"Sampai sekarang dia nggak jadi apa-apa... ".
Malam ini lagi-lagi aku mendengar ia melontarkan kalimat itu kepada orang disebelahnya tepat saat aku melintas pelan didepan rumahnya sepulang ngojek.
Dari kerasnya suara, jelas ia mengucapkan hal tersebut agar aku juga bisa ikut mendengarnya.
Kalau menurut dia aku nggak jadi apa-apa. Setidaknya
dengan keadaanku seperti sekarang ini aku masih bisa membeli beras dan lauk untuk keluargaku saat ini.
Bisa bayar tagihan PAM sampai air galon. Walaupun capek, aku mensyukurinya.
Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Laki-laki tapi mulutnya kayak perempuan. Yah dia sampai seperti itu sebenarnya bisa dimaklumi. Dirinya yang seharusnya menjadi kepala keluarga, yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga.. bahkan nggak perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Kan Bapak rumah tangga. Eh.. bukan kayaknya, karena dia bahkan tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tapi yang penting semua kebutuhannya tercukupi tanpa perlu bekerja. Kan ada istrinya, warisan usaha keluarga milik istrinya. Mokondo(Modal k*nt*l doang).
Padahal beberapa bulan sebelumnya Sugeharto bapaknya pernah berbincang-bincang dengan ibu-ibu kompleks. Dirinya ngrasani seseorang. Laki-laki kok nggak bekerja, malah istrinya, malah numpang usaha istrinya dengan ekspresi sinis. Lalu ibuku yang juga kebetulan berada disitu karena latar Pos Kamling tempat biasa ngumpul berada di depan rumah kami, mengingatkannya bahwa putranya kan juga seperti itu, Mokondo. Tentunya Ibu tidak menggunakan istilah tersebut, saya menggunakannya untuk lebih memperjelas keadaan. Sugeharto terkejut, nampaknya sebelumnya dia lupa bahwa anaknya juga Mokondo. Segera ia meralat pernyataannya bahwa sekarang adalah zaman emansipasi. Sudah lumrah hal seperti itu terjadi. Sudah biasa katanya. Tinggal diatur saja, yang penting sama-sama menerima.
Beberapa waktu lalu heboh KDRT yang dilakukan publik figur. Berita kasusnya menggaung seantero Nusantara. Awak media mengekposnya secara besar-besaran, terus menerus dan kali ini di semua media, bukan hanya stasiun televisi yang membesarkan namanya karena mengangkatnya menjadi artis. Heboh, headline beritanyapun terpampang di semua media baik online maupun offline.
Khalayak umum menyoroti suaminya, sang pelaku KDRT(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang menurut mereka tidak tahu diuntung. Hal itu karena di mata umum sang pelaku KDRT menumpang hidup kepada istrinya. Menilai seperti itu hanya karena pendapatan sang istri lebih besar ketimbang dirinya. Padahal si suami/sang pelaku KDRT juga pendapatannya besar, lha wong artis juga. Hanya saja dirinya tenggelam dan malah dianggap menumpang tenar dari istrinya. Penilaian masyarakat juga karena dirinya yang tampan diatas rata-rata kok mau jadi suaminya si artis tersebut padahal penampilan istri nya tidaklah cantik. Pasti karena harta. Jelas untuk menumpang hidup. Sedangkan para lelaki secara umum menganggap dirinya tidak punya harga diri.
Dan itu sudah jelas terbukti. Bahkan alasan bisa terjadi KDRT karena sang istri memergoki si suami ketahuan selingkuh.
Manusia tidak tahu diuntung. Numpang hidup tidak bersyukur.
Jenis CuPang. Cuma numPang.
Begitulah penilaiannya.
Nilai seperti ini bukan hanya dianut oleh masyarakat kita saja. Kita ambil contoh di suatu daerah bumi lainnya, di Thailand misalnya. Kita bisa mengetahui nilai-nilai dalam suatu masyarakat bahkan hanya dengan menonton film yang berasal dari tempat tersebut. "ATM Errak Error" adalah salah satu judul film yang bagus. Disana menceritakan suatu perusahaan yang mempunyai aturan untuk para pegawainya, tidak boleh menjalin percintaan sesama pegawai di perusahaan tsb. Singkat cerita dua karakter disana yaitu Jib (diperankan oleh Preechaya Pongthananikorn) dan Sua (diperankan oleh Chantavit Dhanasevi) berdebat siapa salah satu dari mereka yang harus risen. Jib meminta Sua yang harus mengundurkan diri. Jib beralasan(sekalipun cewek) bahwa dirinya mempunyai jabatan yang lebih tinggi begitu juga dengan pendapatannya. Tapi Sua tidak mau dan justu ingin Jib lah yang harus mengundurkan diri dan biar dirinyalah yang menjaga Jib. Tensi perdebatan semakin memanas karena tidak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya Sua berteriak "Cuma Gigolo yang seperti itu!". Keduanya lantas terdiam.
Bicara mengenai Mokondo. Kalian pasti juga teringat sosok Boby. Hanya saja perbedaan dari keduanya adalah yang satu sampai merusak hidup orang lain demi berharap lepas dari status Mokondo, namun hasilnya tetap Mokondo, karena apa-apa yang back up kakak ipar istrinya. Sedangkan satunya lagi tidak merugikan orang lain.
Tapi kembali lagi. Itu adalah masalah harga diri. Harga diri seorang lelaki adalah bekerja. Ya gpp sih nggak kerja kalau memang sudah enggak punya malu. Pemalas.
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).