Aku bergegas ke lantai atas menerobos kobaran api yang menari-nari berpesta melahap semua yang dilaluinya. Suara mereka yang berteriak meminta tolong semakin dekat. Rupanya mereka terjebak di sebuah ruangan perkantoran. Kau mungkin bisa selamat dari terbakar dalam peristiwa kebakaran, namun kau belum tentu bisa selamat dari kepungan asap yang membuatmu terpaksa menghirup karbon dioksida. Sebuah bongkahan besar reruntuhan menutupi pintu keluar.
Kekuatan yang kumiliki saat berubah wujud jauh melebihi manusia biasa. Menyingkirkan benda berat seperti ini bukanlah hal yang sulit bagiku. Ternyata dibalik pintu ruangan yang berupa kaca itu juga tertutupi oleh reruntuhan yang lainnya. Tidak ada waktu lagi. Aku menyuruh orang-orang yang berada di dalam untuk menyingkir jauh-jauh dan berlindung dari pintu keluar. Kukepalkan tinju tangan kananku, aku fokuskan tenaga dalamku kedalamnya. Lalu kupukulkan sekuat tenaga. Reruntuhan didepanku melesak kedalam membuat jalan keluar.
Mereka terkejut melihat penampilanku yang disertai kemampuan di luar nalar manusia. Tentu saja mereka juga menyadari aku bukanlah cosplayer yang sedang beraksi menggunakan trik. Aku tahu ini sama saja membuka diriku kepada khalayak umum. Namun saat ini aku lebih memprioritaskan hal yang jauh lebih penting daripada sekedar menjadi pejuang bayangan yang low profile.
Seseorang diantara mereka maju mengatakan ada seorang wanita yang terperangkap terimpa reruntuhan. Namun saat ini keadaannya baik-baik saja karena bongkahan besar reruntuhan lain yang telah jatuh sebelumnya berhasil menahannya dari tertimpa reruntuhan besar selanjutnya. Ia menuntunku ketempatnya.
Subhanallah Tuhan masih memberikannya selamat.
Aku mengomando mereka untuk menungguku, jangan keluar dari sini tanpa diriku.
Aku mengangkat bongkahan besar itu, menahannya dan menyuruhnya segera keluar dari situ. Saat itu ternyata dirinya tidak sendirian. Dalam posisi terduduk dilantai sambil membekap seorang bayi. Dia berdiri, wajah kami saling berpapasan.
Aku terkejut, rongga dadaku terasa sesak, jantungku bergejolak. Untuk sesaat sang waktu terasa berhenti sejenak.
Bagaimana aku harus menyikapi keadaan ini? Aku harus sedih atau bahagia?.
Apakah ini ujian ataukah suatu berkah dari yang Mahakuasa bisa bertemu kembali dengannya dalam keadaan ini.
Di balik suatu peristiwa pasti terdapat hikmah didalamnya..
“Terimakasih Mas” ucapnya.
Entah mengapa aku begitu bahagia mendengar panggilan Mas darinya. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya secara nyata dia mengatakan sesuatu langsung kepadaku. Mendengarnya langsung dari bibirnya.
Wanita itu adalah Doi. Kekasihku dari masa lalu.
Menggendong bayi mungil nan cantik yang kemungkinan merupakan putrinya. Dia telah menjadi seorang ibu?. Tentu saja.. 7 tahun telah berlalu semenjak pertemuan terakhir kami.
Aku harus mengesampingkan gejolak perasaanku. Ini bukan waktu dan tempat yang tepat untuk bernostalgia.
Kami berjalan keluar setelah sebelumnya aku menyuruh semua orang untuk menyemprotkan air membasahi tubuh mereka masing-masing . Demi menjaga diri mereka dari sambaran api.
Aku meminta kepada mereka merahasiakan tentang diriku. Cukup pertemuan ini mereka simpan untuk diri mereka sendiri. Walaupun orang-orang tentu tidak akan begitu saja percaya mengenai hal ini bila mereka atau salah satu dari mereka menyampaikannya keluar.
Dalam perjalanan keluar aku memimpin di depan membuat jalur pengaman, menyingkirkan penghalang.
Maafkan aku ya Allah..
Sulit bagiku untuk tidak memandangnya. Ia terlihat lebih cantik dengan hijab yang dipakainya saat ini.
Hatiku menangis..
Andai saja dia tahu kebenarannya..
Apa sih yang aku pikirkan!?
Tidak.. cukup aku sendiri yang mengetahuinya. Biarlah hal itu kusimpan untuk diriku sendiri.
Biarlah dia menjalani kehidupannya yang sekarang apa adanya. Tidak perlu terjebak pada masa lalu.
Kucoba untuk ikhlas akan sesuatu yang hilang dalam hidupku, tersenyum dari sakit yang menimpa.
