Rasa sakit karena pertempuran yang lalu masih terasa nyeri di dadaku. Beberapa area tubuhku masih lebam, namun syukurlah tidak terlihat karena tertutup oleh pakaian. Aku tetap melanjutkan pekerjaanku membongkar barang yang ada di depanku untuk nantinya kuperbaiki. Karena aku bukanlah seseorang yang menerima gaji buta. Lebih tepatnya aku memang tidak mempunyai kesempatan itu. Hehehe.
Akhir-akhir ini hal itu mulai menggangguku.
Aku merasa beruntung terlahir di keluargaku yang sekarang. Terlahir dari keluarga berada. Keluarga baik-baik. Terlahir dengan fisik yang rupawan. Menjadi pusat perhatian orang-orang disekitarku.
Bukanlah dramatika kehidupan bila semua berjalan dengan mulus. Aku mempunyai ibu yang sangat cantik. Dan ayahku adalah seorang intelektual, seorang pejabat tinggi di sebuah instansi. Namun beliau hidup bersahaja dan sederhana. Tidak mau mengumbar gaya hidup mewah. Tetap saja hal itu menghampiri. Mungkin karena kami bertempat tinggal dilingkungan yang tidak sehat. Perumahan kalangan menengah yang sebagian besar dihuni oleh para pendengki. Para tetangga yang sebagian besar gemar menggunjing, bergosip bahkan membuat fitnah. Acara dangdutan semalaman suntuk saat akhir pekan selalu menghiasi kampung kami. Dari tukang kutuk akibat jatuh hati kepada rupa parasku hingga kekerasan fisik pada ayahku terjadi. Itu semua adalah imbas buah kedengkian orang-orang berhati kerdil.
Sebenarnya cara agar bahagia dan menikmati hidup itu cukup sederhana.
Caranya adalah dengan mensyukuri apa yang telah kita miliki. Namun mereka tidak melakukan itu. Mereka tidak puas dengan keadaan dirinya saat ini hanya bisa memalingkan pandangan kepada orang yang lain yang mereka rasa mempunyai segalanya. Yang mendapatkan itu semua dari jerih payah dan kerja keras diselingi doa.
Mungkin adalah suatu ketidaknyamanan ketika ada beberapa orang yang mengunjungi tempat tinggal kami
sebagai calon pembeli karena melihat iklan di surat kabar bahwa rumah kami dijual, atau motor
ayahku dijual. Ayahku menanggapinya dengan bersikap biasa dan justru melihat hal itu sebagai suatu kesempatan dengan menawarkan harga yang lumayan menguntungkan. Sayangnya tidak terjadi deal.
Akupun tidak luput dari ujian itu. Keelokan paras justru adalah sebuah ujian tersendiri bagiku, sekalipun aku adalah seorang laki-laki.
Apapun masalah yang kita hadapi, hadapilah dengan sabar, jangan sampai menurunkan kualitas diri kita.
Bila setiap cerita hidup kita selalu indah, hati kita pasti sangat rapuh karena tidak pernah menghadapi ujian.
Sampai akhirnya Ayahku memutuskan untuk hijrah.
Beliau menilai lingkungan kami saat itu bukan lingkungan yang baik untuk membesarkan putra-putrinya. Ayahku sangat mencintai kota ini, karena itulah beliau selalu menolak bahkan setiap saat temannya yang bertugas merolling pegawai belum sempat mengucapkan apapun. Sampai-sampai hal itu membuat frustasi teman beliau. Walaupun itu adalah kewenangannya tapi tetap saja yang namanya teman.. tidak bisa berbuat apa-apa. Sudah habis kata-kata.
Pemindahtugasan pns yang mempunyai jabatan adalah suatu system untuk mencegah korupsi. Karena bila mereka telah menepati suatu posisi dalam masa yang cukup lama, sudah mengetahui segala sesuatu luar dan dalam akan hal itu. Maka dengan mudahnya mereka bisa menyalahgunakan jabatan yang mereka miliki tanpa adanya filter. Walaupun yang namanya korupsi tidak perlu menunggu selama itu. Itu hanyalah masalah mentalitas.
Ayahku menyampaikan hal itu kepadaku dan ibuku. Bahwa hanya pelaksana saja yang bisa menetap di suatu kota sampai pensiun. "Apa Papa jadi pelaksana saja ya?" ucap beliau sambil tersenyum. Tentu saja hal itu langsung mendapat tentangan dari ibuku. Karena penghasilan pelaksana lebih sedikit. Hehehe.
Ayahku setuju untuk dipindahtugaskan dan mengatakan kepada temannya tersebut. Yang disambut oleh temannya dengan senyum berbinar karena berhasil melaksanakan tugasnya. Dengan syarat tidak mau dipindahkan keluar pulau Jawa. Suatu permintaan yang membuat teman ayah kembali memeras otak untuk mengatur strategi.
