Di tengah kegelapan yang ada, keburukan kerap dimaklumi sebagai kewajaran.
mereka yang tak menyadari sedang berjalan didalam gelap, tak akan berusaha mencari cahaya.
Sudah menjadi tugas kita sebagai sesama makhluk ciptaannya untuk saling mengingatkan.
Saat karma hadir menyapa, Sesal tak akan lagi berguna. Selama engkau belum melangkahi garis dimana tak ada jalan untuk kembali. Kau masih bisa bertaubat. Selama kau masih punya nafas di dadamu. Selama jiwa masih menyatu dengan raga. Namun sudah terlambat bila ajal sampai menghampiri sang mangsa. Bahan bakar para Angkara agar bisa tetap berada di dunia. Wujud sempurna para durjana.
Di saat semua manusia di dunia ini berusaha untuk mencari cahaya. Aku memilih untuk memerangi kegelapan.
Walaupun caranya berbeda tapi bisa dibilang kami mempunyai tujuan yang sama.
Dimana ada cahaya di situ ada bayangan yang mewakili kegelapan. Bagaikan bayangan yang akan selalu ada saat ada cahaya. Aku
juga ikut bersembunyi dalam gelap untuk memantau musuh-musuhku.
Cahaya dan kegelapan. Bila salah satunya tidak ada maka dunia tidak akan seimbang.
Itulah yang selalu orang katakan. Maka dari itu aku bisa mengatakan kepada mereka, bahwa akulah pengontrolnya!.
Ketika fana menaburkan godaannya. Harta menjadi tuan yang
dipuja-puja. Nilai, moral dan norma hanyalah semu belaka. Rangkaian
cerita menjadi topik dilayar media. Kisah para hama yang tak kunjung
mereda.
Ketika para durjana seakan tak puas bergumul dengan dosa melancarkan dusta dengan segala tipu dayanya.
Aku hadir untuk menyikat habis mereka semua.
Karena aku yakin dunia akan menjadi lebih baik tanpa mereka
Meskipun aku tahu aku tak bisa menolong semuanya.
Tapi setidaknya aku bisa membuat sedikit perubahan. Dunia yang lebih baik untuk para penghuninya.
Ujian Kehidupan
Diposting oleh
tutorial
03.10
"Tuhan tidak adil!. Memang Tuhan itu tidak adil!" Dengan mata melotot mulut yang dimonyongkan dan muka memerah. Itulah perkataan Sugeharto kali ini.. -_- .
Biasanya manusia mengatakan tidak adil saat mendapat ujian, ketika keinginan tak tercapai, ketika susah, ketika merasa kalah saat membandingkan dirinya dengan orang lain. Itulah kondisi-kondisi manusia sering mengatakan tuhan tidak adil. Kenapa sampai beraninya mengatakan tuhan tidak adil? Apakah karena ia sudah sering melakukan hal yang adil sehingga berani dengan lantangnya mengucapkan kalimat seperti itu pada sang pencipta.
Tetapi pernahkah mereka-mereka itu mengatakan tidak adil pada tuhan saat dikabulkan segala keinginannya. Saat dilapangkan rezeki, diberi wajah rupawan, pasangan hidup yang diidamkannya, dihormati, diberi penghargaan oleh orang-orang disekelililngnya, anak-anak yang berbakti serta sholeh, diberi kesehatan, serta aibnya masih disembunyikan dengan rapat. Mungkin tak akan pernah terucap kata tak adil dari mulut pada kondisi kenikmatan yang seperti itu. Walaupun justru keadaan seperti itulah yang sering membuat kita lalai, lupa dengan Tuhan, berbuat semena-menanya dan melahirkan sikap angkuh.
Harusnya aku segera memintanya untuk beristighfar, segera bertaubat dan membaca syahadat lagi karena hal yang dilakukannya ini sudah merupakan murtad qouli. Namun karena dari awal aku hanya diminta menjadi pendengar, maka untuk saat ini sebaiknya aku hanya menjadi pendengar yang baik saja dulu.