Aku sadar.. ketika aku merelakan seseorang yang aku sayangi untuk bersama yang lain.. sebenarnya hatiku telah berbohong.
Sesuatu yang menyedihkan dalam hidup.. ketika kita begitu takut kehilangan seseorang yang bahkan bukan milik kita. Walaupun pada akhirnya kita mengetahui hal itu tetap akan terjadi..
Selama ini aku terlihat tegar dengan topeng yang kupakai di wajahku, tapi hatiku tidak cukup tegar jika kamu bisa melihatnya..
Setidaknya biarlah untuk saat ini saja aku menyapanya dalam hati..
Hai apa kabar?
Masih ingat aku nggak?
Aku kangen sama kamu..
Apa kamu sekarang sudah bahagia.. ?
Pertanyaan bodoh.. tentu saja kamu sudah bahagia
Kamu juga sudah mempunyai seorang putri yang lucu..
Tenang saja aku nggak akan ganggu lagi kok..
Lebih tepatnya.. aku nggak akan bisa mengganggumu lagi.
Tujuh tahun yang lalu...
Kalau diingat-ingat lucu juga ya.. ?
Meskipun hanya sebentar..
Kisah kita sangatlah singkat, namun dalam waktu yang singkat itu telah mampu menggoreskan sebuah
kenangan, sebuah pelajaran berharga yang mampu mewarnai kehidupan kita.
Saling merindukan tanpa pernah menyapa..
Mencintai tanpa saling berkata..
Sebagai lelaki aku sadar aku harus berusaha..
Namun keputusanmulah yang menentukan segalanya..
Aku nggak bisa apa-apa...
Nasib baik tidak memihak kepada kita..
Orang dekat kita justru ternyata menjadi penyebabnya..
Waktu itu..
Sedih...
Kecewa...
Tapi aku nggak bisa terus larut dalam keadaan itu..
Aku harus mulai bisa lupain kamu..
Dulu aku pernah mengatakan kepada diriku sendiri..
Kamu nggak pantas berada dalam hatiku.. pikiranku..
Bagaimanapun juga, apapun alasannya.. Kamu telah memilih orang lain, bukan aku..
Akan ada seseorang yang pantas dan berhak untuk berada dalam ruang hatiku.
Yaitu istriku kelak..
bukan perempuan lain.
Dan aku menjalankannya..
Mungkin hal ini akan jadi lebih mudah dan akan terus berlangsung bila aku tidak mengetahui kebenarannya..
Aku cuma mau bilang...
Makasih...
Sudah pernah hadir dalam hidup aku..
Makasih...
Walaupun cuma sebentar..
Sudah pernah memikirkanku..
Makasih...
Walaupun pada akhirnya...
Kita tidak bersatu..
Selamat tinggal.. kekasih hatiku dari masa lalu..
Pertempuran di dalam Mall
Diposting oleh
tutorial
22.47
Terdengar beberapa ledakan yang cukup keras dari empat penjuru yang mempunyai waktu jeda tidak terlalu lama. Tentu saja hal itu mengagetkan para pendengarnya. Dalam tempo yang singkat bumi tergoncang dengan dahsyatnya disertai hembusan angin panas. Mall yang terdiri dari 8 lantai yang cukup luas itupun terbakar, disusul bagian- bagian gedung yang terdengar bergemeretak mulai runtuh. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Hingga dengan segera masyarakat yang berada di dalam mall meresponnya dengan kepanikan yang luar biasa. Suara teriakan, gerak yang tergesa-gesa, mimik wajah tegang penuh ketakutan mendominasi. Mereka semua berlarian menuju pintu keluar yang berada di lantai dasar. Tempatku berada saat ini memang ada dibagian tengah, lokasi yang membuat dampak ledakan tidak begitu terasa bagi kami. Namun lokasi ini juga justru membuat kami lebih sulit untuk keluar gedung. Tak ada satupun dari kami yang menyangka akan mengalami kejadian yang mencekam di siang hari ini. Aksi terorisme.
Aku keluar ke depan gerai ini yang berada di lantai 3. Gerai Shiatsu ini hanyalah satu dari sekian banyak gerai di lantai ini yang berderet mengelilingi bagian tengah mall, sebuah rongga kosong dari lantai satu sampai lantai 7 yang di sisi dalamnya dibatasi pagar pengaman sebatas pinggang orang dewasa dan diteruskan oleh tangga berjalan untuk naik dan disebelahnya untuk turun. Aku berjalan ke pagar pengaman lantai. Kutengok keatas, kulihat asap keluar dari sana, lantai 4 dan lantai 7 pasti mengalami kebakaran, aku memandang kebawah dan melihat keramaian orang hendak menuju pintu keluar. Eskalator dipenuhi dengan orang-orang yang saling berdesakan menuju ke bawah. Tidak hanya hanya eskalator ke bawah yang penuh, namun beberapa orang yang tidak sabar juga menuruni eskalator ke atas sekalipun mereka tahu harus mengeluarkan lebih banyak tenaga untuk melaluinya. Bukan hanya pengunjung, para pegawai mallpun ada dalam keramaian tersebut. Para satpam membantu menenangkan kepanikan dengan mengarahkan mereka secara tertib. Mereka tidak melupakan fungsi dari tugasnya walaupun aku yakin dalam batin mereka terbesit ketakutan.