Beliau hijrah terlebih dahulu lebih awal setahun sebagai persiapan kehidupan kami disana. Sambil menunggu saya dan putra nomer duanya menggenapi kelas. Saya lulus SMP dan adik saya lulus SD.
Manusia tidak pernah lepas dari ujian. Begitu juga di tempat baru kami. Yang namanya hidup bermasyarakat pasti akan ada yang namanya tetangga yang kurang baik. Kami menghadapinya dengan lebih dewasa.
Dan tetap merasa tempat baru ini jauh berbeda dengan tempat yang lama. Di kota baru itu aku merasa lebih nyaman, mengenal banyak teman-teman yang sangat berbeda sifatnya seperti teman-teman SMPku dulu yang nakal kekanakan, suka membuly diriku karena mungkin mereka iri terhadapku yang mereka anggap berbeda. Menganggap yang paling jago berbuat nakal adalah yang terhebat. Untuk itulah ayahku memasukanku ke sebuah perguruan Karate. Agar aku bisa percaya diri dan bisa membela diri dari orang-orang yang mempunyai niat tidak baik. Semua hal bocah itu hilang dihadapan teman-teman baruku.
Masa SMA adalah masa masa yang indah.
Semua yang tuhan berikan kepadaku adalah titipan yang tidak boleh disalahgunakan. Untuk itulah aku selalu menjaga diriku dari perbuatan negatif.
Kesedihan, kekecewaan dan rasa sakit yang begitu dalam yang ia berikan
adalah sebuah petunjuk dari tuhan untukku bahwa dia bukanlah yang terbaik buatku.
Hal itu menambah pengalaman yang membuatku lebih tegar.
Sampai aku merasa keberuntunganku telah berakhir. Ayah meninggalkan kami keluarganya selepas aku lulus SMA untuk selamanya.
Kami sekeluarga kembali ke kota asal kami. Disini aku mulai melangkah setelah ada seseorang yang baik hati mempercayakan suatu pekerjaan kepadaku.
Ada yang datang dan ada yang pergi dalam hidup.
Dan point disini inilah yang membuatku galau.
Sebagai pewaris kekuatan Wara. Bukan saja indera penciumanku yang
menjadi lebih tajam berlipat-lipat. Begitu juga indera penglihatan dan
pendengaranku pun mengalami hal yang sama.
Bolehlah mereka mengetahui sejarahku itu, namun cukuplah mereka simpan untuk diri sendiri. Tak perlu terus menerus menceritakannya kepada orang lain. Sampai-sampai hal itu terdengar beberapa kali olehku. Bahkan sempat terdengar dari mulut beberapa kerabat, yang membicarakannya dibelakangku tanpa mereka tahu aku mengetahuinya. Membicarakan betapa malangnya diriku.
Suatu cerita yang mereka rasa sangat sayang sekali. Tak pernah sekalipun, bahkan aku menganggapnya tak perlu membahas hal ini karena yang aku lihat bukanlah rasa simpati melainkan hanya sebatas rasa ingin tahu.
Awal dari cerita saat dirinya menanyakan tentang diriku di warung toserba sembako tetangga sebelah rumah di pemukiman lama kami. Yang informasi ini tak pernah disampaikan kepadaku.
Beliau terkejut akan kedatangan seorang perempuan cantik secantik bidadari yang menanyakan perihal diriku.
Waktu tak akan pernah bisa berputar kembali. Biarlah itu menjadi bagian dari masa lampau.
Aku sempat jatuh hati di masa dewasaku ini kepada seorang gadis yang bekerja sebagai pegawai di perusahaan rekanan. Getaran itu sedemikian kuatnya hingga aku berusaha melawan rasa takutku. Rasa nervous yang terjadi karena aku bukanlah Sang Arjuna, bukan pula seorang Don Juan yang bisa dengan mudahnya mengumbar rayuan gombal. Aku selalu mencari-cari sosok dirinya saat berkunjung ke tempat itu. Sekedar ingin melihatnya. Kuberanikan diri untuk menyapanya, namun kehilangan kata-kata akan materi yang seharusnya aku lontarkan. Dirinya seakan mengetahui hal yang kurasakan dan mulai menjaga jarak denganku. Tidak berani menatapku lama-lama. Iapun meminta managernya untuk memindahkannya ke bagian belakang, bukan bagian depan tempat ia bisa berinteraksi dengan siapa saja. Karena ia sudah mempunyai seorang pria yang mencintainya.
