Hari ini aku akan menikmati sakit ini. Sakit seperti ini adalah penggugur dosa-dosa kecil kita.
Saat tidak enak badan seperti ini. Aku selalu teringat perkataannya.
"Saat dia sakit. Aku ingin merawatnya, mengkompres panasnya, menyiapkan makanannya, dan tidur disampingnya agar bisa menjaganya sewaktu-waktu dia membutuhkan sesuatu".
Eee.. bagian terakhir sepertinya lebih cocok dilakukan kalau dia sudah menjadi istriku. ^_^ '
Itu adalah perkataan yang pernah aku dengar dari seorang teman SMP ku waktu meluapkan curahan hatinya kepada teman perempuannya yang lain. Gadis ini bernama Ningsih.
Ceritaku tempo hari...
Mungkin inilah saatnya aku menceritakan tentang dirinya.
Kami teman satu sekolahan. Sayangnya tidak pernah menjadi teman sekelas.
Lalu bagaimana aku bisa mengetahui tentang dia, begitu juga halnya dia mengetahui tentang aku?.
Waktu kelas satu SMP, saat perlombaan tujuhbelas agustusan. Semua anak-anak SMP berkumpul untuk memeriahkannya. Kegiatan hari itu hanyalah tentang interaksi dan perlombaan. Classmeeting.
Sekolahanku bisa dikatakan berada di pinggiran kota(pada waktu itu). Karena waktu itu masih bisa dikatakan berada di pedesaan. Udaranya sejuk, lahannya sangat luas, Hijau-hijauan dimana-mana. Sampai-sampai karena keterbatasan dana dan memang masih belum membutuhkan bangunan baru lagi. Masih ada lahan kosong yang cukup luas disana. Sekolahanku itu bahkan sampai mempunyai tiga buah lapangan lho. Satu lapangan besar dengan alas berbahan dasar batako berada didepan gerbang masuk sekolah, diperuntukkan untuk upacara bendera. Satu lapangan saangat besar beralas tanah dan rerumputan berada ditengah dikelilingi Kompleks ruang kelas, ruangan para guru dan TU, juga laboratorium/gedung praktek. Dan satu lagi lapangan kecil yang mungkin hanya seukuran lapangan tenis/voli berada di bagian belakang samping, dihimpit dua strip bangunan saling berhadapan dengan dua buah ruang kelas pada masing-masing bangunan. Sayangnya waktu itu lapangan tersebut belum difungsikan, masih beralaskan tanah karena hanya menjadi tempat menyebrang. Bahkan, kalau mau dimasukkan. Tepat di depan sekolahku juga ada lapangan sepakbola yang luas, yang biasa digunakan saat kegiatan ekskul Sepakbola. Kala sore hari tiba, terkadang ada bonus kambing-kambing merumput dipojokan lapangan sana.
Aku juga ikut berpartisipasi dalam perlombaan sebagai bagian dari tim tarik tambang mewakili kelasku, kelas 1-D. Satu tim terdiri dari lima orang.
Aku ditunjuk oleh teman-teman sebagai pemain yang menempati posisi paling belakang.
Beberapa lama setelah itu, aku baru mengetahui bahwa posisi pemain paling belakang adalah posisi kunci, posisi pemain yang dianggap paling kuat dalam tim.
..aku tidak terlalu yakin mereka memikirkan strategi sampai kesana. Kurasa mereka memilihku hanya karena aku terlihat mempunyai badan yang paling besar dan paling berat -_-diantara teman-temanku lainnya yang terlihat mempunyai gizi biasa saja.
Mereka benar-benar antusias dalam perlombaan ini. Tentu saja aku juga berusaha untuk tidak mengecewakan mereka.
Pelombaan olahraga menempati lapangan tengah. Perlombaan-perlombaan kecil lainnya seperti lomba memasukkan pensil kedalam botol, atau lomba makan kerupuk. Diadakan di kedua lapangan lainnnya.
