Lagi-lagi aku mendengarnya. Kurasa ini merupakan simpati yang mereka katakan tidak secara terang-terangan.
Bulan lalu, di Apotek ini aku kembali bertemu dengannya. Entah dua tahun yang lalu atau setahun yang lalu aku pertama kali melihatnya. Waktu itu rekannyalah yang melayani pesananku. Dia berdiri disampingnya. Sekilas aku melihatnya. Setelah itu, entah mengapa seakan ada godaan yang begitu kuat agar diriku melirik kesamping, ke arah dirinya berada. Dan aku melakukannya sampai beberapa kali. Ah.. betapa indahnya saat itu.
Aku menyadari bahwa mengenakan jilbab pasti sudah menjadi SOP(Standard Operasional Prosedur-Prosedur Standar) tempat dia bekerja. Namun aku tidak bisa menyangkal bahwa sosoknya begitu ideal dimataku. 'Calon istri masa depanku' kalimat tersebut keluar begitu saja dalam hatiku. Kyaaa (>o<). Aku segera berusaha menghapus pikiran yang tidak-tidak itu. Karena bagaimanapun juga aku sadar, waktu itu ada seseorang yang seharusnya aku tunggu, seseorang yang ternyata tidak akan pernah datang. Pertemuan berikutnya waktu membeli obat, aku kembali bertemu dengannya. Lagi-lagi aku masih berusaha mencuri-curi pandang dirinya, walaupun yang melayaniku adalah rekannya yang lain. Nampaknya Doi menyadari hal tersebut. Dia segera menghilang ke belakang dan kembali dengan mengenakan masker. Ugh!. Aku langsung merasa ditolak. Dia sampai melakukan hal itu. Apa mungkin dia sudahmempunyai suami?. Karena itulah pada pertemuan-pertemuan berikutnya aku berusaha menundukkan pandanganku kepadanya. Namanya juga perjaka.
Setelahnya, aku tidak pernah berjumpa dengannya lagi. Sampai hari itu. Begitu turun dari motor aku langsung melihat sosoknya kembali. Dan rasa itu hadir kembali. Jantungku berdesir, lagi-lagi senyumanku mengembang tanpa bisa aku kontrol, namun aku tidak tahu apakah mataku juga berbinar pada saat itu.
Jarang-jarang aku bisa bertemu rasa seperti ini. Daripada hanya menjadi ganjalan di hati. Akupun memutuskan untuk mencari suatu kepastian. Hitam-putihnya, terang-gelapnya. Aku akan berusaha menanyakan apakah dirinya sudah berkeluarga. Kalaupun sudah. Itu bukanlah suatu jawaban yang buruk. Justru akan membuatku bisa melupakan 'rasa itu'. Untuk langkah awal, aku harus mengetahui nama Doi terlebih dahulu. Dari suatu pertemuan sebelumnya terdengar percakapan antara Doi dengan rekannya, sepertinya mengenai diriku. Doi mengatakan bahwa bila kalau memang jodoh tidaklah kemana. Menurutku ada satu hal yang kurang, faktor diri kita sendirilah yang ikut andil, menentukan apakah seseorang itu bisa menjadi jodoh kita atau tidak.
Suasana siang itu sangat mendukung untukku menyampaikannya. Dia berada disana seorang diri. Sepertinya Tuhan membantuku dengan membukakan kesempatan kepadaku. Dan sebagai laki-laki aku harus berani menghadapi tantangan ini. Doi mengatakan dirinya belum berkeluarga. Tapi mau berkeluarga dan sudah ada calon lanjutnya. Tentu saja jawaban tersebut sempat membuatku down. Sebelum aku melanjutkan pertanyaan selanjutnya lebih detail. Ada seorang pelanggan Ibu-ibu datang, sontak aku langsung mengakhiri percakapan dan ngeloyor pergi dari sana.
Masih dengan tubuh bergetar dan jantung berdebar aku memikirkan bagaimana selanjutnya. Aku berpikiran optimis. Mungkin saja calon yang dimaksud adalah diriku (^_^) .
Akhirnya walaupun dengan lisan yang agak terbata. Aku berhasil mendapatkan nomer kontaknya. Yey! (*0*). Malunya diriku karena saat itu bersamanya ternyata ada seorang rekannya yang duduk dibawah. Dia mengatakan nomer tersebut hanya bisa menerima SMS. Bukan suatu masalah bagiku, justru aku lebih lancar dalam menyampaikan sesuatu dalam bentuk tulisan. Kalau secara lisan malahan bisa jadi semua kata-kata tersebut justru tertahan, bahkan semua rangkaian kalimat yang sudah kususun hendak kuucapkan justru lari kesana kemari karena kacaunya pikiranku bila harus berhadapan dengannya. Setelah aku berlalu beberapa saat. Rekannya yang ada dilantai berseloroh "sebentar lagi juga botak". Sedangkan Doi menjawab "Tapi mase lucu" terdengar sambil tertawa kecil dan mengharap aku adalah lelaki yang baik untuknya. Dan aku merasa.. mereka tahu sesuatu tentang aku.
