Dalam kegelapan malam yang menyelimuti seantero kota. Dibalik
remang-remang lampu jalan. Seorang lelaki berlari terengah-engah. Tubuhnya
penuh luka. Hanya bunyi langkah-langkah lemah diiringi suara becek disebuah
gang kumuh. Malampun semakin larut.
‘Siapa dia!? Kenapa dia memburuku?’. Mimpi apa aku semalam’
‘Tiba-tiba saja dia muncul dihadapanku dan langsung
menyerangku .
‘Monster macam apa
dia?. Dengan mudahnya dia mematahkan semua seranganku. Semua peluru telah aku
muntahkan ke tubuhnya. Tapi tak satupun yang bersarang. Yang pasti dia bukan
salah satu dari kita. Nafasnya makin berat.
‘Yang penting aku sudah berhasil melarikan diri darinya”.
‘Aku hanya perlu makan sekali agar kondisi tubuhku pulih’.
Berjalan tertatih-tatih dengan kaki gemetar
Dalam kepalanya hanya ada satu kata ‘makan, makan, makan dan
makan’(well itu 4 kata(yang sama)).
‘Sebentar lagi aku sampai di keramaian dan dia takkan bisa
macam-macam denganku. Disana aku juga bisa menemukan makanan dengan mudah.’
Hahaha , ujarku sambil tertawa kecil.
“DRAP!” tiba-tiba seseorang atau sesuatu berwarna tembaga
menjatuhkan diri tepat didepanku dengan posisi tubuh membelakangi.
Mataku terbelalak, tidak percaya dengan apa yang ada
dihadapanku.
Perlahan ia berbalik , wajahnya menyerupai topeng tembaga seekor
binatang buas dengan mata menyala menyeringai hingga gigi tajamnya yang
berbaris rapi terlihat jelas. Terdapat 2 tanduk lurus yang mungil sedikit di atas dahi pada
kepalanya. Tubuh Tembaga dengan susunan armor
otot yang terlihat kokoh hanya
mengenakan secarik sarung penutup yang
diikat dibawah pinggang sebatas lutut., Kedua lengannya mengenakan kelat bahu(gelang bahu).
Aku sangat terkejut.
Badanku lemas, aku terjatuh kebelakang, terduduk tak berdaya, pantatku basah
masuk ke genangan air. Sementara dia bergerak mendekatiku dengan perlahan. “Drap,
drap, drap” Langkahnya terlihat berat.
Untuk beberapa saat
aku mematung.
“APA SALAHKU
PADAMU!”
“KENAPA KAMU MELAKUKAN INI PADAKU!” teriakku tak berdaya.
Aku banyak berkeringat dan sepertinya wajahku dan tubuhku menjadi pucat karena
ketakutan, tanganku gemetaran. Ini suatu ketakutan luar biasa yang tak pernah
kualami semenjak 15 tahun yang lalu. Aku hanya takut satu hal waktu itu... mati
kelaparan.
“Sepertinya Level 2 lebih pandai dalam hal bersembunyi dan melarikan
diri”. Ucapnya tanpa ekspresi.
“Makhluk itu berbicara!?” seperti halnya kami!? Tapi kenapa
dia!?” aku tak habis fikir. Kenapa dia menyerangku!? Berusaha membunuhku!?”.
Aku berusaha bangkit dan menyandarkan tubuhku ke tembok disamping kiriku. Aku
hirup udara dalam-dalam lalu aku keluarkan, aku berusaha mengontrol emosiku.
“Aku tidak pernah melakukan kejahatan yang berarti”
Aku hanya melakukan hukum dagang, Menimbun disaat harga sembako
murah dan menjualnya lagi saat harga tinggi. Itu saja”. Semua orang pasti
melakukannya. Setiap pedagang pasti menginginkan laba maksimal. Itu sesuatu yang wajar.
Ia masih menatapku dengan tajam.
“Aku tak habis fikir, kenapa orang sesukses dirimu melakukan
hal itu? Lupakan, tidak seharusnya aku menanyakan hal ini kepada dirimu yang
sekarang.” Ucapnya datar.
“Dan aku hanya memakan mereka yang tidak berguna, sampah
masyarakat. Tak ada seorangpun yang akan merindukan keberadaan mereka “. Aku
berusaha meyakinkannya.
Namun setelah semua kalimat yang aku katakan barusan, aku
tidak melihat adanya perubahan “aura pembunuh” pada monster di depanku ini.
Sepertinya percuma saja bernegosiasi dengannya.
“Tidak ada satupun orang yang tidak berguna” .Ia menggeram.
Aku kumpulkan tenaga dan keberanianku untuk berbalik arah, lari
secepat mungkin dari situ.
Aku takkan mungkin bisa melawannya dengan kondisiku yang
terkoyak-koyak seperti ini.
“Saat aku hendak melangkahkan kaki pertama mengambil
tindakan. Secepat kilat ia melesat ke arahku dan menebaskan tangan kirinya
secara horizontal ke arah leherku.
Lututku lemas
Lututku lemas
Aku terjatuh... menggelinding...
Tapi bisa melihat tubuhku berdiri dari sudut pandang mata kucing ...
Tapi bisa melihat tubuhku berdiri dari sudut pandang mata kucing ...
“Oh tidak! Aku tak percaya dengan yang aku lihat ini..
Sesaat kemudian tubuhku jatuh berlutut, lalu terjerembab ke
tanah dalam posisi tengkurap. Kemudian terbakar oleh sejenis api hitam.
‘Apa ini saat-saat terakhirku di dunia ini?...’
Aku belum menikmati semuanya. Tabunganku yang menggunung di
Bank, deposito yang belum aku ambil. Komplek vilaku yang belum terbangun
sempurna di atas Gunung. Aku juga belum sempat pergi ke beberapa negara tujuan
wisata.
“Tolong ampuni aku. Aku masih mempunyai anak dan istri”
ucapku sambil menangis.
.Namun sepertinya ia tidak peduli. Ia mengangkat kaki
kananya yang kokoh dan bercakar tinggi-tinggi.
”Kau telah berhenti menjadi manusia saat pertama kali kau menjual
jiwamu pada Iblis”.
Iapun menghentakkannya ke arahku.
. . .
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).