Tim yang kami lawan bukan hanya berasal dari kelas satu saja. Namun juga dari kelas dua dan kelas tiga. Karena ini adalah perlombaan sekolah Tujuhbelasan!.
Secara mengejutkan, tim kelasku berhasil memenangkan satu demi satu pertandingan. Disela-sela kemenangan kami, tak lupa aku berkeliling untuk melihat-lihat perlombaan dari tim lain. Salah satu perlombaan yang aku lihat saat itu adalah perlombaan tarik tambang kelas satu lainnya. Aku melihat tubuh mereka besar-besar, terutama pemain paling belakang. Dia yang paling gemuk.
Saat itulah aku pertama kali melihat sosoknya. Doi berada di kerumunan seberang, bersama teman-temannya yang lain, turut bersorak mendukung tim kelasnya agar menjadi pemenang.
Diantara riuhnya sorakan para pendukung masing-masing kelas.
Aku memandangnya dan tak sengaja dia juga beralih melihatku. Ya.. tentu saja aku memandangnya. Wajarkan?, dia terlihat paling mencolok diantara kerumunan anak-anak diseberangku. Seorang gadis dengan paras cantik; hidung mbangir dan rambut sepanjang pinggang diikat.
Saat mata kami saling bertemu. Kami berdua segera melemparkan pandangan ke tempat lain. Doi melanjutkan memberi semangat walaupun kulihat dengan antusias yang lebih lemah.
Tim kelas Doi menang. Dan itu sudah tahap semifinal.
Aku dan teman-teman lainnya menunggu giliran kami kembali.
Panggilan panitia perlombaan kembali terdengar. Dan itu adalah babak Final.
Mengejutkan dua tim final ternyata berasal dari kelas satu.
Kelas 1-D(kelasku) melawan..
Kelas 1-A(yang ternyata kelas Doi).
Aku dan teman-teman memasuki tempat pertandingan. Begitu juga tim lawan. Sorakan kedua pendukung tim terdengar sangat ramai. Teriakan pendukung didominasi oleh kelas masing-masing tim.
Aku masuk pada posisiku. Dan aku juga melihat Doi berada di kerumunan pendukung sesama kelasnya. Dia melihatku lalu tetap meneruskan dukungan kepada tim kelasnya.
Pertandingan dimulai!. Gemuruh sorakan dukungan kedua kelas menggelegar. Suara tepuk tangan semakin semarak.
"Ayo!. Ayo!". Ada pula yang memanggil nama kami secara spesifik.
Tenaga tarikan tim lawan terasa lebih berat daripada lawan-lawan kami sebelumnya. Aku tetap berusaha mengerahkan semua tenagaku sekuat mungkin. Pertandingan begitu ketat. Namun sedikit demi sedikit, langkah kaki tim kami semakin maju kedepan. Keadaan tidak boleh seperti ini terus kalau ingin menang. Sayangnya tak lama kemudian para pemain bagian depan terpental kedepan diikuti oleh pemain dibelakangnya, gagal menjaga keseimbangan demi menjaga kaki mereka agar tidak lagi maju kedepan. Tim kelasku.. kalah. Hanya menjadi Runner-up. Tidak buruk juga sih.
Berlanjut ke pemilihan ekstrakurikuler. Sayangkan kalau tidak diambil. Ekskul Pramuka wajib, jadi itu tidak perlu ditanyakan. Aku tidak mengambil Ekskul sepakbola karena disana ada anak-anak nakal. Itu yang bikin males, kegiatan yang harusnya menyenangkan malah bisa jadi tidak nyaman. Ternyata ada juga ekskul Voli, sayangnya waktu awal saya tidak tahu keberadaannya. Dan sayangnya ternyata semua anggotanya perempuan. Mungkin itu yang bikin para anak laki-laki masuk ekskull sepakbola. Akhirnya aku memilih PMR(Palang Merah Remaja) karena sepertinya ini adalah hal yang baru, semoga bisa menambah pengetahuan juga, selain itu temanku SD yang saat waktu itu juga menjadi teman satu SMP ; Rendra juga mengambil ekskul ini. Jadi ada barengannya.
