Cinta itu mirip dengan air yang mengalir. Biarkan dia mengarungi sungai dengan sendirinya hingga akhirnya bermuara dilautan. Karena cinta yang dipaksakan sulit untuk membuat hati kita merasa nyaman. Pada akhirnya iapun menjadi tidak bahagia. Karena pada hakikatnya, ketulusan muncul dari sebuah kejujuran. Jujur kepada diri sendiri adalah salah satunya.
Waktu juga mirip dengan aliran sungai. Ia akan terus maju, tidak akan pernah mundur. Kita tidak akan bisa menyentuh air yang sama untuk kedua kalinya. Karena air yang telah mengalir itu akan terus berlalu dan tidak akan pernah kembali.
Sedangkan..
Hidup adalah coretan tanpa penghapus.
Kalau dipikir-pikir. Kehidupanku saat ini mulai terasa hampar. Aku serasa kehilangan gairah hidup. Tujuan hidupku.
Kemarin malam Boby menelponku. Aku juga tidak menyangka ia berani melakukannya setelah semua yang ia lakukan terhadapku. Entah skenario macam apa lagi yang mereka rencanakan. Tentu saja aku memberikannya kesempatan berbicara sejenak. Ternyata ia masih berlagak pilon. Tanpa dosa ia membahas tentang isu aku akan menikah. Sama sekali tidak ada rasa bersalah dalam nada bicaranya, malah terdengar seperti dia melontarkan ejekan. Benar-benar makhluk busuk yang menjijikkan. Akupun segera mengakhiri pembicaraan setelah mengambil kesimpulan tidak ada manfaatnya aku mendengarkannya lebih lama lagi.
Key to the happiness is stay away from assholes.
Saat ini aku terpaksa kembali menempati lingkungan masa kecilku. Ceritanya panjang, mungkin lain kali akan aku ceritakan.
Aku dikelilingi oleh orang-orang yang tidak punya otak. Para tetangga
yang tidak punya otak, orang-orang dekat yang tidak punya otak. Tetangga
sebelah harusnya bisa menjadi penjaga kenyamanan tetangga disebelahnya.
Namun kelakuannya berbeda jauh dengan tetangga lamaku. Yah memang tidak ada yang bisa diharapkan dari orang semacam mereka. Sekumpulan manusia tak berotak. Secara harfiah mereka mempunyai otak kok. Hanya saja kelakuan merekalah yang membuat predikat itu pantas melekat kepada mereka.
Bagaimana mungkin aku bisa menata hidupku kembali jika
mereka terus menggangguku. Salah satunya dengan hal-hal nggak penting
yang jelas-jelas nggak perlu aku dengar.
Andai saja waktu bisa berputar kembali.. ah.. lagi-lagi kata-kata itu yang terucap.
Andai saja mereka tak pernah mengganggu kehidupanku!.
Keluarga Sudrajat adalah penghuni salah satu rumah di samping tempat tinggalku dulu di pemukiman lama. Tetangga sebelah. Sepeninggal pak Drajat. Yang tinggal hanyalah bu Drajat beserta seorang anak perempuan dan cucunya. Suatu hari mereka dikunjungi seorang perempuan yang mengaku fan dari aku. Dia meminta Bu Drajat memberitahukan apa-apa yang mereka ketahui, yang bisa mereka dengar dari lingkungan rumahku. Waktu itu bu Drajat meminta alasan yang bisa diterima. Dia mengemukakan bahwa dia "have a crush" terhadapku. Sudah menjadi "fan"ku sejak lama. Dan berniat melangkah ke jenjang yang lebih jauh. Jenjang serius. Singkat cerita beliau mau membantu tapi dengan syarat bahwa dia sungguh-sungguh.
Akhir dari batas waktu yang dijanjikannya. Janji itu tidak terealisasi. Meskipun dengan alasan klise, old fashion story. Setelah itu Bu Drajat menghentikan sama sekali informasi yang dialirkan kepadanya.
Karena beliau.. tidak mempercayai seseorang yang hanya bisa berkata
namun tanpa pernah berbuat. Ia akan mudah ingkar janji semudah ia
berucap janji.
Janji seorang pendusta tidaklah berharga.
Aku sangat menghargai hal itu. Mungkin saja pesan dari tetangga luar kotaku tersampaikan. "Jangan diladeni. Kasihan anaknya(maksudnya aku)".
Mungkin anda tidak menyadari, bahwa hal paling kecil yang anda lakukan dapat membawa dampak sangat besar bagi orang lain. Itulah inti pesannya. Bukan hanya mencampuri privasi, bahkan lebih jauh lagi. Merusak kehidupanku.
