Masuk akalkah tuntutan orang itu?. Masuk akal saja sih. Tapi sayang apa yang dipikirkan oleh akalnya bukanlah sesuatu yang bisa diterima oleh semua akal sehat manusia. Akallah yang membuat manusia memutuskan itu hal yang benar atau salah. Jadi hanya karena punya akal, bukan lalu tindakannya menjadi dibenarkan.
Pikiranku langsung menuju ke seorang calon klien beberapa waktu lalu. Kalau tidak salah ia bernama Sugeharto. Calon karena aku tidak bersedia untuk memproses keinginannya lebih lanjut. Dia benar-benar orang yang menarik. Iya menarik, karena baru pertama kali ini aku bertemu secara nyata dengan manusia semacam ini. Paling sekedar baca di koran atau media lainnya, seperti berita pagi ini.
Tapi yang ini beneran ketemu.
"Sugeh Harto. Kok dihina!. Huuuuu!" disertai mimik wajah khas miliknya berupa mata yang melotot dan mulut yang dimonyongkan .
Itu adalah bait kalimat yang membuatku nyaris menanggalkan skill pokeface milikku. Benar-benar cobaan yang berat.. untuk menahan tawa.
Dia melanjutkannya dengan menyanyikan lagu mars miliknya. Dengan penuh semangat.
"Sugeharto.. Sugeh harto!."
Sambil tangan dan badannya bergoyang namun tetap dalam posisi duduk.
"Sugeharto.. Sugeh harto!." Ia menyanyi penuh semangat.
'UGH!' benar-benar serangan beruntun yang maut.
Serangan kombinasi yang hampir mematahkan pertahananku.
Aku tidak mau mengingat tingkah selanjutnya. Sebaiknya aku melupakannya. Hanya akan mengganggu skill konsentrasiku.
Sebagai seorang pengacara aku harus mempunyai skill psikologi untuk membaca klien dan lawanku. Demi keuntunganku.
Kalau saja aku mengambil jurusan psikologi. Aku mungkin bisa membuat tesis menggunakan dirinya sebagai subjek penelitian. Ada banyak sekali hal yang bisa digali darinya. (^_^)
Dia bilang meminta somasi. Maksudnya dia meminta pendapatku dengan niat mengkriminalisasikan salah seorang tetangganya. Untuk masalah seperti ini tentunya bila dinilai serius aku akan mengajukan mediasi. Agar kedua belah pihak bisa bertemu lalu bisa menyelesaikannya secara baik-baik. Walaupun yang memepermasalahkan hanyalah satu pihak, yaitu dari pihak Sugeharto ini. Namun bukan itu hal yang diinginkan oleh Sugeharto. Tidak ada itikad baik semacam itu. Yang ia inginkan adalah menghukum orang yang berani membalas kelakuannya, menghinanya. Dengan melihat orang yang dibencinya mengalami musibah, terkena sial, dan bahkan kalau bisa terjerat oleh hukum karena ia telah berani menantang Sugeharto ini dengan membalas kelakuannya. Itu akan bisa memberikannya kepuasan yang hakiki.
Sekalipun ini pertama kalinya aku bertemu dengannya. Dengan bercakap-cakap dengannya. Aku sudah bisa melihat banyak hal dalam dirinya. Kesimpulan pertama yang aku ambil. Dirinya pasti tidak pernah makan bangku kuliah. Ini bukan hinaan ya, tapi kenyataan dengan melihat gaya bicaranya.
Dan aku bahkan berani bertaruh. Misalkan ada salah seorang yang dibencinya sedang mengikat suatu benda pada sepeda motornya dengan tali pengekang karet yang ujungnya kail. Orang tersebut tidak mengenakan helm. Dan orang tersebut ada dalam jarak pandang Sugeharto ini. Sugeharto akan menyumpahinya, matanya tidak akan lepas dari diri sosok orang itu, nafasnya memburu, mengharap-harap dengan penuh nafsu agar tali tersebut meleset dan kailnya terpental mengenai wajah bahkan mata orang tersebut. Karena bila sampai hal itu terjadi.. itu adalah kenikmatan yang hakiki bagi dirinya.
"Kena batunya dia!" itulah ungkapan kepuasan saat ada salah seorang yang dibencinya mengalami sesuatu masalah. Sedangkan orang-orang disekitarnya, bila sampai dia terkena musibah ataupun kesialan reaksinya biasa saja. Nggak penting.
Ya, itulah kesimpulan yang bisa aku ambil.