Ningsih juga mengambil ekskul PMR. Tidak heran sih. Setelah kuhitung secara keseluruhan. Anggota PMR SMP kami yang cowok hanya ada tujuh orang. Empat orang dari kelas dua dan tiga orang dari kelas satu termasuk aku. Untungnya semua anggota cowok PMR adalah anggota aktif. Anggota sisanya yang bejibun adalah perempuan. Disaat para anak nakal SMP mengatakan bahwa ekskul PMR ini adalah ekskul cewek, ekskul banci dan sebagainya. Aku justru mempunyai pandangan lain. Rendralah yang menyadarkanku. Justru ini adalah ekskul yang membuat para cowok menonjol karena dikerumuni oleh para cewek. Ekskul "normal". (^-^)
Ningsih juga menjadi anggota PMR. Sayangnya dia sangat jarang masuk kegiatan. Bisa dikatakan hampir tidak pernah masuk.
Kelas kami, walaupun sama-sama kelas satu. Letak kedua ruang kelas kami justru berjauhan. Kelas 1-D milikku menempati bangunan baru yang berada di tengah samping sekolah di depan lapangan kecil. Sedangkan Kelas Ningsih berada di kompleks lama di depan lapangan tengah bersama dengan kelas dua dan kelas tiga.
Di awal kelas dua. Doi membuat kejutan. Waktu itu ada dua anak perempuan dari kelas dua dan satu anak laki-laki dari kelas tiga yang menerima badge Pramuka dengan logo Garuda merah beserta logo tiga centang merah. Aku tidak begitu mengerti mengenai hal ini. Namun kurasa itu penghargaan yang cukup prestise karena penyerahannya diadakan saat upacara bendera berlangsung dan disematkan oleh kepala sekolah secara langsung. Dan saat itu mereka sendiri menggunakan seragam Pramuka lengkap. Jadi bisa dibilang ini adalah sebuah prestasi. Ningsih semakin menjadi pusat perhatian.
Yup, Ningsih adalah salah satu dari dua anak perempuan tersebut. Anak perempuan selain doi bernama Sesilia teman sekelasku di kelas 2-A. Kelas A adalah satu-satunya kelas yang menampung murid non muslim. Dengan begitu untuk kegiatan dan pelajaran keagamaan lebih mudah untuk dikoordinasikan. Sesilia adalah salah satu penghuni tetap kelas A. Dan secara kebetulan mereka berdua juga mendapat julukan anak perempuan tercantik satu sekolah, nomer satu dan nomer dua. Yang nomer dua adalah Sesilia dan nomer satunya adalah Ningsih. Sebenarnya waktu itu juga sudah beredar isu bahwa Ningsih naksir sama aku. Aku juga turut bangga, merasa tersanjung. Anak perempuan yang naksir sama aku itu ternyata bukan anak yang biasa-biasa saja.
Aku tidak terlalu memikirkan hal itu sih. Bukan karena dia tidak berhasil menyentuh hatiku. Hanya saja.. masih ada seseorang yang berada dalam hatiku waktu itu. Dan perasaanku kepadanya lebih kuat. Mungkin juga karena hal itu adalah buah dari penyesalanku. Lagipula tidak terpikirkan olehku buat pacar-pacaran.
Hari demi hari berlanjut. Pembina PMR memutuskan menunjuk ketua baru. Ningsih dipilih sebagai ketua PMR. Sayangnya hal itu tidak membuat keikutsertaannya dalam kegiatan menjadi lebih aktif. Dia bahkan hampir tidak pernah masuk kegiatan yang diadakan setiap Sabtu sore itu. Masuk hanya sesekali, mungkin bisa dihitung setiap sebulan sekali. Dia sudah ditunjuk menjadi ketua PMR tapi hampir tidak pernah masuk kegiatan!?. Akhirnya aku mengetahuinya.
