Bingo!. Saat ini aku berdiri di depan sebuah gedung ruko berlantai 2. Di kumpulan komplek ruko berderet ini. Hanya gedung ini satu-satunya yang aktif. Ruko-ruko lainnya masih tutup, mungkin masih kosong karena belum terjual. Komplek ruko baru.
Aku mendapatkan alamat ini dari kartu nama peninggalan dua Angkara yang aku lenyapkan tempo hari. Dua Angkara yang sama-sama mempunyai kartu nama yang sama. Dua Angkara yang sama-sama mencium aroma keberadaan Sugeharto tempo hari dari dua arah yang berbeda. Saat berada di kantor hukum waktu itu. Dua Angkara tingkat rendah. Umpan itu mendapatkan hasilnya. Buruan terpancing. Sepertinya mulai sekarang aku harus sering mengawal Sugiharto saat dia keluar rumah. Hanya saat-saat tertentu saja ia keluar rumah karena sudah pensiun dari pekerjaannya. Aku tersenyum senang.
Newbie. Mereka pemula yang masih membawa-bawa kartu nama ini karena masih baru dan belum familiar dan hafal letak "markas" mereka ini.
Meskipun tidak ada baleho atau papan nama di depannya. Kita bisa melihat itu adalah suatu tempat usaha. Ada beberapa orang didalamnya. Syukurlah tidak ada satupun yang manusia. Kurasa mereka tetap merasa lebih nyaman bila rekan sekerjanya berasal dari jenis yang sama.
Aku mendorong masuk salah satu daun pintu ganda yang terbuat dari kaca tebal didepanku yang menutup secara otomatis. Mengucapkan pelan sebuah kata "Tiwikrama".
Tubuhku mengalami perubahan secara total. Dilingkupi aura kegelapan. Membakar tubuhku. Zirah-zirah itu mulai menampakkan wujudnya. Sesaat setelah seluruh bagian tubuhku tertutupi pelindung keras bewarna tembaga dengan sempurna. Secara bersamaan, jilatan api gelap berwarna ungu kehitaman keluar dari bagian-bagian engsel tubuhku yang tidak tertutupi zirah. Seolah api-api itu mencari celah keluar dari bagian tubuhku yang tertutupi zirah. Kulit bagian yang tidak tertutupi menjadi tebal berwarna hitam bersisik.
Tiga Angkara didepanku terkejut. Mereka mulai menampakkan wujud aslinya. Sosok hitam dengan wajah buruk rupa. Angkara Level 1.
Tidak ada perlawanan yang berarti. Mereka semua hanyalah ikan teri.
Namun hal ini cukup membuat tempat ini sedikit berantakan.
Aku merasakan masih ada satu Angkara lagi di lantai atas sana. Yang mempunyai hawa lebih kuat.
Aku naiki satu demi satu anak tangga. Hingga hampir di ujungnya. Aku mendadak mendapatkan serangan. Sebuah tembakan bercahaya yang nampak seperti laser. Untungnya reflek mengambil alih tubuhku. Aku berhasil menghindar. Tembakan itu menghantam tembok dibelakangku, menimbulkan bunyi ledakan, membuat bagian tembok yang terkena mengelupaskan kulitnya, menampakkan batu batanya yang sudah keropos. Masih berasap.
Nampaknya dia sudah bersiaga sadar akan kedatanganku. Angkara dengan wujud Level 2. Tubuhnya lebih kompleks dengan zirah yang menempel. Tapi tetap masih terlihat jelek.
Aku segera menerjangnya memberikan serangan balasan. Kami saling bertukar serangan. Ia memukul dan aku mencakar. Saat ada celah dengan jeda jarak yang tepat aku segera mendaratkan tendanganku dengan telak. Ia terpendar mundur. Aku lanjutkan serangan beruntunku, melompat kearahnya dengan mengangkat cakar tangan kananku kebelakang demi melontarkan daya serang maksimal.
"Slash!" percikan api keluar dari gesekan seranganku dan tubuhnya. Ia terpental jatuh menggelundung.
"Tolong ampuni aku. Aku akan membeberkan semua informasi yang kau mau. Apapun." ucapnya dalam posisi terjerebab menelungkupkan kedua telapak tangannya. Memohon ampunan.
"Kau sadar apa yang barusan kau katakan?. Kau tahukan, ketiga anak buahmu di bawah sudah aku lenyapkan. Apa kau tidak menghargai pengorbanan mereka?."
"Tidak apa-apa. Aku tidak akan membalasmu akan hal itu".
'Tentu saja, kalian memang tidak mempunyai rasa apapun terhadap rekan kalian'.
"Apa yang membuatmu berpikir aku akan melepaskanmu?. Sekalipun kau tidak mau mengatakannya, aku tetap bisa mencari tahu sendiri".
Ia segera bangkit dan menembakkan laser serangannya. Aku menghindarinya sambil memutar tubuhku berlawanan jarum jam kearahnya diakhiri dengan hantaman cakar tangan kananku memotongnya.
Pertempuran berakhir.
"Memang lebih baik seperti ini". Aku tersenyum. Sebuah senyuman yang tidak nampak berkat topeng yang kukenakan.
Setelah membereskan mereka semua. Aku mencari-cari satu-satunya sumber yang bisa dipercaya. Suatu sumber informasi yang bisa menguak keberadaan mereka, kunci pembuka penyelidikanku ini.
Sebuah catatan yang bisa dipercaya. Sebuah catatan tidak akan pernah berbohong kepada kita.
Yaitu catatan keuangan.
Aku menemukan sebuah nama perusahaan disana. Disemua penyandang dana operasional.
PT. Arto Moro.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).