Latar belakang permasalahannya ini karena menantunya memintanya untuk tidak lagi memusuhi putra dari almarhum tetangga yang didengkinya itu. Sepertinya mantunya itu juga mengingatkannya akan suatu hadist tentang memusuhi keturunan Rasulullah. Sangat disayangkan sebenarnya, Sugeharto ini melakukannya karena peringatan dari hadist bukan karena kesadaran dari dirinya sendiri. Jangankan yang seperti itu, memusuhi orang lain hanya karena iri dan dengki saja sudah salah.
"Enaknya. Kalo bisa meminta aku juga pasti akan meminta dilahirkan sebagai Syarif (keturunan Rasulullah)!".
Hah!? Lha wong dikasih hidup sebagai pegawai swasta biasa saja sombongnya seperti itu, sampai pake merendahkan almarhum yang notabene seorang pejabat tinggi negara dari Departemen Keuangan, Advokat. Padahal semua orang berilmu juga tahu tidak sembarang orang bisa masuk kesana, bahwa almarhum bisa masuk kesana secara jujur karena kompetensi kecerdasan intelektualnya. Institusi ini tidak seperti ********** atau *** Indonesia jaman dulu yang bisa masuk secara kekeluargaan. Atau cara masuk ***** yang sudah menjadi rahasia umum. Ia juga sudah tahu dari teman masa kecil almarhum yang juga tetangga sini bahwa almarhum tidak mengambil haknya untuk masuk jadi PNS ********** sekalipun itu adalah jatah dari ayah beliau(Kuota khusus). Justru memilih ikut ujian masuk instansi lain yang di generasi sekarang disebut STAN. Dan syukur alhamdulillah waktu itu beliau berhasil lolos. Banyak orang yang tidak berhasil lolos kesana sekalipun pintar.
Sedangkan "orang dekatnya" yang masuk dengan cara "menyogok" dia katakan tidak apa-apa karena orangtuanya mampu. Yang pentingkan hidupnya kepenak. Pemikiran macam apa ini?. Apa dia tidak berpikir, yang seperti ini sudah melakukan perbuatan mengambil hak orang lain. Karena orang yang sebenarnya, yang pantas mendapatkan kursi karena kompetensinya malah tereliminasi karena dia masuk secara polosan/jujur. Lalu mau menggunakan dalil sekalipun masuk nyogok itu haram, gaji yang diterima tidak haram selama amanah dengan pekerjaan yang dibebankan. Uenak tenan. Kemungkinan setelah itu ia akan menyisihkan sebagian kecil dari penghasilannya yang sangat besar itu untuk biaya nyogok keturunan berikutnya dan seterusnya dan seterusnya.
Berkali-kali mencela orang lain, menganggapnya "miskin". Ya kalau orang tersebut tidak tahu ya nggak apa-apa. Tapi kalau sampai tahu?. Menyedihkan memang orang yang tidak bisa melihat dirinya sendiri. Dasar Drona!(karakter dalam Wayang Kulit) versi gagal. Sampai-sampai menantunya saking menahan malunya akhirnya mengatakan nasehat kepadanya bahwa "kehormatan itu tidak diukur dari harta benda dan materi. Kalau seperti itu maka para koruptor lah orang paling terhormat. Karena harta korupsi uang negaranya tidak hanya ratusan juta rupiah, bahkan sampai milyaran dollar".
Akupun berpikir.. andaikan hal itu yang menjadi standartnya, bukankah itu tetap tidak menjadikannya orang yang terhormat? memangnya berapa M(Milyard) aset yang dia punya? tidak usah M, berapa ratus juta rupiah uang cash yang ada ditangannya sehingga dia sampai berpikir demikan?. Menurut pandanganku kehormatan sejatinya terletak dalam pribadi. Kepandaian ilmu dan akhlak budi. Sayangnya aku tidak melihat kedua hal ini dimiliki oleh seorang Sugeharto.
