Aku kepikiran sama kelakuan adik sepupuku di Grup WA Keluarga Besar Joyo Laksono. Ia menghapus Video yang dibagikan oleh Ibuku sampai dua kali secara beruntun. Kebetulan saat hal itu dilakukan, Ibuku sedang dolan ke rumah almarhum Om, mengunjungi jandanya.
Padahal video yang dibagikan itu isinya biasa saja. Yang awal saat ibu pergi berkunjung adalah video yang dibikin/diedit adik perempuanku mengenai penyajian steak rumahan.
pesan ini dihapus oleh admin Dik Noval.
"Ni buat dw mkan siang" chat lanjutan ibuku setelah video penyajian steak sederhana.
Steak tersebut didapat dari hasil ngelarisi dagangan teman adikku. Mendukung usaha kecil2annya gitu. Jadi ini videonya original. Adik perempuanku dan Ibu punya kegemaran yang sama.. suka ngelarisi usaha orang. Baik tetangga maupun orang lewat. Istilahnya berbagi rezeki gitu...
Sedangkan aku yang malah jarang banget jajan diluar(kecuali terpaksa) yang pusing mengenai pembayarannya.
Dan steak tersebut dibawa oleh Ibu sebagai buah tangan.
Sorenya ibuku kembali membagikan lagi video yang berisi kalimat mutiara buatan orang tentang Kamis berkah.
Maghribnya,
pesan ini dihapus oleh admin Dik Noval.
video tersebut kembali dihapus.
Dik Noval.. nama itu bisa keluar karena tersimpan di HPku dengan nama yang sama. Kalau aku nyimpannya dengan nama "Novel" yang keluar juga nama "Novel".
Salah satu dari dua anak almarhum Omku. Ia anak tertuanya.
Perasaan?. Ngerasa dong, kok gitu sih?.
Terus terang, aku dan adik-adikku nggak ada yang peduli sama "Grup formalitas" tersebut. Kami punya grup WA sendiri yang bernama "Keluarga". Disinilah tempat kami saling berchat ria.
Berbeda dengan Ibuku, yang mungkin karena beliau merasa sebagai anak tertua. Selalu membagikan video-video random yang dirasa bermanfaat, agar grup tersebut tidak sepi dan kelihatan hidup.
Darimana aku tahu isi kedua video yang dihapus itu?. Tentu saja karena Ibu gemar membagikan video-video tersebut tak terkecuali kepada kami. Hahaha.. ya.. bikin memory HP penuh juga sih. Toh kan bisa tinggal dihapus manual di galeri selesai ditonton.
Ibuku sering berkunjung ke rumah janda dari almarhum Omku. Selepas Om meninggal. Mungkin karena Om adalah adik yang paling dekat karena sering menyempatkan diri berkunjung. Mungkin hanya dengan mengunjungi tempat tinggal almarhum.. bisa mengatasi kangen Ibu.
Walaupun itu adalah rumah yang tidak bisa dibanggakan oleh almarhum Om. Karena setiap ada pertengkaran dengan istrinya itu. Istrinya selalu mengolok-olok bahwa Om tidak punya rumah. Rumah yang mereka tempati itu adalah kepunyaan si Istri. Secara teknis, tanah tempat rumah tersebut adalah tanah pemberian mertuanya. Hak miliknya bukan tertulis nama Om. Sedangkan Om lah yang membangunnya menjadi rumah. Mempercantiknya.
Mertuanya memberikan sepetak tanah untuk ditempati. Namanya orang desa kan kaya tanah. Ya masak mau nolak. Bahkan nggak kepikiran kan kejadiannya bakal bisa sampai seperti yang sekarang. Bahkan sekeliling kompleks situ yang tinggal ya banyak yang dari keluarga pihak Jandanya Omku.
Ora kajen(tidak dihormati). Itulah yang menjelaskan situasi ini.
Padahal kalau tahu seperti itu.. seharusnya, om bisa membeli sendiri rumah beserta tanahnya secara utuh ditempat lain dengan harga yang bahkan jauh lebih terjangkau. Diumpamakan perbedaan beli borongan dengan swadaya pribadi membangun sendiri dari 0.
