda. Berusaha menggalang kekuatan kami agar memeranginya. Demi memuaskan hawa nafsunya. Ciri khas seorang pecundang.
Namun sepertinya mangsanya tidak seperti yang dia pikirkan. Ternyata levelnya justru masih terlalu tinggi ada di atasnya sekalipun secara material masih kalah dengannya. Kan Imron masih muda dan menjadi Self entrepreneur. Beda dengan dirinya yang menghambakan diri ikut majikannya yang sudah kepalang kaya. Mungkin pada saat itu ada sebuah cerita penyebab dirinya menjadi rasis. Apa karena dirinya tidak bisa melampaui majikannya itu dalam segala hal?.
Supir angkot dengan supir KBRI juga beda jauh penghasilannya.
Para pentolan di kampung ini sudah meninggal dunia dan sisanya sudah bertaubat. Hanya dirinya seorang yang masih hidup dan kelakuannnya masih sama.
Tidak ingatkah dirinya pada dosa masa lalunya?. Apa yang dilakukannya pada Imron kecil.
Apalagi tentang manuver “patner in crime”nya yang didukungnya secara penuh. Seorang wanita yang sifatnya tidak ubahnya seekor ular. Gemar menyebarkan kebencian. Wanita tukang kutuk yang sifatnya sebelas-dua belas dengannya.
Tuhan tidak tidur.
Sifatmu cerminan pasanganmu adalah bukan sesuatu yang kebetulan. Hal umum yang sudah menjadi ketetapan. Bisa saling melengkapi dalam menjalankan kedengkiannya. Persentase kemiripan fisik dengan istrinya pun juga mencapai lebih dari 70%. Sama-sama berbadan gendut dan berkacamata. Selera dirinya. Mungkin inilah yang dinamakan fetish.
Kalau saja istrinya merestuinya aku yakin pasti sudah ia jadikan istri keduanya. Sayangnya istrinya tidak berpendapat demikian.
Ia masih ingat bukan kejadian beberapa tahun silam. Drama yang terjadi ketika anak lelakinya yang nomer dua menyeretnya pulang kerumah. Semoga ia tidak pura-pura lupa. Karena kami para warga kampung yang menjadi saksi pada malam hari itu masih mengingatnya dengan jelas. Saat itu kampung mengadakan acara dangdutan dan dia seperti biasa sangat antusias dengan acara tersebut. Diiringi lantunan musik, di atas panggung sedang asik berasoi ria dengan seorang perempuan “partner in crime”nya yang saat itu sudah menjanda, dilakukannya secara berlebihan. Karena dari awal sikap keduanya memang sudah click. Menjadi pasangannya, asik berjoget dengannya, saling menempel, penuh gairah. Istrinya pulang dari sana dalam keadaan sedih. Tak lama kemudian putranya mendatanginya dengan amarah. Mengetahui hal itu, musik segera dimatikan. Hal itu membuat kami bisa lebih fokus menyaksikan drama yang terjadi secara live ini. Dan feel-nya memang lebih terasa. Anaknya itu membentaknya, mengacung-acungkan senjata pemukul disertai ancaman agar ia turun dari panggung lalu menyuruhnya pulang. Hal itu terjadi di depan umum, di depan kami para warga kampung.
Kalau dipikir-pikir aku tidak akan kuat menjalani kehidupan sepertinya. Karena aku punya rasa malu, entah dirinya.
Wanita tukang kutuk itu telah dipanggil duluan oleh Yang Maha Kuasa. Meninggalkan dirinya di dunia yang fana ini.
Tuhan tidak tidur.
Barusan beberapa waktu lalu, di suatu malam setelah pertemuan RT selesai, terungkap sosok wanita itu yang sebenarnya. Seorang warga sini yang merupakan mantan majikan wanita itu akhirnya membuka alasan kenapa ia memecatnya sebagai pembantu di rumahnya. Karena wanita itu menawarkan tubuhnya kepada yang bersangkutan, sementara saat itu status wanita itu bersuami dan sudah mempunyai dua orang anak laki-laki. Bagaikan tersambar geledek, mungkin itulah penyebab Sugeharto tidak seperti biasanya, tumben ia diam tidak banyak berkomentar pada waktu itu. Padahal biasanya dia yang paling vokal dan nampak sumringah(berbinar bercahaya) bila ada materi seperti ini.
Hal yang dikuburnya selama ini diungkapkannya demi kebenaran dan keadilan. Aku tidak terkejut karena aku sebenarnya telah mengetahui hal itu sejak lama, istriku dekat dengan istri yang bersangkutan.
Ada perkataan seorang ulama yang sampai sekarang masih aku ingat.
Kedengkian tidak akan mengubah sesuatu menjadi lebih baik, melainkan akan mengubah keadaan diri menjadi sengsara, hina, dan cenderung menzalimi orang lain.
Bukti nyata kebenaran ucapan tersebut sekarang berada di hadapanku. Tepat didepan kedua mataku.
Ia mengajakku untuk menjadi sekutunya. Seperti yang terjadi pada masa lalu. Lebih tepatnya menjadi pengikutnya. Orang semacam dirinya berusaha membawa kita agar menyepelekan nikmat-nikmat Allah. Menanggalkan semua kepribadian baik kita, melepaskan ciri kehormatan kita, dan meninggalkan semua sejarah baik kita. Aku yakin diriku bukanlah satu-satunya orang yang diajaknya.
Mengajak agar sepaham dengannya, demi memuaskan kedengkiannya. Menuduh Allah tidak adil dalam ketentuannya.
Sudah saatnya aku mengakhiri percakapan ini.
“Begini ya Su. Kita sudah sama-sama beruban”.
‘Apalagi gelambir di pipimu sudah pada melorot ke bawah’
“Lebih baik mengurusi dapur masing-masing.
Dari pada kamu cawe-cawe mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Lebih baik kamu pikirkan itu anak pertamamu yang sampai saat ini masih gadis sementara umurnya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi. Kamu masih punya beban tanggungan untuk menikahkannya”.
‘Semoga Su sadar dan tahu bahwa dirinya itu penyebabnya’.
Su masih terdiam dihadapanku.
Aku tak peduli pandangannya terhadapku. Aku mengatakan apa yang seharusnya aku katakan.
Aku bersyukur bisa mengatakan hal itu. Ini adalah suatu pertanda baik, membuktikan diriku masihlah seorang manusia yang masih mempunyai hati nurani dan rasa kemanusiaannya.
Sore ini Sugeharto mendatangi rumah ku untuk berkeluh kesah sekaligus mengajakku untuk memihak dirinya. Karena aku saat ini memang tidak ada kegiatan ya senang-senang saja dapat teman ngobrol.
“Aku jengkel sama Wan. Sekarang dia beda. Tidak asik lagi diajak bicara.
Kelihatan menjauhiku. Seenaknya sendiri kalo ngomong”.
“Kalau aku mau, aku juga bisa kok dapat istri yang cantik” berkata dengan nada jengkel, matanya terlihat melotot sambil memonyongkan mulutnya yang berkumis lebat.
‘Ooo’
“Istri cantik itu tidak bisa menjamin kebahagiaan” ucapnya dengan nada sinis.
‘Apalagi yang jelek’.
Mencemooh seperti itu tapi perbuatannya lain. Indikator dirinya sedang sakit.
Berkali-kali mengatakan Aku kaya, beda dengannya.
Berkali-kali mengatakan Aku punya mobil, beda sepertinya.
Sudah punya cucu dan beragam kalimat sejenis lainnya.
Tapi kenapa Sikapnya seperti itu kepada Imron? Sangat tertarik kepada Imron?
“Aku ingin kamu membantu aku nyebarin kebenaran ini” Ucapnya antusias.
“Kamu tahukan Si Imron dengar-dengar mau menikah sama janda. Memangnya kenapa kalo dia cantik?. Huh, janda bukan perawan. Sudah punya anak umurnya 6 tahun lagi”.
‘Memangnya ada yang salah dengan status janda!?. Semua orang di kampung ini juga tahu dia perempuan baik-baik’.
Kasihan banget ya hidupmu.. dihabisin cuma buat hal semacam ini...
Berkali-kali mengatakan dirinya bisa mendapatkan istri yang cantik. Kenapa tidak dilakukan dari dulu? Daripada dirinya menjadi seperti sekarang’.
“Sudah ngerencanain pake mau dirahasiakan dari anaknya pula, tentang kebenarannya.
Namanya kebenaran itu harus disampaikan!. Biar anak tirinya tahu dia itu cuma bapak tirinya, biar anaknya tahu bapak tirinya itu pengrusak rumah tangga orang. Pengrusak pager ayu!” ucapnya sampai mulutnya monyong-monyong gitu, saking menggebu-gebunya ini pasti.
