"Yang mau sama dia itu kalau nggak Lonte ya minimal Cewek Matre!."
Itulah yang dikatakan Sugeharto di kedai Kopi saat mereka membahas tentang harta kekayaan Toying yang wah. Bahkan beberapa mobil mewah semacam Ferari dan Jaguar tersimpan di garasi rumahnya sebagai koleksi pribadi. Sementara bila Toying, orang yang notabene "bisa membeli pahala" sampai mengetahui hal ini. Ia pasti akan membalasnya dengan berkata "Aku sih masih mending. Bila pahalaku dikurangi oleh hutang dosaku. Sisanya masih lebih banyak daripada dia yang cuma mengandalkan Shalat Jumat!." diiringi oleh suara tawanya yang terdengar meremehkan. Dan kalau Sugeharto sampai mendengarkan balasan ini, dia akan menjawab "Sok tahu!, sudah berapa kali ini aku tidak shalat Jumat. Dan semua orang yang mendengar perkataan Sugeharto itu akan mengarahkan pandangan kepadanya.
Apa yang dikatakan Sugeharto tidaklah sepenuhnya benar. Meskipun mengetahui suaminya suka "jajan". Istri Toying tidak pernah membalas perbuatannya dengan hal serupa. Dia adalah istri yang setia. Puas berbelanja barang bermerk memang bisa mengobati stres dan beban hidup.
Hal ini disikapi secara berbeda oleh Gelis Istri dari Pandot.
Mereka masih bisa dikatakan pengantin baru. Namun kekecewaan menyelimuti hati sang istri. Dirinya akhirnya sadar walaupun terlambat, merasa bahwa dirinya terlalu baik untuk Pandot. Dia kecewa oleh keputusannya. Namun apa mau dikata, semua sudah terjadi.
3 M. Macak, Masak, Manak (berdandan, memasak, melahirkan). Itulah yang hampir setiap hari dikatakan oleh Pandot tanpa tedeng aling-aling. Hal itu bahkan dikatakannya sesaat sebelum mereka melakukan hubungan suami istri. Dari cara berbicaranya, justru terkesan dia merendahkan sang istri. Gelis istrinya sendiri bukannya tidak mengetahui peringai Pandot yang seperti ini. Orang-orang disekitarnya yang kasihan menyayangkan kok mau-maunya dia jadi budak seksnya Pandot. Mindset pendidikannya yang rendah mengalahkan akal sehatnya, lanjut mereka.
Sebelumnya, tempat kerja Pandot bersebelahan dengan tempat kerja Gelis. Pandot bekerja sebagai pegawai percetakan dan Gelis sebagai pegawai sebuah Butik. Sifat Pandot seperti apa juga sudah diketahui oleh semua yang ada dilingkungan tersebut.
Pandot adalah laki-laki berperangai buruk, berkelakuan minus, dan berhati busuk. Kulitnya sawo matang, badannya pendek. Dan sama sekali tidak tampan.
Sebelumnya Pandot sangat membenci PNS. Pengangguran tapi dapat gaji besar!. Membenci jelas bukanlah kata yang tepat mengenai hal tersebut, melainkan ia iri kepada mereka. Bahkan saat Dyah rekan satu outletnya izin sehari untuk ikut tes CPNS, Pandot segera menyorakinya "Percuma percuma. Kamu tidak bakalan keterima, percaya sama aku!. Kalo kamu nyogok baru bisa!". Itu karena Dyah mendaftar sebagai CPNS Balai Kota yang semua orang satu kota tahu mengenai lowongan tersebut. Sampai-sampai dikomersilkan oleh para calo, mereka menjual lembaran fotocopy persyaratan sampai kejalan raya. Sedangkan Pandot berhasil diterima di Balai Meteorologi yang tingkat popularitas dan penyebaran informasi lowongannya masih sangat terbatas, tidak banyak orang yang tahu. Persyaratan jurusan formasi yang dibutuhkan juga kebetulan sesuai dengan ijazah Pandot. Itupun berkat informasi teman sekampusnya yang sudah berhasil diterima ditempat tersebut sebelumnya. Penilaian Pandot terhadap pekerjaan tersebut berubah 180 derajat setelah berhasil diterima sebagai salah satunya. Dia membuat pengakuan kepada salah satu mantan pelanggan outlet percetakan yang bekerja di Balai Pemberdayaan Wanita yang sekarang Pandot jadikan teman karena seprofesi. Pandot yang menghubunginya untuk memamerkan "keberhasilannya". Dulu dia sampai mencela-cela pekerjaan ini, membencinya. Tapi sekarang berbeda. Memang ini pekerjaan yang enak ujarnya. Hipokrit.
