Terdengar beberapa ledakan yang cukup keras dari empat penjuru yang mempunyai waktu jeda tidak terlalu lama. Tentu saja hal itu mengagetkan para pendengarnya. Dalam tempo yang singkat bumi tergoncang dengan dahsyatnya disertai hembusan angin panas. Mall yang terdiri dari 8 lantai yang cukup luas itupun terbakar, disusul bagian- bagian gedung yang terdengar bergemeretak mulai runtuh. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Hingga dengan segera masyarakat yang berada di dalam mall meresponnya dengan kepanikan yang luar biasa. Suara teriakan, gerak yang tergesa-gesa, mimik wajah tegang penuh ketakutan mendominasi. Mereka semua berlarian menuju pintu keluar yang berada di lantai dasar. Tempatku berada saat ini memang ada dibagian tengah, lokasi yang membuat dampak ledakan tidak begitu terasa bagi kami. Namun lokasi ini juga justru membuat kami lebih sulit untuk keluar gedung. Tak ada satupun dari kami yang menyangka akan mengalami kejadian yang mencekam di siang hari ini. Aksi terorisme.
Aku keluar ke depan gerai ini yang berada di lantai 3. Gerai Shiatsu ini hanyalah satu dari sekian banyak gerai di lantai ini yang berderet mengelilingi bagian tengah mall, sebuah rongga kosong dari lantai satu sampai lantai 7 yang di sisi dalamnya dibatasi pagar pengaman sebatas pinggang orang dewasa dan diteruskan oleh tangga berjalan untuk naik dan disebelahnya untuk turun. Aku berjalan ke pagar pengaman lantai. Kutengok keatas, kulihat asap keluar dari sana, lantai 4 dan lantai 7 pasti mengalami kebakaran, aku memandang kebawah dan melihat keramaian orang hendak menuju pintu keluar. Eskalator dipenuhi dengan orang-orang yang saling berdesakan menuju ke bawah. Tidak hanya hanya eskalator ke bawah yang penuh, namun beberapa orang yang tidak sabar juga menuruni eskalator ke atas sekalipun mereka tahu harus mengeluarkan lebih banyak tenaga untuk melaluinya. Bukan hanya pengunjung, para pegawai mallpun ada dalam keramaian tersebut. Para satpam membantu menenangkan kepanikan dengan mengarahkan mereka secara tertib. Mereka tidak melupakan fungsi dari tugasnya walaupun aku yakin dalam batin mereka terbesit ketakutan.
Terdengar ledakan lagi, namun lebih kecil dari yang sebelumnya.
“Tunggu apalagi!? Ayo lekas keluar nak!” teriak bapak pembaca koran kepadaku berlalu sambil menggandeng istrinya.
“Ya pak. Silahkan bapak duluan. Saya segera menyusul”. Aku mengeluarkan sebuah topi dari kantung jaketku dan mengenakannya.
Ini pasti ada hubungannya dengan aura jahat yang kurasakan sebelumnya. Aku tak menyangka dampaknya seperti ini. Kali ini aksi mereka terkoordinir. Apa tujuan mereka melakukan hal ini?. Tidak seperti biasanya. Kekuatan kegelapan barusan pasti bukan milik seorang, namun milik beberapa angkara. Aku mulai berkonsentrasi memusatkan indera perasaku untuk mendeteksi lokasi keberadaan mereka. Kurasakan ada 4 didaerah yang terpisah. 2 di bawah dan 2 diatasku. Sulit bagiku mengambil jalur kebawah untuk mengejar, dalam keadaan berdesakan yang penuh kepanikan. Lagipula yang paling terdekat ada di satu lantai diatasku. Akan kuhadang mereka berdua.
Aku bergegas mengarahkan langkahku menerjang keramaian orang-orang yang berlari berlawanan arah denganku yang sedang menuju eskalator ke lantai atas. Keadaan lantai 4 terasa lenggang meskipun masih ada beberapa orang bergegas menuju ke bawah. Sekumpulan rombongan termasuk satpam lewat memapah yang terluka dan mengangkut yang pingsan terkena dampak ledakan. Lantai ini bagian kuliner, tempat banyak orang berkumpul apalagi ini masih jam makan siang. Pasti memakan korban. Aku memberikan jalan dan meminta orang-orang yang berkerumun di depan untuk mendahulukan mereka walaupun permintaan itu tidaklah efektif karena masing-masing individu saat ini hanya sedang memikirkan keselamatan diri mereka masing-masing. Saat itu hanya itulah hal yang tepat yang bisa kulakukan. Karena aku mempunyai tujuan lain. Aku bergegas menuju sumber kegelapan yang kudeteksi. Baunya semakin dekat.
