Ucapan salam terdengar dari pintu depan. Wan pulang dengan tergesa langsung menuju ke dapur untuk mengambil air minum. Wajahnya seperti menahan geram. Istrinya menyapanya agar tahu apa yang bisa tahu dilakukan untuknya.
"Ada apa Pakne kok pulang gesa-gesa, terus kenapa mukanya ditekuk seperti itu?"
"Biasa Bune itu tetangga pojok bikin ulah lagi".
Oh.. Istri Wan melontarkan tebakan sambil menyanyi Sugeharto.. Sugeh Harto, Wan mengikuti, keduanya lalu menyanyikannya bersama sambil berjoget.
"Sugeharto.. Sugeh Harto!.
Sugeharto.. Sugeh Harto!."
Wan pun sejenak bisa melepas penatnya.
Dari dulu semua tingkah laku negatifnya aku anggap badut yang melontarkan banyolannya. Bahan hiburan.
Tapi lama-lama kok dianya semakin keluar dari jalur akidah.
"Kalau Pakne sejenis dengannya pasti ngobrolnya bakalan jadi seru, saling menambahi. Pakne sampai marah itu menunjukkan bahwa Pakne itu orang baik.
Memangnya ada apa?, sini bagi ke Bune biar bebannya berkurang.
"Kamu ingatkan kejadian tempo hari saat ia mengatakan berkali-kali bahwa tuhan itu tidak adil?"
"Ingat, ada apa? Apa dia nggak terima kamu nasehati? kamu diapain sama dia!? Bune jadi emosi".
Wan menenangkan istrinya.
"Dia mengatakan kalau dia tidak butuh nasehat. Lho diakan kaaya rayaaa! beda sepertiku yang dia katakan orang nggak punya, sehingga seharusnya dia yang lebih pantas memberikan nasehat bukan menerima nasehat. Watak kok bisa sama persis seperti tokoh pewayangan Drona!"
"Mobiilku banyak, uangku melimpah, hartaku dimana-mana. Kelasku berbeda." Ucap Wan sambil menaikkan dagunya dan memonyongkan mulutnya, sesekali menepuk dadanya dan memainkan gerak tangan bak sedang main drama.
Istri Wan memukuli pundak Wan sambil tertawa lepas. "Aduh, memangnya aku salah apa Bune!?" ucap Wan sambil mengelus-elus pundaknya yang tidak sakit.
"Ya sudah, orang kayak dia biarin saja. Mau jempalitan kayak apa, biarin saja. Pakne itu terlalu baik jadi orang".
"Begitulah kalau orang dihantui oleh perbuatannya sendiri. Sampai-sampai waktu kemarin ceramah Jumatan membahas hal yang seperti itu. Dia tidak terima. Dia merasa pihak masjid bersekongkol menyindir dia.
Apalagi saat khatib berkali-kali mengatakan yang kurang lebih bahwa kalau orang yang berani mengatakan Allah tidak adil maka ya jangan tinggal di buminya Allah!.
Seperti biasa dirinya meradang. Katanya dia adalah orang yang tersakiti, terzhalimi. Kata dia lagi berarti doa dia itu manjur.
Istri Wan mendengarkan sambil geleng-geleng.
"Mulai lah dia mengutuki orang-orang yang dia benci. Sumpah serapah, melaknatnya."
"Naudzubillah! Itu khatibnya juga dilaknat sama dia?"
"Nggak tahu deh" ujar Wan mengangkat bahu. Yang aku tahu dia sampai menghina rasulullah dengan kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan hanya karena rasulullah adalah leluhur dari pemuda yang didengkinya. Efek dari merasa ruangannya dibatasi. Dia juga langsung menuduh anggota Takmir(pengurus) Masjid dari RT kita sebagai pelaku dan mencibirnya sebagai pengangguran!."
"Naudzubillah!. Kok bisa ya ada orang kayak gitu".
Ckckck. Istri Wan menanggapi.
"Kutukan dan laknat adalah hak Allah SWT semata, dalam menghukum setiap hambanya.
"Sudahlah biarin saja kalau tidak butuh nasehat. Lagian dia sudah tahu bukan konsekuensinya?" Istri Wan menanyakan.
