"Aku nggak terima!. Masa Den, anakku itu seneng sama Andika karena dia ganteng!."
Saat ini Toying sedang curhat dengan salah satu kenalannya. Sama-sama pengusaha keturunan.
"Lha kamu pinginnya dia seneng karena lelaki itu mirip sama kamu?." Dena berusaha menahan tawanya, untung saja enggak bocor karena lelucon yang dilontarkannya sendiri.
"Iya harusnya dia seneng sama laki-laki itu karena laki-laki itu kaya misalnya, kayak aku ini ". Toying mulai memberikan alasan yang menurutnya masuk akal baginya.
"Kamu berharap dia punya alasan yang sama dengan para pelacur di jalanan dong?."
"Hati-hati kalo ngomong!. Apa maksudmu?!."
"Iya, Eliza itu anak kamu. Dia juga perempuan mandiri, sudah kaya, buat apa nyari yang kaya juga?. Semua orang pasti punya standartnya sendiri, nggak cuma kaya.
Memangnya kamu suka sama istrimu karena apa?. Karena dia cantik bukan?". Sambung Dena kembali.
"Ya beda!. Wajar, karena aku ini laki-laki. Pokoknya aku nggak terima dengan alasan itu!.
Aku ini punya banyak perusahaan besar. Aku butuh pewaris yang pintar untuk mengelolanya. Kenapa nggak cari yang lelaki yang jenius, lulusan MIT atau Harvard gitu. Ini malah cuma lulusan SMA terus kerja. Wooo, orang susah!."
"Kalau ada yang pintar ya recruit saja jadi pegawai. Nggak perlu jadi menantu juga kali." Lagi-lagi Dena heran dengan alasan Toying. Lagian sampai ngomongin universitas besar luar negri, memangnya ia tahu letaknya dimana?
"Dulu kamu lulusan UI atau UGM?" Tanya Dena.
"Bukan keduanya, aku lulusan swasta."jawab Toying. Dena hanya bisa memutar kedua matanya.
"Sing penting aku sugeh!"lanjut Toying.
"Enak saja!. Masa cuma karena ganteng!. Gara-gara ia anakku sampai ngedan seperti itu!. Pokoknya aku akan terus mempersulit Andika sampai kapanpun juga!."
Kalimat demi kalimat yang dikeluarkan oleh Toying membuat Dena semakin jijik dan geram.
"Gini ya Ying. Bukan saja kamu sudah tega mempermainkan perasaan anak kamu sendiri. Tapi kamu juga sudah tega menyakiti lelaki yang mencintai anak kamu, ia yang menghargai anakmu bukan karena apa-apa."
"Hati-hati kamu kalo bicara!. Kamu nggak usah sok menasehati aku!.
Kamu itu harusnya hormat sama aku!. (Karena) Aku ini lebih kaya daripada kamu!." Toying murka, seperti biasa ia berusaha menampakkannya, namun kali ini juga hasilnya sangatlah tidak maksimal.
Dena memasang tampang sinis.
"Memangnya kamu yang memberi aku makan?. Aku menghormati seseorang berdasarkan tingkah lakunya."
***
Hari berikutnya di kantor Toying. Eliza mengantarkan berkas milik temannya yang dia suruh menunggu dulu diluar ruangan.
"Ini pak. CV dia, teman Eli yang Eli bicarakan tempo hari.
"Single parrent yang membutuhkan pekerjaan itu ya?." Toying memastikan.
"Jangan khawatir, Eli jamin dia memenuhi semua kualifikasinya kok pak. Jadi bapak tinggal menempatkan dia di kursi yang barusan kosong.
Ingat ya pak, nanti kalau dia masuk. Jaga pandangan. Jangan malu-maluin Eliza."
Eliza membuka pintu, menemui temannya itu dan membawanya masuk ke ruangan.
Setelah Diana masuk ke ruangan. Toying menyisir penampilannya dari atas sampai bawah dengan pandangan "Wow", mata terbelalak, melotot sejak awal. Seakan-akan kedua bola matanya hendak keluar dari rongga mata. Dirinya sudah melupakan semua wanti-wanti Eliza sebelumnya. Ya, benar saudara-saudara. Kali ini Toying benar-benar melotot. Ia bisa melotot. Ia berhasil melotot.
Hal ini tak lepas dari penglihatan Eliza. Eliza sampai berpikir untuk menaruh Diana dihadapannya ketika bapaknya itu berusaha berakting marah. Eliza hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil menepuk jidatnya.