“Tunggu-tunggu. Kamu bisa berkesimpulan seperti itu darimana? Kamu sudah dengar sendiri cerita masa lalu keduanya bukan?. Kamu sadar apa yang kamu bicarakan?. Mereka mau menikah, serius membangun rumah tangga. Keduanya juga tidak pernah melakukan hal yang melanggar syariah. Orangtua kedua belah pihak telah mengetahuinya, terutama ayah si perempuan selaku wali telah merestuinya. Terus apa yang salah?”.
“Ya.. memang bukan selingkuhan tapi tetap saja Imron itu yang menjadi penyebab perceraiannya”.
‘Tentu saja dia dengan enteng mengatakan hal itu karena bukan anaknya. Sedangkan orangtua pasti selalu memikirkan kebahagiaan anaknya. Dan posisi dirinya mengatakan ini sebagai seorang pendengki'
‘Orang semacam dirinya hanya melakukan pembenaran. Seolah mengetahui segalanya. Sekalipun tidak tahu tetap saja tidak berniat mencari tahu. Apapun itu, ditujukan hanya untuk menyerang.
‘Bisa berbicara seperti itu padahal dia tahu beritanya juga dari Wan, dari ibu-ibu tetangga kanan-kiri’.
Bahkan saking penasarannya bukankah dia sampai minta tolong istrinya agar bisa tahu. Dari mulut istrinya berita itu sampai ke dia.
Tunggu...
Ada hal yang mengganjal dalam pikiranku..
Tapi kalau dipikir-pikir Kenapa dia memilih Imron?
Kenapa tidak memilih warga lainnya yang rata-rata juga taraf kehidupannya lebih baik dari dirinya?.
Kenapa tidak memilihku?. Padahal jelas-jelas aku ini mentereng. Ganteng, Kaya, Istriku juga cantik.
Apa karena mobilku hanya satu?.
Mobil ku walaupun cuma satu tapi aku belinya baru. Harganya juga jauh lebih mahal dari mobil bekas miliknya. Modelnya juga.. jangan ditanya, jelas lebih baguslah.
Yaa kalo mau eksis sekalipun bekas minimal beli yang merk BMW yang maksimal 5 tahun kebelakang-lah, jadi agak kelihatan dikit. Lupakan, yang 10 tahun kebelakang bekas tabrakan juga paling gak kuat beli.
Semua hal dalam kehidupanku melampaui segala hal miliknya.
Aku pensiunan pegawai negeri, pejabat. Sedangkan dia cuma pensiunan buruh.
Tingkat pendidikan dan kepandaianku juga jauh lebih tinggi darinya.
Otomatis kedudukan sosialku juga jelas tidak bisa dibandingkan dengan dirinya.
Istriku juga cantik, bukan cantik relatif tapi cantik universal dan absolute dimana semua orang mengakuinya.
Beda sama istrinya yang cantik relatif hanya bagi dirinya.
Anak-anakku juga ganteng dan cantik mirip bapak dan ibunya.
Apa dia berfikir kalau kehidupanku tidak lebih baik darinya?
Apa dia berfikir kehidupanku tidak layak untuk dia iri kan?
Kurang ajar!
Jadi selama ini.. ternyata dia memandang rendah diriku!?.
Memangnya dirinya siapa!?
Jangankan dalam hal materi, hal duniawi yang jelas-jelas dirinya jika dibandingkan dengan diriku itu.. Meh..
Dalam hal amal ibadah pun aku yakin seyakin-yakinnya dirinya jika dibandingkan dengan diriku itu tetap... Meh..
Jauh bagaikan langit dan sumur bor(karena Bumi kurang dalam).
Kenapa dirinya tidak iri kepadaku tapi justru kepada si Imron yang.. memang kuakui dirinya sedikit lebih ganteng daripada aku. Calon istrinya juga sedikit lebih cantik daripada istriku setidaknya melalui sudut pandangku.
Tapi tetap saja itu namanya melangkahiku!.
Tiba-tiba darah didadaku bergejolak. Diriku menjadi marah atas standart perlakuannya itu.
Pandanganku terhadapnya tiba-tiba menjadi sangat berbeda. Bajingsai!.
Lantunan suara Adzan berkumandang. Kami, lebih tepatnya diriku menghentikan sejenak percakapan kami. Hatiku yang tadinya dipenuhi amarah berangsur-angsur menjadi sejuk.
Aku mengucapkan istighfar dalam hati atas kekhilafanku barusan.
...
Kami kembali melanjutkan percakapan kami yang sempat tertunda barusan.
Betapapun, seorang pendengki itu tetap seperti ular hitam berbisa yang tidak akan pernah diam sebelum menyemburkan bisanya pada tubuh yang tak berdosa.
“Lha memangnya apa salah anak itu sama kamu sampai-sampai kamu tega kepadanya. Itu berarti kamu mau merusak mentalnya, merenggut kebahagiannya untuk merasakan tumbuh sebagai anak dari keluarga normal.
“Normal gimana!? Jelas-jelas bercerai gitu! Ya harus diterangkan sejak awal!”
“Dalam islam tidak ada istilah anak tiri. Kalau Imron sudah menikahi ibunya berarti itu sudah menjadi anaknya. Hak mereka pula untuk melakukan apa yang diperlukan demi kebahagiaan keluarga mereka”.
“Bukan tempat kita untuk mengomentari bahkan mencampuri keputusan itu”
“Lho kamu kok nggak memihak aku to Man!? Aku ini temanmu!.
Lha wong suaminya itu masih hidup kok. Bagaimanapun juga dia itu perusak rumah tangga orang!”
"Mantan suami" ralatku.
Sebelumnya hal ini juga pernah terjadi. Ketika dia membanggakan dirinya yang baru saja mempunyai cucu pertamanya dari putri bungsunya.
Saat anak bungsunya melahirkan cucu pertamanya.
Ia sempat tak peduli tentang putri sulungnya yang sampai sekarang belum berkeluarga. Tidak peduli perkataan tetangga, tidak peduli keadaan dirinya. Kasarannya, dia tidak akan menikahpun tidak masalah baginya. Yang penting baginya sekarang(saat itu) dia sudah berhasil mempunyai cucu. Berkeliling memamerkan cucunya keliling kampung. Berharap warga yang belum mempunyai cucu iri kepadanya. Yang ditanggapi positif oleh para warga dengan menanggapnya mengajak bercanda cucunya.
Salah satunya adalah Bu Tejo yang bahkan mengajak tetangga yang lain melakukan hal yang sama. Tetangga yang lain tidak keberatan dengan hal itu sekalipun ada diantaranya yang juga sudah mempunyai cucu. Dirinya juga puas dengan keadaan itu. Sering menyampaikan kepada para tetangga membandingkan dirinya dengan Imron yang usianya terpaut jauh dengan dirinya. Ia menepuk dadanya bahwa kebahagiaannya telah lengkap. Membanggga-banggakan hal itu. Sudah mempunyai anak, sekarang sudah mempunyai cucu. Tak jarang dia membandingkan dirinya saat itu dengan orang yang didengkinya yang telah meninggal dunia. Bangga dirinya berhasil menjadi Tua.
Aku menghela nafas..
Bahkan sampai-sampai saat ia sempat berprasangka bahwa Budhe Tejo(Kami memanggilnya Budhe karena usianya jauh lebih tua dibandingkan kami) memihak pada pihak orang yang didengkinya. Dirinya mengatakan tidak tidak akan membiarkan dirinya dolan dengan cucunya. Mencemooh anak-anaknya yang tidak bisa memberinya cucu karena mandul(masalah kesuburan). Namun dirinya tidak melakukannya, tetap membiarkan Budhe Tejo menanggap cucunya saat diedarkan olehnya. Karena sikap Budhe Tejo yang seperti itulah yang memberikannya kepuasan batin.
Aku tak percaya kalau tidak mendengarnya sendiri. Dia benar-benar laki-laki busuk yang jahat.
Seorang pendengki itu tetap seperti ular hitam berbisa yang tidak akan pernah diam sebelum menyemburkan bisanya pada tubuh yang tak berdosa.
Mereka bahkan belum menikah. Namun dirinya sudah mempunyai rencana keji yang sudah disiapkannya jauh kedepan untuk mereka.
Hal yang disampaikannya kepadaku ini memang bukan pertama kalinya. Pernah juga disampaikan kepada bapak-bapak warga sini saat mereka berkumpul.
Berbagai omongan dia tularkan. Sebagai bentuk usaha agar mereka tidak jadi menikah. Yang tentunya sama sekali tidak mempunyai efek apapun. Lha menunjukkannya saja sudah salah alamat. Kepada kami yang tidak berkepentingan.
Itukan masalah pribadi, mau menikah dengan siapa itu bukan urusannya, tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya, dengan kami. Keluarga juga bukan.
Kita berbicara ngawur. Kalau saja petisi bisa mengabulkan keinginannya itu. Pasti bukan hanya petisi saja yang diusahakannya. Ditambah pula oleh referendum. Dalam hati aku hanya bisa ngakak guling-guling.