Aku mengangkat topiku kepada keluarga mereka. Ada banyak "drama"
dalam hidup, tapi engkau tak perlu menjadi pemainnya bila engkau tak
menginginkannya.
Apapun perbuatan yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban.
Dulu aku pernah mencoba untuk memulai menjalin suatu
hubungan. Aku tidak mempunyai rasa klik semacam itu pada saat itu.
Karena aku masih menganggapnya seperti layaknya adikku. Anak SMA, anak dibawah umur. Mungkin karena waktu itu aku sudah menetapkan hati untuk tidak mencintai
perempuan selain istriku kelak.
Dia adalah teman SMU adikku. Sebut saja namanya Bunga. Salah seorang yang kuketahui kagum terhadapku waktu itu. Aku bahkan mendengarkannya sendiri. Ia meminta pendapat ayahnya mengenai hal ini. Apabila memungkinkan bisa menjalin hubungan denganku. Sang ayah tidak berkeberatan. Bagaimana aku bisa mengetahuinya?. Dia menanyakan hal itu saat dijemput oleh ayahnya, seusai pulang bermain dari rumah kami. Meskipun waktu itu ia membahas hal itu saat posisinya sudah cukup jauh dari rumah. Dia cukup sering main kerumah untuk menemui adikku. Mungkin itu adalah salah satu usaha yang dilakukannya. Siapa tahu berjodoh. Kalau tidak bisa dapat adiknya, mungkin bisa dapat kakaknya. Begitu juga sebaliknya. (^-^)
Tapi karena aku hanya menganggapnya sebagai anak
SMA, Anak dibawah umur. Aku tidak pernah menganggap serius akan hal itu. Mungkin nanti beberapa tahun kedepan. Aku menyadari, kita tidak boleh meremehkan hal semacam ini. Mereka tumbuh begitu cepat. Yang kemarin hanyalah bocah SD, tanpa terasa sekarang sudah menjadi perempuan dewasa karena sang waktu.
Karena aku mempunyai banyak koleksi novel dan komik dirumah. Adikku meminjamkan beberapa diantaranya kepada Bunga. Pernah waktu itu ia balik meminjamkan komik dewasa kepada adikku. Entah apa yang dipikirkannya meminjamkan manga dengan tema semacam itu. Pengaruh hormon?. Atau suatu signal agar adikku berani berbuat yang macam-macambterhadapnya?. Dia ingin dirinya "diserang"?. Namun tidak terjadi apa-apa karena adikku adalah anak baik-baik yang bisa mengontrol dirinya. Aku tidak mau berburuk sangka. Aku juga tidak bisa menghakiminya begitu saja. Dan aku mengetahui hal ini bukan dari adikku. Adikku bahkan tidak mengatakan apapun mengenai hal ini. Sebagai kakak yang baik.. aku yang mengawasi mereka.
Bunga juga menjadi teman di sosial mediaku. Aku bisa mengamati, melihat apa saja isi postingannya. Beberapa tahun berlalu. Suatu hari aku melihat postingan di profil miliknya foto dirinya bersama "pacar"nya. Anak secantik dia masa mau dengan lelaki yang mempunyai fisik yang sama sekali tidak menarik. Pasti ada sesuatu. Aku mengecek profil lelaki itu di sosial medianya dan menemukan bahwa ia adalah mahasiswa sebuah universitas negeri. Oh. Dan aku yakin yang mengenalkan lelaki itu agar menjadi "pacar"nya adalah ibunya sendiri. Setiap orang mempunyai standart yang berbeda mengenai pasangan hidupnya nanti. Toh yang menjalani diri sendiri. Namun melihat postingan "sayang" kata-kata saling berbalas diantara mereka kok aku sebagai penonton merasa risih sendiri ya, jadi mual. Terkesan lebay.
Beberapa waktu berlalu dan suatu saat aku melihat "status" di profilnya kembali menjadi single. Postingan foto "pacar"nya juga sudah dihapus. Aku anggap dirinya sudah dewasa karena berani mengambil keputusan semacam itu. Jujur kepada dirinya sendiri.
Aku mengamatinya kembali beberapa lama. Setelah yakin bahwa dia benar-benar masih sendiri dan ada sinyal kesungguhan dari postingannya untuk ke jenjang yang lebih tinggi. Aku memberanikan diri menghubunginya bermaksud untuk menjalin suatu hubungan dengan segala konsekuensinya. Walaupun saat itu aku tidak mempunyai perasaan "cinta" terhadapnya. Aku yakin bila jadi dengannya, besar kemungkinan tidak mustahil rasa itu akan muncul nantinya. Karena itulah yang aku yakini, makanya aku bisa mengambil langkah itu. Dilandasi dengan rasa bersungguh-sungguh.