Jelas aku meminta dia untuk menemukan orang lain. Advokat adalah profesi yang terhormat. Aku tidak mau hanya karena dia nama baik kantor hukum milikku ini menjadi rusak. Menjadi turun pamornya. Kantor hukum yang sudah kudirikan dengan kerja keras selama bertahun-tahun.
Masalah honor itu urusan pribadi, mau minta seberapa besar juga urusan pribadi. Terus terang ada beberapa rekan seprofesi yang disewa jasanya oleh pengusaha kelas kakap, oleh pejabat tinggi negara. Yang terjerat oleh kasus tingkat tinggi. Mereka mau menerimanya. Sekalipun mendapat honor kisaran dua jutaan. Dua juta dolar maksudnya. Lha Sugeharto ini?. Kalau ditilik dari honor yang diberikannya juga paling honor standart. Segitu-segitu saja, bahkan aku juga yakin bakalan ditawar. Dengan pertaruhan nama baikku?. Yang sudah aku bangun selama bertahun-tahun?. Mungkin kalau aku adalah seorang pemula, mau-mau saja menerimanya karena tidak ada beban moral apapun. Ataupun karena nggak laku, sepi order, ya boleh-boleh saja karena terpaksa.
Bila dia serius memperkarakan hal Meh semacam itu. Bila aku adalah orang yang "murahan". Aku akan mengatakan kepadanya. Bila perkataan orang yang menjadi target kriminalisasinya adalah suatu kebohongan. Ia bisa memasukannya ke delik fitnah. Dan bila sebaliknya itu adalah suatu kebenaran, maka ia bisa memasukkannya ke delik penghinaan. Tuh, sudah saya beritahukan. Beres sudah. Aku terima bayaran.
Mau menang atau tidak terserah, yang penting dia keluar duit buat aku.
Tapi kalau aku yang menjadi lawannya. Seseorang yang "cerdas". Aku juga tidak mau main-main dengan orang yang berani menyerang aku secara terang-terangan. Berusaha mengkriminalisasi aku adalah sesuatu yang serius. Aku takkan tinggal diam. Aku bakalan serang balik. Jelas aku bakalan tega terhadapnya. Kita lihat apa semua harta
Akupun bakal menjadi pengacara yang terkenal secara instant. HAHAHAHA.
-_- Ehem. Maaf saya terbawa suasana.
"So.. you wanna us to give you applause for your wealthy?"
Itulah inti yang aku lihat dari dirinya.
Kalau mau melihat. Sebenarnya tidak ada masalah kok. Menghadapi orang semacam Sugeharto ini. Dia adalah seorang pekerja seni, yang mampu membuat kita tertawa. Sebuah bahan hiburan. Hal semacam tidak mampu tapi ingin kelihatan mampu, yang aku lihat adalah perilaku demi menghibur dirinya sendiri.
Sama sekali tidak ada masalah. Serius. Siapa yang tidak suka dihibur?.
Menghibur itu dapat pahala lho.
Dan semua orang baik disekililingnya, semua orang baik dilingkungannya juga pasti tidak akan mempermasalahkan hal ini. Tidak akan mengejeknya akan hal tersebut. Kasihan lho sebenarnya orang semacam ini. Tidak mampu membeli yang ori, beli yang KW. Tidak mampu membeli yang baru, beli yang bekas. Tidak mampu, tapi ingin kelihatan mampu. Menghibur diri sendiri. Jahat kalau sampai kita mengejek orang yang menghibur dirinya sendiri semacam dirinya.
Seperti halnya berkali-kali mengatakan bahwa dirinya punya mobil, yang entah berapa biji. Tanpa mengunjungi rumahnya, aku juga sudah bisa menebak bahwa dirinya pasti tidak mempunyai garasi untuk mobil-mobilnya itu. Punya banyak mobil tapi tidak punya garasi, markirnya di badan jalan, menempati setengah dari lebar jalan kampung. Menurut UU tahun 2014, bisa dikenakan tilang lho itu. Untung saja ini bukan Jakarta, jadi belum ada ketegasan. Ya itulah namanya kalau tidak mampu tapi memaksakan diri agar terlihat mampu. Akhirnya ya seperti itu. Mengganggu hak orang lain.