Saat anak perempuan bungsunya berhasil menikah dengan orang kaya saja nyombongnya selangit, kayak dianya yang nikah sama raja minyak. Pakai ngadain challenge. Sampai-sampai jadi bahan konsumsi cibiran para tetangga membandingkan kalau A paling banter liburan ke Bali. Sedangkan B kalau jadi bahkan bisa mengajak ibundanya ke Paris, London, keliling Eropa, Mesir, Mekkah, bahkan keliling dunia. Ada yang menyanggah pernyataan itu. Menolak bahwa mereka bukannya cuma bisa mentok ke Bali, tapi lebih memilih dananya disimpan buat pendidikan anak dan biaya nyogoknya nanti. Orang-orang akhirnya pada "ngeh" dan sadar bahwa negara mereka memang sudah berada dalam lingkaran setan. Ditambah lagi menjadi semakin miris bila ternyata generasi muda yang mereka harapkan untuk memperbaikinya justru berasal dari lingkaran tersebut.
Jadi miskin sekalipun itu bukan suatu dosa. Melainkan salah satu bentuk ujian di dunia.
Tahukah kamu
Lebih banyak orang yang gagal pada ujian kekayaan daripada ujian kemiskinan.
"Yang semua serba baik itukan semua dari keturunan ibunya bukan ayahnya!. Bapak dari ayahnya saja anak yatim! tidak jelas asal usulnya!. Ayahnyakan bukan syarif jadi nggak papa.
'Memangnya ia tahu hanya sekedar namanya saja dari kakek buyut dan kakek canggahnya?. Pasti tidak tahu.
Justru karena bukan keturunan orang biasa maka masih bisa tahu leluhur yang bersangkutan'. Dalam kebudayaan bangsa kita hanya para ulama besar dan anggota keluarga kerajaan saja yang menuliskan nasab keturunannya. Karena mereka mempunyai "keistimewaan".
Itupun yang ditulis hanya nama, kita tidak tahu penampakan wajah dan fisiknya seperti apa. Bahkan kisah hidupnya. Sedangkan masyarakat biasa.. ?(tidak usah dibayangkan.
Memangnya apa yang salah dengan menjadi anak yatim? Seolah mengatakan menjadi anak yatim piatu itu adalah sebuah aib. Ia jadikan imajinasi liarnya sebagai bahan cibiran kepada bapak almarhum yang juga sudah almarhum jauh lebih lama. Bukankah leluhur dirinya juga dari hulu keseluruhannya merupakan keturunan rakyat jelata-sudra papa? yang bahkan sangat rentan terhadap hal yang menjadi imajinasi liarnya itu.
Apa dia memang tidak bisa berpikiran jernih menggunakan logikanya?, bukankah pada jaman itu(jaman perjuangan kemerdekaan) terdapat banyak sekali yatim piatu; dari yang orangtuanya korban perang sampai karena kemiskinan, terkena penyakit dan mati kelaparan.
Padahal rasulullah sangat mencintai anak yatim. Kenapa tidak menjadikan hal itu sebagai teladan!?.
Tidak ada yang salah terhadap almarhum. Namun kenapa selalu mencoba menjelek-jelekkannya?. Apa karena usianya yang lebih pendek daripada Sugeharto?. Bukannya kita di dunia ini hanyalah "mampir minum"?. Hanya mampir mengambil amal baik sebagai bekal di kehidupan yang kekal?. Kenapa harus membanggakan diri mempunyai usia yang lebih panjang daripada almarhum?. Apa dengan begitu merasa lebih baik daripada almarhum?. Kalau begitu sudah siap dirinya ketika ditanya Sang Maha Pencipta tentang bekal yang dibawa dari dunia?. Semoga dirinya tidak menjawabnya dengan jawaban "Nol Besar!".
Siapa menabur angin, akan menuai badai!