Hadist riwayat Abu Daud mengatakan;
“Sesungguhnya
seorang hamba apabila melaknat sesuatu, niscaya laknatnya akan naik ke
langit, maka tertutuplah pintu-pintu langit hingga ia tak
dapat masuk, maka kembalilah ia terhujam ke bumi, akan tetapi
pintu-pintu bumi pun tertutup untuknya, maka ia berputar-putar ke kanan
dan kiri, dan jika tak menemui jalan keluar (menuju sasarannya), maka ia
akan tertuju pada orang yang dilaknat jika memang ia pantas untuk
dilaknat, akan tetapi jika tidak pantas, maka ia akan kembali kepada
orang yang mengucapkan laknat tadi.”
'Hebath juga hafalan hadist istriku ini' Wan bangga.
"Lagian kapan pun dan dimana pun, dalam peradaban mana pun. Seseorang mendengki karena ia lemah dan hina, merasa tidak memiliki apa-apa."
"Lantas apa kekuatan yang bisa diandalkan oleh seorang pendengki?
Tidak ada!. Tidak akan pernah sama orang yang mulia dengan orang yang hina."
"Itulah Bune. Hanya dari satu penyakit hatinya itu bisa sampai menjadi seperti ini.
Kalaupun dalam ceramah itu menyindirnya, harusnya dia merasa bersyukur sudah ada yang mau mengingatkannya. Lagipula memangnya umat itu cuma dia saja?. Itukan ceramah umum agar orang lain tidak mengikuti kebodohan seperti yang ia perbuat."
"Tidak butuh nasehat katanya. Padahal dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad-Daary menyatakan bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda,
”Agama adalah nasehat". Kami, para sahabat, bertanya, ”Bagi siapa wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, ”Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para
pemimpin kaum muslimin serta segenap umat Islam.”
"Bahkan yang menjadikan Abu
Bakar lebih tinggi derajatnya daripada sahabat-sahabat yang lain
bukanlah puasa ataupun shalatnya. Akan tetapi karena sesuatu yang ada
dalam hatinya. Yang ada dalam hatinya adalah kecintaan kepada Allah dan
nasehat terhadap sesamanya.”
"Berkali-kali mengatakan tentang kehormatan. Tahu apa dia soal kehormatan?. Kehormatan itu didapatkan bukan diminta. Orang kok tidak tahu aturan!. Tidak mau menghormati orang lain tapi minta dihormati?. Gila hormat. Memangnya dirinya siapa? yang keturunan raja, pahlawan, dan ulama besar saja tahu aturan.
Qarun manusia terkaya di zamannya saja bukan orang yang terhormat. Ia tidak memenuhi satu hal. Yaitu asas manfaat. Bermanfaatkan dirinya bagi orang lain disekitarnya. Yaa.. oke aku akui dia memang bermanfaat sebagai model percontohan agar tidak dicontoh. Sebagai pengingat."
Kepandaian berkelit
Diposting oleh
tutorial
13.29
Publik dikejutkan oleh vonis bebas yang dlakukan oleh hakim Tipikor kepada seorang terdakwanya.
Sementara terdakwa melalui kuasa hukumnya menyambut baik keputusan majelis hakim tersebut. Sejak awal ia memang sudah memprediksikan bahwa terdakwa akan divonis bebas.
Apalagi hal yang dilakukannya dinilai tidak masuk ranah perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata.
Terdakwa langsung melakukan sujud syukur disambut teriakan kebahagiaan yang memenuhi ruang sidang oleh sanak keluarganya.
Agenda pembuktian berjalan tidak seperti yang diharapkan karena kesaksian dari saksi yang dihadirkan dirasa menguntungkan terdakwa. Sehingga dakwaan jaksa tidak memenuhi unsur.
Layar monitor berdering di ruang kerja sebuah rumah. Diangkatnya pelayanan video call tersebut.
Sebuah percakapanpun terjadi..
"Halo bang gimana kabarnya?.
"Masa belum tahu?
"Iya tahu, hebath banget bang. Ajarin ilmunya dong kok bisa lepas gitu aja dari Tipikor kemarin?"
Pria berdasi yang belum sempat mengganti pakaiannya itu terkekeh.
"Aku ajak dia bicara secara baik-baik".
"Kamu suap dia bang?".
"Enggaklah. Orang macam dia mana mempan sama yang begituan".
