Isu terorisme saat ini menjadi tema-tema aktual. Berbagai media mengangkatnya sebagai berita dari koran, televisi bahkan sampai radio pun menyiarkan hal tersebut. Seperti pada harian yang berada di tanganku ini yang saat ini sedang kubaca dengan perasaan yang tidak nyaman. Bapak-bapak di sebelahku seringkali melirik ke arahku sekaligus ke arah koran yang kubaca... ya.. kalau berkali-kali beliau melakukannya, siapa yang tidak menyadari hal tersebut.
Aku mengarahkan mukaku ke samping kanan tempat bapak itu duduk di sebelahku.
“Maaf nak korannya sudah?” sambil tersenyum.
“Sebentar lagi istri saya selesai pijatnya”.
Saat ini aku berada di sebuah Mall di tengah kota, tepatnya di sebuah gerai pijat Shiatsu yang lokasinya berada di dalam Mall. Kenapa aku sampai berada disini? Untuk pijat tentunya. Aktifitas keliling membuat badanku remuk redam, dan sekarang saatnya untuk refresing. Aku mempunyai banyak adik namun tak seorangpun dengan tulus ikhlas kalau aku suruh memijat diriku -_- dasar anak-anak jaman sekarang. Dan karena voucher ini adalah pemberian salah satu pelangganku maka memang sudah seharusnya aku menerimanya dan memakainya demi menghargainya ^_^ .
“Oh iya pak, barusan selesai saya bacanya” ujarku sambil melungsurkan koran tersebut ke sang bapak. Sepertinya beliau pemilik koran tersebut.
Beberapa kali ia membolak balik halaman membacanya sembari tersenyum.
“Kamu tahu kalau koran sebagian besar isinya itu omong kosong, tapi menghibur. Saya membacanya karena ini menghibur. Dan untung saja dimanapun ruang tunggunya pasti ada media sambilan untuk menunggu. Koran ini salah satunya.
‘Ternyata itu bukan korannya, tapi koran sini’. -_-
‘Ucapan beliau tidak sepenuhnya salah sih.. . Media massa memang menarik dan menghibur karena kita butuh media massa sebenarnya bukan sepenuhnya untuk mengetahui kebenaran. Tapi karena itu adalah sesuatu yang menarik dan menghibur’.
“Seperti berita utama hari ini. Kita tahu bahwa terorisme tidak bisa berdiri sendiri. Dari penyandang dana, aksi-aksi yang dilakukan demi mendapatkan dana tersebut. Bahkan pernah terindikasi beberapa perampokan besar-besaran, hasil yang didapat ternyata untuk membiayai aksi terorisme. Terorisme pastinya juga memiliki kaitan dengan banyak faktor. Aksi teror itu sendiri sangat mungkin dilakukan oleh siapa saja. Kelompok-kelompok militan sangat mudah dituduh sebagai otak pelakunya. Mereka tipe yang tertutup namun memiliki sifat yang keras, kaku, dan tidak etis dalam perjuangannya, kalau itu bisa disebut sebagai perjuangan. Hal itulah yang dijadikan alasan untuk menunjuk mereka sebagai tertuduh pelaku peristiwa pemboman yang terjadi belakangan ini. Hal itulah yang perlu digarisbawahi”.
“Jadi bisa jadi pelakunya adalah suatu golongan tertentu yang ingin menimbulkan kerusuhan untuk suatu kepentingan lainnya begitu pak?” ucapku.
“Tindakan apapun yang menyebabkan kerusakan yang masif itu juga bisa dikategorikan sebagai aksi teror, meskipun pelakunya tidak meledakkan bom. Korupsi, Pelanggaran Ham berat, penyelundupan narkoba itu juga termasuk”.
Saat ini kita dikelilingi oleh arus informasi yang sangat deras. Kita sendiri juga harus menjadi pembaca/penonton yang cerdas dengan memilanya. Sebagai contoh kita disuguhi tontonan penggebrekan terhadap orang-orang yang katanya pelaku terorisme. Tapi apa benar mereka pelaku yang sebenarnya juga kita tidak tahu, karena mereka terduga terorisme itu juga sudah tewas ketika keberadaannya berhasil diungkap. Sering ditayangkan bahwa si anu itu gembong teroris nomer wahid yang masuk DPO bukan hanya di Indonesia tapi diluar negeri juga. Tetapi bukti-bukti yang menunjukkan dia benar-benar teroris itu masih menjadi misteri sampai sekarang. Hiburan juga sih bila kita menemukan ada berita yang aneh; seperti tentang bom panci misalnya. Karena terlihat janggal sampai-sampai menjadi bahan candaan para netizen. Walaupun itu entah kita tidak tahu benar atau tidaknya.
Aku terus tertarik dengan bahasan ini memperhatikan penjelasan beliau selanjutnya.
Sebenarnya ada juga hubungan yang antara kerja terorisme dengan media. Karena kengerian tindakan terorisme tidak akan menjadi apa-apa bila tidak dipublikasikan secara besar-besaran oleh media.
Aksi teror tidak mungkin bisa berdiri sendiri, pasti ada suatu kepentingan dibaliknya. Kepentingan politik misalnya. Untuk mengalihkan isu juga bisa.
Siapapun yang menguasai media , ia juga menguasai dunia usaha. Siapapun yang menguasai informasi , ia juga menguasai dunia. Sekalipun itu adalah golongan dengan persentase kecil. Media kita itu bukan media independen melainkan media mainstream yang tunduk kepada pemilik saham/modal. Makanya kemarin saja waktu pemilihan umum, kita disuguhi berita yang berat sebelah, semuanya berita pesanan. Tergantung kepada siapa pemilik media memihak.
“Jangan-jangan bapak itu Intelijen ya?”
“Ah bisa aja kamu. Saya Cuma pengamat politik biasa. Tapi itu tadi diantara kita saja ya. Jangan sampai bapak diciduk” kelakarnya.
‘Perkataan bapak tersebut ada benarnya. Namun saya yakin di dunia ini diantara orang baik dan orang jahat, orang baik jumlahnya lebih banyak’.
Tiba-tiba inderaku dihantam oleh kehadiran kekuatan gelap dalam jumlah yang besar. Kelam, mencekam dan penuh keputusasaan kurasakan dalam batinku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).