Kenapa Imron tidak boleh bahagia? Apa di dunia ini hanya dia seorang yang boleh berbahagia? Sedangkan dunia ini bukanlah mliknya. Silahkan lakukan di dunia mimpi, jika kenyataan tidak bisa diterimanya. Ingat saat anak bungsunya berhasil mendapatkan suami? Lalu bagaimana sikap kami menangapinya? Biasa saja bagi kami, nggak penting. Tapi bagaimana dengan dirinya?.
Setelah Imron tidak bahagia. Bagaimana tanggapannya? Terpuaskankah dirinya? Diatas penderitaan orang lain?
Gila, semua demi memenuhi kepuasan kedengkiannya!? Dia hanyalah makhluk fana, bukan sang pencipta.
Muncul kesimpulan dari pergulatan batinku sebelumnya. Sebuah peribahasa dari Amerika
“Jika tidak bisa mengalahkannya , maka bergabunglah”.
Mungkin itulah yang dilakukannya. Dia merasa takkan pernah mampu bisa melampaui ku, begitu juga dengan banyak warga disini. Jelas-lah, tahu diri juga dia. Maka dipilihnya mangsa yang lebih mudah, yang masih muda. Berusaha menggalang kekuatan kami agar memeranginya. Demi memuaskan hawa nafsunya. Ciri khas seorang pecundang.
Namun sepertinya mangsanya tidak seperti yang dia pikirkan. Ternyata levelnya justru masih terlalu tinggi ada di atasnya sekalipun secara material masih kalah dengannya. Kan Imron masih muda dan menjadi Self entrepreneur. Beda dengan dirinya yang menghambakan diri ikut majikannya yang sudah kepalang kaya. Mungkin pada saat itu ada sebuah cerita penyebab dirinya menjadi rasis. Apa karena dirinya tidak bisa melampaui majikannya itu dalam segala hal?.
Supir angkot dengan supir KBRI juga beda jauh penghasilannya.
Para pentolan di kampung ini sudah meninggal dunia dan sisanya sudah bertaubat. Hanya dirinya seorang yang masih hidup dan kelakuannnya masih sama.
Tidak ingatkah dirinya pada dosa masa lalunya?. Apa yang dilakukannya pada Imron kecil.
Apalagi tentang manuver “patner in crime”nya yang didukungnya secara penuh. Seorang wanita yang sifatnya tidak ubahnya seekor ular. Gemar menyebarkan kebencian. Wanita tukang kutuk yang sifatnya sebelas-dua belas dengannya.
Tuhan tidak tidur.
Sifatmu cerminan pasanganmu adalah bukan sesuatu yang kebetulan. Hal umum yang sudah menjadi ketetapan. Bisa saling melengkapi dalam menjalankan kedengkiannya. Persentase kemiripan fisik dengan istrinya pun juga mencapai lebih dari 70%. Sama-sama berbadan gendut dan berkacamata. Selera dirinya. Mungkin inilah yang dinamakan fetish.
Kalau saja istrinya merestuinya aku yakin pasti sudah ia jadikan istri keduanya. Sayangnya istrinya tidak berpendapat demikian.
Ia masih ingat bukan kejadian beberapa tahun silam. Drama yang terjadi ketika anak lelakinya yang nomer dua menyeretnya pulang kerumah. Semoga ia tidak pura-pura lupa. Karena kami para warga kampung yang menjadi saksi pada malam hari itu masih mengingatnya dengan jelas. Saat itu kampung mengadakan acara dangdutan dan dia seperti biasa sangat antusias dengan acara tersebut. Diiringi lantunan musik, di atas panggung sedang asik berasoi ria dengan seorang perempuan “partner in crime”nya yang saat itu sudah menjanda, dilakukannya secara berlebihan. Karena dari awal sikap keduanya memang sudah click. Menjadi pasangannya, asik berjoget dengannya, saling menempel, penuh gairah. Istrinya pulang dari sana dalam keadaan sedih. Tak lama kemudian putranya mendatanginya dengan amarah. Mengetahui hal itu, musik segera dimatikan. Hal itu membuat kami bisa lebih fokus menyaksikan drama yang terjadi secara live ini. Dan feel-nya memang lebih terasa. Anaknya itu membentaknya, mengacung-acungkan senjata pemukul disertai ancaman agar ia turun dari panggung lalu menyuruhnya pulang. Hal itu terjadi di depan umum, di depan kami para warga kampung.
Kalau dipikir-pikir aku tidak akan kuat menjalani kehidupan sepertinya. Karena aku punya rasa malu, entah dirinya.
Wanita tukang kutuk itu telah dipanggil duluan oleh Yang Maha Kuasa. Meninggalkan dirinya di dunia yang fana ini.
Tuhan tidak tidur.
Barusan beberapa waktu lalu, di suatu malam setelah pertemuan RT selesai, terungkap sosok wanita itu yang sebenarnya. Seorang warga sini yang merupakan mantan majikan wanita itu akhirnya membuka alasan kenapa ia memecatnya sebagai pembantu di rumahnya. Karena wanita itu menawarkan tubuhnya kepada yang bersangkutan, sementara saat itu status wanita itu bersuami dan sudah mempunyai dua orang anak laki-laki. Bagaikan tersambar geledek, mungkin itulah penyebab Sugeharto tidak seperti biasanya, tumben ia diam tidak banyak berkomentar pada waktu itu. Padahal biasanya dia yang paling vokal dan nampak sumringah(berbinar bercahaya) bila ada materi seperti ini.
Hal yang dikuburnya selama ini diungkapkannya demi kebenaran dan keadilan. Aku tidak terkejut karena aku sebenarnya telah mengetahui hal itu sejak lama, istriku dekat dengan istri yang bersangkutan.
- Dan kemungkinan anak-anak dari wanita itu menjual rumah lama mereka disini lalu pindah dari kampung sini. Karena cepat atau lambat, mereka merasa bahwa perilaku sundal ibunya akan berpengaruh terhadap keluarga mereka nantinya. Terutama terhadap tumbuh kembang anak-anak mereka dilingkungan sini.
Ada perkataan seorang ulama yang sampai sekarang masih aku ingat.
Kedengkian tidak akan mengubah sesuatu menjadi lebih baik, melainkan akan mengubah keadaan diri menjadi sengsara, hina, dan cenderung menzalimi orang lain.
Bukti nyata kebenaran ucapan tersebut sekarang berada di hadapanku. Tepat didepan kedua mataku.
Ia mengajakku untuk menjadi sekutunya. Seperti yang terjadi pada masa lalu. Lebih tepatnya menjadi pengikutnya. Orang semacam dirinya berusaha membawa kita agar menyepelekan nikmat-nikmat Allah. Menanggalkan semua kepribadian baik kita, melepaskan ciri kehormatan kita, dan meninggalkan semua sejarah baik kita. Aku yakin diriku bukanlah satu-satunya orang yang diajaknya.
Mengajak agar sepaham dengannya, demi memuaskan kedengkiannya. Menuduh Allah tidak adil dalam ketentuannya.
Sudah saatnya aku mengakhiri percakapan ini.
“Begini ya Su. Kita sudah sama-sama beruban”.
‘Apalagi gelambir di pipimu sudah pada melorot ke bawah’
“Lebih baik mengurusi dapur masing-masing.
Dari pada kamu cawe-cawe mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Lebih baik kamu pikirkan itu anak pertamamu yang sampai saat ini masih gadis sementara umurnya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi. Kamu masih punya beban tanggungan untuk menikahkannya”.
‘Semoga Su sadar dan tahu bahwa dirinya itu penyebabnya’.
Su masih terdiam dihadapanku.
Aku tak peduli pandangannya terhadapku. Aku mengatakan apa yang seharusnya aku katakan.
Aku bersyukur bisa mengatakan hal itu. Ini adalah suatu pertanda baik, membuktikan diriku masihlah seorang manusia yang masih mempunyai hati nurani dan rasa kemanusiaannya.
Misteri Seorang Jurnalis
Diposting oleh
tutorial
08.59
Menembus kegelapan malam. Suasana sepi, kabut dan hawa yang dingin masih menyelimuti bumi. Setapak jalan gelap itu tergeletak sebuah tubuh kaku tak bernyawa. Di kanan kirinya berbaris pepohonon rimbun yang menjulang tinggi. Seekor Gagak bertengger memandang dari sebuah cabang pohon disana. Menjeritkan kicauan yang menyayat hati, mengabarkan aroma kematian.
*****
Gerimis masih bersenandung diluar sana. Aura dingin merambat masuk kedalam rumahku. Aku membasuh mukaku dengan malas. Sebenarnya ini adalah saat yang tepat untuk bermalas-malasan, tiduran memejamkan mata sambil menikmati hawa sejuk yang ada. Tapi apa mau dikata, aku mempunyai tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Pagi-pagi buta tadi Dewi rekan wartawanku yang cantik menelponku... dia menyatakan cinta kepadaku. Kedua tanganku segera mengibas-ngibas angan-angan yang keluar dari kepalaku. Tidak-tidak, bukan itu yang terjadi. Aku hanya memimpikannya semalam. Dan saat dia menelponku kukira hal itu akan menjadi kenyataan. Namun impian liarku itu segera menguap begitu mendengar dirinya dengan nada tinggi dan antusias mengabarkan adanya penemuan mayat pria dalam keadaan cukup mengenaskan. Di sebuah jalan setapak di pinggir desa terpencil. Tempat itu masih bisa dibilang alas alias hutan walaupun tidak rimba.