Mulanya ia mengira aku seperti umumnya stereotipe Mahasiswa yang beredar di khalayak umum. Stereotipe pergaulan mahasiswa yang memprihatinkan. Apalagi untuk seseorang yang sangat menarik secara fisik. Ia langsung menghakimi diriku pasti melakukan pergaulan bebas. Bahkan berkata-kata ketus tentangku.
Dan sebenarnya hal itu bisa dengan mudah aku patahkan karena aku bukanlah mahasiswa.
Kuberanikan diri menghubungi seseorang yang menjadi penghubung antara pekerjaanku dengan tempatnya bekerja. Seseorang yang menghubungi kami untuk meminta jasa kami.
Menanyakan apakah doi telah berkeluarga. Pertanyaan blak-blakan ini mungkin bisa menggores perasaanmu bila mendengarkan jawaban yang tidak kita harapkan, namun hal itu diperlukan untuk mengakhiri rasa
penasaran dalam hatimu, sehingga kita dapat menentukan tujuan yang lebih
jelas menuju ke depan dengan semangat.
Pada umumnya bila mengetahui yang ditanyai sedang in relation. Si penjawab yang tidak mau mengambil pusing akan dengan mudahnya menjawab dengan jawaban bahwa Doi sudah berkeluarga. Habis perkara. Untungnya dirinya tidak menjawab seperti itu. Walaupun jawaban darinya tidak lebih baik.
Ia mengatakan Doi beragama Kristen dan sebentar lagi mau menikah.
"JLEB!" jawaban yang pasti membuat penanya kehilangan harapan.
Hanya orang yang lemah dan menyerah yang mengatakan "Cinta tak harus saling memiliki".
Entah mengapa aku menjawabnya dengan ringan ya kalau begitu tinggal meyakinkan dirinya agar masuk Islam agama yang aku anut. Ia mengatakan kepada diriku berkali-kali doi sebentar lagi mau menikah. Dia sudah ada calon, dia sudah punya pacar.
"Mas aku nggak salah. Sebelum janur kuning melengkung, dia bukan milik siapa-siapa. Cuma pacarkan? Aku mau kok melamar dia" terdengar hening di seberang.
Dia pun akhirnya membenarkan jawabanku.
Di tempat kerja sepertinya Mas tersebut menyampaikan yang aku sampaikan. Perkataannya tentang dirinya yang beragama Kristen ternyata memang doi yang menyuruhnya agar aku mundur.
Berkali-kali dia mengatakan aku nggak bisa. Aku ini perempuan. Ia berandai-andai kami datang bersamaan. maka iapun bisa memilih. Dia terjebak dalam kesetiaan buta dengan meniadakan persaingan. Seperti yang diajarkan oleh sinetron-sinetron alay jaman sekarang.
Padahal kita harus memisahkan arti dari sebuah kata perselingkuhan dan cinta sejati. Sebuah perselingkuhan akan sarat dengan erotik maupun ketidaksetiaan dan juga kepalsuan. Sedangkan cinta sangat berkaitan erat dengan ketulusan dan pengorbanan. Dan disebut perselingkuhan, bila sudah dalam ikatan pernikahan.
Bagaimanapun juga tuhan mempertemukan kami saat itu bukan saat yang lebih lalu. Kami mempunyai latar kehidupan yang berbeda. Dan dengan cara itulah tuhan mempertemukan kami.
Mengetahui aku bukan seperti stereotipe yang ia bayangkan. Dirinya mulai goyah. Fakta tentang diriku ternyata berbalik 180 derajat dari kesan awal sosok "mahasiswa" yang ia kira.
Waktu itu ingin sekali aku menanyakan "Apa aku berhasil masuk ke dalam hatimu?".
Hari hari berlanjut. Suatu hal yang indah ketika dua orang saling merindu, tidak pernah
berkomunikasi, tetapi saling mendoakan di dalam sujudnya masing-masing.
Sampai hal itu doi utarakan kepada Ayahnya. Dia mengatakan bahwa ada pemuda ganteng, ganteng banget katanya. Yang naksir dirinya. Setelah itu beliau terharu mendengar alasan menerima pacarnya saat itu adalah karena wajahnya yang mirip dengan sang ayah.
"Anakku yang cantik, kamu berhak mendapatkan yang lebih dari ayah" (dalam bahasa jawa).
Sekalipun mengetahui diriku adalah lulusan SMA dan berhenti untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Beliau terharu akan kesungguhan putrinya dan berjanji akan pasang badan untuk berbicara baik-baik kepada pihak lelaki.
Hari Rabu itu seharusnya menjadi awal dari kebahagiaan kami berdua.
Kegalauan dirinya masih berlanjut, dia tidak bisa melupakan ibu dari pacarnya yang telah menganggapnya seperti putrinya sendiri. Hal itu ia sampaikan kepada teman-teman kantornya. Ia memilihku dengan Ibu dari pacarnya. Sebuah pilihan yang tidak mungkin.