Terdengar ledakan lagi, namun lebih kecil dari yang sebelumnya.
“Tunggu apalagi!? Ayo lekas keluar nak!” teriak bapak pembaca koran kepadaku berlalu sambil menggandeng istrinya.
“Ya pak. Silahkan bapak duluan. Saya segera menyusul”. Aku mengeluarkan sebuah topi dari kantung jaketku dan mengenakannya.
Ini pasti ada hubungannya dengan aura jahat yang kurasakan sebelumnya. Aku tak menyangka dampaknya seperti ini. Kali ini aksi mereka terkoordinir. Apa tujuan mereka melakukan hal ini?. Tidak seperti biasanya. Kekuatan kegelapan barusan pasti bukan milik seorang, namun milik beberapa angkara. Aku mulai berkonsentrasi memusatkan indera perasaku untuk mendeteksi lokasi keberadaan mereka. Kurasakan ada 4 didaerah yang terpisah. 2 di bawah dan 2 diatasku. Sulit bagiku mengambil jalur kebawah untuk mengejar, dalam keadaan berdesakan yang penuh kepanikan. Lagipula yang paling terdekat ada di satu lantai diatasku. Akan kuhadang mereka berdua.
Aku bergegas mengarahkan langkahku menerjang keramaian orang-orang yang berlari berlawanan arah denganku yang sedang menuju eskalator ke lantai atas. Keadaan lantai 4 terasa lenggang meskipun masih ada beberapa orang bergegas menuju ke bawah. Sekumpulan rombongan termasuk satpam lewat memapah yang terluka dan mengangkut yang pingsan terkena dampak ledakan. Lantai ini bagian kuliner, tempat banyak orang berkumpul apalagi ini masih jam makan siang. Pasti memakan korban. Aku memberikan jalan dan meminta orang-orang yang berkerumun di depan untuk mendahulukan mereka walaupun permintaan itu tidaklah efektif karena masing-masing individu saat ini hanya sedang memikirkan keselamatan diri mereka masing-masing. Saat itu hanya itulah hal yang tepat yang bisa kulakukan. Karena aku mempunyai tujuan lain. Aku bergegas menuju sumber kegelapan yang kudeteksi. Baunya semakin dekat.
Kulihat api dari kejauhan membakar salah satu jalur dan beberapa gerai di lantai tersebut. Seseorang berjalan menuju arahku dengan santainya terlihat sangat kontras dengan latar belakang tempat yang terbakar, rusak dan mulai runtuh. Begitu berpapasan, langsung kuhujamkan leganku yang telah berubah menembus dadanya. Ia terkejut tak menduga mendapat serangan mematikan. Namun sudah terlambat. Matanya terbelalak memandangku, mulutnya bergerak-gerak seakan tidak tahu harus mengucapkan apa. Aku berjalan kembali meninggalkan tubuhnya yang tergeletak dan mulai terbakar api hitam. Aku kembali memusatku panca inderaku untuk mendeteksi adakah tanda-tanda kehidupan yang terancam di daerah ini.. syukurlah aku tidak menemukannya.
Ada satu lagi makhluk di lantai atas. Lantai berikutnya terlihat sepi. Sepertinya proses evakuasi berjalan cepat. Aku merasakan dirinya bergerak menjauhiku, bergerak menjauhi sumber ledakan menuju keluar ke arah jalan raya. Apa ia akan mengambil jalan pintas dengan melompat dari gedung!? Menggunakan kekuatan wujudnya? Tak akan kubiarkan. Kuberlari mengejarnya. Hingga terlihat ada sosok di depan sana sedang berjalan kearah luar. Selanjutnya ia berhenti seakan menyadari diriku. Ia berbalik melihatku dan berubah wujud. Sesosok hitam dengan satu mata dan muka yang memperlihatkan gusinya lengkap dengan deretan gigi. Aku menerjangnya sambil merubah wujudku. Tangan kananku melesat mulai mencapainya. Dengan sigap dia menggerakkan tangan kirinya menahan cakarku dengan membenturkan kepalan tangannya pada telapak tanganku yang terbuka itu.
Terdengar bunyi nyaring disertai gelombang angin dari tangan kami yang saling membentur..