Ia tahu bahwa apa yang dilakukannya itu salah!?. Kalau tahu kenapa masih tetap dilakukan!?. Jadi pasti sudah siap akan segala konsekuensinya bukan!? Kalau dulunya sok-sok an waktu melakukannya, kenapa sekarang malah jadi koboi cengeng!?. Bukankah dari awal berkali-kali mengumbar perkataan "Tidak takut!" sering melakukan intimidasi bahwa korbannya sudah kehabisan "amunisi". Silahkan saja dicoba lagi. Jadi setelahnya hadapi saja "jawaban" dari korbannya itu dengan legowo kalo memang bukan pengecut! tidak usah pakai nyinyir curhat play victim segala toh semua orang juga sudah tahu kebenarannya.
Aku mencoba tersenyum
"Sekitar 20000 tahun ke depan(itu juga kalo belum kiamat) kemungkinan sudah terjadi pemerataan. Semua orang bisa mengklaim keturunan rasul.
Sedangkan untuk saat ini hormati saja semua orang. Karena bisa jadi ia juga keturunan syarif. Bukan hanya yang sudah ketahuan terang benderang.
Lho siapa tahu kalo aku sama kamu itu salah satu leluhurnya juga ada yang jadi "Lembu peteng"(keturunan tidak sah raja/bangsawan) jadi kita ikut kecipratan jadi ningrat. Kan bisa saja to?
Kalo setuju ayuk ketawa bareng aku!". Ucapku mencoba menghibur menutup sesi.
Sugeharto memasang mimik tidak mengerti
"Lembu peteng itu apa?"
Biasanya manusia mengatakan tidak adil saat mendapat ujian, ketika keinginan tak tercapai, ketika susah, ketika merasa kalah saat membandingkan dirinya dengan orang lain. Itulah kondisi-kondisi manusia sering mengatakan tuhan tidak adil. Kenapa sampai beraninya mengatakan tuhan tidak adil? Apakah karena ia sudah sering melakukan hal yang adil sehingga berani dengan lantangnya mengucapkan kalimat seperti itu pada sang pencipta.
Tetapi pernahkah mereka-mereka itu mengatakan tidak adil pada tuhan saat dikabulkan segala keinginannya. Saat dilapangkan rezeki, diberi wajah rupawan, pasangan hidup yang diidamkannya, dihormati, diberi penghargaan oleh orang-orang disekelililngnya, anak-anak yang berbakti serta sholeh, diberi kesehatan, serta aibnya masih disembunyikan dengan rapat. Mungkin tak akan pernah terucap kata tak adil dari mulut pada kondisi kenikmatan yang seperti itu. Walaupun justru keadaan seperti itulah yang sering membuat kita lalai, lupa dengan Tuhan, berbuat semena-menanya dan melahirkan sikap angkuh.
Harusnya aku segera memintanya untuk beristighfar, segera bertaubat dan membaca syahadat lagi karena hal yang dilakukannya ini sudah merupakan murtad qouli. Namun karena dari awal aku hanya diminta menjadi pendengar, maka untuk saat ini sebaiknya aku hanya menjadi pendengar yang baik saja dulu.
Latar belakang permasalahannya ini karena menantunya memintanya untuk tidak lagi memusuhi putra dari almarhum tetangga yang didengkinya itu. Sepertinya mantunya itu juga mengingatkannya akan suatu hadist tentang memusuhi keturunan Rasulullah. Sangat disayangkan sebenarnya, Sugeharto ini melakukannya karena peringatan dari hadist bukan karena kesadaran dari dirinya sendiri. Jangankan yang seperti itu, memusuhi orang lain hanya karena iri dan dengki saja sudah salah.
"Enaknya. Kalo bisa meminta aku juga pasti akan meminta dilahirkan sebagai Syarif (keturunan Rasulullah)!".
Hah!? Lha wong dikasih hidup sebagai pegawai swasta biasa saja sombongnya seperti itu, sampai pake merendahkan almarhum yang notabene seorang pejabat tinggi negara dari Departemen Keuangan, Advokat. Padahal semua orang berilmu juga tahu tidak sembarang orang bisa masuk kesana, bahwa almarhum bisa masuk kesana secara jujur karena kompetensi kecerdasan intelektualnya. Institusi ini tidak seperti ********** atau *** Indonesia jaman dulu yang bisa masuk secara kekeluargaan. Atau cara masuk ***** yang sudah menjadi rahasia umum. Ia juga sudah tahu dari teman masa kecil almarhum yang juga tetangga sini bahwa almarhum tidak mengambil haknya untuk masuk jadi PNS ********** sekalipun itu adalah jatah dari ayah beliau(Kuota khusus). Justru memilih ikut ujian masuk instansi lain yang di generasi sekarang disebut STAN. Dan syukur alhamdulillah waktu itu beliau berhasil lolos. Banyak orang yang tidak berhasil lolos kesana sekalipun pintar.