Adik tertuaku yang selalu diminta mengantar oleh Ibu, sekalian adik pergi kerja ke perusahaannya. Jemputnya saat adik pulang kerja. Bahkan pernah adik nesu karena ibu membuang waktu terlalu lama disana, sedangkan adik pengen cepat-cepat pulang untuk beristirahat.. mau main game juga.
Ia bilang kepadaku bahwa Ibu suka kesana karena disana ibu bisa dolan dengan cucu-cucu dari istrinya alm Om. Baik itu cucunya langsung atau cucu dari keponakannya. Disana istri dari Alm Omku itu ditugasi momong.
Mengatakan harusnya aku menyadari hal itu. Menanyakan kapan aku bisa segera menikah. Mendesak mau sampai kapan?.
Andai kan aku tidak terjebak oleh para bedebah itu (Toying, anaknya CS). Seharusnya sekarang aku sudah bisa membahagiakan Ibuku. Aku cuma bisa mengutuk mereka dalam hati dan mendoakan yang terburuk bagi mereka (akheratnya). Aku nggak akan pernah tega mendoakan mencelakai mereka didunia. Jadi nggak papa kalau didunia ini mereka bisa ketawa-tawa, makmur dari hasil nyolong ide.
Aku bukan bajingan seperti Toying yang masih bisa tertawa lepas setelah berhasil menghancurkan hidup seseorang. Makhluk menjijikkan yang masih bisa terkekeh-kekeh ketika mengetahui kemalangan orang lain.
Aku nggak akan pernah seperti dia.
Sekalipun harus terus hidup berkerja keras. Aku punya kebanggaan tersendiri, yang tidak bisa didapatkan oleh penghisap keringat dan darah sejenis dirinya, yang sampai sekarang bisa hidup dari hasil kerja keras orang lain.
Ibuku selalu berusaha mendukung usaha orang lain, apalagi keponakannya sendiri.
Itulah mengapa setiap dik Oki menawarkan suatu produk di beranda status Whatsapp-nya. Ibu selalu menyempatkan diri untuk memesannya, kalau tahu mengenai hal itu.
Pernah suatu ketika Ibu berseloroh. Kok beda ya, antara Oki dengan Noval. Oki selalu ngasih informasi kalau-kalau ada lowongan. Jadi adikku yang masih menganggur ataupun pekerjaannya kurang oke bisa mencobanya. Sedangkan Noval (diem-diem bae).
Ini mengingatkanku kejadian beberapa tahun lalu di tempat Pak Karto. Grosir berbagai spareart elektronik yang selalu ramai dikunjungi oleh banyak teknisi. Apalagi yang bermodal cekak sepertiku.
Kebetulan disana sepi dan Mas Raka sang master of Elektronik (sebenarnya dia teman akrab Pak Karto, mereka satu generasi, seumuran. Tapi aku memanggilnya Mas karena penampilannya terlihat lebih muda ketimbang Pak Karto, juga badannya masih tegap gagah) datang berkunjung. Ia memang sering bertandang kesana sekalipun tanpa alasan khusus. Kali ini batu cincin di tangannya berganti lagi. Juga terlihat lebih besar.
Sambil menggosok-gosok dengan lengan jaketnya, ia memperlihatkan kepadaku batu berkilauan serat berwarna ungu layaknya listrik. "Kecubung Bungur" ucapnya kepadaku memperkenalkan batu mulia yang kini dikenakannya.
"Woo, apik mas" aku menanggapi sembari mengangkat jempol.
Tempo hari Pak Karto bercerita kepadanya bahwa ternyata ia pernah berbicang-bincang dengan Pamanku(yg kini sudah almarhum) yang kerjanya di Pengadilan. Saat itu sedang mengawasi pengerjaan rumah barunya yang dijadikan tiga tingkat. Dan kebetulan saat itu Pak Karto membuka bengkelnya di kampung yang sama.
Jelas pak Karto merasa sangat kaget. Pamanku kekayaannya sampai segitunya kok bisa-bisanya dia sama sekali tidak mau tahu mengenai keluarga ku. Membiarkan ku begitu saja, seorang pemuda gagah tampan dan berilmu(๐)membanting tulang dilapangan.
