"Ting-ting-ting" bunyi suara melenting yang menandakan abang tukang Bakso lewat didepan rumah menjajakan dagangannya. Maka dari itu aku segera keluar untuk memastikan dagangan yang dijajakan. Karena suaranya mirip, ya itu-itu saja, suara mangkok dipukul pakai sendok. Bisa jadi yang lewat justru jualan lainnya seperti Mi Ayam, bisa Nasi Goreng, bisa Mi Toktok, bahkan bisa juga Tahu Gimbal. Hanya saja kali ini kami ingin jajan Bakso. Sore hari di hari Sabtu yang santai, saat keluarga berkumpul bersama memang saat yang paling tepat untuk jajan.
Setelah mengkonfirmasi. Aku mengkomando adik-adikku membawa keluar mangkok-mangkok sejumlah pesanan kami.
"Jadi siapa nih yang mau mentraktir?". Semua menunjuk ke aku.
"Yowes".
Kenapa tidak memakai mangkok milik abang baksonya saja?. Toh belinya juga banyak, sampai enam mangkok pula. Tunai pula. Kan penglaris.
Ya nggak papa juga sih. Tapi alangkah baiknya bila kami melakukan yang lebih baik dari itu.
Kami bisa menikmati makan bakso bersama sambil bersendau gurau ngalor-ngidul di sore itu, hingga akhirnya langit berganti warna. Tidak sadar bakso sudah pada habis, mangkok-mangkoknya teronggok, disusun bertingkat sedemikian rupa dipojok sisi rumah. Abang tukang bakso masih setia menunggu didepan. Berjongkok dipinggiran jalan. Menunggu lama, sementara kami masih bersendau gurau di dalam rumah.
Jika sampai hal ini terjadi... yang kami lakukan itu malah menjadi penghambat, memperlambat ikhtiar Abang tukang bakso dalam menjemput rezeki yang halal. Karena Abang Bakso tersebut dalam jangka waktu lama akan mengendap didepan rumah kami, menunggu mangkok, menunggu kami membayar. Habislah waktunya untuk itu. Sementara waktu berganti malam, orang-orang sudah bersiap makan malam bersama keluarganya, waktu ternikmat untuk jajan bakso sudah terlewat. Kasihan kan si Abang.
Kecuali kalau kami borong semua dagangannya, sehingga hari ini Abang Bakso tersebut tidak punya barang lagi untuk dijual.
Kalau kita memakai mangkok sendiri dan langsung membayar. Maka si Abang bisa segera ngider lagi ke tempat lain, melanjutkan ikhtiarnya menjemput rezeki. Semoga dengan begitu ia bisa mendapatkan rezeki yang lebih banyak lagi.
Ini sama halnya yang saya alami sendiri sebagai Rider Ojol(Ojek Online). Saat mengantar penumpang ke tempat tujuan, penumpang yang bersangkutan minta tolong berhenti dulu di suatu tempat yang sejalur untuk suatu keperluan. Misalnya mampir ke ATM, atau beli jajanan untuk dibawa sekalian. Sebagian besar dari mereka "tahu", sehingga mereka memberikan tambahan sekedarnya dari Rp4000-5000 diluar ongkos jasa antar yang mungkin hanya Rp10.000. Bahkan ada yang memberikan tambahan Rp10.000-15.000 karena meminta ditungguin sebentar untuk berbelanja. Itu adalah bentuk mereka menghargai waktu yang kami miliki. Nilai itu sangat berarti bagi kami, apalagi saat orderan sepi seperti saat ini.
Seperti yang diketahui kami Rider Ojol hanya bisa menerima satu pekerjaan di satu waktu(kecuali Ojol merek kompetitor yang bisa melakukan pekerjaan antaran makanan secara berantai, hanya satu jenis itu saja sih), sehingga kami ingin segera menyelesaikan satu pekerjaan itu, jadi bisa segera kembali menerima orderan berikutnya, menjemput rezeki berikutnya.
Waktu tidak akan pernah berhenti untuk menunggu, ia akan terus berjalan. Karena itu bila kau menghargai waktu, maka kau juga menghargai kehidupan itu sendiri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).