Sedangkan "orang dekatnya" yang masuk dengan cara "menyogok" dia katakan tidak apa-apa karena orangtuanya mampu. Yang pentingkan hidupnya kepenak. Pemikiran macam apa ini?. Apa dia tidak berpikir, yang seperti ini sudah melakukan perbuatan mengambil hak orang lain. Karena orang yang sebenarnya, yang pantas mendapatkan kursi karena kompetensinya malah tereliminasi karena dia masuk secara polosan/jujur. Lalu mau menggunakan dalil sekalipun masuk nyogok itu haram, gaji yang diterima tidak haram selama amanah dengan pekerjaan yang dibebankan. Uenak tenan. Kemungkinan setelah itu ia akan menyisihkan sebagian kecil dari penghasilannya yang sangat besar itu untuk biaya nyogok keturunan berikutnya dan seterusnya dan seterusnya.
Berkali-kali mencela orang lain, menganggapnya "miskin". Ya kalau orang tersebut tidak tahu ya nggak apa-apa. Tapi kalau sampai tahu?. Menyedihkan memang orang yang tidak bisa melihat dirinya sendiri. Dasar Drona!(karakter dalam Wayang Kulit) versi gagal. Sampai-sampai menantunya saking menahan malunya akhirnya mengatakan nasehat kepadanya bahwa "kehormatan itu tidak diukur dari harta benda dan materi. Kalau seperti itu maka para koruptor lah orang paling terhormat. Karena harta korupsi uang negaranya tidak hanya ratusan juta rupiah, bahkan sampai milyaran dollar".
Akupun berpikir.. andaikan hal itu yang menjadi standartnya, bukankah itu tetap tidak menjadikannya orang yang terhormat? memangnya berapa M(Milyard) aset yang dia punya? tidak usah M, berapa ratus juta rupiah uang cash yang ada ditangannya sehingga dia sampai berpikir demikan?. Menurut pandanganku kehormatan sejatinya terletak dalam pribadi. Kepandaian ilmu dan akhlak budi. Sayangnya aku tidak melihat kedua hal ini dimiliki oleh seorang Sugeharto.
Saat anak perempuan bungsunya berhasil menikah dengan orang kaya saja nyombongnya selangit, kayak dianya yang nikah sama raja minyak. Pakai ngadain challenge. Sampai-sampai jadi bahan konsumsi cibiran para tetangga membandingkan kalau A paling banter liburan ke Bali. Sedangkan B kalau jadi bahkan bisa mengajak ibundanya ke Paris, London, keliling Eropa, Mesir, Mekkah, bahkan keliling dunia. Ada yang menyanggah pernyataan itu. Menolak bahwa mereka bukannya cuma bisa mentok ke Bali, tapi lebih memilih dananya disimpan buat pendidikan anak dan biaya nyogoknya nanti. Orang-orang akhirnya pada "ngeh" dan sadar bahwa negara mereka memang sudah berada dalam lingkaran setan. Ditambah lagi menjadi semakin miris bila ternyata generasi muda yang mereka harapkan untuk memperbaikinya justru berasal dari lingkaran tersebut.
Jadi miskin sekalipun itu bukan suatu dosa. Melainkan salah satu bentuk ujian di dunia.
Tahukah kamu
Lebih banyak orang yang gagal pada ujian kekayaan daripada ujian kemiskinan.
"Yang semua serba baik itukan semua dari keturunan ibunya bukan ayahnya!. Bapak dari ayahnya saja anak yatim! tidak jelas asal usulnya!. Ayahnyakan bukan syarif jadi nggak papa.
