Di siang yang terik ini aku memainkan gigi kendaraanku agar bisa
melaju lebih kencang. Melesat membawa serta sebuah monitor komputer lcd
yang tertelungkup menempel erat, terikat dengan jok belakang sepeda
motorku.
Mendaki gunung, menuruni lembah lalu mendaki
lagi... . Jalanan yang berkelok-kelok dan hembusan semilir angin
sepoi-sepoi yang sejuk menyegarkan mengiringi perjalanku sampai akhirnya
aku tiba di sebuah dusun. Disini jarak antara rumah yang satu dengan
rumah tetangga lumayan renggang, tipikal pemukiman desa pada umumnya.
Sungguh berbeda dengan lingkungan kota tempat aku dibesarkan; antara
rumah satu dan rumah lainnya langsung berdempetan hanya dibatasi oleh
tembok bersama.
Aku melambatkan laju motorku,
menggunakan pandanganku untuk menyisir dan menemukan sebuah rumah yang
ada tempelan papan putih bertuliskan Ketua RT berwarna hitam di bagian
depannya. Ini dia, aku masuk ke sebuah halaman dengan hamparan rumput
mini lalu berhenti dan memarkirkan kuda besiku di depan sebuah rumah
dengan lingkungan yang asri. Rumah sederhana yang dikelilingi pepohonan
rindang dan tanaman pagar hidup.
Setelah mengetuk pintu
dan memberikan salam. Tak lama kemudian sosok wanita muda berparas cantik keluar
sambil menjawab salam. Ia adalah istri sang pemilik rumah. "Tunggu dulu
ya, Boby masih salin" ucapnya sambil mempersilahkan aku masuk. Tak lama
kemudian ia membawa keluar cemilan beserta sepasang wedang teh. Seorang
lelaki muda berjalan dibelakangnya mengenakan kaus oblong putih dengan celana
panjang hitam. Lelaki ini adalah temanku,
salah satu dari sedikit teman yang aku punya. Ia bernama Boby.
Sungguh ia adalah seorang yang beruntung. Di usia semuda itu sudah mempunyai seorang istri yang cantik, yang mengaruniakannnya dua orang anak lucu; yang sulung lelaki dan yang bungsu perempuan. Kebahagiannya telah lengkap.
Nampaknya
ia juga baru saja tiba. Kami berdua mempunyai profesi yang sama, yaitu
teknisi panggilan. Namun aku akui secara kemampuan teknik, dirinya lebih
unggul dariku karena pada dasarnya ia memang mempunyai basic teknisi,
berbeda dengan diriku seorang otodidak yang menjadi teknisi karena
tuntutan keadaan. Hehehe. Kalau diibaratkan grade aku adalah A, maka
grade Boby adalah S.
Akhir-akhir ini intensitas bertemu
para Angkara sering terjadi. Hingga hal itu sedikit mengganggu kegiatan
ekonomiku. Itulah salah satu alasan pertemuanku ini dengan Boby, untuk
meminta bantuannya mengerjakan monitor. Sebagai seorang
(self)entrepreneur wajar bahkan suatu keharusan untuk memiliki rekan,
karena bila datangnya suatu pekerjaan beruntun dan membutuhkan waktu
pengerjaan yang cepat pula, kita tidak mungkin bisa menanganinya
sendirian.
Aku menjelaskan gejala kerusakan yang
terjadi. Sambil menikmati minuman dan cemilan yang disajikan oleh
istrinya, kami juga sedikit mengobrol. Seperti layaknya teman kami
mengobrol dan bercanda mengenai hal-hal kecil yang berkaitan dengan
pekerjaan misalnya. Meskipun begitu ada suatu tembok tak terlihat
diantara kami. Tembok yang membuat kami hanya bisa berinteraksi dalam
zona nyaman.
Terus terang ia telah beberapa kali
membuatku kecewa. Karena suatu hal pribadi, yang tidak bisa dibicarakan
begitu saja kepada khalayak umum. Salah satunya adalah hal fatal dalam
kehidupanku.
Sebut saja ia telah menyembunyikan hal
yang seharusnya aku ketahui. Tidak melakukan apapun. Tidak melakukan
tindakan yang seharusnya bisa ia lakukan. Sekalipun demi kebaikanku,
menganggap itu adalah ranah pribadi yang tidak seharusnya ia campuri.
Setidaknya itulah yang sampai saat ini aku ketahui.
Akhir-akhir ini, akupun mulai memikirkan kembali arti kata "itu".. yang sebenarnya.
Apakah
ini adalah pengaruh lingkungan yang telah diajarkan oleh kita semenjak
kita kecil?. Mengeneralisasi semua tingkat hubungan adalah teman?.
Misalnya kumpulan orang yang sekelas dalam lingkup sekolah adalah teman
sekelas. Lebih jauh yaitu kumpulan orang yang satu sekolah dengan kita
dalam hubungannya dengan kita disebut teman sekolah. Meskipun kita hanya
sekedar tahu, pernah melihat wajahnya,tidak tahu namanya, namun mereka
dan kita tetap menyebutnya teman sekolah.
Ada hal yang
perlu dibicarakan, dan ada hal yang tidak perlu disampaikan. Aku tidak
bisa menyalahkan dirinya. Selain sebagai makhluk sosial,
manusia juga dikenal sebagai makhluk pribadi. Dan itu adalah pilihannya.
Hal itu juga yang
membuatku tidak bisa mempercayainya secara penuh.
Yah..
jalani saja interaksi dengannya dengan sikap yang biasa saja. Toh tidak
ada yang special diantara kami. Hanya rekan kerja biasa.
Setelah
sekian tahun aku mengenalnya.. ya mengenalnya. Karena aku telah
menjalin hubungan perniagaan dengannya. Maka dari itu aku bisa
mengatakan bahwa aku sedikit mengenalnya. Itulah yang membuatku menyadari bahwa ia tidak terlalu baik.
Ciri seorang teman adalah seseorang yang bisa kita percayai, menjadi tempat berbagi kelelahan, berbagi kesedihan dan ia
tak akan pernah menjual rahasia kita. Seseorang dimana kita bisa menjadi diri sendiri, dan menjadi tenang saat
bersamanya.
Aku.. mungkin hanya tidak bisa melihat hal itu dari dirinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).