Lewat SMS tersebut, aku menyampaikan apa yang harus kusampaikan. Aku kenalkan diriku begitu juga umurku. Sengaja aku tidak mau menutupi apapun. Dan dia harus mengetahuinya dari awal. Aku berharap kami bisa saling bertukar informasi mengenai diri kami. Dan bisa saling mengenal.
Hampir seminggu aku tunggu jawabannya. Aku berpikir positif, mungkin karena ada banyak hari libur saat itu. Suatu hari aku berkendara lewat didepan tempat kerjanya. Tak sengaja telinga superku menangkap suatu percakapan yang sepertinya suara laki-laki.
"Dia mungkin lelaki yang baik. Mungkin juga hidupmu akan bahagia bila bersamanya. Tapi itu terjadi selama dia masih hidup. Pikirkan bila dia sampai meninggal dunia duluan. Bagaimana kamu harus menghidupi anak kalian sendirian. Dengan selisih umur kalian saat ini. Pikirkan baik-baik. kamu masih muda. Masa depanmu masih jauh." Itulah beberapa kalimat yang sempat terdengar.
Hingga akhirnya SMS jawaban itu datang. Doi mengatakan "Maaf mas, saya sudah bertunangan dan bulan depan menikah."
Setelah membuang nafas panjang aku langsung menjawab SMS Doi. Aku terima keputusannya. Terimakasih sudah mau memberikan jawaban. Bukan menggantungkannya begitu saja. Tentunya aku juga tidak mau pertemuan kami berikut dengannya menjadi canggung. Dan aku sampaikan hal tersebut kepadanya. Doi sudah memberikan keputusannya , dan aku harus harus segera melupakannya. Akupun membuang nomer Doi.
Hari-hari selanjutnya aku ingin menjalaninya seperti biasa. Dan seperti biasa aku secara berkala membeli stok obat-obatan yang keluargaku butuhkan.
Malam itu pertama kalinya aku kembali bertemu dengan Doi setelah dia menolakku. Dia langsung pergi kebelakang. Yah.. sebelumnya aku pikir dia bisa bersikap biasa saja melihat SMS jawaban darinya saat kukatakan agar tidak canggung. Sepertinya sudah tidak bisa biasa lagi ya?. Masih disana, aku mendengar percakapannya dengan rekannya tentang diriku. Bila sampai Doi menerimaku, dia bisa dikira suka sama "om-om". Kalau saja aku kuliah Doi bisa menyampaikan kepada bapaknya. Dan beberapa hal kemarahan lainnya. Aku yakin dengan pendengaran normalku saja, aku masih bisa mendengar percakapan tersebut. Aku sadar dirinya ternyata masih sangat belia. Pasti masih banyak hal yang ingin dia capai. Menabung untuk kuliah. Diwisuda dan berbagai pengalaman lain saat muda. Sedangkan diriku saat ini sudah memasuki usia untuk menikah.
Dari awal aku sudah bilang. Aku akan menerima segala keputusannya. Aku bukan lelaki yang egois. Dan aku juga sudah bersiap untuk hal ini. Walaupun aku gagah, mempunyai badan tinggi ideal orang Indonesia, sangat ganteng, berkepribadian menarik, cerdas dan kreatif, anak baik-baik pula. Namun tak bisa dielakkan kemungkinan itu tetap ada. Dan akhirnya akupun mengetahui dia menolakku karena faktor umur. Dia memikirkan keresahan yang terlalu jauh.
Padahal masalah takdir tak ada yang bisa mengetahuinya. Sampai berapa lama umur seseorang. Manusia seperti layaknya Kelapa, bisa diambil kapan saja.
Kalaupun bila akhirnya aku menikah dengannya. Bila dia khawatir sampai aku meninggal duluan dan harus berjuang sendirian. Aku tetap akan memastikan, saat itu anak kita sudah cukup dewasa dan mempunyai modal buat njagain kamu. Lagipula aku yakin adik-adikku pasti tidak akan lepas tangan begitu saja.
Bila mengkhawatirkan kebutuhan "batin". Seorang wanita mengalami menopause, sedangkan laki-laki.. kemarin saja musisi Ahmad Albar misalnya, masih bisa bikin anak saat usianya 70 tahun. Ya tapi aku ya jangan sampai seusia segitu juga. Kasihan aku.