Ya.. aku adalah seorang wartawan. Seorang wartawan senior yang seharusnya membimbing rekanku Dewi yang belum lama ini menjalani profesinya. Tapi kenyataan dilapangan justru dia yang lebih banyak menemukan berita hangat dibanding diriku. Delapan bulan aku mengenalnya, delapan bulan itu juga aku memendam perasaan kepadanya. Aku segera mandi lalu berpakaian dan membuat segelas kopi panas untuk menghangatkan badan. Sambil melahap sandwich kuseruput kopi yang masih mengepulkan asapnya itu. Hangatnya.. .Segera kuselesaikan. Tidak baik membuat seorang gadis menunggu lama. Dengan cekatan kupakai jaket tebalku yang terbuat dari bahan anti air, kuselempangkan tas kerjaku yang berisi berbagai macam peralatan jurnalistik termasuk kamera. Saat ku membuka pintu spontan sepoian angin lembab menyapa wajahku. Keluar rumah, mengunci pintunya lalu membuka jok sepeda motorku yang kuparkirkan di teras, terdapat jas hujan model Lowo/Kelelawar alias Poncho disana, aku mengenakannya. Panasnya kopi masih membakar dadaku membantuku untuk melawan terpaan gerimis, hawa dingin yang saat ini kuterabas bersama motor kesayanganku.
Jalanan terasa lenggang. Sekalipun gerimis, terpaannya tetap berhasil membuat jas hujan beserta motorku basah kuyup. Sekalipun sedikit, siraman air yang merata dan berkelanjutan itu tetap saja berhasil membuat aspal jalan menjadi becek.
Gerimis mulai menghilang. Aku melihatnya dari kejauhan. Dia berdiri di bawah pohon mengenakan mantel jaket berwarna hitam. Begitu dekat dengannya terlihat sorot mata yang berbinar indah itu.
"Tresno sini!". Dia menyuruhku menitipkan kendaraanku di balai desa setempat.
"Kamu selalu saja membuatku menunggu lama Tresno" ucapnya manyun menggembungkan sebelah pipinya.
Aku bersyukur sekali orangtuaku memberikanku nama Tresno Sajiwo. Sehingga Dewi bisa leluasa memanggilku sepuasnya tanpa merasa malu sekalipun di depan umum. Tresno adalah nama lain "Cinta" dalam bahasa Jawa. Ya.. walaupun saat ini memang belum disertai oleh perasaan kesitu saat memanggil. Tapi aku yakin suatu hari aku bisa membuatnya memanggilku Tresno dalam arti yang sebenarnya. Suatu hal yang tidak mustahil dengan bekal dasar wajahku yang tamfan rupawan menawan ini(preet). Lagi-lagi aku tersenyum sendiri menikmati angan yang kubuat.
Mulai dari sana kami berjalan melangkahkan kaki ke dataran tinggi. Medan disana berlumpur dan becek. Tidak cocok dilalui oleh kendaraan. Kaki kami berjingkrak beriringan mencari pijakan yang aman dari lumpur sekalipun alas sepatu kami tidak lepas dari gumpalan tanah yang menempel pekat.
Di Lokasi kejadian sudah ada mobil polisi dan ambulan dengan roda yang sangat berlumpur. Aku mengeluarkan kameraku dari tas. Kami berpisah. Dewi hendak mewawancarai warga setempat yang berada di lokasi.
Sedikit berlari aku mendekati TKP. Disana aku mulai mengambil beberapa gambar keadaan lokasi. Beserta keadaan mayat korban yang badannya tercabik-cabik, terdapat luka menganga yang sangat dalam di lehernya sehingga membuatnya nyaris terlepas dari badan. Darahnya yang mengalir meresap ke tanah masih menyisakan bekas. Kusapukan pandangan ke alam sekitar, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjadi jejak atau barang bukti. Berjalan mengitari TKP sambil menjepret-jepret gambar yang kuanggap menarik. Hingga aku kembali ke lokasi semula tempat posisi mayat tergeletak. Kutatap ke atas, ke arah pepohonan yang dahannya rimbun menghijau. Aku melihat sesuatu yang janggal. Kubidikkan kameraku kesana, menekan tombol zoom. Dari lensanya aku melihat gumpalan darah di bagian bawah salah satu dahan pohon tidak jauh dari tempat ditemukannya mayat. Aku menjepretnya beberapa kali dari berbagai macam sudut. Apakah ini suatu petunjuk? Bagaimana bisa jejak darah itu ada disana?. Kuperhatikan lebih cermat ternyata mirip dengan cengkraman tangan dari sebuah makhluk. Kalaupun iya, makhluk apa yang cukup besar bisa bergelantungan disana?. Aku ragu karena jejak darah berupa telapak itu seukuran manusia. Bagaimana hal ini bisa terkait?. Kenapa jejak darah itu tidak dimulai dari posisi tubuh mayat yang tergeletak di jalan?. Banyak pertanyaan memenuhi benakku.
Aku keluar dari sana mendapati Dewi sedang mewawancarai saksi yang mendengar jeritan di tengah malam. Menurut penuturannya korban malam ini mendapatkan jatah ronda malam. Ia dan seorang lagi pemuda warga sini yang saat ini belum ditemukan keberadaannya melakukan ronda keliling.
Korban dikenal sebagai orang yang ramah, ringan tangan dan berjiwa sosial tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Berbeda dengan si pemuda teman rondanya yang justru dikenal sebagai pemuda berandal yang saat ini sedang diburu polisi sebagai tersangka dalam kasus ini.
Aku terdiam.. sedang menimbang-nimbang ragu antara melaporkan kejanggalan yang kutemui ini kepada polisi atau diam agar bisa kuselidiki sendiri. Karena bisa jadi pemuda tersebut bukan pelakunya, ia justru berhasil melarikan diri dari sesuatu itu. Dan saat ini sedang bersembunyi takut dituduh dan dihakimi massa. Disamping itu bila aku berhasil memecahkan misteri ini sendiri aku bisa menerbitkan berita ini secara ekslusif. Tidak menutup kemungkinan akan penemuan species baru.
Berita bombastis yang akan membuat uang mengalir deras mengisi kantung kosongku ini menjadi pundi-pundi uang. Hasilnya akan kupersembahkan kepada Dewi, mengajaknya candle light dinner dan memberinya hadiah cincin berlian.
'Kaulah pelakunya!' Sambil menunjuk ke depan.
"Hahaha" Aku cengar-cengir sendiri, tidak menyangka bahwa Dewi berada tidak jauh dariku memandangku seperti melihat orang aneh.
"Kamu kenapa Tresno?"
Langsung tersadar dan menggosok-gosok kamera. "Aku laper. Yuk ke kafe sekalian segera kita susun berita ini. Kamu pasti belum sarapan kan?". Ajakku.
"Santai, Belanda masih jauh. Lihat deh nggak ada wartawan lain yang meliput selain kita disini. Keadaan masih aman. Cek dan ricek dulu siapa tahu masih ada tambahan berita yang bisa kita tulis".
"Panjang umur deh. Barusan diomongin". Dewi melihat beberapa wartawan yang baru sampai.
"Tapi tetap saja mereka terlambat. Jasad sudah dipindahkan, para polisi tidak lagi sebanyak tadi". Ujarku.
Kami duduk semeja di Kafe langganan kami. Sekalipun bukan candle light dinner tetap saja ini merupakan keadaan istimewa buat aku.
Aku memakan nasi sup buntut dengan lahap. Sebuah sandwich kecil memang sama sekali tidak cocok buat sarapan. Lelaki dewasa sepertiku membutuhkan porsi yang jauh lebih berat. Sementara Dewi masih saja mengaduk-aduk sambal kacang dari Gado-gado pesanannya.
"Kenapa nggak dimakan Wik?"
"Gak selera"
"Gak selera karena apa?"tanyaku sambil mengunyah.
"Tresno, barusan kita melihat orang yang hampir putus kepalanya. Aneh rasanya kalau masih lapar setelah melihat hal itu". ucapnya lesu.
Aku terbelalak saat mulutku terbuka, tidak jadi menelan nasi sudah kusendok dan hampir masuk ke dalam mulutku. Serta merta aku menurunkan sendokku. Perlahan aku memandangnya... .
"Hahaha" Tawanya terdengar renyah.
"Sori-sori, aku cuma bercanda kok. Wartawankan memang harus kebal sama hal itu. Sudah ah, aku menulis dulu". Imbuhnya sambil mengeluarkan notebook dari tas kecilnya.
'Aku bersukur bisa membuatnya tertawa walaupun dengan cara"nya" sendiri'.