Segera aku hujamkan tangan kiriku kedadanya. Ia berhasil menanggulanginya menangkap lenganku dengan tangan tangan kanannya. Genggamannya sangat kuat. Muka kami saling berhadapan. Aku menggeram. Kugunakan kedua tangan lawan yang masih menempel di tanganku sebagai tumpuan untuk mengangkat tubuhku, menghantamkan lutut kananku ke dagunya dari bawah. Genggamannya terlepas, ia limbung kebelakang. Kesempatan itu kugunakan untuk memutar tubuhku 360 derajat searah jarum jam sambil melontarkan tendangan kaki kananku ke perutnya. Sekarang ia tersendak kedepan. Kumajukan kaki kiriku kedepan satu langkah, dan dengan kuda-kuda itu kutarik tangan kananku kebelakang lalu kulontarkan cakarku ke sisi samping kepalanya. Ia ambruk ke samping dengan cukup keras. Namun segera sadar menggelindingkan tubuhnya menjauhiku saat aku hendak menginjaknya dengan telapak kakiku yang bercakar. Bergegas bangkit dan memasang kuda-kuda bertarung walaupun keadaannya masih syok akibat seranganku. Aku tak pernah ragu dalam menyerang para Angkara.
Berkali-kali aku menendang secara beruntun dari sisi luar tubuhnya. Ia menangkisnya menggunakan lengan yang berseberangan dengan kaki yang kugunakan. Dan memundurkan tubuhnya saat kuhujamkan cakarku ke depan.
‘Baiklah tukang hindar, aku akan lihat bagaimana caramu menyerang’.
Aku menghentikan pose menyerangku berganti menjadi pose tegak. Pose yang terbuka untuk diserang. Diluar dugaan, dia justru membalikkan tubuhnya dan berlari. Sial. Aku memburunya, berlari secepat mungkin dan melesat melompat salto melewatinya dari atas kepalanya lalu mendarat tepat didepannya dan tanpa mengambil jeda langsung memutar tubuhku 180 derajat berlawanan jarum jam sambil melakukan tendangan dengan kaki kanan ke arah kepala. Ia terlambat mengerem lajunya, terkejut dan tidak sempat menghindari serangan telakku. Tubuhnya terpental kebelakang, jatuh terlentang dan dalam posisi itu ia merayap kebelakang menggunakan lengan dan kakinya seakan ketakutan, nyalinya menciut.
Jalur pelariannya telah kublokir. Dengan putus asa ia mengeluarkan sebuah alat dan menekan tombolnya yang berwarna merah. Terdengar beberapa ledakan. Terjadi lebih banyak kebakaran. Keadaan gedung semakin memburuk. Ia membuang alat itu.
Sayup-sayup kudengar suara teriakan meminta tolong dari atas gedung. Sedangkan kondisi gedung saat ini sangatlah buruk. Bisa ambruk kapan saja.
Ia berdiri membungkukan badannya saat aku melemparkan pandanganku ke atas mengkhawatirkan keadaan mereka. Lalu berlari jauh kesamping dan melewatiku. Aku membiarkannya. Nyawa manusia jauh lebih berharga daripada melenyapkan satu angkara.
Aku keluar ke depan gerai ini yang berada di lantai 3. Gerai Shiatsu ini hanyalah satu dari sekian banyak gerai di lantai ini yang berderet mengelilingi bagian tengah mall, sebuah rongga kosong dari lantai satu sampai lantai 7 yang di sisi dalamnya dibatasi pagar pengaman sebatas pinggang orang dewasa dan diteruskan oleh tangga berjalan untuk naik dan disebelahnya untuk turun. Aku berjalan ke pagar pengaman lantai. Kutengok keatas, kulihat asap keluar dari sana, lantai 4 dan lantai 7 pasti mengalami kebakaran, aku memandang kebawah dan melihat keramaian orang hendak menuju pintu keluar. Eskalator dipenuhi dengan orang-orang yang saling berdesakan menuju ke bawah. Tidak hanya hanya eskalator ke bawah yang penuh, namun beberapa orang yang tidak sabar juga menuruni eskalator ke atas sekalipun mereka tahu harus mengeluarkan lebih banyak tenaga untuk melaluinya. Bukan hanya pengunjung, para pegawai mallpun ada dalam keramaian tersebut. Para satpam membantu menenangkan kepanikan dengan mengarahkan mereka secara tertib. Mereka tidak melupakan fungsi dari tugasnya walaupun aku yakin dalam batin mereka terbesit ketakutan.
Terdengar ledakan lagi, namun lebih kecil dari yang sebelumnya.
“Tunggu apalagi!? Ayo lekas keluar nak!” teriak bapak pembaca koran kepadaku berlalu sambil menggandeng istrinya.
“Ya pak. Silahkan bapak duluan. Saya segera menyusul”. Aku mengeluarkan sebuah topi dari kantung jaketku dan mengenakannya.