"Kamu ancam dia bang?. Pakai apaan?"
"Huss jangan bilang gitu. Nggak bakalan mempan juga dia saya ancam pakai fisik".
"Saya hanya mengingatkan dia tentang hadist fitnah dan menyebarkan aib.
Apa dia mau memakan bangkai saudaranya sendiri?. Dia membicarakan sesuatu yang tidak aku sukai. Apakah dia bisa tenang sedangkan dia sedang membuka aibku yang aku tidak menyukainya. Selama ini aibku itu tertutupi. Namun kenapa dia malah berusaha mengutak atiknya!?. Biarlah itu menjadi urusanku dengan yang diatas.
Kan memang ada hadistnya".
"Dosa dia bakalan menumpuk dan bahwa nantinya dia juga bakal menerima balasannya aibnya akan ikut terbongkar di dunia atau di akherat.
Sangsi bagi mereka yang melakukan hal tersebut yaitu mencari-cari aib orang lain, bahwa Allah akan memalukannya dan menampakkan bagi manusia lain aibnya yang dia tutup-tutupi.
Nyalinya jadi ciut".
"Lho akukan tidak membohonginya dengan hadist. Hahaha".
"Akhirnya dia ketakutan dan alih-alih bungkam. Dia malah memberikan kesaksian palsu. Hahaha. Misi berhasil. Aku bahkan tidak rugi sepeserpun. Hahaha"
"Dia bukan hanya menolongku tapi juga malah membuat satu dosa besar. Menjadi saksi palsu. Demi melindungi aibku. Hahahaha!".
Ruangan itupun ditutupi oleh tawa para durjana yang sedang berpesta merayakan kemenangannya.
Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan maling.
Sementara terdakwa melalui kuasa hukumnya menyambut baik keputusan majelis hakim tersebut. Sejak awal ia memang sudah memprediksikan bahwa terdakwa akan divonis bebas.
Apalagi hal yang dilakukannya dinilai tidak masuk ranah perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata.
Terdakwa langsung melakukan sujud syukur disambut teriakan kebahagiaan yang memenuhi ruang sidang oleh sanak keluarganya.
Agenda pembuktian berjalan tidak seperti yang diharapkan karena kesaksian dari saksi yang dihadirkan dirasa menguntungkan terdakwa. Sehingga dakwaan jaksa tidak memenuhi unsur.
Layar monitor berdering di ruang kerja sebuah rumah. Diangkatnya pelayanan video call tersebut.
Sebuah percakapanpun terjadi..
"Halo bang gimana kabarnya?.
"Masa belum tahu?
"Iya tahu, hebath banget bang. Ajarin ilmunya dong kok bisa lepas gitu aja dari Tipikor kemarin?"
Pria berdasi yang belum sempat mengganti pakaiannya itu terkekeh.
"Aku ajak dia bicara secara baik-baik".
"Kamu suap dia bang?".
"Enggaklah. Orang macam dia mana mempan sama yang begituan".
"Kamu ancam dia bang?. Pakai apaan?"
"Huss jangan bilang gitu. Nggak bakalan mempan juga dia saya ancam pakai fisik".
"Saya hanya mengingatkan dia tentang hadist fitnah dan menyebarkan aib.
Apa dia mau memakan bangkai saudaranya sendiri?. Dia membicarakan sesuatu yang tidak aku sukai. Apakah dia bisa tenang sedangkan dia sedang membuka aibku yang aku tidak menyukainya. Selama ini aibku itu tertutupi. Namun kenapa dia malah berusaha mengutak atiknya!?. Biarlah itu menjadi urusanku dengan yang diatas.
Kan memang ada hadistnya".
"Dosa dia bakalan menumpuk dan bahwa nantinya dia juga bakal menerima balasannya aibnya akan ikut terbongkar di dunia atau di akherat.
Sangsi bagi mereka yang melakukan hal tersebut yaitu mencari-cari aib orang lain, bahwa Allah akan memalukannya dan menampakkan bagi manusia lain aibnya yang dia tutup-tutupi.
Nyalinya jadi ciut".
"Lho akukan tidak membohonginya dengan hadist. Hahaha".