"Kamu plin-plan. Menikahi seseorang berarti juga "menikahi" keluarganya, bukan sebaliknya."
Inilah salah satu alasan mengapa Islam melarang pacaran. Karena bisa menimbulkan keterikatan yang tidak seharusnya, rasa ikatan yang tidak sewajarnya.
Sebenarnya dari awal, niatmu itu menikah dengan laki-laki atau menikah dengan ibu-ibu?.
Terakhir kali bertemu kami tak mengeluarkan sepatah katapun. Terlihat dalam pandangan matanya ia berkali-kali mengatakan tidak bisa. Sekalipun aku ratusan kali lebih tampan, ratusan kali lebih baik dari lelaki itu. Bila belum apa-apa dia sudah mengatakan tidak bisa, maka hal itulah yang akan terjadi.
Ia hanyalah seorang perempuan. Mungkin ia hanya memilih jalan yang lebih mudah. Sepertinya ia telah mantap dengan keputusan tersebut. Setelah aku melangkahkan kaki keluar dari kantornya, mas penghubung memberikan pendapatnya kepada doi, mengatakan bahwa diriku bukanlah seorang pecundang. Aku hanya bisa tersenyum mengetahui hal itu.
Saat dunia berkata menyerahlah. Harapan berbisik cobalah sekali lagi.
Aku menekan tombol-tombol itu, menghubungi Mas penghubung. Selain memberikan jawaban yang sama, ia mengatakan bahwa doi telah mengajukan risen. Ia tak lagi bekerja di tempat itu. Seperti yang lalu, ia juga tidak memberikan apapun untuk bisa menghubungi dirinya. Ucapan itu telah menghancurkan harapanku. Sampai sebegitunya dirinya menolakku, demi menghindari diriku.
Apa yang bisa aku lakukan waktu itu demi dia?..
Andai saja saat itu dia mau sedikit saja membukakan kesempatan untukku agar kami bisa berkomunikasi...
Memberikan kontaknya, nomer telpon yang bisa dihubungi atau minimal alamat rumahnya. Aku mungkin bisa berbicara dari hati ke hati dengannya.
Kekuatan besar mempunyai tanggungjawab yang besar. Besar kapal besar pula gelombangnya.
Banyak
perempuan cantik yang tidak bisa menjaga pergaulannya di luar sana.
Karena mereka mempunyai kelebihan, ujian yang lebih berat mengenai hal
itu. Itulah yang membuat dirinya berkualitas. Itulah yang membuat dirinya bersinar di mataku.
Jika kau tanya kenapa aku memilihnya, itu karena Allah memberikanku cinta yang ditujukan kepadanya.
Yang aku cari bukanlah wanita tercantik di dunia. Melainkan gadis jelita
yang mempunyai akhlak. Yang parasnya bisa meneduhkanku,
membuatku untuk terus mengingatnya dan menyemangatiku dalam hidup.
Seorang gadis baik-baik yang berasal dari keluarga baik-baik dan dirinya mempunyai semua
kualifikasi itu.
Aku tidak bisa menyalahkan dirinya. Ia berhak memilih. Ia berhak memilih jalan yang lebih mudah.
Mengapa memilih jalan yang membutuhkan perjuangan bila ada jalan yang mudah tanpa melakukan apapun. Lelaki yang berhasrat terhadap dirinya berasal dari keluarga mapan. Hal
itu jelas berbeda denganku yang masih harus berjuang. Ia telah menyerah
dan memilih jalan yang telah ada.
Kini aku mempunyai sudut pandang lain Cinta tidak selamanya harus saling memiliki mungkin benar adanya. Kini aku hanya bisa berdoa agar kamu bisa mendapatkan kebahagiaan yang tidak sempat aku berikan.
Aku kembali dari dunia mayaku. Disinilah aku saat ini, kembali ke pemukiman masa kecilku.
Cukuplah kisah itu sampai disana. Tak ada keperluannya mengungkit kembali hal itu di masa sekarang.
Masa dimana ia telah menjadi milik orang lain.
Aku tidak membutuhkan cerita itu untuk tersebar. Tidak akan berpengaruh positif terhadap kehidupanku.
Entah mereka mendapatkan cerita itu darimana. Tentu saja mereka tidak akan memikirkan bagaimana perasaanku bila mendengar hal itu kembali.
Kenangan tidak bisa berubah, meskipun orang-orang
didalamnya mungkin telah berubah. Tapi kita harus belajar untuk tidak
mengingatnya jika ingin terus melangkah.
The worst part of being strong is no one ask you if youre okay
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).