Ini tahun yang penuh dengan kata pertama.
Untuk pertama kalinya kita tidak diizinkan berkerumun apalagi di tempat umum.
Untuk pertama kalinya segala jenis kegiatan dibatasi.
Pertama kalinya.. Dugderan ditiadakan.
Dia lalu menengok kearahku.
"Masih ada Dugderan kok, hanya saja tidak meriah tapi masih ada secara seremonial. Dengan pembatasan dan protokol kesehatan". Jawabku.
"Kamu nggak apa-apa?"
"Maksudmu?"
"Nggak ngerasa melemah, nggak enak badan atau sejenisnya gitu?"
Aku menahan tawa. "Kok aneh-aneh saja pertanyaanmu itu.
Apa hubungannya acara Dugderan ini sama aku?"
"Jelas ada. Inikan satu-satunya saat "Warak Ngendog" keluar dan diingat oleh banyak orang.
Aku kira kamu mendapatkan kekuatan dengan "pemujaan"mu itu."
Aku uwel-uwel rambut kepalanya.
"Aku bukan "dewa" yang butuh dipuja demi eksistensinya didunia. Aku bukan makhluk yang membutuhkan hal itu sebagai "makanan"."
"Itu namanya syirik tahu!?. Dilarang sama agama."
"Keberadaanku adalah sebagai simbol. Ingatlah "aku(Warak Ngendog)" dihatimu. Karena dengan begitu kau akan mengingat nilai-nilai toleransi dan keanekaragaman dalam diri kita. Yang menjadi salah satu kekayaan bangsa kita. "
"Keberadaanku yang berdiri tegak di tengah kota sebagai maskot. Ditempel dimana-mana. Menjadi bahan dekorasi. Diarak keliling kota sebagai perlambang tak akan berarti dan hanya menjadi simbol belaka, tidak ada artinya.
Bila nilai-nilai itu tidak ditegakkan. "
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).