*****
Senja menjelang. Semua persiapan telah kukepak. Aku membulatkan tekadku untuk memecahkan misteri ini sendiri. Saatnya kembali ke TKP.
Malam ini terlihat terang sekalipun bukan Purnama. Peninggalan hujan deras tadi siang masih menyisakan genangan air berlumpur disana sini. Kabutnya lumayan tebal membuat bulu kudukku merinding, padahal jaket yang kukenakan sudah cukup tebal. Aku coba menemukan bukti-bukti lain yang bisa mendukungku untuk menguak misteri ini. Sebuah garis polisi melintang di mulut hutan diikatkan berkeliling ke beberapa pohon di areal tersebut. Aku menunduk dan sedikit mengangkat pita berwarna kuning itu untuk melewatinya. Keadaan tidak banyak berubah dari tadi pagi. Mungkin memang sengaja dibiarkan apa adanya guna keperluan penyelidikan.
Cahaya senterku menerabas kegelapan malam melibas kesana kemari, mencari-cari barang bukti. Keadaannya mirip dengan game-game survival horror yang sering kumainkan. Hingga terlintas dalam pikiranku. Bagaimana bila pelakunya bukan sesuatu melainkan memang manusia? Ia pasti akan kembali untuk melenyapkan barang bukti. Jejak darah di atas cabang pohon itu. Nyaliku menjadi ciut. Namun segera kutepis mengingat roman picisan dalam mimpiku.
Aha... diluar sana aku melihat sebuah tebing yang lebih tinggi permukaannya. Syukurlah aku tidak lupa membawa lensa telekonverter atau extender yang bisa membuat bidikan kameraku menjangkau jarak yang lebih jauh.
Aku menengkurapkan diriku diatas bukit kecil ini. Mencoba posisi yang membuatku nyaman demi menunggu pelaku kembali ketempat kejadian. Sambil menggenggam erat kameraku yang saat ini bisa menjangkau sampai jarak 30 meter ke depan. Yah.. kocekku saat ini masih belum mampu untuk membeli extender yang bisa menjangkau lebih jauh lagi. Apalagi aku memang tidak terobsesi menjadi Paparazzi. Untunglah keadaan disana masih bisa terlihat dari sini. Ini adalah cara aman untuk mengetahui pelaku tanpa harus kontak dari dekat. Masih ada jeda 30 meter untuk aku melarikan diri apabila sampai ketahuan.
Aku menekan tombol zoom, meneropong dari kamera. Posisiku sudah tepat. Aku bisa melihat pohon itu dari sini. Untung saja tidak ada pohon yang tumbuh menutupi jarak pandang ku dari tempat persembuyianku ini. Keadaanku sekarang ini mirip seperti seorang sniper yang bersiap membidik targetnya.
Sudah berapa lama ya aku menunggu? Lolongan anjing dan suara burung hantu menemaniku.
Masih belum ada suatu apapun yang mendekat. Masih belum ada tanda-tanda yang mencurigakan. Tapi aku masih berharap.
Perutku sudah mulai lapar. Aku sudah mulai bosan. Ternyata pekerjaan seorang detektif itu memang menuntut kesabaran.
Diriku dikejutkan oleh suara langkah kaki yang merayap mendekat dari arah pepohonan sana. Burung gagak yang sebelumnya diam mulai bersahut-sahutan menambah kental suasana mistis. Aku bersiap menyalakan record pada kameraku. Disuasana yang dingin ini keringat dinginku menetes begitu melihat sosoknya yang berukuran manusia tapi terlihat bukan manusia. Ia tidak memakai pakaian, tubuhnya bewarna kehitaman. Sebagian kecil tubuhnya berwarna lebih terang, seperti pada bagian muka dan sebagian tangannya. Lengannya ada sesuatu seperti selaput.. eh apakah itu sayap?. Saat ia berjalan, tangan kirinya terlihat seperti memegang.. kain lap berwarna putih. Berjalan tepat ke arah pohon jejak darah. Sekarang dia sudah berada di bawahnya. Terlihat dari samping kepalanya yang mempunyai telinga seperti kucing mencuat ketas. Menengadahkan kepalanya keatas seolah mencari sesuatu.
Mataku terbelalak menyaksikan makhluk itu menempelkan kakinya ke batang pohon lalu berjalan secara horizontal seperti biasa layaknya kita berjalan di lantai. Kaki kirinya lantas mencengkram cabang membuat dirinya bergelantung. Tangan kirinya memindahkan kain lap ke kaki kanannya. Lantas sambil bergelantung dengan satu kaki kiri, kaki kanannya bekerja mengusap-usap cabang pohon yang terdapat jejak darah. Ternyata itu adalah jejak kakinya. Sesaat ia tiba-tiba berhenti.. kepalanya menengok kearahku!. Kini terlihat dengan jelas muka makhluk mengerikan itu. Benar-benar mirip makhluk jejadian. Matanya merah menyala seperti sorotan lampu laser yang digerakkan saat kepalanya menoleh kearahku, membuat jantungku berdetak lebih kencang. Lubang hidungnya mengarah kedepan seperti seekor babi. Mulutnya menyeringai memperlihatkan gigi-giginya yang tajam. Membuatku bergidik ketakutan. Kelelawar raksasa jadi-jadian?. Jangan-jangan dia tahu keberadaanku disini!?.
Aku segera lari dari situ. Lari sekencang-kencangnya sebelum dia sempat memergokiku dan melesat ke arahku. Kugeber gas sepeda motorku sekuat tenaga, kuterjang bebatuan yang bergeronjalan disepanjang perjalanan. Aku sudah tak mempedulikan apapun. Badanku gemetar hebat. Kalau sampai bannya bocor maka habislah riwayatku. Rasa takut sudah menguasaiku.
Aku hampir sampai di wilayah perkampungan rumahku.
Kubuka pengunci pintu rumah dengan bergesa-gesa. Malah seakan lebih lama dibandingkan saat membukanya secara normal. Tanganku berkeringat, tidak berhenti bergetar.
Sampai di dalam kuhirup nafas sedalam-dalamnya, lalu kekukeluarkan. Begitu seterusnya sampai diriku mulai tenang.
"Makhluk apa itu tadi?. Kenapa dia bisa langsung mengetahui keberadaanku yang bersembunyi disana?".
Aku menonton ulang rekaman dari kameraku dengan tangan gemetaran dan jantung berdebar. Ternyata benar itu adalah hal nyata. Diriku tidak bermimpi. Makhluk ini nyata, benar adanya. Melihat tingkahnya bisa jadi itu adalah mahluk jejadian.
Suara ketukan pintu membuatku terlonjak kaget.
"Si.. siapa!? perkataanku masih terbata.
Pengetuk pintu tidak menjawabnya. Dia malah mengulangi mengetuk pintu rumahku sampai tiga kali lagi.
'Jangan-jangan makhluk itu?. Mati aku. Tapi kenapa dia bisa sampai kesini?'
Aduh gimana ini.. pikiranku sangat kacau.
Bisa-bisa besok aku yang menjadi berita. Telah ditemukan... AKH!! Tenangkan dirimu Tresno. Kamu tidak boleh seperti ini.
Terdengar ketukan itu lagi. "Siapa diluar sana!? Kalau tidak menjawab tidak akan kubuka!".
"Ini aku Dewi Tresno!".
Aku menarik nafas lega. Ternyata Dewi.. itu memang suaranya. Kenapa malam-malam begini kemari? ada apa gerangan?.
"Sebentar Wik"
Aku langsung bercermin. Menyeka keringat didahiku dan merapikan rambutku seadanya. Juga menata bajuku yang tadi sedikit berantakan.
Perlahan kubuka pintuku. Terlihat Dewi disana tersenyum manis.
"Tumben Wik, ada apa malam-malam begini?
"Aku nggak kamu persilahkan masuk dulu nih?"
"Oh iya maaf. Silahkan masuk.
Dewi duduk di satu-satunya sofa diruang tamuku yang minimalis ini. Aku juga langsung duduk disebelahnya.
'Jangan-jangan dia mau membuat pengakuan kepadaku?. Apalagi malam ini dia terlihat sunguh seksi. Ah.. andai saja benar begitu... . Ihh apaan sih! singkirkan jauh-jauh pikiranmu yang tidak-tidak itu Tresno!'.
Dewi menggapai kameraku yang kugeletakkan di meja. Segera aku merebutnya. Dia menatapku.
"Maaf Wik, disini cuma ada foto-foto mayat tadi pagi yang mengerikan itu. Sebaiknya tidak usah dilihat lagi, nanti malah bikin nggak bisa tidur" ujarku berkilah.
"Aku buatkan kopi ya?" Aku berbalik. Saat itu entah mengapa ruanganku berubah menjadi dingin. Apa hanya perasaanku saja ya? Akukan masih memakai jaket tebal. Bulu kuduk di tengkukku berdiri. Seakan ada hal yang tidak beres.