"Pandot nggak jelek kok. Ya.. cuma bau sih. Tapi dia nggak jelek kok. ujar Gelis membela suaminya kini.
"Gimana pengalaman Dharma Wanitanya?. Kamu pasti jadi yang paling cantik disana. cecar temannya.
"Uang belanjamu sebulan dikasih berapa?. Enak dong setiap hari bisa ke Salon buat perawatan".
"Nggak mau aku kalau makan Tempe. Kalau jadi sama si A sih nggak papa makan Tempe setiap hari sekalipun. Ungkapnya.
"Sudah terlanjur. Jangan sampai bercerai. Ingat kamu bukan Ranti." Temannya berulang kali mengingatkannya akan realitas kehidupan yang mereka jalani. Karena dirinya sendirinyalah sebagai wanita yang akan mengalami kerugian bila sampai bercerai. Dia hanya punya satu(keperawanan) dan itu sudah dia serahkan pada Pandot. Gelis sendiri berasal dari keluarga yang tidak kaya.
Gelis berpikir "realistis" bila menikah dengan Pandot yang seorang PNS itu lebih baik daripada menikah dengan pemuda lainnya yang secara ekonomi tidak jauh darinya. Stabil secara ekonomi, terlindungi oleh sistem. Bisa mengangkat dirinya dari jurang kemiskinan. Sekalipun hanya untuk dirinya sendiri. Gaya hidup kedua orangtuanya tetap sama, mereka tetap bekerja seperti biasa, tidak ada perubahan.
Gelis sudah merendahkan dirinya sendiri dengan anggapan seperti itu. Bukankah selama ini dia adalah perempuan mandiri yang bekerja, tidak berpangku tangan?.
Catatan: Ranti adalah nama salah seorang anak orang kaya yang mereka kenal.
Sebelumnya Gelis adalah perempuan baik-baik. Dia bahkan langsung meminta Pandot untuk melamarnya waktu Pandot berkenalan dengannya dan meminta Gelis untuk menjadi pacarnya, setelah memperkenalkan diri bekerja sebagai PNS tentunya.
Walaupun saat itu, Gelis juga sadar dan mengakui bahwa waktu berkenalan. Pandot melihatnya dengan begitu bernafsu. Tatapan mata nakal yang dipadukan dengan raut mukanya yang mesum. Sungguh mulia sekali perempuan ini. Langsung dikasih yang halal.
"Lho malah nantang!. Jelas berani!." Gayung bersambut. Pandot berbinar, penuh senyuman. Tidak menyangka justru mendapat jawaban seperti itu. Itulah yang berkali-kali diceritakan dengan bangganya oleh Pandot kepada teman-teman dan para kenalannya. Kemudahan yang dia dapatkan.
Bahkan sampai bercerita dengan bangganya tentang kehidupan ranjang mereka kepada kenalannya yang seorang pemilik warung Penyet yang mendirikan usahanya didepan percetakan tempat dahulu Pandot bekerja, yang buka sore hari menjelang percetakan tutup. Ia bercerita kepada pemilik warung penyet yang juga pasti didengar oleh kedua pegawainya yang notabene pernah menaruh hati kepada Gelis. Mereka hanya bisa kecut dalam hati. Bercerita sambil mempraktekkan gerakan memaju-mundurkan pantatnya. Main kuda-kudaan katanya. Tentu saja hal itu ditanggapi negatif oleh sang Boss penyet. Sambil mengolok-olok kelakuan Pandot pada masa lalu. Dari saat dirinya girang bukan kepalang saat dirinya "laku" sampai kegemarannya menonton film porno sambil menggoyang-goyangkan kepala dan menjulur-julurkan lidah. Dan tentu saja hal itu dibalas kembali oleh Pandot dengan sumpah serapah dan mengatakan bahwa dia tidak akan dolan kesini lagi!. Beberapa bulan setelahnya orang baik seperti sang Boss penyet ini tiba-tiba meninggal dunia karena mengalami kecelakaan.