Ini pasti ada hubungannya dengan aura jahat yang kurasakan sebelumnya. Aku tak menyangka dampaknya seperti ini. Kali ini aksi mereka terkoordinir. Apa tujuan mereka melakukan hal ini?. Tidak seperti biasanya. Kekuatan kegelapan barusan pasti bukan milik seorang, namun milik beberapa angkara. Aku mulai berkonsentrasi memusatkan indera perasaku untuk mendeteksi lokasi keberadaan mereka. Kurasakan ada 4 didaerah yang terpisah. 2 di bawah dan 2 diatasku. Sulit bagiku mengambil jalur kebawah untuk mengejar, dalam keadaan berdesakan yang penuh kepanikan. Lagipula yang paling terdekat ada di satu lantai diatasku. Akan kuhadang mereka berdua.
Aku bergegas mengarahkan langkahku menerjang keramaian orang-orang yang berlari berlawanan arah denganku yang sedang menuju eskalator ke lantai atas. Keadaan lantai 4 terasa lenggang meskipun masih ada beberapa orang bergegas menuju ke bawah. Sekumpulan rombongan termasuk satpam lewat memapah yang terluka dan mengangkut yang pingsan terkena dampak ledakan. Lantai ini bagian kuliner, tempat banyak orang berkumpul apalagi ini masih jam makan siang. Pasti memakan korban. Aku memberikan jalan dan meminta orang-orang yang berkerumun di depan untuk mendahulukan mereka walaupun permintaan itu tidaklah efektif karena masing-masing individu saat ini hanya sedang memikirkan keselamatan diri mereka masing-masing. Saat itu hanya itulah hal yang tepat yang bisa kulakukan. Karena aku mempunyai tujuan lain. Aku bergegas menuju sumber kegelapan yang kudeteksi. Baunya semakin dekat.
Kulihat api dari kejauhan membakar salah satu jalur dan beberapa gerai di lantai tersebut. Seseorang berjalan menuju arahku dengan santainya terlihat sangat kontras dengan latar belakang tempat yang terbakar, rusak dan mulai runtuh. Begitu berpapasan, langsung kuhujamkan leganku yang telah berubah menembus dadanya. Ia terkejut tak menduga mendapat serangan mematikan. Namun sudah terlambat. Matanya terbelalak memandangku, mulutnya bergerak-gerak seakan tidak tahu harus mengucapkan apa. Aku berjalan kembali meninggalkan tubuhnya yang tergeletak dan mulai terbakar api hitam. Aku kembali memusatku panca inderaku untuk mendeteksi adakah tanda-tanda kehidupan yang terancam di daerah ini.. syukurlah aku tidak menemukannya.
Ada satu lagi makhluk di lantai atas. Lantai berikutnya terlihat sepi. Sepertinya proses evakuasi berjalan cepat. Aku merasakan dirinya bergerak menjauhiku, bergerak menjauhi sumber ledakan menuju keluar ke arah jalan raya. Apa ia akan mengambil jalan pintas dengan melompat dari gedung!? Menggunakan kekuatan wujudnya? Tak akan kubiarkan. Kuberlari mengejarnya. Hingga terlihat ada sosok di depan sana sedang berjalan kearah luar. Selanjutnya ia berhenti seakan menyadari diriku. Ia berbalik melihatku dan berubah wujud. Sesosok hitam dengan satu mata dan muka yang memperlihatkan gusinya lengkap dengan deretan gigi. Aku menerjangnya sambil merubah wujudku. Tangan kananku melesat mulai mencapainya. Dengan sigap dia menggerakkan tangan kirinya menahan cakarku dengan membenturkan kepalan tangannya pada telapak tanganku yang terbuka itu.
Terdengar bunyi nyaring disertai gelombang angin dari tangan kami yang saling membentur..
Segera aku hujamkan tangan kiriku kedadanya. Ia berhasil menanggulanginya menangkap lenganku dengan tangan tangan kanannya. Genggamannya sangat kuat. Muka kami saling berhadapan. Aku menggeram. Kugunakan kedua tangan lawan yang masih menempel di tanganku sebagai tumpuan untuk mengangkat tubuhku, menghantamkan lutut kananku ke dagunya dari bawah. Genggamannya terlepas, ia limbung kebelakang. Kesempatan itu kugunakan untuk memutar tubuhku 360 derajat searah jarum jam sambil melontarkan tendangan kaki kananku ke perutnya. Sekarang ia tersendak kedepan. Kumajukan kaki kiriku kedepan satu langkah, dan dengan kuda-kuda itu kutarik tangan kananku kebelakang lalu kulontarkan cakarku ke sisi samping kepalanya. Ia ambruk ke samping dengan cukup keras. Namun segera sadar menggelindingkan tubuhnya menjauhiku saat aku hendak menginjaknya dengan telapak kakiku yang bercakar. Bergegas bangkit dan memasang kuda-kuda bertarung walaupun keadaannya masih syok akibat seranganku. Aku tak pernah ragu dalam menyerang para Angkara.