Rutin setiap malam Minggu atau mulai dari Sabtu sore. Dia pacaran!. Ternyata orangtuanya sudah menjodohkan dia. Aku bahkan sudah menduga kemungkinan itu sebelum Rendra memberitahukannya kepadaku.
Bagaimana caraku mendapatkan banyak informasi?.
Ya.. aku hanya mendengarnya begitu saja. Entah semenjak kapan pastinya. Anugrah pendengaran ini sudah aku miliki semenjak aku SMP. Tetap ada suka dukanya. Jaman dulu tidak ada yang namanya headset. -_- . Seiring waktu berlalu, aku mulai bisa mengendalikan kekuatanku ini.
Ningsih adalah tipe cewek populer yang bila saat waktu istirahat tiba, dia berjalan bersama minimal tiga orang teman perempuannya. Dan dia berada di tengah, berjalan paling depan.
Kalau Ningsih mengandalkan teman-teman perempuanku yang terkadang harus dengan imbalan Rp100 yang pada saat itu masih mempunyai nilai, untuk mendengarkan berita tentang aku.
Aku adalah seorang laki-laki dan tidak mungkin melakukan dengan cara yang sama. Lagian aku juga nggak pernah dikasih uang jajan. Faktanya, sebagian besar teman laki-lakinya bersikap dingin dengan tatapan penuh rasa iri saat memandangku. Satu contoh; ada teman sekolah, kenalanku saat kelas satu. Kami sama-sama mengendarai sepeda sebagai sarana transportasi. Karena rute jalan pulang kami sama, kami sering beriringan sehingga akhirnya saling mengobrol. Ia menjadi teman mengobrolku saat perjalanan pulang. Bahkan pernah suatu ketika kami pulang bersamaan, terjadilah hal yang biasa terjadi; teman ngobrol seperjalanan. Di awal perjalanan aku memang merasa sepedaku
terasa lebih berat tidak seperti biasanya. Hal itu kuacuhkan karena ada dirinya yang mengobrol denganku sepanjang perjalanan pulang. Sesampainya dirumah aku melihat ternyata.. banku kempes.
Semua itu berubah setelah isu tentang Ningsih naksir aku beredar ke khalayak secara lebih luas. Sepertinya tidak ada satu anakpun yang seangkatan yang tidak mengetahuinya. Bahkan itu menjadi perbincangan diantara para guru, karena Ningsih adalah murid populer. Ia yang dulunya jadi teman mengobrol seperjalanan pulang, bersikap acuh terhadapku bahkan tidak menjawab salam dariku. Saat bertemu di sekolahpun aku menemui tatapan yang sama. Dan ia menghindar dariku. Di kelas dua ini, dirinya satu kelas dengan Ningsih.
Hari itu aku mendengarnya secara langsung dengan jelas. Saat kelas masih berlangsung, aku disuruh guru untuk meletakkan barang ke ruang UKS(Unit Kesehatan Siswa) yang letaknya bersebelahan dengan kelas 2-nya Ningsih. Selesai aku meletakkan. Aku keluar dan tepat saat itu terdengar dengan jelas gojekan/guyonan dari guru yang ditujukan kepada Ningsih. Di depan kelas, beliau menggoda Ningsih "Sudah ada yang cowok yang ditaksir belum?". Yang justru dijawab dengan riuh riah, sorakan antusias teman-teman sekelasnya dengan satu suara, jawaban yang sama. Suara yang awalnya adalah dominasi suara murid laki-laki, sekarang sudah bercampur dengan suara anak perempuan.