Tidak sampai berpikir dua kali. Selanjutnya Pandot segera memutuskan pacarnya yang sebelumnya, dengan alasan bahwa dirinya sudah dijodohkan oleh orangtuanya. Sunguh alasan yang pengecut. Siapa yang percaya?.
"Kenapa tidak kamu jelaskan saja tentang hubungan kita kepada kedua orangtuamu?. Kita sudah lama jadian. Mereka pasti mengerti."
Tapi Pandot tetap berisikeras pada pendiriannya. Demi membahagiakan orangtuanya dan menjadi anak yang berbakti katanya. Ia tidak bisa menolaknya.
Bagaimanapun juga dia seorang perempuan yang mempunyai harga diri. Menyadari dirinya telah "dibuang". Apapun yang dia katakan akan percuma saja.
"Kita tidak punya hubungan apa-apa lagi. Tapi aku punya syarat. Aku tidak ingin bertemu kamu lagi, tidak ingin melihat mukamu lagi seumur hidupku." ucapnya. Dia berusaha tegar, namun percuma karena air mulai merembes dari sudut matanya.
Langsung disanggupi oleh Pandot.
Tidak ingatkah dirinya saat dulu masih menjadi pegawai swasta. Saat menembak pacarnya dan diterima, dirinya senang bukan main.
"Sudah laku!. Aku sudah laku!.
Aku laku!. Sudah laku!"
Kalimat-kalimat itu dinyanyikannya berulang-ulang dengan girang. Ia berkata kepada setiap orang di outlet percetakan tempatnya bekerja. Kalimat yang berkali-kali dia ulang kepada para rekan kerjanya. Bahkan pernah suatu saat ia membanggakan pacarnya itu dengan mengatakan bahwa pacarnya itu putih. Putih luar dalam lanjutnya. Putih sampai dalam-dalamnya. Entah apa maksud perkataannya itu.
Penampilan pacarnya biasa saja. Cukup sepadanlah buat Pandot. Sepertinya dia memakai pemutih kulit.
Jadi Pandot tidak menganggap kebersamaannya selama ini?. Sungguh kasihan perempuan itu. Bahkan saking niatnya sama Pandot. Pacarnya ini sampai berusaha menjaga hati Pandot. Misalnya dengan berusaha jengkel dan cuek kepada rekan kerja Pandot yang disentimeni oleh Pandot, karena Pandot iri kepadanya yang mempunyai perawakan gagah dan wajah yang tampan. Sudah berkali-kali Pandot mengatakan rencana pulang kampung kepada para rekan kerjanya. Setelah menikah dengan calonnya itu. Dirinya akan mendampingi istrinya yang akan menjadi Bidan di desa. Tak lupa dia menginginkan sebuah poster besar seukuran tembok rumah bergambar foto pernikahan mereka untuk ditempel dikamarnya.
Dan sekarang semua itu dia abaikan begitu saja. Dan langsung melangsungkan pernikahan dengan Gelis hanya dalam waktu beberapa hari saja.
Tiwas bersuka cita calon suaminya berhasil diterima sebagai PNS. Dia yang mau menerima Pandot sewaktu dirinya masih bukan siapa-siapa. Mau mendampingi Pandot, yang sayangnya hanya saat dukanya saja(waktu masih jadi pegawai biasa dengan penghasilan minim). Saat suka datang(sudah keterima sebagai PNS dengan gaji tinggi beserta segala fasilitas dan tunjangan), dirinya ditinggalkan begitu saja, demi seorang perempuan cantik yang baru saja dikenalnya.
Lidah tak bertulang. Janji hanyalah tinggal janji.
"Aku nggak mau ikut campur masalah
rumahtanggamu. Tapi harusnya kamu bisa berpikir, kamu nerima Pandot cuma
karena dia PNS!?. Pandot itu D3. Gaji Pandot yang seorang PNS itu sama kok sama
pegawai swasta lainnya yang pendidikannya D3-S1. Memangnya dia konglomerat!. Pandot sama sekali gak ganteng, kelakuannya dia kamu juga tahukan seperti apa!?.