Berkali-kali aku menendang secara beruntun dari sisi luar tubuhnya. Ia menangkisnya menggunakan lengan yang berseberangan dengan kaki yang kugunakan. Dan memundurkan tubuhnya saat kuhujamkan cakarku ke depan.
‘Baiklah tukang hindar, aku akan lihat bagaimana caramu menyerang’.
Aku menghentikan pose menyerangku berganti menjadi pose tegak. Pose yang terbuka untuk diserang. Diluar dugaan, dia justru membalikkan tubuhnya dan berlari. Sial. Aku memburunya, berlari secepat mungkin dan melesat melompat salto melewatinya dari atas kepalanya lalu mendarat tepat didepannya dan tanpa mengambil jeda langsung memutar tubuhku 180 derajat berlawanan jarum jam sambil melakukan tendangan dengan kaki kanan ke arah kepala. Ia terlambat mengerem lajunya, terkejut dan tidak sempat menghindari serangan telakku. Tubuhnya terpental kebelakang, jatuh terlentang dan dalam posisi itu ia merayap kebelakang menggunakan lengan dan kakinya seakan ketakutan, nyalinya menciut.
Jalur pelariannya telah kublokir. Dengan putus asa ia mengeluarkan sebuah alat dan menekan tombolnya yang berwarna merah. Terdengar beberapa ledakan. Terjadi lebih banyak kebakaran. Keadaan gedung semakin memburuk. Ia membuang alat itu.
Sayup-sayup kudengar suara teriakan meminta tolong dari atas gedung. Sedangkan kondisi gedung saat ini sangatlah buruk. Bisa ambruk kapan saja.
Ia berdiri membungkukan badannya saat aku melemparkan pandanganku ke atas mengkhawatirkan keadaan mereka. Lalu berlari jauh kesamping dan melewatiku. Aku membiarkannya. Nyawa manusia jauh lebih berharga daripada melenyapkan satu angkara.
Bahan hiburan
Diposting oleh
tutorial
12.57
Isu terorisme saat ini menjadi tema-tema aktual. Berbagai media mengangkatnya sebagai berita dari koran, televisi bahkan sampai radio pun menyiarkan hal tersebut. Seperti pada harian yang berada di tanganku ini yang saat ini sedang kubaca dengan perasaan yang tidak nyaman. Bapak-bapak di sebelahku seringkali melirik ke arahku sekaligus ke arah koran yang kubaca... ya.. kalau berkali-kali beliau melakukannya, siapa yang tidak menyadari hal tersebut.
Aku mengarahkan mukaku ke samping kanan tempat bapak itu duduk di sebelahku.
“Maaf nak korannya sudah?” sambil tersenyum.
“Sebentar lagi istri saya selesai pijatnya”.
Saat ini aku berada di sebuah Mall di tengah kota, tepatnya di sebuah gerai pijat Shiatsu yang lokasinya berada di dalam Mall. Kenapa aku sampai berada disini? Untuk pijat tentunya. Aktifitas keliling membuat badanku remuk redam, dan sekarang saatnya untuk refresing. Aku mempunyai banyak adik namun tak seorangpun dengan tulus ikhlas kalau aku suruh memijat diriku -_- dasar anak-anak jaman sekarang. Dan karena voucher ini adalah pemberian salah satu pelangganku maka memang sudah seharusnya aku menerimanya dan memakainya demi menghargainya ^_^ .
“Oh iya pak, barusan selesai saya bacanya” ujarku sambil melungsurkan koran tersebut ke sang bapak. Sepertinya beliau pemilik koran tersebut.
Beberapa kali ia membolak balik halaman membacanya sembari tersenyum.
“Kamu tahu kalau koran sebagian besar isinya itu omong kosong, tapi menghibur. Saya membacanya karena ini menghibur. Dan untung saja dimanapun ruang tunggunya pasti ada media sambilan untuk menunggu. Koran ini salah satunya.
‘Ternyata itu bukan korannya, tapi koran sini’. -_-
‘Ucapan beliau tidak sepenuhnya salah sih.. . Media massa memang menarik dan menghibur karena kita butuh media massa sebenarnya bukan sepenuhnya untuk mengetahui kebenaran. Tapi karena itu adalah sesuatu yang menarik dan menghibur’.