Kulihat api dari kejauhan membakar salah satu jalur dan beberapa gerai di lantai tersebut. Seseorang berjalan menuju arahku dengan santainya terlihat sangat kontras dengan latar belakang tempat yang terbakar, rusak dan mulai runtuh. Begitu berpapasan, langsung kuhujamkan leganku yang telah berubah menembus dadanya. Ia terkejut tak menduga mendapat serangan mematikan. Namun sudah terlambat. Matanya terbelalak memandangku, mulutnya bergerak-gerak seakan tidak tahu harus mengucapkan apa. Aku berjalan kembali meninggalkan tubuhnya yang tergeletak dan mulai terbakar api hitam. Aku kembali memusatku panca inderaku untuk mendeteksi adakah tanda-tanda kehidupan yang terancam di daerah ini.. syukurlah aku tidak menemukannya.
Ada satu lagi makhluk di lantai atas. Lantai berikutnya terlihat sepi. Sepertinya proses evakuasi berjalan cepat. Aku merasakan dirinya bergerak menjauhiku, bergerak menjauhi sumber ledakan menuju keluar ke arah jalan raya. Apa ia akan mengambil jalan pintas dengan melompat dari gedung!? Menggunakan kekuatan wujudnya? Tak akan kubiarkan. Kuberlari mengejarnya. Hingga terlihat ada sosok di depan sana sedang berjalan kearah luar. Selanjutnya ia berhenti seakan menyadari diriku. Ia berbalik melihatku dan berubah wujud. Sesosok hitam dengan satu mata dan muka yang memperlihatkan gusinya lengkap dengan deretan gigi. Aku menerjangnya sambil merubah wujudku. Tangan kananku melesat mulai mencapainya. Dengan sigap dia menggerakkan tangan kirinya menahan cakarku dengan membenturkan kepalan tangannya pada telapak tanganku yang terbuka itu.
Terdengar bunyi nyaring disertai gelombang angin dari tangan kami yang saling membentur..
Segera aku hujamkan tangan kiriku kedadanya. Ia berhasil menanggulanginya menangkap lenganku dengan tangan tangan kanannya. Genggamannya sangat kuat. Muka kami saling berhadapan. Aku menggeram. Kugunakan kedua tangan lawan yang masih menempel di tanganku sebagai tumpuan untuk mengangkat tubuhku, menghantamkan lutut kananku ke dagunya dari bawah. Genggamannya terlepas, ia limbung kebelakang. Kesempatan itu kugunakan untuk memutar tubuhku 360 derajat searah jarum jam sambil melontarkan tendangan kaki kananku ke perutnya. Sekarang ia tersendak kedepan. Kumajukan kaki kiriku kedepan satu langkah, dan dengan kuda-kuda itu kutarik tangan kananku kebelakang lalu kulontarkan cakarku ke sisi samping kepalanya. Ia ambruk ke samping dengan cukup keras. Namun segera sadar menggelindingkan tubuhnya menjauhiku saat aku hendak menginjaknya dengan telapak kakiku yang bercakar. Bergegas bangkit dan memasang kuda-kuda bertarung walaupun keadaannya masih syok akibat seranganku. Aku tak pernah ragu dalam menyerang para Angkara.
Berkali-kali aku menendang secara beruntun dari sisi luar tubuhnya. Ia menangkisnya menggunakan lengan yang berseberangan dengan kaki yang kugunakan. Dan memundurkan tubuhnya saat kuhujamkan cakarku ke depan.
‘Baiklah tukang hindar, aku akan lihat bagaimana caramu menyerang’.
Aku menghentikan pose menyerangku berganti menjadi pose tegak. Pose yang terbuka untuk diserang. Diluar dugaan, dia justru membalikkan tubuhnya dan berlari. Sial. Aku memburunya, berlari secepat mungkin dan melesat melompat salto melewatinya dari atas kepalanya lalu mendarat tepat didepannya dan tanpa mengambil jeda langsung memutar tubuhku 180 derajat berlawanan jarum jam sambil melakukan tendangan dengan kaki kanan ke arah kepala. Ia terlambat mengerem lajunya, terkejut dan tidak sempat menghindari serangan telakku. Tubuhnya terpental kebelakang, jatuh terlentang dan dalam posisi itu ia merayap kebelakang menggunakan lengan dan kakinya seakan ketakutan, nyalinya menciut.
Jalur pelariannya telah kublokir. Dengan putus asa ia mengeluarkan sebuah alat dan menekan tombolnya yang berwarna merah. Terdengar beberapa ledakan. Terjadi lebih banyak kebakaran. Keadaan gedung semakin memburuk. Ia membuang alat itu.
Sayup-sayup kudengar suara teriakan meminta tolong dari atas gedung. Sedangkan kondisi gedung saat ini sangatlah buruk. Bisa ambruk kapan saja.
Ia berdiri membungkukan badannya saat aku melemparkan pandanganku ke atas mengkhawatirkan keadaan mereka. Lalu berlari jauh kesamping dan melewatiku. Aku membiarkannya. Nyawa manusia jauh lebih berharga daripada melenyapkan satu angkara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).