Kamu itu cantik. Kalau kamu mau, aku bisa menempatkan kamu di Butikku yang lain, yang
lebih besar dan ramai. Disana ada banyak bujang yang berbelanja. Minimal
kamu bisa dapetin pegawai yang pendidikannya S1. Kamu sama dia sekarang
juga ngekoskan!?. Sebenarnya percuma juga aku ucapin sekarang." ucap si
Boss mengungkapkan kekecewaannya. Kecewa bahwa mantan pegawainya yang cantik
justru mendapatkan lelaki seperti Pandot. Kekecewaannya sebagai sesama
perempuan.
"Sudah terlanjur Cik" jawab Gelis pasrah.
Catatan : Pandot berasal dari luar kota.
Orangtuanya kata dia sih kaya raya. Tapi diluar kota, di Kabupaten
tepatnya. Perkataan mantan Boss dari istri Pandot memang ada benarnya..
pada saat itu.
Karena setelah Presiden SBY menjabat kembali,
salah satu kebijakannya adalah dengan menaikkan besaran gaji PNS secara sangat
signifikan, sehingga masyarakat secara umum tidak bisa lagi mengejar
standart tersebut. Kita pasti mengetahui bahwa sejak jaman dahulu,
selang beberapa saat setelah gaji PNS mengalami kenaikan. Harga
barangpun ikut-ikutan naik. Seolah itu adalah patokan untuk menaikkan
harga, sehingga akhirnya tidak ada jurang pembeda. Kenaikan gaji menjadi
tidak terasa.
Dengan naiknya gaji PNS hingga
dua kali lipat tentunya membuat masyarakat umum tidak akan bisa
menyainginya. Reaksi masyarakatpun kaget. Karena daya beli masyarakat jelas tidak akan
mampu bila harus langsung menyamai standart tersebut.
Nyesel kan waktu lihat Agum, teman sejawat Pandot waktu
pesta pernikahan?. Yang punya fisik jauh lebih menarik ketimbang Pandot.
Yang sengaja tidak diperkenalkan oleh Pandot kepada Gelis diwaktu
perkenalan keduanya yang singkat itu. Pandot tidak sebodoh itu
memberikan keluangan pertimbangan kepada Gelis untuk berpikir kembali.
Lagipula bukannya itu juga berasal dari omongan "tantangan" dari Gelis
sendiri?. Padahal baru saja masih hitungan jam dari akad nikahnya dengan Pandot tapi sudah
nyesel. Cuma bisa saling memandang, disertai gemuruh rasa didalam dada.
Yang satunya mengucapkan selamat karena telah menikah dengan Pandot dan
satunya lagi menerima ucapan selamat karena sudah menikah dengan Pandot.
Selamat deh.
Namun akhirnya karena Gelis merasa tidak bahagia dengan keputusan yang tidak bisa dia tarik kembali.
Merasa bahwa dirinya "terlalu baik" untuk Pandot. Dia melakukan "balas dendam" dengan melakukan perbuatan terlarang dengan lelaki lain. Yang penting anak yang dikandungnya nanti tetaplah anak dari Pandot.
Balas dendam kepada takdir karena berjodoh dengan Pandot?. Bukankah dia sendiri yang membuat pilihan dengan menjadikan Pandot sebagai jodohnya!?. Bukankah dia sendiri yang membuat pilihan untuk terjebak bersama Pandot seumur hidupnya?. Bukan seumur hidupnya sih, melainkan selamanya. Karena di akherat nanti dia juga tetap bakal jadi isterinya. Surgo nunut Neroko katut (Surga ikut numpang, Neraka juga ikut terbawa). Bukankah itu adalah pilihannya?.
Sungguh ironis. Dirinya yang sebelumnya perempuan baik-baik justru merusak dirinya sendiri.
Pilihlah lelaki yang bisa menghargaimu, bukan membelimu.
Atau kalau ingin dibeli ya.. jangan tanggung-tanggung, minimal harus sama konglomerat. Jadi setidaknya.. kamu bisa mendapatkan "kebahagiaan lain" yang bisa menghiburmu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).