Selesai mengaduk kopi aku berbalik kembali. Kutemukan Dewi berdiri sambil tersenyum kepadaku. Namun itu bukan senyuman manis yang sama yang selalu aku lihat saat bersamanya. Senyumannya terasa aneh. Senyumannya terasa mengerikan.
"Benarkah hanya foto-foto tadi pagi saja? Apakah tidak ada hal penting lainnya?".
"Hal lainnya seperti apa?"
"Foto atau rekaman yang malam ini barusan kamu ambil dari TKP".
'JLEB!' Aku seolah tersambar petir, jantungku seakan berhenti berdetak.
'Bagaimana Dewi bisa mengetahui hal itu?. Perasaan tidak ada seorangpun disana kecuali aku dan..'
Dewi merebut merebut paksa kameraku dari lenganku sehingga kopi yang sedang kupegang jatuh. Cangkirnya pecah.
Dewi memutar rekaman itu dan menunjukkannya kepadaku.
"Ini!" dengan nada tinggi, suara Dewi berubah menjadi serak.
Aku mulai ketakutan suaraku tercekat.
"Kamu pasti bertanya bagaimana aku bisa tahu?"
"Karena yang kamu rekam itu adalah AKUU!!! Muka Dewi berubah menjadi pucat kebiruan. Begitu juga dengan tubuhnya. Matanya merah menyala, bilah-bilah taring muncul dari bibirnya. Tangannya berubah serupa cakar dan terdapat membran di sisi lengannya.
Aku tak mempercayai apa yang aku lihat ini. Berharap ini hanyalah satu mimpi buruk diantara banyak mimpiku bersama Dewi. Mimpi yang aku impikan setiap malam. Karena aku terlalu mencintainya namun hanya bisa memendamnya diam-diam. Aku menutup mataku lalu membukanya lagi. Sosok menyeramkan itu masih berada tepat di depanku. Aku menampar-nampar pipiku berharap bisa keluar dari mimpi buruk ini. Namun hanya sakit yang terasa. Sosok itu masih berdiam di hadapanku.
"Kau harus mati!" suara Dewi sudah sangat berbeda. Terdengar serak seperti sayatan kuku di papan tulis. Jemari tajamnya melesat hendak menghujam tenggorokanku.
"Dewi aku mencintaimu sayang!. Aku mau menerimamu sekalipun kau adalah siluman!". Aku berteriak kepadanya. Entah bagaimana suaraku berhasil keluar.
Jemari tajamnya berhenti tepat 1 cm di depan leherku.
'Apa barusan aku menyatakan cintaku dalam keadaan seperti ini?'.
"Tidak.. tidak ada yang boleh mengetahui keberadaan kami".
"Kami? jadi masih ada yang seperti dirimu diluar sana?"
"Sayang.. cinta tidak bisa membuat umurku menjadi lebih panjang. Orangtua yang menjadi mayat itu tidak bisa kukonsumsi. Nekat memakannya malah bisa membuatku mati keracunan. Maka aku melenyapkannya sebelum dia membuat keributan dengan kentongan di tangannya. Berbeda dengan pemuda disebelahnya, sekalipun rasanya tidak terlalu lezat. Mereka memergokiku saat aku sedang menyantap mangsaku yang melarikan diri cukup jauh. Kejadian itu membuatku kekenyangan.
"Kau memang bukan orang suci. Namun aku masih tidak bisa memakanmu. Orang tanggung sepertimu rasanya tidak enak bahkan bisa membuat kami sakit perut".
Dewi menebaskan jemari tajam dari tangannya yang lain ke leherku. Aku roboh dengan kepala nyaris putus. Mataku terbelalak dengan mulut menganga seakan masih tidak mempercayai hal itu. Benar-benar mengerikan, kondisiku sama persis dengan mayat pria yang kufoto tadi pagi.
*****
Dewi menerobos kerumunan polisi yang berjaga pagi itu di depan rumahku. Mengambil beberapa fotoku yang tewas mengenaskan. Lalu mewawancarai beberapa tetangga dan polisi yang bertugas. Dia tersenyum memandang mayatku sebelum akhirnya membalikkan badan pergi berlalu untuk menulis berita kematianku. Sekali lagi dia menjadi wartawan pertama yang menginjakkan kaki di TKP untuk meliputnya.
*****
Gerimis masih bersenandung diluar sana. Aura dingin merambat masuk kedalam rumahku. Aku membasuh mukaku dengan malas. Sebenarnya ini adalah saat yang tepat untuk bermalas-malasan, tiduran memejamkan mata sambil menikmati hawa sejuk yang ada. Tapi apa mau dikata, aku mempunyai tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Pagi-pagi buta tadi Dewi rekan wartawanku yang cantik menelponku... dia menyatakan cinta kepadaku. Kedua tanganku segera mengibas-ngibas angan-angan yang keluar dari kepalaku. Tidak-tidak, bukan itu yang terjadi. Aku hanya memimpikannya semalam. Dan saat dia menelponku kukira hal itu akan menjadi kenyataan. Namun impian liarku itu segera menguap begitu mendengar dirinya dengan nada tinggi dan antusias mengabarkan adanya penemuan mayat pria dalam keadaan cukup mengenaskan. Di sebuah jalan setapak di pinggir desa terpencil. Tempat itu masih bisa dibilang alas alias hutan walaupun tidak rimba.
Ya.. aku adalah seorang wartawan. Seorang wartawan senior yang seharusnya membimbing rekanku Dewi yang belum lama ini menjalani profesinya. Tapi kenyataan dilapangan justru dia yang lebih banyak menemukan berita hangat dibanding diriku. Delapan bulan aku mengenalnya, delapan bulan itu juga aku memendam perasaan kepadanya. Aku segera mandi lalu berpakaian dan membuat segelas kopi panas untuk menghangatkan badan. Sambil melahap sandwich kuseruput kopi yang masih mengepulkan asapnya itu. Hangatnya.. .Segera kuselesaikan. Tidak baik membuat seorang gadis menunggu lama. Dengan cekatan kupakai jaket tebalku yang terbuat dari bahan anti air, kuselempangkan tas kerjaku yang berisi berbagai macam peralatan jurnalistik termasuk kamera. Saat ku membuka pintu spontan sepoian angin lembab menyapa wajahku. Keluar rumah, mengunci pintunya lalu membuka jok sepeda motorku yang kuparkirkan di teras, terdapat jas hujan model Lowo/Kelelawar alias Poncho disana, aku mengenakannya. Panasnya kopi masih membakar dadaku membantuku untuk melawan terpaan gerimis, hawa dingin yang saat ini kuterabas bersama motor kesayanganku.
Jalanan terasa lenggang. Sekalipun gerimis, terpaannya tetap berhasil membuat jas hujan beserta motorku basah kuyup. Sekalipun sedikit, siraman air yang merata dan berkelanjutan itu tetap saja berhasil membuat aspal jalan menjadi becek.
Gerimis mulai menghilang. Aku melihatnya dari kejauhan. Dia berdiri di bawah pohon mengenakan mantel jaket berwarna hitam. Begitu dekat dengannya terlihat sorot mata yang berbinar indah itu.
"Tresno sini!". Dia menyuruhku menitipkan kendaraanku di balai desa setempat.
"Kamu selalu saja membuatku menunggu lama Tresno" ucapnya manyun menggembungkan sebelah pipinya.
Aku bersyukur sekali orangtuaku memberikanku nama Tresno Sajiwo. Sehingga Dewi bisa leluasa memanggilku sepuasnya tanpa merasa malu sekalipun di depan umum. Tresno adalah nama lain "Cinta" dalam bahasa Jawa. Ya.. walaupun saat ini memang belum disertai oleh perasaan kesitu saat memanggil. Tapi aku yakin suatu hari aku bisa membuatnya memanggilku Tresno dalam arti yang sebenarnya. Suatu hal yang tidak mustahil dengan bekal dasar wajahku yang tamfan rupawan menawan ini(preet). Lagi-lagi aku tersenyum sendiri menikmati angan yang kubuat.
Mulai dari sana kami berjalan melangkahkan kaki ke dataran tinggi. Medan disana berlumpur dan becek. Tidak cocok dilalui oleh kendaraan. Kaki kami berjingkrak beriringan mencari pijakan yang aman dari lumpur sekalipun alas sepatu kami tidak lepas dari gumpalan tanah yang menempel pekat.
Di Lokasi kejadian sudah ada mobil polisi dan ambulan dengan roda yang sangat berlumpur. Aku mengeluarkan kameraku dari tas. Kami berpisah. Dewi hendak mewawancarai warga setempat yang berada di lokasi.