"Sudah Pak!. Ningsih naksir (aku)". Mereka menyorakinya, terus menerus mengulanginya. Bahkan memberitahukan secara detail tentangku. Seperti kelasku dan ciri-ciri fisikku. Sementara posisiku saat itu tepat berada di luar tembok kelas. Kalau saja ada orang yang didalam sana memperhatikan jendela angin-angin yang terletak di pojok pangkal kelas, pasti akan sedikit terlihat rambut kepalaku disana. Menyadari hal itu aku bergegas pergi dari sana untuk kembali kekelas. Waktu itu, aku sendiri yang mendengarnya secara langsung.. tentu saja merasa malu.
Kalau menanyakan bagaimana perasaanku kepada Ningsih..
Siapa yang nggak seneng dengerin itu coba?. The Most wanted girl. Anak perempuan terpopuler satu sekolah, anak cerdas berprestasi, sekaligus anak yang mendapat julukan perempuan tercantik satu sekolah. Jatuh cinta kepadaku.
Aku juga tidak keberatan kok untuk jatuh cinta kepadanya.^_^
Suatu pagi sebelum masuk kelas, ada seorang teman perempuan satu sekolah yang menanyakan kepadaku. Apa sudah sampai kepadaku?. Apa aku kemarin menonton acara AMKM di TV?. Sesaat kemudian dia menyuruhku mengabaikan apa yang sudah dia tanyakan barusan dan berlalu begitu saja sebelum aku menanyakan secara detail apa maksud perkataannya itu. Aku benar-benar tidak mengerti.
Aku memikirkannya. AMKM adalah sebuah program TV yang sangat populer kala itu(th 90an) karena diputar siang hari setelah kami pulang sekolah. Sedangkan waktu itu channel di TV cuma ada dua. Channel TVRI pun saat belum mengudara pada sore hari, mereka memutar channel TPI.
AMKM yang kepanjangannya bisa dibuat bermacam-macam. Anda Meminta Kami Memutar. Aku Membaca Kamu Mendengarkan. Aku Menanyakan Kamu Menjawab. Anda Menyanyi Kami Mengiringi. Dan banyak lagi kepanjangannya yang bisa kalian bikin sendiri.
Aku coba menelaah hal itu. Siangnya saat istirahat, ada anak perempuan lainnya menanyakan hal senada.
Biasanya aku memang selalu menonton acara AMKM selepas pulang. Sayangnya pada waktu itu aku tidak menontonnya. Entah karena mati lampu atau aku yang ketiduran. Kayaknya sih keduanya. Aku juga tidak mau memikirkannya.
Aku melihat Ningsih mengobrol dengan teman-temannya yang mulanya dengan mimik bahagia berubah menjadi kecewa. Dia mengatakan sayang aku tidak menontonnya.
Akhirnya aku tahu. Doi mengirimkan salam kepadaku lewat acara TV tersebut. Pada jaman itu tidak banyak keluarga yang memiliki pesawat telepon. Sekalipun begitu, benar-benar membutuhkan keberuntungan agar bisa tersambung secara live dengan telpon acara TV Nasional dengan tingkat popularitas tinggi, yang pastinya ada banyak orang yang menghubungi dalam waktu bersamaan dan dalam cakupan wilayah Nasional. Sehingga bisa menyuarakan suara hatinya untuk memberikan salam kepada orang-orang tertentu lewat acara tersebut dilanjutkan dengan request lagu berupa video klip untuk orang itu, menjadikannya suatu hal yang istimewa.
Mungkin kalau Ningsih tahu aku mengikuti acara tersebut. Dia akan mengirimkan salam setiap hari. Sampai aku mendengarnya.
Mengenai acara tersebut. Kalian yang menjadi penonton setia AMKM kala itu, pasti tahu bahwa itu adalah siaran langsung. Semua dilakukan secara murni, tanpa settingan. Pernah ada saat Rina Gunawan membuka surat dari penonton. Seperti biasa dia membacakannya di depan kamera. Ternyata isinya berupa permintaan, minta dibelikan baju, tas dan lain sebagainya. Sampai berkali-kali mbak Rinanya berkata aduh, kok begini. Begitu jujur. Mbak Rina salting didepan kamera.