“Seperti berita utama hari ini. Kita tahu bahwa terorisme tidak bisa berdiri sendiri. Dari penyandang dana, aksi-aksi yang dilakukan demi mendapatkan dana tersebut. Bahkan pernah terindikasi beberapa perampokan besar-besaran, hasil yang didapat ternyata untuk membiayai aksi terorisme. Terorisme pastinya juga memiliki kaitan dengan banyak faktor. Aksi teror itu sendiri sangat mungkin dilakukan oleh siapa saja. Kelompok-kelompok militan sangat mudah dituduh sebagai otak pelakunya. Mereka tipe yang tertutup namun memiliki sifat yang keras, kaku, dan tidak etis dalam perjuangannya, kalau itu bisa disebut sebagai perjuangan. Hal itulah yang dijadikan alasan untuk menunjuk mereka sebagai tertuduh pelaku peristiwa pemboman yang terjadi belakangan ini. Hal itulah yang perlu digarisbawahi”.
“Jadi bisa jadi pelakunya adalah suatu golongan tertentu yang ingin menimbulkan kerusuhan untuk suatu kepentingan lainnya begitu pak?” ucapku.
“Tindakan apapun yang menyebabkan kerusakan yang masif itu juga bisa dikategorikan sebagai aksi teror, meskipun pelakunya tidak meledakkan bom. Korupsi, Pelanggaran Ham berat, penyelundupan narkoba itu juga termasuk”.
Saat ini kita dikelilingi oleh arus informasi yang sangat deras. Kita sendiri juga harus menjadi pembaca/penonton yang cerdas dengan memilanya. Sebagai contoh kita disuguhi tontonan penggebrekan terhadap orang-orang yang katanya pelaku terorisme. Tapi apa benar mereka pelaku yang sebenarnya juga kita tidak tahu, karena mereka terduga terorisme itu juga sudah tewas ketika keberadaannya berhasil diungkap. Sering ditayangkan bahwa si anu itu gembong teroris nomer wahid yang masuk DPO bukan hanya di Indonesia tapi diluar negeri juga. Tetapi bukti-bukti yang menunjukkan dia benar-benar teroris itu masih menjadi misteri sampai sekarang. Hiburan juga sih bila kita menemukan ada berita yang aneh; seperti tentang bom panci misalnya. Karena terlihat janggal sampai-sampai menjadi bahan candaan para netizen. Walaupun itu entah kita tidak tahu benar atau tidaknya.
Aku terus tertarik dengan bahasan ini memperhatikan penjelasan beliau selanjutnya.
Sebenarnya ada juga hubungan yang antara kerja terorisme dengan media. Karena kengerian tindakan terorisme tidak akan menjadi apa-apa bila tidak dipublikasikan secara besar-besaran oleh media.
Aksi teror tidak mungkin bisa berdiri sendiri, pasti ada suatu kepentingan dibaliknya. Kepentingan politik misalnya. Untuk mengalihkan isu juga bisa.
Siapapun yang menguasai media , ia juga menguasai dunia usaha. Siapapun yang menguasai informasi , ia juga menguasai dunia. Sekalipun itu adalah golongan dengan persentase kecil. Media kita itu bukan media independen melainkan media mainstream yang tunduk kepada pemilik saham/modal. Makanya kemarin saja waktu pemilihan umum, kita disuguhi berita yang berat sebelah, semuanya berita pesanan. Tergantung kepada siapa pemilik media memihak.
“Jangan-jangan bapak itu Intelijen ya?”
“Ah bisa aja kamu. Saya Cuma pengamat politik biasa. Tapi itu tadi diantara kita saja ya. Jangan sampai bapak diciduk” kelakarnya.
‘Perkataan bapak tersebut ada benarnya. Namun saya yakin di dunia ini diantara orang baik dan orang jahat, orang baik jumlahnya lebih banyak’.
Tiba-tiba inderaku dihantam oleh kehadiran kekuatan gelap dalam jumlah yang besar. Kelam, mencekam dan penuh keputusasaan kurasakan dalam batinku.
Aku mengarahkan mukaku ke samping kanan tempat bapak itu duduk di sebelahku.
“Maaf nak korannya sudah?” sambil tersenyum.
“Sebentar lagi istri saya selesai pijatnya”.
Saat ini aku berada di sebuah Mall di tengah kota, tepatnya di sebuah gerai pijat Shiatsu yang lokasinya berada di dalam Mall. Kenapa aku sampai berada disini? Untuk pijat tentunya. Aktifitas keliling membuat badanku remuk redam, dan sekarang saatnya untuk refresing. Aku mempunyai banyak adik namun tak seorangpun dengan tulus ikhlas kalau aku suruh memijat diriku -_- dasar anak-anak jaman sekarang. Dan karena voucher ini adalah pemberian salah satu pelangganku maka memang sudah seharusnya aku menerimanya dan memakainya demi menghargainya ^_^ .
“Oh iya pak, barusan selesai saya bacanya” ujarku sambil melungsurkan koran tersebut ke sang bapak. Sepertinya beliau pemilik koran tersebut.