"Akhirnya dia ketakutan dan alih-alih bungkam. Dia malah memberikan kesaksian palsu. Hahaha. Misi berhasil. Aku bahkan tidak rugi sepeserpun. Hahaha"
"Dia bukan hanya menolongku tapi juga malah membuat satu dosa besar. Menjadi saksi palsu. Demi melindungi aibku. Hahahaha!".
Ruangan itupun ditutupi oleh tawa para durjana yang sedang berpesta merayakan kemenangannya.
Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan maling.
Penantian
Diposting oleh
tutorial
13.44
Hari ini aku merasa terpukul...
Seperti biasa aku menjalani keseharianku mendatangi salah satu pelanggan kantor yang menggunakan jasaku.
Saat sampai di depan penerima tamu dia berdiri menyambutku dengan senyuman merekah dan raut wajah berbinar. Mengatakan hal yang biasa diucapkannya saat menghadapiku "Printer ya?" . Aku membalas senyumnya, mata kami saling bertatapan dan aku pun menjawabnya seperti biasa "Iya mbak". Akhirnya aku bertemu lagi dengannya setelah beberapa kali kesini tapi tidak melihatnya. Aku kira dia risen.
Namun sesaat kemudian dia menunduk, matanya berubah sayu. Aku merasa ada yang aneh, ada apa gerangan?.
Ah.. ternyata begitu.
Sekilas aku melihat terjadi perubahan pada perutnya. Walaupun sedikit tapi aku bisa melihat Maxi Dress yang dikenakannya sedikit membesar. Tanpaku bertanya aku bisa memastikan bahwa dia sedang mengandung. Perasaan berkecamuk macam apa ini yang ada dalam batinku..
Sebuah rasa kecewa? penyesalan?.
Sebagian diriku mengatakan bahwa aku adalah lelaki yang bodoh. Entah sudah berapa perempuan baik yang aku lewatkan begitu saja.
Lebih dari setahun telah berlalu semenjak aku berinteraksi dengannya. Sekalipun hanya sebatas formalitas; menyapa dan menyampaikan tujuan kedatangan. Tentu saja aku menyadari sorotan matanya yang bersinar itu, raut wajah yang merona. Sebuah kekaguman, suatu rasa simpati terhadapku. Aku bisa mengenalinya dengan mudah karena sudah banyak berpengalaman dengan hal semacam ini. Mungkin sudah tak terhitung, jumlah perempuan yang pernah naksir sama aku.
Aku tidak bisa menyalahkannya. Jelas aku tidak bisa menyalahkannya, yang terus menunggu tanpa kepastian, sedangkan usia terus merayap.
Aku bahkan tidak memberikannya harapan, sekalipun aku tahu dia menunjukkan perasaaan itu kepadaku.
Aku seorang laki-laki yang bisa dengan leluasa memutuskan dan bertindak berkenaan dengan calon pendamping hidupku nantinya. Sedangkan dia seorang perempuan yang hanya bisa menyampaikan perasaan hatinya sampai batas tertentu saja.
Dia pasti menerima ta'aruf dari keluarganya.
Gadis elok yang berumur lebih dari 25 tahun namun belum menikah menandakan satu hal; dia adalah seorang pemilih. Seperti halnya diriku.
Apa sih yang sebenarnya aku harapkan?. Ada perawan cantik berjilbab yang jelas-jelas menaruh hati kepadamu. Cantik.. jelas terlihat. Berakhlak.. yang pasti dia sudah berusaha untuk menjadi muslimah yang baik dengan menaati perintah agama.
Bahkan waktu berada di ruangan lainpun telingaku pernah mendengarnya dengan jelas waktu dia bercerita kepada teman sejawatnya. Bahwa dirinya juga bekerja, jadi pasti bisa membantu beban keluarga nantinya.
Apa yang hendak kamu harapkan dari sosok semu yang belum tentu ada. Yang bahkan sampai detik ini tidak pernah menampakkan wujudnya dihadapanmu. Sedangkan hal nyata yang berada di depanmu justru kau abaikan...
Bila mau masuk masuklah, bila tidak maka keluarlah.
Tapi jangan berdiri di depan pintu karena akan menghalangi orang lain yang akan masuk.
Dilema semacam ini...
Lagi-lagi aku melewatkannya. Idealisme hanya karena sebuah alasan... chemistery , hanya karena sebuah rasa klik. Adilkah diriku? terhadap mereka? terhadap diriku sendiri?