Sedikit berlari aku mendekati TKP. Disana aku mulai mengambil beberapa gambar keadaan lokasi. Beserta keadaan mayat korban yang badannya tercabik-cabik, terdapat luka menganga yang sangat dalam di lehernya sehingga membuatnya nyaris terlepas dari badan. Darahnya yang mengalir meresap ke tanah masih menyisakan bekas. Kusapukan pandangan ke alam sekitar, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjadi jejak atau barang bukti. Berjalan mengitari TKP sambil menjepret-jepret gambar yang kuanggap menarik. Hingga aku kembali ke lokasi semula tempat posisi mayat tergeletak. Kutatap ke atas, ke arah pepohonan yang dahannya rimbun menghijau. Aku melihat sesuatu yang janggal. Kubidikkan kameraku kesana, menekan tombol zoom. Dari lensanya aku melihat gumpalan darah di bagian bawah salah satu dahan pohon tidak jauh dari tempat ditemukannya mayat. Aku menjepretnya beberapa kali dari berbagai macam sudut. Apakah ini suatu petunjuk? Bagaimana bisa jejak darah itu ada disana?. Kuperhatikan lebih cermat ternyata mirip dengan cengkraman tangan dari sebuah makhluk. Kalaupun iya, makhluk apa yang cukup besar bisa bergelantungan disana?. Aku ragu karena jejak darah berupa telapak itu seukuran manusia. Bagaimana hal ini bisa terkait?. Kenapa jejak darah itu tidak dimulai dari posisi tubuh mayat yang tergeletak di jalan?. Banyak pertanyaan memenuhi benakku.
Aku keluar dari sana mendapati Dewi sedang mewawancarai saksi yang mendengar jeritan di tengah malam. Menurut penuturannya korban malam ini mendapatkan jatah ronda malam. Ia dan seorang lagi pemuda warga sini yang saat ini belum ditemukan keberadaannya melakukan ronda keliling.
Korban dikenal sebagai orang yang ramah, ringan tangan dan berjiwa sosial tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Berbeda dengan si pemuda teman rondanya yang justru dikenal sebagai pemuda berandal yang saat ini sedang diburu polisi sebagai tersangka dalam kasus ini.
Aku terdiam.. sedang menimbang-nimbang ragu antara melaporkan kejanggalan yang kutemui ini kepada polisi atau diam agar bisa kuselidiki sendiri. Karena bisa jadi pemuda tersebut bukan pelakunya, ia justru berhasil melarikan diri dari sesuatu itu. Dan saat ini sedang bersembunyi takut dituduh dan dihakimi massa. Disamping itu bila aku berhasil memecahkan misteri ini sendiri aku bisa menerbitkan berita ini secara ekslusif. Tidak menutup kemungkinan akan penemuan species baru.
Berita bombastis yang akan membuat uang mengalir deras mengisi kantung kosongku ini menjadi pundi-pundi uang. Hasilnya akan kupersembahkan kepada Dewi, mengajaknya candle light dinner dan memberinya hadiah cincin berlian.
'Kaulah pelakunya!' Sambil menunjuk ke depan.
"Hahaha" Aku cengar-cengir sendiri, tidak menyangka bahwa Dewi berada tidak jauh dariku memandangku seperti melihat orang aneh.
"Kamu kenapa Tresno?"
Langsung tersadar dan menggosok-gosok kamera. "Aku laper. Yuk ke kafe sekalian segera kita susun berita ini. Kamu pasti belum sarapan kan?". Ajakku.
"Santai, Belanda masih jauh. Lihat deh nggak ada wartawan lain yang meliput selain kita disini. Keadaan masih aman. Cek dan ricek dulu siapa tahu masih ada tambahan berita yang bisa kita tulis".
"Panjang umur deh. Barusan diomongin". Dewi melihat beberapa wartawan yang baru sampai.
"Tapi tetap saja mereka terlambat. Jasad sudah dipindahkan, para polisi tidak lagi sebanyak tadi". Ujarku.
Kami duduk semeja di Kafe langganan kami. Sekalipun bukan candle light dinner tetap saja ini merupakan keadaan istimewa buat aku.
Aku memakan nasi sup buntut dengan lahap. Sebuah sandwich kecil memang sama sekali tidak cocok buat sarapan. Lelaki dewasa sepertiku membutuhkan porsi yang jauh lebih berat. Sementara Dewi masih saja mengaduk-aduk sambal kacang dari Gado-gado pesanannya.
"Kenapa nggak dimakan Wik?"
"Gak selera"
"Gak selera karena apa?"tanyaku sambil mengunyah.
"Tresno, barusan kita melihat orang yang hampir putus kepalanya. Aneh rasanya kalau masih lapar setelah melihat hal itu". ucapnya lesu.
Aku terbelalak saat mulutku terbuka, tidak jadi menelan nasi sudah kusendok dan hampir masuk ke dalam mulutku. Serta merta aku menurunkan sendokku. Perlahan aku memandangnya... .
"Hahaha" Tawanya terdengar renyah.
"Sori-sori, aku cuma bercanda kok. Wartawankan memang harus kebal sama hal itu. Sudah ah, aku menulis dulu". Imbuhnya sambil mengeluarkan notebook dari tas kecilnya.
'Aku bersukur bisa membuatnya tertawa walaupun dengan cara"nya" sendiri'.
*****
Senja menjelang. Semua persiapan telah kukepak. Aku membulatkan tekadku untuk memecahkan misteri ini sendiri. Saatnya kembali ke TKP.
Malam ini terlihat terang sekalipun bukan Purnama. Peninggalan hujan deras tadi siang masih menyisakan genangan air berlumpur disana sini. Kabutnya lumayan tebal membuat bulu kudukku merinding, padahal jaket yang kukenakan sudah cukup tebal. Aku coba menemukan bukti-bukti lain yang bisa mendukungku untuk menguak misteri ini. Sebuah garis polisi melintang di mulut hutan diikatkan berkeliling ke beberapa pohon di areal tersebut. Aku menunduk dan sedikit mengangkat pita berwarna kuning itu untuk melewatinya. Keadaan tidak banyak berubah dari tadi pagi. Mungkin memang sengaja dibiarkan apa adanya guna keperluan penyelidikan.
Cahaya senterku menerabas kegelapan malam melibas kesana kemari, mencari-cari barang bukti. Keadaannya mirip dengan game-game survival horror yang sering kumainkan. Hingga terlintas dalam pikiranku. Bagaimana bila pelakunya bukan sesuatu melainkan memang manusia? Ia pasti akan kembali untuk melenyapkan barang bukti. Jejak darah di atas cabang pohon itu. Nyaliku menjadi ciut. Namun segera kutepis mengingat roman picisan dalam mimpiku.
Aha... diluar sana aku melihat sebuah tebing yang lebih tinggi permukaannya. Syukurlah aku tidak lupa membawa lensa telekonverter atau extender yang bisa membuat bidikan kameraku menjangkau jarak yang lebih jauh.
Aku menengkurapkan diriku diatas bukit kecil ini. Mencoba posisi yang membuatku nyaman demi menunggu pelaku kembali ketempat kejadian. Sambil menggenggam erat kameraku yang saat ini bisa menjangkau sampai jarak 30 meter ke depan. Yah.. kocekku saat ini masih belum mampu untuk membeli extender yang bisa menjangkau lebih jauh lagi. Apalagi aku memang tidak terobsesi menjadi Paparazzi. Untunglah keadaan disana masih bisa terlihat dari sini. Ini adalah cara aman untuk mengetahui pelaku tanpa harus kontak dari dekat. Masih ada jeda 30 meter untuk aku melarikan diri apabila sampai ketahuan.
Aku menekan tombol zoom, meneropong dari kamera. Posisiku sudah tepat. Aku bisa melihat pohon itu dari sini. Untung saja tidak ada pohon yang tumbuh menutupi jarak pandang ku dari tempat persembuyianku ini. Keadaanku sekarang ini mirip seperti seorang sniper yang bersiap membidik targetnya.
Sudah berapa lama ya aku menunggu? Lolongan anjing dan suara burung hantu menemaniku.
Masih belum ada suatu apapun yang mendekat. Masih belum ada tanda-tanda yang mencurigakan. Tapi aku masih berharap.
Perutku sudah mulai lapar. Aku sudah mulai bosan. Ternyata pekerjaan seorang detektif itu memang menuntut kesabaran.
Diriku dikejutkan oleh suara langkah kaki yang merayap mendekat dari arah pepohonan sana. Burung gagak yang sebelumnya diam mulai bersahut-sahutan menambah kental suasana mistis. Aku bersiap menyalakan record pada kameraku. Disuasana yang dingin ini keringat dinginku menetes begitu melihat sosoknya yang berukuran manusia tapi terlihat bukan manusia. Ia tidak memakai pakaian, tubuhnya bewarna kehitaman. Sebagian kecil tubuhnya berwarna lebih terang, seperti pada bagian muka dan sebagian tangannya. Lengannya ada sesuatu seperti selaput.. eh apakah itu sayap?. Saat ia berjalan, tangan kirinya terlihat seperti memegang.. kain lap berwarna putih. Berjalan tepat ke arah pohon jejak darah. Sekarang dia sudah berada di bawahnya. Terlihat dari samping kepalanya yang mempunyai telinga seperti kucing mencuat ketas. Menengadahkan kepalanya keatas seolah mencari sesuatu.