Beberapa kali ia membolak balik halaman membacanya sembari tersenyum.
“Kamu tahu kalau koran sebagian besar isinya itu omong kosong, tapi menghibur. Saya membacanya karena ini menghibur. Dan untung saja dimanapun ruang tunggunya pasti ada media sambilan untuk menunggu. Koran ini salah satunya.
‘Ternyata itu bukan korannya, tapi koran sini’. -_-
‘Ucapan beliau tidak sepenuhnya salah sih.. . Media massa memang menarik dan menghibur karena kita butuh media massa sebenarnya bukan sepenuhnya untuk mengetahui kebenaran. Tapi karena itu adalah sesuatu yang menarik dan menghibur’.
“Seperti berita utama hari ini. Kita tahu bahwa terorisme tidak bisa berdiri sendiri. Dari penyandang dana, aksi-aksi yang dilakukan demi mendapatkan dana tersebut. Bahkan pernah terindikasi beberapa perampokan besar-besaran, hasil yang didapat ternyata untuk membiayai aksi terorisme. Terorisme pastinya juga memiliki kaitan dengan banyak faktor. Aksi teror itu sendiri sangat mungkin dilakukan oleh siapa saja. Kelompok-kelompok militan sangat mudah dituduh sebagai otak pelakunya. Mereka tipe yang tertutup namun memiliki sifat yang keras, kaku, dan tidak etis dalam perjuangannya, kalau itu bisa disebut sebagai perjuangan. Hal itulah yang dijadikan alasan untuk menunjuk mereka sebagai tertuduh pelaku peristiwa pemboman yang terjadi belakangan ini. Hal itulah yang perlu digarisbawahi”.
“Jadi bisa jadi pelakunya adalah suatu golongan tertentu yang ingin menimbulkan kerusuhan untuk suatu kepentingan lainnya begitu pak?” ucapku.
“Tindakan apapun yang menyebabkan kerusakan yang masif itu juga bisa dikategorikan sebagai aksi teror, meskipun pelakunya tidak meledakkan bom. Korupsi, Pelanggaran Ham berat, penyelundupan narkoba itu juga termasuk”.
Saat ini kita dikelilingi oleh arus informasi yang sangat deras. Kita sendiri juga harus menjadi pembaca/penonton yang cerdas dengan memilanya. Sebagai contoh kita disuguhi tontonan penggebrekan terhadap orang-orang yang katanya pelaku terorisme. Tapi apa benar mereka pelaku yang sebenarnya juga kita tidak tahu, karena mereka terduga terorisme itu juga sudah tewas ketika keberadaannya berhasil diungkap. Sering ditayangkan bahwa si anu itu gembong teroris nomer wahid yang masuk DPO bukan hanya di Indonesia tapi diluar negeri juga. Tetapi bukti-bukti yang menunjukkan dia benar-benar teroris itu masih menjadi misteri sampai sekarang. Hiburan juga sih bila kita menemukan ada berita yang aneh; seperti tentang bom panci misalnya. Karena terlihat janggal sampai-sampai menjadi bahan candaan para netizen. Walaupun itu entah kita tidak tahu benar atau tidaknya.
Aku terus tertarik dengan bahasan ini memperhatikan penjelasan beliau selanjutnya.
Sebenarnya ada juga hubungan yang antara kerja terorisme dengan media. Karena kengerian tindakan terorisme tidak akan menjadi apa-apa bila tidak dipublikasikan secara besar-besaran oleh media.
Aksi teror tidak mungkin bisa berdiri sendiri, pasti ada suatu kepentingan dibaliknya. Kepentingan politik misalnya. Untuk mengalihkan isu juga bisa.
Siapapun yang menguasai media , ia juga menguasai dunia usaha. Siapapun yang menguasai informasi , ia juga menguasai dunia. Sekalipun itu adalah golongan dengan persentase kecil. Media kita itu bukan media independen melainkan media mainstream yang tunduk kepada pemilik saham/modal. Makanya kemarin saja waktu pemilihan umum, kita disuguhi berita yang berat sebelah, semuanya berita pesanan. Tergantung kepada siapa pemilik media memihak.
“Jangan-jangan bapak itu Intelijen ya?”
“Ah bisa aja kamu. Saya Cuma pengamat politik biasa. Tapi itu tadi diantara kita saja ya. Jangan sampai bapak diciduk” kelakarnya.
‘Perkataan bapak tersebut ada benarnya. Namun saya yakin di dunia ini diantara orang baik dan orang jahat, orang baik jumlahnya lebih banyak’.
Tiba-tiba inderaku dihantam oleh kehadiran kekuatan gelap dalam jumlah yang besar. Kelam, mencekam dan penuh keputusasaan kurasakan dalam batinku.
Langganan:
Postingan (Atom)