Ada juga saat AMKM menghadirkan bintang tamu seorang produser, yang juga merupakan Boss dari mbak Rina dan juga Boss banyak artis terkenal kala itu. Saat menerima telpon request, sang penelpon justru menawari barang dagangannya yang berupa obat pelangsing. Badan pak Produser memang sangatlah subur. Mereka berdua kebingungan harus menjawab bagaimana. Kebingungan secara live. Akhirnya pak produser berjanji akan menerima telpon darinya lagi setelah acara selesai. Sebelum itu, karena penelpon tersebut sudah terlanjur masuk. Si penelpon tetap diharuskan untuk mengirim salam dan merequest lagu. ^_^
Pergolakan terjadi dalam batinku. Ya.. aku sebenarnya kesal sama dia. Dan sampai terakhirpun dia tidak pernah bercakap-cakap denganku, menjadi teman ngobrol, bisa saling bertukar pikiran. Sampai kelas 3 pun kami tidak pernah sekelas. Ekskul PMR adalah satu-satunya cara kami bisa saling bertemu. Dan dia nyaris tidak pernah menghadirinya!. Ketika hadir.. malah aura pubernya yang mendominasi. -_-
Aku tidak pernah absen kegiatan PMR. Salah satu motivasiku adalah ingin melihatnya. Sekalipun saat berpapasan dengannya, jantungku berdegub kencang. Aku ingin menjadi temannya.
Kenyataan bahwa dia sudah dijodohkan oleh orangtuanya adalah batas yang jelas diantara kami!. Waktu itu aku berpikiran. Untuk apa menjalin sebuah hubungan bila akhirnya juga tidak akan berakhir di pelaminan. Hanya akan menyakiti diri kami sendiri.
Mungkin saja hal itu bisa dirubah bila saja dia dekat denganku. Kami bisa saling bercakap-cakap, terbuka mengemukakan permasalahan yang dihadapinya. Mencari pemecahannya bersama. Aku pasti bisa menjadi partner yang bisa diandalkan untuk bertukar pikiran. Aku bisa membantu memikirkannya saran. Andaikan pikiran anak SMP belum sampai untuk hal itu. Minimal dengan kedekatan, kami masih bisa tetap saling berhubungan, masih bisa memecahkan masalah itu setelah menjadi lebih dewasa. Minimal sudah punya daya nalar anak SMAlah.
Dengan tidak ikut kegiatan PMR. Justru dia sendiri yang menjaga jaraknya denganku.
Aku sendiri, dulu memang anak yang pemalu. Tapi kalau dia saja sudah terang terangan berani mengatakan kepada setiap orang dia naksir aku. Kenapa tidak berani memulainya dengan diriku?.
Sebuah insiden membuat kedua otot kakiku bermasalah. Sehingga aku harus libur panjang dari sekolah. Sekalipun sudah masuk dan memulai tahap penyembuhan. Aku tidak bisa ikut study tour sekolah. Dalam study tour tersebut para murid diberi tugas untuk membuat karya tulis mengenai obyek-obyek wisata yang mereka datangi, sebagai tugas akhir. Sebagai pengganti karena aku tidak turut ikut, aku masih tetap harus membuat tugas karya tulis. Namun dengan obyek bebas. Aku memilih membuat karya tulis tentang Masjid Agung Demak. Tentu saja aku tidak mungkin mengunjungi masjid tersebut secara langsung saat itu. Lagipula itu tidak perlu kulakukan, karena aku sudah ada pegangan referensi mengenai Masjid Agung Demak berupa buku cetaknya.. Hohoho. Aku penasaran apa hasil
Waktu itu disekolah, aku mendengar kau mengatakan kepada teman-temanmu. Keputusan orangtuamu, bila aku sampai ikut study tour tersebut, kamu tidak boleh ikut. Begitu juga sebaliknya. Sampai sejauh itu kebijakan mereka kepadamu. Padahal kami hanyalah anak SMP. Teman-teman disekitarmu menyarankan harusnya kalau aku sampai tidak ikut, dirimu juga tidak perlu ikut tour, begitu juga sebaliknya. Satu rasa yang sama. Jawabanmu, pendapat pribadimu mengenai itu juga terdengar olehku.