Ada seorang teman dari dunia maya yang mengatakan bahwa;
Jodoh ada di tangan tuhan. Tapi jika kita tidak mengambilnya, maka dia akan menjadi jodoh orang lain.
Kita pasti tak pernah mau bermain-main dengan perasaan oranglain bukan?. Namun.. membuatnya menunggu tanpa kepastian, tanpa kejelasan. Tidak ada hal nyata. Hanya semu belaka. Entahlah.. apakah itu juga bisa dikatakan mempermainkan?
Mereka yang iri dan menaruh dengki terhadapku hanya karena fisik rupawan yang kumiliki tidak pernah tahu kenyataan yang kuhadapi dengan segala resikonya. Jelas mereka tidak pernah tahu masalah apa saja yang dihadapi oleh orang semacam diriku. Mungkin yang terbayang dalam awang mereka hanyalah sebuah kesenangan, hal wow seperti bisa menjadi populer, dan semua yang berkenaan dengan syahwat duniawi mereka. Aku bisa mengatakan bahwa itu hanyalah angan mereka sendiri yang mungkin tercipta dari melihat kehidupan para artis di pusat sana. Jakarta. Hanya modal tampang dan mangap-mangap doang sudah bisa dapat uang banyak.
Bagi mereka yang menjalani "pekerjaan yang sebenarnya" sejatinya tidak ada bedanya kok dengan mereka yang "tidak special". Justru ini adalah anugerah yang seringkali membuat kita repot.
Sudah ada beberapa rekanan yang memutuskan untuk tidak lagi memakai jasaku. Karena aku berpegang pada profesionalitas. Aku datang menyapa, menyelesaikan tugasku, menerima pembayaran lalu pergi dan menunggu kesempatan berikutnya untuk datang kembali saat jasaku diperlukan.
Tapi tidak semua orang bisa melakukan hal itu.
"Aku akan membantumu melupakannya". Itulah hal yang sering aku dengar.
Tentu saja hal ini cukup berdampak terhadap aliran perekonomian usahaku.
Karena aku harus mencari pelanggan baru lagi.
Kalau hendak pergi, pamitlah. Jadi aku bisa membuka pintunya dengan leluasa. Tapi bila hendak menetap, beritahu aku. Biar aku bisa mengunci pintunya.
Seperti biasa aku menjalani keseharianku mendatangi salah satu pelanggan kantor yang menggunakan jasaku.
Saat sampai di depan penerima tamu dia berdiri menyambutku dengan senyuman merekah dan raut wajah berbinar. Mengatakan hal yang biasa diucapkannya saat menghadapiku "Printer ya?" . Aku membalas senyumnya, mata kami saling bertatapan dan aku pun menjawabnya seperti biasa "Iya mbak". Akhirnya aku bertemu lagi dengannya setelah beberapa kali kesini tapi tidak melihatnya. Aku kira dia risen.
Namun sesaat kemudian dia menunduk, matanya berubah sayu. Aku merasa ada yang aneh, ada apa gerangan?.
Ah.. ternyata begitu.
Sekilas aku melihat terjadi perubahan pada perutnya. Walaupun sedikit tapi aku bisa melihat Maxi Dress yang dikenakannya sedikit membesar. Tanpaku bertanya aku bisa memastikan bahwa dia sedang mengandung. Perasaan berkecamuk macam apa ini yang ada dalam batinku..
Sebuah rasa kecewa? penyesalan?.
Sebagian diriku mengatakan bahwa aku adalah lelaki yang bodoh. Entah sudah berapa perempuan baik yang aku lewatkan begitu saja.
Lebih dari setahun telah berlalu semenjak aku berinteraksi dengannya. Sekalipun hanya sebatas formalitas; menyapa dan menyampaikan tujuan kedatangan. Tentu saja aku menyadari sorotan matanya yang bersinar itu, raut wajah yang merona. Sebuah kekaguman, suatu rasa simpati terhadapku. Aku bisa mengenalinya dengan mudah karena sudah banyak berpengalaman dengan hal semacam ini. Mungkin sudah tak terhitung, jumlah perempuan yang pernah naksir sama aku.