Toying menyambutnya dengan penuh antusias, mereka saling memperkenalkan diri. Tiba-tiba Toying berubah menjadi murah senyum. Toying sepertinya nyaman dengan salaman tangan keduanya, sampai Diana sendiri yang risih dan menarik tangannya. Hingga akhirnya formalitas itu selesai, dan hanya tinggal dirinya dengan Eli kembali diruangan tersebut.
"Bapak mau sama Diana?."Eli langsung to the point.
"Kamu ini, pertanyaan macam apa sih itu?. Bapakkan sudah punya ibu."Toying tersipu-sipu.
"Dijawab saja, andaikan bapak nggak ketemu ibu."
"Mau!!!". Toying menjawab keras dengan mantap. Nada yang bergetar terdengar menggebu-gebu. Dengusan napasnya mulai terdengar berat. Kedua tangannya mengepal sedemikian rupa. Pandangan matanya berapi-api. Napasnya memburu dengan semangat 45, membara. Sebuah kata dengan nada dan ekspresi yang sudah menjelaskan semuanya.
Eliza menghela napas.
"Diananya yang nggak mau sama bapak". ucapnya kalem.
Niat
Diposting oleh
tutorial
21.48
Sore ini Toying terlihat masuk ke mobilnya membawa seorang pemuda. Ia adalah salah satu tenaga cleaning servis di perusahaannya.
"Siapa yang suruh kamu duduk dibelakang!?. Kamu duduk disamping saya!."
"Memangnya kenapa pak?. Kan tempatnya jadi lebih lenggang, bapak jadi punya ruang lebih untuk menyetir. Pemuda yang duduk dibelakang, di kursi penumpang menjadi bingung.
"Jadi kamu anggap saya ini supir!?. Kurang ajar kamu!".
"Bukan begitu pak." Pemuda itu garuk-garuk kepala, ia memang ndeso, tidak menyangka masalah tempat duduk saja dirinya kena semprot.
'Boro-boro saya mau ngantarin. Memangnya berapa banyak orang susah yang bisa naik Ford Everest seperti ini!?. Harusnya ia bersyukur, dan berterima kasih kepadaku!.' Toying berusaha menahan amarahnya, karena itu tidak baik.
'Iya aku tahu, Ford sudah lama keluar dari negara ini. Tapi selama pelayanan purna jualnya masih mendukung. Aku masih akan terus menggunakannya. Gini-gini ini, tetaplah barang yang ada harganya. Walaupun cuma ratusan juta rupiah. Masa aku kemana-mana harus pake Fera atau Lambo. Banyak orang susah di jalan. Bisa-bisa Fera sama Lambo ku lecet, bau pula.'
Toying memberikan tugas kepada pemuda tersebut agar setiap sore setelah pulang dari kantor, pemuda itu mampir ke sebuah masjid untuk membersihkannya.
'Ini namanya saling menguntungkan. Semua didasarkan oleh niat. Ia mau membersihkan masjid karena aku bayar. Dimana lagi orang susah seperti dirinya bisa dapat tambahan Rp100rb perhari, dengan tetap memegang pekerjaan utamanya?. Gaji tetap dapat, komisi dariku ini juga dapat.
Dan aku membayarnya untuk membersihkan dengan niat untuk mendapatkan pahala. Ia mau melakukan hal ini kan karena demi uang. Jadi ia dapat uangnya. Sedangkan aku melakukan ini demi dapat pahala. Win-win solution.'
'Cuma berniat baik saja tanpa melakukannya saja sudah mendapatkan pahala satu. Apalagi ini aku penuhi.'
Aku sendiri sih bisa mengerjakan pekerjaan rendahan bersih-bersih seperti itu. E.. maksudku bukan pekerjaan rendahan. Yah.. hanya saja itu kurang tepat dilakukan oleh orang sepertiku. Toh aku bisa bayar. Jadi kenapa tidak aku kasih ke orang-orang yang membutuhkan seperti dirinya itu.
Ya kan?
"Siapa yang suruh kamu duduk dibelakang!?. Kamu duduk disamping saya!."
"Memangnya kenapa pak?. Kan tempatnya jadi lebih lenggang, bapak jadi punya ruang lebih untuk menyetir. Pemuda yang duduk dibelakang, di kursi penumpang menjadi bingung.
"Jadi kamu anggap saya ini supir!?. Kurang ajar kamu!".
"Bukan begitu pak." Pemuda itu garuk-garuk kepala, ia memang ndeso, tidak menyangka masalah tempat duduk saja dirinya kena semprot.