Satu bulan berlalu, tiga bulan berlalu. Setengah tahunpun berlalu. Dari awal aku sudah bilang ditolak juga tidak apa-apa kok, aku akan tetap menghargai jawabannya. Sama sekali tidak ada penaltinya kok. Namun tidak ada jawaban walaupun aku menanyakannya secara berkala. Kok digantungin seperti ini sih?.
Sampai suatu hari adikku bersiap menghadiri pernikahan salah seorang temannya. Adikku berusaha agar aku tidak mengetahui siapa temannya itu. Namun karena desakan dari ibu yang berkali-kali menanyakan hal itu bahkan sampai meminta undangannya untuk dibaca. Akhirnya akupun bisa mengetahui hal itu. Undangan pernikahan Bunga.
Apa yang kurasakan waktu itu?. Wow.. apa yang dia lakukan benar-benar jahat. Syukurlah aku tidak menaruh hatiku kepadanya. Karena janjiku kepada diriku sendiri. Komitmen agar tidak jatuh cinta selain kepada istriku kelak. Apa yang akan terjadi kepadaku bila sebaliknya, aku tidak melaksanakan komitmen itu. Dan merasa jatuh cinta diawal. Aku pasti bakalan hancur berkeping-keping. Terhadap seorang perempuan yang tidak pantas.
Penilaianku terhadapnya ternyata salah. Dia mungkin perawan. Namun bukan seorang perempuan yang baik.
Aku sangat-sangat bersyukur akan hal ini. Walaupun aku tidak tidak bisa menapik bahwa aku kesal terhadapnya. Dia bukan anak SMP. Apa seperti ini cara membalas orang yang beritikad baik terhadapnya?. Okelah aku akhirnya mengetahui dia mengikuti saran dari ibunya. Ibunya ingin dia jadi sama orang kaya(walaupun suaminya kini aku lihat bukanlah orang kaya) agar hidupnya tidak susah.
Mungkin itu adalah hasil dari pengalaman hidupnya karenanya ia ingin anaknya bisa mendapat kehidupan yang lebih baik. Aku bertaruh ibunya pasti menyesal menikah dengan suaminya kini.
Tapi bagaimanapun juga kejadian inilah yang membuktikan kualitas dirinya. Enggak deh.
Aku bukan sekedar mencari yang akan menerimaku apa adanya. Aku mencari seseorang yang bisa membuatku berkembang, yang bisa membuatku menjadi
lebih baik.
Mungkin sejak saat itu status "Ailment Resistance" milikku terhadap efek "charm" semakin tebal.
Hal ini memang tidak berlaku terhadap cintaku yang lalu. Cinta pertamaku misalnya. Apa ini yang kubutuhkan?...
Cinta harus berasal dari hati. Maka jika tidak dari hati, jangan pernah berucap bahwa kamu mencinta.
Siklus kehidupan..
Ibarat angkot yang rela nungguin orang di ujung jalan yang belum tentu naik. Dia masih mau menungguku...
Namun aku takut bila aku sampai menjalin hubungan tanpa suatu chemistery. Aku takut berakhir menyakitinya. Karena tidak bisa mencintainya sepenuh hati. Itulah yang membuatku selalu berfikir tanpa tindak lanjut.
Aku tidak pernah mau bermain-main. Terutama tentang suatu hubungan. Ada rasa klik kok. Tapi ya itu tadi.. ada suatu ketakutan akan hal yang sebenarnya belum tentu terjadi. Tidak ada yang bisa membantuku dalam pertimbangan.
Aku adalah seorang lelaki. Wali bagi diriku sendiri.
Kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Oleh sebab itu,
selalu bersiaplah dengan apapun kenyataan yang berjalan dalam hidupmu.
Perasaan yang dinamakan cinta itu mungkin buta dan bodoh. Hati kita tidak selalu jatuh cinta kepada orang yang tepat disaat yang tepat. Terkadang kita justru menyakiti seseorang yang dengan tulus mencintai kita. Dan terkadang kita malah mencintai orang yang tidak layak mendapatkan cinta kita sama sekali.
Cinta menyembuhkan luka di hati, menentramkan hati yang
gundah, menguatkan hati yang lemah, meniupkan keberanian pada jiwa yang
pengecut.
Sampai saat ini.. aku masih percaya akan semua hal itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).