Aku tidak bisa menyalahkannya. Jelas aku tidak bisa menyalahkannya, yang terus menunggu tanpa kepastian, sedangkan usia terus merayap.
Aku bahkan tidak memberikannya harapan, sekalipun aku tahu dia menunjukkan perasaaan itu kepadaku.
Aku seorang laki-laki yang bisa dengan leluasa memutuskan dan bertindak berkenaan dengan calon pendamping hidupku nantinya. Sedangkan dia seorang perempuan yang hanya bisa menyampaikan perasaan hatinya sampai batas tertentu saja.
Dia pasti menerima ta'aruf dari keluarganya.
Gadis elok yang berumur lebih dari 25 tahun namun belum menikah menandakan satu hal; dia adalah seorang pemilih. Seperti halnya diriku.
Apa sih yang sebenarnya aku harapkan?. Ada perawan cantik berjilbab yang jelas-jelas menaruh hati kepadamu. Cantik.. jelas terlihat. Berakhlak.. yang pasti dia sudah berusaha untuk menjadi muslimah yang baik dengan menaati perintah agama.
Bahkan waktu berada di ruangan lainpun telingaku pernah mendengarnya dengan jelas waktu dia bercerita kepada teman sejawatnya. Bahwa dirinya juga bekerja, jadi pasti bisa membantu beban keluarga nantinya.
Apa yang hendak kamu harapkan dari sosok semu yang belum tentu ada. Yang bahkan sampai detik ini tidak pernah menampakkan wujudnya dihadapanmu. Sedangkan hal nyata yang berada di depanmu justru kau abaikan...
Bila mau masuk masuklah, bila tidak maka keluarlah.
Tapi jangan berdiri di depan pintu karena akan menghalangi orang lain yang akan masuk.
Dilema semacam ini...
Lagi-lagi aku melewatkannya. Idealisme hanya karena sebuah alasan... chemistery , hanya karena sebuah rasa klik. Adilkah diriku? terhadap mereka? terhadap diriku sendiri?
Ada seorang teman dari dunia maya yang mengatakan bahwa;
Jodoh ada di tangan tuhan. Tapi jika kita tidak mengambilnya, maka dia akan menjadi jodoh orang lain.
Kita pasti tak pernah mau bermain-main dengan perasaan oranglain bukan?. Namun.. membuatnya menunggu tanpa kepastian, tanpa kejelasan. Tidak ada hal nyata. Hanya semu belaka. Entahlah.. apakah itu juga bisa dikatakan mempermainkan?
Mereka yang iri dan menaruh dengki terhadapku hanya karena fisik rupawan yang kumiliki tidak pernah tahu kenyataan yang kuhadapi dengan segala resikonya. Jelas mereka tidak pernah tahu masalah apa saja yang dihadapi oleh orang semacam diriku. Mungkin yang terbayang dalam awang mereka hanyalah sebuah kesenangan, hal wow seperti bisa menjadi populer, dan semua yang berkenaan dengan syahwat duniawi mereka. Aku bisa mengatakan bahwa itu hanyalah angan mereka sendiri yang mungkin tercipta dari melihat kehidupan para artis di pusat sana. Jakarta. Hanya modal tampang dan mangap-mangap doang sudah bisa dapat uang banyak.
Bagi mereka yang menjalani "pekerjaan yang sebenarnya" sejatinya tidak ada bedanya kok dengan mereka yang "tidak special". Justru ini adalah anugerah yang seringkali membuat kita repot.
Sudah ada beberapa rekanan yang memutuskan untuk tidak lagi memakai jasaku. Karena aku berpegang pada profesionalitas. Aku datang menyapa, menyelesaikan tugasku, menerima pembayaran lalu pergi dan menunggu kesempatan berikutnya untuk datang kembali saat jasaku diperlukan.
Tapi tidak semua orang bisa melakukan hal itu.
"Aku akan membantumu melupakannya". Itulah hal yang sering aku dengar.
Tentu saja hal ini cukup berdampak terhadap aliran perekonomian usahaku.
Karena aku harus mencari pelanggan baru lagi.
Kalau hendak pergi, pamitlah. Jadi aku bisa membuka pintunya dengan leluasa. Tapi bila hendak menetap, beritahu aku. Biar aku bisa mengunci pintunya.
Langganan:
Postingan (Atom)