Itu didapatkan nya dari menganalisa hal-hal yang terjadi disana pada waktu itu. Dalam pengerjaan bangunan rumahnya menjadi tingkat tiga itu. Ia menggaji keponakannya yang dia jadikan tukang sekaligus mandor dalam proyek tersebut.
Yaitu Mas Andre. Kakak sepupuku dari Pakde Boni, anak tertua dari nenekku.
Disana perilaku kebiasaan Mas Andre itu disorot sama Pak Karto. Ora genah. Suka nyanyi-nyanyi sambil minum Congyang(minuman keras), padahal masih siang.
"Yowes ngono kui. Ra gelem sekolah. Geleme Yo ngono". Ujar Paman menanggapi dengan santainya katanya. Tersenyum seolah tanpa beban.
Lha tapi kok sama aku... Ya aku tahu Pak Karto juga menilai tinggi diriku anak baik-baik yang haus ilmu pengetahuan. Apalagi memiliki paras wajah bukan orang biasa.
Itu pak Karto belum tahu, aku nggak pernah cerita kepadanya kalau Pamanku bisa kerja ditempat nya sekarang itu karena dapat lungsuran dari Ayahku ๐ .
Ayahku punya kakak kandung, namun Pakde pada waktu itu sudah diterima menjadi PNS berkat rekomendasi dari istrinya(Nepotisme). Ketimbang pasrah menerima begitu saja warisan jatah pekerjaan dari kakek. Ayahku berusaha mendapatkan pekerjaan sendiri, dan Alhamdulillah berhasil. Sehingga adiknya yang tepat berada dibawahnya mendapatkan Jackpot tanpa perlu berusaha ๐.
Setelah bertukar cerita denganku, akhirnya Pak Karto mengetahui bahwa Mas Andre adalah anak dari Kakak tunggal susu dari Paman(saudara satu Ibu beda bapak), sedangkan Ayahku adalah Kakak kandung dari Paman. Kakekku(bapak dari ayahku) adalah seorang perjaka yang memilih untuk menafkahi janda beranak satu, cerai mati. Terbelalak mengetahui fakta tersebut. Efek terkejutnya mengenai perlakuan beliau menjadi berkali-kali lipat. Pak Karto benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Apalagi mengetahui fakta bahwa aku berbeda dengan Mas Andre, aku adalah keponakan kandung-nya.
Aku tahu dalam hati dalam keterkejutannya pak Karto pasti mengatakan mempertanyakan kok bisa-bisanya, tega.
Menanggapi kaitannya dengan hal tersebut. Mas Raka menanggapku.
Bagaimana hubunganku dengan keluarga dari Ibu. Ya aku jawab apa adanya.
Yang paling akrab ya sama Om ku itu.
Mas Raka pun menyimpulkan.
"Itu karena sama-sama susah. Sudah biasa. Bagaimana dengan mereka yang ekonominya diatas?. Pasti jauh kan. Nggak ada yang mau merangkul?. Nggak mau kenal kan?. Mereka yang nggak mau kenal.
Ya.. aku menyadari keadaan ini memang sangatlah klise. Bukan terjadi hanya kepadaku, tapi kepada banyak orang. Apalagi yang ada di cerita-cerita dari cerpen sampai layar kaca.
Mungkin mereka bersikap seperti itu karena nggak mau dibebani. Karena mereka sudah nyaman dengan kehidupan mereka yang sekarang. Merasa tak akan merepotkan orang lain, jadi juga tak mau direpotkan. Tanpa dibantu maupun harus membantu.
Aku katakan kesimpulan tersebut kepada Ibu.
Keadaan kita dan Dik Oki itu sama. Sama-sama susah.
Sedangkan Dik Noval beda. Sekarang kehidupannya sudah enak, sudah bisa dibilang mapan. Sudah punya segalanya.
Walaupun dulunya dia bisa kerja disana bukan hanya sekedar dibawakan informasi lowongan, tapi sikap nyata langsung dimasukin/direkrut oleh tetangganya, nepotisme. Tapi sekarang keadaannya sudah beda.
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).