Mataku terbelalak menyaksikan makhluk itu menempelkan kakinya ke batang pohon lalu berjalan secara horizontal seperti biasa layaknya kita berjalan di lantai. Kaki kirinya lantas mencengkram cabang membuat dirinya bergelantung. Tangan kirinya memindahkan kain lap ke kaki kanannya. Lantas sambil bergelantung dengan satu kaki kiri, kaki kanannya bekerja mengusap-usap cabang pohon yang terdapat jejak darah. Ternyata itu adalah jejak kakinya. Sesaat ia tiba-tiba berhenti.. kepalanya menengok kearahku!. Kini terlihat dengan jelas muka makhluk mengerikan itu. Benar-benar mirip makhluk jejadian. Matanya merah menyala seperti sorotan lampu laser yang digerakkan saat kepalanya menoleh kearahku, membuat jantungku berdetak lebih kencang. Lubang hidungnya mengarah kedepan seperti seekor babi. Mulutnya menyeringai memperlihatkan gigi-giginya yang tajam. Membuatku bergidik ketakutan. Kelelawar raksasa jadi-jadian?. Jangan-jangan dia tahu keberadaanku disini!?.
Aku segera lari dari situ. Lari sekencang-kencangnya sebelum dia sempat memergokiku dan melesat ke arahku. Kugeber gas sepeda motorku sekuat tenaga, kuterjang bebatuan yang bergeronjalan disepanjang perjalanan. Aku sudah tak mempedulikan apapun. Badanku gemetar hebat. Kalau sampai bannya bocor maka habislah riwayatku. Rasa takut sudah menguasaiku.
Aku hampir sampai di wilayah perkampungan rumahku.
Kubuka pengunci pintu rumah dengan bergesa-gesa. Malah seakan lebih lama dibandingkan saat membukanya secara normal. Tanganku berkeringat, tidak berhenti bergetar.
Sampai di dalam kuhirup nafas sedalam-dalamnya, lalu kekukeluarkan. Begitu seterusnya sampai diriku mulai tenang.
"Makhluk apa itu tadi?. Kenapa dia bisa langsung mengetahui keberadaanku yang bersembunyi disana?".
Aku menonton ulang rekaman dari kameraku dengan tangan gemetaran dan jantung berdebar. Ternyata benar itu adalah hal nyata. Diriku tidak bermimpi. Makhluk ini nyata, benar adanya. Melihat tingkahnya bisa jadi itu adalah mahluk jejadian.
Suara ketukan pintu membuatku terlonjak kaget.
"Si.. siapa!? perkataanku masih terbata.
Pengetuk pintu tidak menjawabnya. Dia malah mengulangi mengetuk pintu rumahku sampai tiga kali lagi.
'Jangan-jangan makhluk itu?. Mati aku. Tapi kenapa dia bisa sampai kesini?'
Aduh gimana ini.. pikiranku sangat kacau.
Bisa-bisa besok aku yang menjadi berita. Telah ditemukan... AKH!! Tenangkan dirimu Tresno. Kamu tidak boleh seperti ini.
Terdengar ketukan itu lagi. "Siapa diluar sana!? Kalau tidak menjawab tidak akan kubuka!".
"Ini aku Dewi Tresno!".
Aku menarik nafas lega. Ternyata Dewi.. itu memang suaranya. Kenapa malam-malam begini kemari? ada apa gerangan?.
"Sebentar Wik"
Aku langsung bercermin. Menyeka keringat didahiku dan merapikan rambutku seadanya. Juga menata bajuku yang tadi sedikit berantakan.
Perlahan kubuka pintuku. Terlihat Dewi disana tersenyum manis.
"Tumben Wik, ada apa malam-malam begini?
"Aku nggak kamu persilahkan masuk dulu nih?"
"Oh iya maaf. Silahkan masuk.
Dewi duduk di satu-satunya sofa diruang tamuku yang minimalis ini. Aku juga langsung duduk disebelahnya.
'Jangan-jangan dia mau membuat pengakuan kepadaku?. Apalagi malam ini dia terlihat sunguh seksi. Ah.. andai saja benar begitu... . Ihh apaan sih! singkirkan jauh-jauh pikiranmu yang tidak-tidak itu Tresno!'.
Dewi menggapai kameraku yang kugeletakkan di meja. Segera aku merebutnya. Dia menatapku.
"Maaf Wik, disini cuma ada foto-foto mayat tadi pagi yang mengerikan itu. Sebaiknya tidak usah dilihat lagi, nanti malah bikin nggak bisa tidur" ujarku berkilah.
"Aku buatkan kopi ya?" Aku berbalik. Saat itu entah mengapa ruanganku berubah menjadi dingin. Apa hanya perasaanku saja ya? Akukan masih memakai jaket tebal. Bulu kuduk di tengkukku berdiri. Seakan ada hal yang tidak beres.
Selesai mengaduk kopi aku berbalik kembali. Kutemukan Dewi berdiri sambil tersenyum kepadaku. Namun itu bukan senyuman manis yang sama yang selalu aku lihat saat bersamanya. Senyumannya terasa aneh. Senyumannya terasa mengerikan.
"Benarkah hanya foto-foto tadi pagi saja? Apakah tidak ada hal penting lainnya?".
"Hal lainnya seperti apa?"
"Foto atau rekaman yang malam ini barusan kamu ambil dari TKP".
'JLEB!' Aku seolah tersambar petir, jantungku seakan berhenti berdetak.
'Bagaimana Dewi bisa mengetahui hal itu?. Perasaan tidak ada seorangpun disana kecuali aku dan..'
Dewi merebut merebut paksa kameraku dari lenganku sehingga kopi yang sedang kupegang jatuh. Cangkirnya pecah.
Dewi memutar rekaman itu dan menunjukkannya kepadaku.
"Ini!" dengan nada tinggi, suara Dewi berubah menjadi serak.
Aku mulai ketakutan suaraku tercekat.
"Kamu pasti bertanya bagaimana aku bisa tahu?"
"Karena yang kamu rekam itu adalah AKUU!!! Muka Dewi berubah menjadi pucat kebiruan. Begitu juga dengan tubuhnya. Matanya merah menyala, bilah-bilah taring muncul dari bibirnya. Tangannya berubah serupa cakar dan terdapat membran di sisi lengannya.
Aku tak mempercayai apa yang aku lihat ini. Berharap ini hanyalah satu mimpi buruk diantara banyak mimpiku bersama Dewi. Mimpi yang aku impikan setiap malam. Karena aku terlalu mencintainya namun hanya bisa memendamnya diam-diam. Aku menutup mataku lalu membukanya lagi. Sosok menyeramkan itu masih berada tepat di depanku. Aku menampar-nampar pipiku berharap bisa keluar dari mimpi buruk ini. Namun hanya sakit yang terasa. Sosok itu masih berdiam di hadapanku.
"Kau harus mati!" suara Dewi sudah sangat berbeda. Terdengar serak seperti sayatan kuku di papan tulis. Jemari tajamnya melesat hendak menghujam tenggorokanku.
"Dewi aku mencintaimu sayang!. Aku mau menerimamu sekalipun kau adalah siluman!". Aku berteriak kepadanya. Entah bagaimana suaraku berhasil keluar.
Jemari tajamnya berhenti tepat 1 cm di depan leherku.
'Apa barusan aku menyatakan cintaku dalam keadaan seperti ini?'.
"Tidak.. tidak ada yang boleh mengetahui keberadaan kami".
"Kami? jadi masih ada yang seperti dirimu diluar sana?"
"Sayang.. cinta tidak bisa membuat umurku menjadi lebih panjang. Orangtua yang menjadi mayat itu tidak bisa kukonsumsi. Nekat memakannya malah bisa membuatku mati keracunan. Maka aku melenyapkannya sebelum dia membuat keributan dengan kentongan di tangannya. Berbeda dengan pemuda disebelahnya, sekalipun rasanya tidak terlalu lezat. Mereka memergokiku saat aku sedang menyantap mangsaku yang melarikan diri cukup jauh. Kejadian itu membuatku kekenyangan.
"Kau memang bukan orang suci. Namun aku masih tidak bisa memakanmu. Orang tanggung sepertimu rasanya tidak enak bahkan bisa membuat kami sakit perut".
Dewi menebaskan jemari tajam dari tangannya yang lain ke leherku. Aku roboh dengan kepala nyaris putus. Mataku terbelalak dengan mulut menganga seakan masih tidak mempercayai hal itu. Benar-benar mengerikan, kondisiku sama persis dengan mayat pria yang kufoto tadi pagi.
*****
Dewi menerobos kerumunan polisi yang berjaga pagi itu di depan rumahku. Mengambil beberapa fotoku yang tewas mengenaskan. Lalu mewawancarai beberapa tetangga dan polisi yang bertugas. Dia tersenyum memandang mayatku sebelum akhirnya membalikkan badan pergi berlalu untuk menulis berita kematianku. Sekali lagi dia menjadi wartawan pertama yang menginjakkan kaki di TKP untuk meliputnya.
Langganan:
Postingan (Atom)