Krim penghilang jerawat yang harganya mahal itu. Aku tahu kau hendak memberikannya kepadaku. Tapi kau urungkan. Tidak mungkin aku memulai percakapan terlebih dahulu tentang krim-krim semacam itu. Aku ini laki-laki dan waktu itu aku tidak pernah yang namanya merawat diri. Sampai saat ini juga sih. Tapi tetap aja ganteng.
Aku juga mendengar apa yang kau gumankan saat itu.
Akhir SMP aku meninggalkan kota ini bersama keluargaku. Untuk melanjutkan kehidupan di kota lain. Kamu tidak akan pernah lagi berjumpa denganku.
***
Lima tahun berlalu dan aku kembali lagi ke kota ini. Penjaga sekolah mengatakan kau sudah menikah. Padahal aku tidak menanyakan tentangmu. Ternyata kau tidak bisa lepas dari rencana yang telah ditakdirkan keluargamu. Mereka telah "membunuh" potensi yang ada pada dirimu. Perempuan cerdas berbakat itu sudah menjadi ibu rumah tangga. Pegawai administrasi sekolah yang merangkap sebagai Pembina PMR yang tidak kompeten, mengatakan hal yang sama. Ia juga mengutarakan ada suatu acara perkemahan PMR di sekolah dalam waktu dekat ini. Ia berencana mengundang dirimu. Tapi katanya lagi.. ia juga harus terlebih dahulu meminta izin dari suamimu. Pasti karena aku sudah kembali dan berkunjung. Lagi-lagi ada orang yang mengatakan hal yang tidak kutanyakan. Ia tidak tahu sore itu aku sudah mendengar hal itu dari pak penjaga sekolah.
Hanya akan ada mudarat bila aku menghadiri acara tersebut.
Beberapa tahun setelahnya. Di suatu sore menjelang maghrib di bulan Ramadhan. Aku yang sudah menjadi pegawai swasta datang ke masjid besar yang berada di tengah kota. Kebetulan saat itu sedang diadakan bazar disana. Kanan kiri penuh tenda yang menjajakan berbagai macam kebutuhan. Aku berjalan menuju kumpulan orang mendengarkan kajian yang berada diluar masjid, lesehan sembari menunggu waktu takjil tiba. Saat itulah langkahku terhenti. Aku melihat dirimu yang memunggungiku. Gaya rambut panjang itu masih saja sama. Mulanya aku tak percaya itu benar-benar kamu. Kau bersama seorang temanmu. Aneh aku bisa mengenalimu, walaupun tidak melihatmu dari depan. Apa suatu kebetulan pula.. bahasan yang kau utarakan kepada teman perempuanmu saat itu.. kau membicarakan diriku. Ternyata memang kamu. Kau mengatakan.. bahwa kau masih tidak bisa melupakanku. Rasa "itu" hanya bisa kau rasakan saat melihatku. Rasa istimewa yang sulit digambarkan oleh kata-kata. Pengakuanmu yang mengatakan bahwa sampai saat itu pula.. kau tidak pernah merasakannya rasa yang sama kepada lelaki lain.
Terimakasih. Tapi kau tidak seharusnya seperti itu. Semua sudah terjadi dan waktu.. tak akan bisa berputar kembali. Kau sudah menjadi milik orang lain.
Aku segera membalikkan punggungku. Kuurungkan untuk melewati jalan itu. Aku bergegas memilih jalan memutar agar bisa sampai ke tempat tujuan.
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).