Sabtu kemarin aku pergi mengambil monitor yang aku serviskan ke salah satu rekan kerjaku. Karena hari Sabtu umumnya memang tidak ada kerjaan.
Memasuki gang tempat tinggalnya dan motorku langsung berhenti tepat di depan rumahnya yang sekaligus menjadi tempat kerjanya. Aku turun dari motor hanya untuk mendapati Boby barusan keluar dari sana. Ia berpapasan denganku sambil cengar-cengir kepadaku seolah tidak pernah terjadi apa-apa kepadaku. Setelah bertahun-tahun aku tak pernah ingin bertemu dengannya lagi.
Indera yang selama ini memblokir kesadaran itu, berbalik menggalinya dengan paksa. Menjadi ingat, walaupun tidak ingin.
Dulu, masih di daerah sini ia pernah menyuruhku untuk tidak usah mengambil pelanggan sekolah terutama SD, karena anggarannya minim dan sulit keluar kata ia. Usai mengatakan hal itu, HP miliknya berdering. Diangkatnya dan terdengar percakapan dari "seberang" bahwa dia memanggil Boby untuk menservis printer milik SD tempat nya bekerja yang kebetulan berada di depan, tidak jauh dari sini. Tentu saja Boby tidak bisa menyembunyikan percakapan tersebut karena aku berada tepat didepannya, dan aku bisa dengan jelas mendengar semuanya. Menyadari diriku berusaha menahan tawa mengenai hal itu. Dirinya dengan nada tinggi seakan marah, berkata bahwa "yang ini" sudah lama!. Ternyata tak tanggung-tanggung, ia sampai memasuki prospek sekitaran domisiliku sekalipun dirinya tahu aku akan pindah kesini. Waktu itu aku masih bisa tertawa menghadapi sifat hipokritnya itu. Namun sekarang sudah tidak bisa lagi seperti itu.
'Bajingan ini kenapa bisa sampai disini?. Padahal ini masih wilayah tempat tinggalku. Bukankah seharusnya wilayah operasinya ada jauh di daerah gunung sana?.' Muak itu pasti. Ternyata ia mengenal jaringan rekan bisnisku.
Basa basi ia menyapaku dengan senyuman palsu yang ia hias di topeng wajahnya itu.
"Aku tak balik sek ya" masih dengan cengar-cengir tanpa terlihat rasa bersalah apapun. Cengar-cengir, mungkin karena suasana hatinya sedang riang. Apa ia tidak sadar raut mukanya yang seperti itu mirip seorang idiot?.
"Yo balik o" ucapku berlalu tanpa perlu basa basi. Aku tak butuh itu. Aku tak mau berlagak pilon seperti dirinya. Saat sama-sama tahu tapi masih saja berlagak pilon, kayak orang idiot saja. Padahal kebenarannya sudah terkuak. Ia bahkan sudah berencana mati-matian akan terus pura-pura tidak tahu akan semua hal dalam lingkar kejadian yang aku alami. Menganggap aku mengalami delusi akan semua kenyataan itu. Sungguh jahat rencana mereka. Aku tak butuh pengakuannya. Semua sudah terjadi, itu tak akan mengubah apapun. Sekalipun semua bersepakat untuk berlagak pilon. Mungkin karena dibayar. Tetap saja akan ada seseorang yang tak peduli akan hal itu. Tetap saja kebenaran akan bocor terkuak. Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga.
Dan aku sangat menghargai itu. Selamanya ia tak perlu tahu siapa sumber informasiku. Itulah caraku menghargainya.
Didalam ruang kerja yang berada di ruang depan yang dipenuhi oleh berbagai monitor yang berserakan disana sini dari LCD sampai LED dari berbagai macam merk dan ukuran. Anak buah mas Margo yang sedang duduk mengerjakan rangkaian elektronik terkejut bahwa ternyata aku mengenal Boby.
"Lho, mas kenal sama Boby?. Mas temannya Boby!?"
