Rumahku terletak tepat di pertigaan jalan sebuah perumahan. Orang-orang menyebut posisi tersebut tusuk sate. Terdapat pos kamling di salah satu sudut jalannya, serong kanan seberang rumahku sebelum diikuti oleh jejeran rumah warga lainnya.
Sepulang ngojek, karena sudah malam dan semua adik sudah berkumpul dirumah, seperti biasa saya menutup pagar lalu menggeser palangnya, dilanjutkan dengan menutup pintu rumah lalu menggeser palang kunci bagian dalamnya. Kebetulan saat itu juga tetangga yang rumahnya bersebelahan dengan pos kamling menempatkan dua orang tamunya lesehan di Pos kamling untuk mengobrol. Salah satu dari tamu bersuara, nampaknya tersinggung dengan suara yang kuhasilkan, suara ceklek yang sekejap itu sepertinya dirasanya mengganggu kekhusyukan percakapan mereka(mungkin saya disuruh nembus tembok). Mungkin karena tamunya itu melihat yang menghasilkan suara adalah seseorang yang memakai jaket ojol, makanya ia merasa terganggu dan bersuara protes mencibir.
Sang tuan rumah menanggapinya dengan berkata bahwa mungkin saya sebelumnya mendengar perkataannya yang mencibir profesi saya tersebut. Dilanjutkan dengan membicarakan, mengasihani saya karena dibohongi oleh wanita yang namanya tidak ingin saya dengar maupun saya ucapkan. Hingga saya sampai saat ini masih melajang. Telat nikah.
Oke.. ini sudah yang kesekian kalinya.
Ya.. tepat sebelumnya ia memang pernah bercerita kepada orang-orang saya itu kasihan. Kakak yang bisa diperintah oleh adik-adiknya karena profesi ojol yang saya miliki.
Pak.. siapa sih itu namanya?. Saya nggak tahu karena termasuk tetangga baru, ia menggantikan kontrakan temannya di situ. Dan enggak pernah memperkenalkan diri juga. Sebut saja namanya pak SuCeng(Ceng seperti dalam kata kenceng(basa Jawa)).
Hmm. Hal yang mendasari ia berkata demikian mungkin karena peristiwa ini.
Adik saya pernah meminta saya untuk menanyakan harga oli mobil merk Delvac di toko offline. Karena ia menemukannya di toko online Shopee harganya Rp60rb + ongkir Rp18rb = Rp78rb. Ia membutuhkannya untuk dia pakai di motor.
Sedangkan saya menemukan di Tokopedia harga oli tersebut Rp50rb, gratis ongkir dengan akun yang saya miliki. Sayapun memberitahukannya untuk membeli di Tokopedia saja, karena selisihnya lumayan dan berinisiatif membelikannya, membayar barangnya di Alfamart menggunakan akun saya.
Mengenakan jaket Ojol, siapa tahu ada pekerjaan yang nyantol. Saya juga bilang ke adik-adik yang lain ada yang mau nitip beli apa gitu karena saya mau ke Alfamart.
Wah ternyata ia perhatian sama saya.
Sebelum itu saya juga pernah mendengar percakapannya bareng koleganya saat didalam mobil. Ia kasihan sama saya. Membandingkan penghasilan profesi ojol saya yang cuma dapat Rp7000-Rp8000 sekali pekerjaan. Sehingga dibutuhkan sepuluh kali keluar untuk bisa dapat Rp70rb-Rp80rb, itu belum dipotong biaya teknis seperti bensin. Berbeda dengannya, dengan mereka yang sekali kerja bisa langsung dapat uang ratusan ribu rupiah. Tak lupa dilanjutkan dengan ngrasani saya yang sudah dibohongi sama wanita yang namanya enggak mau saya dengar apalagi saya sebut. Ia berkata seperti itu didalam mobil yang melintas depan rumah saya dengan saya sedang berdiri tepat didepannya.
Ya memang. Saya kangen sama pekerjaan teknisi saya. Tapi gimana lagi, bukan hanya mantan pelanggan saja yang tidak punya muka untuk bertemu saya, sayapun demikian, tidak punya muka lagi untuk bertemu dengan sebagian dari mereka akibat rumor tidak bertanggungjawab tersebut. Biar saja mereka mengira kehidupan saya sudah berbeda.
Mereka yang bikin shit, tapi menyuruh saya untuk membersihkan shit itu sendiri.
Untuk saat ini profesi inilah yang memberi saya penghidupan.
Mungkin saja karena mereka(suami istri tetangga yang ngontrak di depan rumah saya itu) memandang rendah profesi ojol ini, hingga saat memesanpun mereka tidak memakai etika. Saya pernah mengalami hal yang mereka lakukan. Memesan ojol dengan menempatkan titik penjemputan seenaknya. Alamat penjemputan ternyata jauh dengan titik yang ada di map. Sudah capek keliling lihatin satu-satu nomer rumah yang belum tentu juga dipasang sama empunya. Ketika dekat dicancel. Paling alasannya karena baru saja memakai aplikasi tersebut, sehingga masih asing.
Saya sering mendapati penumpang yang menempatkan titik sesuai lokasi sekalipun alamat di aplikasi nya menjadi berbeda. Mereka berusaha mempermudah. Lokasi sesuai map ya. Ucap tambahan mereka. Malah salah satunya ada di gang tepat sebelah rumah. Walaupun bukan tetangga.