Mengenai materi. Aku cuma miskin. Bukan Si bodoh yang pemalas.
Tanteku sendiri menikah dengan suaminya yang mempunyai selisih umur 15 tahun diatasnya. Bahkan saat ini anak mereka yang juga sepupuku sudah menjadi dokter dan sudah menikah pula mendahului diriku. -_-. Dan sampai saat ini baik Tanteku dan suaminya, keduanya masih hidup. Salah satu pelangganku mengatakan bahwa dia 12 tahun lebih tua dari istrinya. Dan sebagian dari mereka mengatakan usia suami yang lebih dari 10 tahun lebih tua itu hal yang lumrah. Itu bukanlah suatu masalah. Bila memang dia mencintaimu itu bukanlah suatu masalah, salah seorang dari mereka memperjelasnya. Saat mereka membahas kepada diriku "pertanyaan Legendaris" tersebut. -_-
Dan disinilah semua ini kembali berlanjut. Baik sepulang dari Apotek, secara tidak sengaja aku mendengar perkataan rekan-rekannya. Mungkin dari 10 cuma ada 1 yang mempunyai saran negatif memikirkan kekhawatiran terlampau jauh. Perkataan yang tidak langsung disampaikan kepadaku itu adalah suatu bentuk simpati mereka kepadaku. 3X kan bukan 4Xkan?. Menanyakan apa usia bapaknya seusia"diriku" oleh beberapa rekannya. Padahal usia adikku juga nggak jauh darinya.
Ada yang mengatakan secara tidak langsung pula(bicara pelan saat aku beranjak darisana), kalau memang masih berniat mengejar Doi, aku bisa menemuinya sore hari. Ada juga yang mengatakan bodoh bila aku kesini hanya dengan niat untuk melihatnya, karena Doi saja sampai berkata seperti itu tentang aku, Doi tidak menghargaiku. Setiap kesana, tujuanku memang membeli obat. Aku sendiri sebenarnya anti minum obat, hanya meminumnya bila dalam keadaan terpaksa. Begitu juga dengan berbagai suplemen vitamin. Aku membelikannya untuk Ibuku, vitamin A titipan dari adikku yang sambat bahwa akhir-akhir ini pandangan matanya tidak terlalu bagus. Karena aku yakin pada tubuhku yang masih bisa menyerap semua itu dari makanan yang kukonsumsi. Obat sakit kepala untuk Budheku. Begitu juga stok obat-obatan lainnya.
Aku mempunyai harga diri. Dengan mengatakan "Maaf mas, saya sudah bertunangan dan bulan depan menikah." Entah itu benar ataupun bohong. Dia tahukan betapa seriusnya kalimat tersebut?. Dengan itu dia sudah mematikan semua langkahku. Memupuskan semua harapanku. Aku menghargai keputusannya dan tidak akan mengganggunya lagi. Akupun sudah membuang nomernya dan tidak mungkin memintanya kembali.
Bilamana dirinya memilih lelaki yang dijodohkan oleh ayahnya. Kuharap Doi memang menyukainya dan tidak menjalaninya secara terpaksa. Karena dulu aku pernah mempunyai teman perempuan yang waktu SMP "dijual" oleh orangtuanya, agar orangtuanya bisa hidup berkecukupan sampai tua. Anak dari Boss pemilik perusahaan tempat ayah temanku itu bekerja. Mungkin akan kusampaikan lebih detail dilain kesempatan.
Ya.. terakhir aku mendengar Doi berkata ketus, memangnya hanya karena aku ganteng banget dan baik. Pasti akan dia terima!?.
"Biarlah image tentang dirimu tetap menjadi kenangan indah. Jangan berkata seperti itu demi membuatku ilfill. Bila kau menyadari hal ini. Saat aku berada disana, berhentilah berkata seperti itu. Aku sudah tidak berhasil mendapatkan hatimu, dan perkataanmu itu hanya membuatku menjadi lebih sedih lagi.
Menjadi tua itu pasti.
Menjadi dewasa itu pilihan.
Dengarkanlah suara hatimu, bukan pendapat orang lain. Karena yang bertanggung jawab atas kebahagiaanmu adalah dirimu sendiri, bukan dia/mereka.
Aku jadi penasaran kepada ia yang memberikan ide saran memikirkan baik-baik tentang masa depan yang masih panjang. Apa ia sungguh memikirkanmu?. Kalaupun ada, harusnya dia menyarankan untuk mengambil pekerjaan dengan penghasilan UMK Kota yang saat ini berkisar Dua juta-an rupiah. Sehingga Doi bisa lebih cepat menggapai tujuannya. Misalnya dengan menjadi pengawai Indomart atau Alfamart.
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).