Dia bahkan sampai bercerita kepadaku. Ada pemuda yang tidak disukainya lewat mengendarai motornya, waktu berbelok terlihat menyenggol mobil yang dia parkirkan di depan rumahnya itu. Dia segera lari melihat apa ada goresan di mobilnya. Dan lega setelah tidak melihat ada sesuatu yang lecet. Itupun segera mengomel mengatakan untung saja tidak tergores, kalau tergores pasti pemuda itu tidak bakalan mampu membayar kerugiannya. Heh?. Bukankah kalau sampai tergores itu adalah kesalahannya sebagai pemilik mobil?.
Tidak peduli ia punya sepuluh mobil sekalipun. Semua mobilnya harus bisa masuk ke garasi rumahnya. Bukan malah diparkirkan di jalan kampung. Masih bisa dimaklumi bila mobil yang ada demi untuk menjalankan usaha, walaupun hal itu juga tidak bisa dibenarkan. Tapi inikan demi prestise. Masa nggak malu punya mobil banyak, mengatakan dirinya kaaya rayaa, tapi tidak punya garasi dirumah untung menampung mobilnya. Kalah sama keluarga yang dikatakannya tidak mampu tapi semua motornya masuk, tidak ada yang menempati jalan kampung sebagai tempat parkir.
Masih menceritakan pemuda yang sama. Dia malahan bercerita kepadaku dengan bangganya bahwa istrinya waktu pulang menggunakan salah satu mobil bekas barang dagangannya dari suatu acara. Mungkin karena faktor usia, dan juga karena jarang memegang mobil. Saat mau memutar balik mobilnya itu mundur menabrak motor pemuda tersebut yang sedang diparkirkannya di halaman rumah sang pemuda sampai terjatuh. Bahwasanya saat itu sang istri sudah mengatakan tidak sengaja dan memang tidak sengaja, saya yakin pemuda tersebut tidak bakalan mempermasalahkannya. Alih-alih menyesalkan tindakan istrinya itu. Dia malahan bercerita dengan banganya bahwa istrinya menabrak motor jelek milik sang pemuda sampai jatuh. Menyebut hal itu pantas. "Motor jelek saja, nggak papa!" Katanya.
Dan aku yakin aku bukanlah orang satu-satunya dan orang pertama yang dia ceritakan mengenai hal ini dengan menggebu-gebu dan bangga. Suatu hal yang sebenarnya tidak perlu aku mendengarnya. Namun itu memberikanku informasi, mengatakan kepadaku siapa dirinya yang sebenarnya.
Sebagian orang tidak bisa menghormati orang lain hanya karena mereka tidak bisa menghormati dirinya sendiri.
Pemecahan masalah mengenai garasi itu gampang . Bikin saja garasi dilantai dasar. Jadi bisa masuk semua tuh. Lantai ataskan bisa buat kumpul-kumpul, bersantai. Kalau alasan capek menggunakan tangga, ya tingal pasang lift saja. Ada alternatif kalau nggak mau menjadikan lantai dasar sebagai garasi. Bangun saja ruang bawah tanah sebagai garasi. Jadi lantai dasar dan lantai atas bisa dipakai untuk keluarga. Gampangkan. Apalagi?. Masalah dana?. Loh berkali-kali mengatakan dirinya sendiri orang kaaya rayaa. Kalau memang nggak mampu bikin ya kembali saja pakai sepeda motor. Ngapain gengsi!?.
Buat apa coba memaksakan diri memakai mobil?. Buat jengjeng?. Buat apa jengjeng?. Sudah tua juga. Nggak bakalan ada ngelirik. Sadar diri kalau sudah opa-opa.
Anganku tiba-tiba melayang.
Seorang lelaki tua turun dari mobil sedannya yang berwarna hijau kodok. Warna kulitnya sawo matang, matanya sipit dan kumisnya lebat. Perempuan-perempuan muda disekitarnya langsung menyerbu kearahnya, mengepungnya. Serempak mereka berseru histeris
"Kyaa. Oppa!. Oppa!. Kyaaa!"
"STOP!!!". Aku mengibas-kibaskan kedua tanganku keatas kepalaku, berusaha menghapus bayangan barusan.
Yang menjadi titik api adalah karena disamping melakukan hal itu. Ia juga malah merendahkan orang lain, menghina orang lain. Membandingkan kalau dirinya itu lebih tinggi dari orang yang direndahkan dan dihinanya. Sedangkan orang tersebut pada kenyataannya mempunyai "derajat" diatas Sugeharto ini. Itu yang membuat orang-orang menjadi geram. Sikap yang tidak tahu diri.
Mau sombong juga lihat-lihat dulu atuh. Kira-kira. Ngaca dululah sebelum menghina. Lihat kemampuan.
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).