Ibu saya pernah bercerita kepada saya kelakuan mereka. "Kok nggak ngerti sosial ya?. Masa kembalian seribu-dua ribu ditungguin. Sampai dicari-carikan sama mas ojolnya".
Ya itu sih hak mereka sebenarnya. Dan bukan hal yang salah. Hanya saja para penumpang yang menggunakan jasa saya selama ini yang saya temui, kalau enggak menggunakan uang pas baik tunai maupun e-money. Sebagian besar dari mereka mengikhlaskan kembalian yang seribu-dua ribu itu walaupun saya sudah membuka dompet dan terlihat jajaran rapi uang recehan saya yang sudah saya siapkan memang untuk kembalian.
Bahkan kemarin malam saat terakhir ia sama teman-temannya ngrasani saya. Saya barusan dapat pelanggan yang pesan go food es alpukat sama beberapa telur gulung dan sate pentol kayaknya(eh.. resto go food rumahan ini jualan jajanan anak kecil pikir saya). Sebagian besar pesanan sudah dibayar sama e-money, menyisakan tagihan tunai sebesar Rp11rb.
Dan sampai alamat tujuan yang keluar seumuran anak SD menyerahkan uang Rp15rb, saat saya mengeluarkan dompet hendak mengambil kembalian ia mengatakan "Kembaliannya nggak usah pak. Buat bapak saja". Eh...
Tak lama terdengar suara perempuan sepertinya ibunya dari dalam rumah yang juga mengatakan hal yang sama. Diakhiri dengan ucapan terimakasih.
Bahkan ada beberapa pelanggan yang walaupun sudah membayar dengan uang pas menggunakan e-money. Tak lama kemudian saya mendapatkan notif saya diberi tip dengan e-money walaupun sekedar Rp2500.
Itu sudah cukup untuk membuat saya tersenyum. Bagaimanapun juga itu adalah bentuk apresiasi mereka terhadap profesi saya. Pernah lho saya ngantar makanan saat hujan deras dirumah gedong. Pembantunya ngasih uang pas. Tapi setelah itu saya dapat notif dapat tip Rp50rb. Kebetulan saat itu orderan sepi dan ini menjadi pengatrol penghasilan saya hari itu. Hal yang mungkin terlihat sepele seperti ini bisa membuat orang tersenyum bersyukur atas kerja keras mereka meluangkan waktu dan tenaga.
Mungkin saja mereka takut dikatain "Gaya!. Rumah masih ngontrak aja pakai ngasih tip ke Ojol dua ribu!".
Bisa saja bagi mereka, mengumpulkan receh itu pangkal kaya. Uang lima juta rupiah nggak jadi lima juta rupiah kalau kurang dua ribu rupiah. Jadinya Rp4.998.000, ibarat masuk gaji pegawai yang masih layak menerima bantuan tunai dari pemerintah karena kurang dari Rp5jt.
Walaupun kami bersyukur mendapatkan kelebihan seribu-dua ribu(bisa buat ongkos parkir, karena hal itu tidak masuk tagihan), setiap ojol tidak memikirkan mereka dapat tip berapa. Namun alangkah baiknya mereka dimudahkan dalam menjalankan pekerjaan. Bisa dengan memberikan titik map yang tepat, kalaupun hal itu tidak bisa karena keterbatasan aplikasi, bisa dibantu dengan cacatan pada kolom keterangan. Dan tidak ditinggal tidur habis memesan. Jadi bila ada hal yang kurang misal ada masakan pesanan yang habis, atau belum mencantumkan level pedas masakan pesanan, bisa langsung dijawab. Begitu juga bisa dihubungi untuk menanyakan detail alamat saat pengantaran.
Masih mengenai pak SuCeng. Sebelumnya juga mengalami kecelakaan jatuh dari atap sehingga tangannya patah. Para warga langsung berkerubung untuk membantu, walaupun niat sebenarnya adalah untuk menonton. Salah satu ibu-ibu meminta ada memanggil dokter klinik tak jauh dari rumah. Karena saya laki-laki dan belum ada pekerjaan masuk, maka saya menjadi sukarela.
Saya menghindar menjadi peserta kerumunan di dalam rumahnya agar ia bisa mengambil nafas dan setidaknya mengurangi jumlah orang yang menjadikannya bahan tontonan. Apalagi kemampuan P3K saya dari PMR sudah hilang. Toh dokter sudah datang kerumahnya. Tapi kok kesannya sama saya hal itu justru dianggap beban.
Kayaknya dokter itu disana juga cuma memberikan wejangan karena sudah ada yang inisiatif membalut tangannya. Jadi enggak apa-apa enggak dibayar dong. Atau berpikirnya yang manggil ya yang bayar.
Saat dokter itu pulang jalan kaki ya saya yang menghampiri untuk mengantarnya memakai motor walaupun jaraknya dekat. Karena bagaimanapun saya yang membawanya kemari, maka saya juga punya kewajiban moral untuk mengantarkannya pulang ke klinik.
Nggak bayar pangkal kaya.
Tetangga depan rumah SuCeng sudah pernah memperingatkannya. Dan saya enggak keberatan menulis kisah tentangnya bahkan aibnya sekalipun selama hal itu bermanfaat. Apalagi ia sendiri yang memintanya. Dan saya menantikan hal itu.
Tenang aja, nggak bakalan ada orang yang tahu kok. Kan nggak pakai nama asli. Variasi ceritanya juga beda kok, nggak sama persis.