'Boro-boro saya mau ngantarin. Memangnya berapa banyak orang susah yang bisa naik Ford Everest seperti ini!?. Harusnya ia bersyukur, dan berterima kasih kepadaku!.' Toying berusaha menahan amarahnya, karena itu tidak baik.
'Iya aku tahu, Ford sudah lama keluar dari negara ini. Tapi selama pelayanan purna jualnya masih mendukung. Aku masih akan terus menggunakannya. Gini-gini ini, tetaplah barang yang ada harganya. Walaupun cuma ratusan juta rupiah. Masa aku kemana-mana harus pake Fera atau Lambo. Banyak orang susah di jalan. Bisa-bisa Fera sama Lambo ku lecet, bau pula.'
Toying memberikan tugas kepada pemuda tersebut agar setiap sore setelah pulang dari kantor, pemuda itu mampir ke sebuah masjid untuk membersihkannya.
'Ini namanya saling menguntungkan. Semua didasarkan oleh niat. Ia mau membersihkan masjid karena aku bayar. Dimana lagi orang susah seperti dirinya bisa dapat tambahan Rp100rb perhari, dengan tetap memegang pekerjaan utamanya?. Gaji tetap dapat, komisi dariku ini juga dapat.
Dan aku membayarnya untuk membersihkan dengan niat untuk mendapatkan pahala. Ia mau melakukan hal ini kan karena demi uang. Jadi ia dapat uangnya. Sedangkan aku melakukan ini demi dapat pahala. Win-win solution.'
'Cuma berniat baik saja tanpa melakukannya saja sudah mendapatkan pahala satu. Apalagi ini aku penuhi.'
Aku sendiri sih bisa mengerjakan pekerjaan rendahan bersih-bersih seperti itu. E.. maksudku bukan pekerjaan rendahan. Yah.. hanya saja itu kurang tepat dilakukan oleh orang sepertiku. Toh aku bisa bayar. Jadi kenapa tidak aku kasih ke orang-orang yang membutuhkan seperti dirinya itu.
Ya kan?
Ulang Tahun bagi aku
Diposting oleh
tutorial
20.34
Hari ini adalah hari istimewa. Sedari pagi aku disibukkan oleh panggilan telpon dari beberapa pelanggan jasaku. Benar-benar hari yang sibuk. Sore hari menjelang, akhirnya aku tiba di penghujung hari menyelesaikan tugas terakhir dari pelanggan. Cukup untuk hari ini.
Kutulis nota tagihan di meja frontliner. Tak lupa aku meminjam pulpen dari sana..
"Tanggal 28 Oktober bu ya?."
"Iya, ini hari spesial. Hari spesial kamu."
"Eh..." untuk sesaat aku berpikir bahwa jangan-jangan beliau mengetahui ini adalah hari ulang tahunku. Tidak heran karena beliau dekat dengan Ariela, rekan satu mejanya malahan.".
"Hari mu sebagai pemuda. Sumpah Pemuda!." Aku yakin sebenarnya bukan ini yang mau beliau katakan."
"Ini ulang tahun kamukan?".
Aku tersenyum.
"Kebetulan orangtua saya nggak pernah membiasakan tentang istimewanya hari ulang tahun. Hari itu diperlakukan seperti halnya dengan hari-hari biasa." Sepertinya beliau ingin mendengar saya bercerita lebih lanjut.
Waktu kecil di hari ulang tahun saya.. (kayaknya sih hari ulang tahun saya, walaupun ngiras bukanlahlah hal spesial karena beberapa minggu sekali saya selalu diajak ayah ngiras, kalopun kurasa dah lama kok nggak ngiras, saya yang berinisiatif meminta ayah pergi ngiras). Karena kecil saya nggak pernah hafal tanggalan. Paling dijajanin makanan sama kakek nenek lalu diberitahu bahwa hari itu saya ulang tahun. Oh ternyata hari itu saya ulang tahun.
Ayah mengajak saya ke warung Soto untuk ngiras Soto. Disana kebetulan ada dua orang pengamen jalanan lewat, masih anak-anak juga. Beliau memanggil mereka berdua untuk makan Soto bareng. Sambil bercakap-cakap ayah bertanya apa keluarga mereka masih lengkap. Yang satu menjawab masih punya ibu dan yang satunya lagi yatim piatu dan tinggal bersama kerabat.