Aku menjawabnya dengan tegas sembari mengangkat telapak tangan kananku.
"Bukan teman, cuma kenalan".
"Oh kenalannya ya mas?". Kemudian ia masih melontarkan pertanyaan yang sama sampai berkali-kali, terlihat antusias akan hal tersebut. Ketahuilah anak muda, bahwa kau bisa bereaksi seperti itu karena engkau tidak mengetahui kebusukan Boby. Syukurlah kau tidak pernah mengalami apa yang pernah aku alami. Karena bila kau sendiri yang mengalaminya, niscaya kau tak akan pernah bertanya seperti itu kepadaku. Bagiku.. Boby tak lebih dari seorang bajingan.
Wujud memang benar-benar bisa menipu ya. Kelihatannya saja polos, padahal kenyataannya apa yang ada didalamnya benar-benar busuk. Itu karena kau tidak mengenalnya.
"Kenalan, bukan teman" karena aku sudah mulai bisa membedakan antara teman atau sekedar kenalan dan rekan kerja.
"Kok ia bisa ada disini?"
"Woh!. Sudah lama mas. Boby sama kita itu dekat". ucap adik itu dengan senyum diwajahnya.
Mereka dekat karena bisnis.
"Ya memang sih. Sekalipun pasti aku mengenal mas Margo lebih dulu daripada Boby. Tapi aku jarang kesini untuk memberikan pekerjaan. Mas Margo spesialis monitor. Sedangkan sebagian besar pelangganku bila ada monitor komputernya yang rusak selalu mengatakan lebih baik beli baru, merk Cina sekalipun garansinya setahun. Padahal kalau dihitung-hitung, bagaimanapun diservice tetap lebih murah daripada beli baru.
Dan aku tidak akan menghalangi rezeki seseorang. Aku tidak mau menjadi manusia busuk seperti dirinya.
Aku keluar membopong monitorku itu. Ternyata Boby masih menunggu diluar. Sambil masih cengar-cengir ia mengajakku barengan. Iapun duduk di sepeda motor barunya yang terlihat mencolok karena berwarna merah, berjenis jantan dan berukuran sedikit lebih besar dari motor-motor pada umumnya, dan dengan kantung dikanan kirinya mirip seperti yang ada di motor Harley Davidson.
Buat apa?. Ia kan tahu rumahku dekat sini dan iakan bisa langsung balik arah untuk langsung menuju jalan raya ke arah tempat tinggalnya. Karena aku akan mengambil jalan berliku perumahan untuk pulang. Aku tak butuh basa-basi semacam itu.
Memaafkan itu pasti. Tuhan saja maha pemaaf, dan memberikan maaf sebelum diminta bukankah suatu keutamaan. Sekalipun tak pernah ada kalimat meminta maaf itu terucap sampai saat ini dari mulut Boby kepadaku. Yah mungkin hal yang pernah dilakukannya kepadaku itu baginya bukanlah apa-apa bagi dirinya. Hal yang ia anggap sepele.
Aku jijik kepadanya. Aku tak pernah ingin melihat tampang keparat itu lagi. Selamanya.
Memaafkan, tapi tidak akan pernah melupakan. Layaknya gading yang sudah retak, tak akan pernah lagi kembali utuh seperti semula. Seberapa besar apapun usaha untuk memulihkannya, tidak akan pernah bisa retakan-retakan itu disembunyikan. Itulah hati seseorang.
Aku gas sepeda motorku melesat berkelak-kelok melewati lika-liku jalanan gang perumahan yang sempit tanpa memperdulikan sosok Boby.
Sudah pernah kuutarakan sebelumnya bahwa aku hanya akan bergaul dengan orang-orang yang baik saja.
Kebetulan beberapa minggu lalu aku berbincang dengan salah satu pelangganku. Tepatnya oleh pimpinan perusahaannya sendiri. Dan aku sepertinya mendapatkan ilmu baru.
"Kalau ada orang yang attitudenya baik dan produktivitasnya baik, kamu apakan?"