'Memangnya ia tahu hanya sekedar namanya saja dari kakek buyut dan kakek canggahnya?. Pasti tidak tahu.
Justru karena bukan keturunan orang biasa maka masih bisa tahu leluhur yang bersangkutan'. Dalam kebudayaan bangsa kita hanya para ulama besar dan anggota keluarga kerajaan saja yang menuliskan nasab keturunannya. Karena mereka mempunyai "keistimewaan".
Itupun yang ditulis hanya nama, kita tidak tahu penampakan wajah dan fisiknya seperti apa. Bahkan kisah hidupnya. Sedangkan masyarakat biasa.. ?(tidak usah dibayangkan.
Memangnya apa yang salah dengan menjadi anak yatim? Seolah mengatakan menjadi anak yatim piatu itu adalah sebuah aib. Ia jadikan imajinasi liarnya sebagai bahan cibiran kepada bapak almarhum yang juga sudah almarhum jauh lebih lama. Bukankah leluhur dirinya juga dari hulu keseluruhannya merupakan keturunan rakyat jelata-sudra papa? yang bahkan sangat rentan terhadap hal yang menjadi imajinasi liarnya itu.
Apa dia memang tidak bisa berpikiran jernih menggunakan logikanya?, bukankah pada jaman itu(jaman perjuangan kemerdekaan) terdapat banyak sekali yatim piatu; dari yang orangtuanya korban perang sampai karena kemiskinan, terkena penyakit dan mati kelaparan.
Padahal rasulullah sangat mencintai anak yatim. Kenapa tidak menjadikan hal itu sebagai teladan!?.
Tidak ada yang salah terhadap almarhum. Namun kenapa selalu mencoba menjelek-jelekkannya?. Apa karena usianya yang lebih pendek daripada Sugeharto?. Bukannya kita di dunia ini hanyalah "mampir minum"?. Hanya mampir mengambil amal baik sebagai bekal di kehidupan yang kekal?. Kenapa harus membanggakan diri mempunyai usia yang lebih panjang daripada almarhum?. Apa dengan begitu merasa lebih baik daripada almarhum?. Kalau begitu sudah siap dirinya ketika ditanya Sang Maha Pencipta tentang bekal yang dibawa dari dunia?. Semoga dirinya tidak menjawabnya dengan jawaban "Nol Besar!".
Siapa menabur angin, akan menuai badai!
Ia tahu bahwa apa yang dilakukannya itu salah!?. Kalau tahu kenapa masih tetap dilakukan!?. Jadi pasti sudah siap akan segala konsekuensinya bukan!? Kalau dulunya sok-sok an waktu melakukannya, kenapa sekarang malah jadi koboi cengeng!?. Bukankah dari awal berkali-kali mengumbar perkataan "Tidak takut!" sering melakukan intimidasi bahwa korbannya sudah kehabisan "amunisi". Silahkan saja dicoba lagi. Jadi setelahnya hadapi saja "jawaban" dari korbannya itu dengan legowo kalo memang bukan pengecut! tidak usah pakai nyinyir curhat play victim segala toh semua orang juga sudah tahu kebenarannya.
Aku mencoba tersenyum
"Sekitar 20000 tahun ke depan(itu juga kalo belum kiamat) kemungkinan sudah terjadi pemerataan. Semua orang bisa mengklaim keturunan rasul.
Sedangkan untuk saat ini hormati saja semua orang. Karena bisa jadi ia juga keturunan syarif. Bukan hanya yang sudah ketahuan terang benderang.
Lho siapa tahu kalo aku sama kamu itu salah satu leluhurnya juga ada yang jadi "Lembu peteng"(keturunan tidak sah raja/bangsawan) jadi kita ikut kecipratan jadi ningrat. Kan bisa saja to?
Kalo setuju ayuk ketawa bareng aku!". Ucapku mencoba menghibur menutup sesi.
Sugeharto memasang mimik tidak mengerti
"Lembu peteng itu apa?"
Langganan:
Postingan (Atom)