Dalam perjalanan pulang beliau berkata kepada saya bahwa ulang tahun itu nggak usah sampai dirayakan dengan pesta. Sayang uangnya, kan bisa buat belanja yang lain. Harus bersyukur dengan keadaan, masih punya keluarga lengkap. Masih punya ayah dan ibu sehingga tidak kekurangan apapun.
Ulang tahun diberi hadiah kado itu bagus. Bikin senang yang berulang tahun. Tapi kalau tahun depannya tidak diberikan kado.. pasti mengatakan orangtua nggak sayang. Padahal seiring bertambahnya usia, pasti ingin kado yang macam-macam. Itu kurang mendidik.
Hidup itu suatu perjalanan. Dan bagiku.. datangnya hari ulang tahun membuatku menyadari usiaku.. semakin berkurang, dan aku bertambah semakin tua. Ganjalan itu terus menyelinap dalam benakku. Mungkin hal ini tidak akan membebaniku kalau saja aku sudah mendapatkan target dalam hidup.
Seperti halnya dua kali Ramadhan di tempat ini yang mengingatkanku.. bahwa aku gagal mendapatkannya, aku terlambat karena terus menunggu kabar dari orang-orang yang tidak pantas aku tunggu. Menggunakan hati kepada orang yang tidak mempunyai hati.
Kutulis nota tagihan di meja frontliner. Tak lupa aku meminjam pulpen dari sana..
"Tanggal 28 Oktober bu ya?."
"Iya, ini hari spesial. Hari spesial kamu."
"Eh..." untuk sesaat aku berpikir bahwa jangan-jangan beliau mengetahui ini adalah hari ulang tahunku. Tidak heran karena beliau dekat dengan Ariela, rekan satu mejanya malahan.".
"Hari mu sebagai pemuda. Sumpah Pemuda!." Aku yakin sebenarnya bukan ini yang mau beliau katakan."
"Ini ulang tahun kamukan?".
Aku tersenyum.
"Kebetulan orangtua saya nggak pernah membiasakan tentang istimewanya hari ulang tahun. Hari itu diperlakukan seperti halnya dengan hari-hari biasa." Sepertinya beliau ingin mendengar saya bercerita lebih lanjut.
Waktu kecil di hari ulang tahun saya.. (kayaknya sih hari ulang tahun saya, walaupun ngiras bukanlahlah hal spesial karena beberapa minggu sekali saya selalu diajak ayah ngiras, kalopun kurasa dah lama kok nggak ngiras, saya yang berinisiatif meminta ayah pergi ngiras). Karena kecil saya nggak pernah hafal tanggalan. Paling dijajanin makanan sama kakek nenek lalu diberitahu bahwa hari itu saya ulang tahun. Oh ternyata hari itu saya ulang tahun.
Ayah mengajak saya ke warung Soto untuk ngiras Soto. Disana kebetulan ada dua orang pengamen jalanan lewat, masih anak-anak juga. Beliau memanggil mereka berdua untuk makan Soto bareng. Sambil bercakap-cakap ayah bertanya apa keluarga mereka masih lengkap. Yang satu menjawab masih punya ibu dan yang satunya lagi yatim piatu dan tinggal bersama kerabat.
Dalam perjalanan pulang beliau berkata kepada saya bahwa ulang tahun itu nggak usah sampai dirayakan dengan pesta. Sayang uangnya, kan bisa buat belanja yang lain. Harus bersyukur dengan keadaan, masih punya keluarga lengkap. Masih punya ayah dan ibu sehingga tidak kekurangan apapun.
Ulang tahun diberi hadiah kado itu bagus. Bikin senang yang berulang tahun. Tapi kalau tahun depannya tidak diberikan kado.. pasti mengatakan orangtua nggak sayang. Padahal seiring bertambahnya usia, pasti ingin kado yang macam-macam. Itu kurang mendidik.
Hidup itu suatu perjalanan. Dan bagiku.. datangnya hari ulang tahun membuatku menyadari usiaku.. semakin berkurang, dan aku bertambah semakin tua. Ganjalan itu terus menyelinap dalam benakku. Mungkin hal ini tidak akan membebaniku kalau saja aku sudah mendapatkan target dalam hidup.
Seperti halnya dua kali Ramadhan di tempat ini yang mengingatkanku.. bahwa aku gagal mendapatkannya, aku terlambat karena terus menunggu kabar dari orang-orang yang tidak pantas aku tunggu. Menggunakan hati kepada orang yang tidak mempunyai hati.
Langganan:
Postingan (Atom)