"Bakal saya promosikan, saya naikkan jabatannya." jawab saya.
"Kalau attitudenya baik tapi produktivitasnya buruk, kamu apakan dia?" tanyanya lagi.
"Saya motivasi, atau saya mutasi, rolling sama yang lain."
"Sekarang bagaimana kalau attitudenya buruk tapi produktivitasnya bagus, kamu apakan orang itu?."
"Mungkin bakal saya training untuk memperbaiki attitudenya."
"Kalau ada SDM kamu yang attitudenya buruk dan produktivitasnya negatif, akan kamu apakan dia?"
"Ya saya SP3, saya pecat!."
"Begini ya, kalau di perusahaan yang saya pimpin selama lebih dari 20 tahun ini.
Kalau attitudenya baik produktivitasnya bagus, saya bahkan bisa spin-off kasih dia peluang naik sampai direksi atau mitra bermitra. Syaratnya adalah dia terus-terusan melakukan hasil yang excellent."
"Kalau attitudenya bagus tapi produktivitasnya negatif atau minus, saya akan mutasi dia, training dia, team building, bahkan terus dikasih personal coach." Apalah itu yang penting saya angguk-angguk saja.
"Sekarang kalau attitudenya buruk tapi sangat produktif atau produksinya dia positif, maka orang itu besoknya saya pecat!. Berapapun ongkosnya, saya kasih pesangon. Fire him!. PECAT."
"Dan terakhir kalau attitudenya buruk dan produktivitasnya buruk, saya pecat dua orang. Satu dia saya pecat. Kedua HRDnya saya pecat, karena pasti HRDnya ada main dan tidak becus."
"Jadi inget. Hire on expertise, fire on attitude. Tidak ada ampun!. Hanya kita pilih attitude yang terbaik. Jadi di perusahaan ini semua orang attitudenya baik."
Saya mendengar semua itu sambil manggut-manggut. Sungguh luar biasa hal yang barusan aku dengarkan ini. Membuat saya sungguh-sungguh terpukau. Saya merasa tercerahkan.
Saya menyimpulkan, mungkin karena attitude sulit untuk dirubah. Idealis.
Jadi teringat beberapa orang yang tidak peduli akan attitude dari pegawainya. Yang penting pegawai tersebut bisa kerja. Berpedoman hanya pada hasil.
Saya merasa tersanjung. Entah itu memang kalimat beliau sendiri atau beliau menyimpan kalimat-kalimat tersebut dari menghadiri acara motivasi.
"Jadi karena itu perusahaan bapak menggunakan jasa saya walaupun ada penawaran dari perusahaan sekelas S**** yang menawarkan harga lebih murah beserta fasilitas cadangan cartridge?." Mata saya sepertinya berbinar-binar ini.
Sambil menahan senyum ia menjawab pertanyaan saya itu.
"Bukan hanya karena itu. Juga karena tempat mas pembayarannya bisa tempo. Beda sama S****. Jadi perusahaan bisa lebih terorganisir dengan baik dalam mengelola keuangan."
'Oh' (-_-)
***
Hal ini mengingatkan saya akan suatu syair dan hadist nabi.
“Sesungguhnya
di langit ada seekor burung yang bernama buko dan sesungguhnya
burung-burung itu akan hinggap dengan yang sejenisnya.”
Bait syair tersebut sama dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dari sahabat Abu Hurairah, bahwa beliau bersabda:
“Ruh-ruh
(manusia) itu bagaikan pasukan yang bersatu, maka yang saling mengenal
darinya akan menyatu, dan apa yang berbeda akan berpaling”.
Hadist diatas menjadi dasar dalam islam untuk menilai seseorang. Jika disana ada orang yang baik namun ia berteman dengan orang yang jelek, maka pastilah di antara keduanya ada kesamaan, entah dalam urusan dunia atau agama. Menunjukkan bahwa menyeleksi teman sangatlah penting.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).