Sebuah mobil sport berwarna putih melenggang melintasi jalanan
kota yang dihiasi gemerlapnya lampu-lampu jalan dan berbagai neonbox toko. Di
belakang kemudi, seorang eksekutif muda bersetelan jas lengkap terlihat gelisah
mengemudi sambil melihat jam tangannya.
Apa sih maunya si Fandi ini? Berkali kali menghubungi minta
bertemu. Lebih tepatnya meneror , dengan spam telepon dan sms. Membuatku gerah
dan hanya menambah pikiran saja.
Andai kalau sampai saat ini dia masih menganggur, itu bukan
karena dia bodoh atau tidak kompeten di bidangnya. Melainkan karena minimnya
lapangan kerja akibat rusaknya roda ekonomi saat ini.
Aku berfikir positif, bisa dibilang nostalgia, memintaku
untuk menemuinya di kafe tempat kita biasa nongkrong.
Tapi untuk berjaga-jaga kalau kalau ia melakukan sesuatu
yang nekat, aku sudah menyuruh dua orang satpam kantor untuk ikut bersamaku.
Tentunya mereka akan menyamar sebagai pengunjung kafe lainnya. Hanya untuk
berjaga-jaga saja. Karena masalah ekonomi bisa membuat seseorang menjadi irasional.
Tentunya itu karena aku telah berteman lama dengannya. Makanya aku berbuat
seperti ini. Bertahun-tahun mengenalnya membuatku mengetahui sifat-sifat
jeleknya, terutama kalau dia sedang marah. Ya, dia orang yang pendendam.
Karena keadaan perusahaan yang terancam inilah aku terpaksa memberhentikannya
sebagai pegawai. Bukan karena pekerjaannya yang buruk atau kalah kompetensi
dengan pekerja lainnya. Malahan dibanding pegawai lainnya usianyalah yang
paling muda. Salah satu alasan untuk memilihnya karena biaya pesagon yang
paling efisien. Sesulit-sulitnya keadaan perusahaan kami masih dipusingkan akan
peraturan pemerintah tentang banyaknya pesangon.
Bayangkan jika kami harus mem PHK pegawai lainnya yang punya
masa kerja rata-rata lebih dari 9 tahun, bahkan ada yang sudah bekerja selama
15 tahun. Pengeluaran untuk pesangon bisa mencapai 4-6 bulan gaji untuk setiap
orangnya. Padahal perampingan pegawai membuat kami terpaksa memPHK banyak
orang. Sedangkan masa kerja dia dan beberapa pegawai baru lainnya masih dibawah
3 tahun, yang berarti kami cukup membayar pesangon 1 bulan gaji saja.
Tapi
spesial untuk dia aku memberinya 3 bulan gaji mengingat dia adalah temanku
kuliah. Kurang baik apa coba? Gara-gara itu juga aku harus menghemat berbagai
pengeluaranku. Hobiku mengunjungi berbagai tempat hiburan malam terpaksa aku kurangi
untuk sementara sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Aku tetap butuh
hiburan agar tetap bisa bekerja dengan baik. Belum lagi penghematan
pengeluaran-pengeluaran lain-lain ;hobiku berjudi misalnya. Benar-benar
sial!
Semoga dia juga menyadari aku juga dalam keadaan yang sulit.
Dan aku meminta pengertiannya akan hal itu.
Perjalanan menuju kafe tidak kutemui ada mobil lainnya yang
menemani mobilku. Kenapa malam ini begitu lenggang?
Itu dia cafenya sudah kelihatan. Aku membuka pintu turun
dari mobil. Kulihat GPS posisi kedua satpam pegawaiku di dekat sini. Aku
tinggal berteriak kalau terjadi sesuatu yang buruk.
Kulangkahkan kaki menuju pintu masuk. Hawa dingin menusuk
badanku yang terbalut setelan jas berwarna hitam. Aneh pakaianku ini bukan
terbuat dari bahan murahan. Diteruskan dengan bulu kudukku yang entah mengapa
tiba-tiba berdiri saat memasuki pintu kafe. Aneh, aku merasa suasana disini begitu kelam, sepi, tidak ada
pengunjung lain.
Mungkin ini juga efek jatuhnya ekonomi.
Tidak kutemui pelayan dan pegawai kafe di tempatnya. Aku
mencoba memanggil-manggil pelayan untuk memesan sesuatu sembari menunggu Fandi.
Tidak terdengar sahutan balasan.
Aku mencoba menenangkan diri untuk duduk sambil berkali-kali
melihat keluar kearah mobilku yang diparkirkan di seberang. Walaupun ini jalan
raya tapi kenapa tidak ada satupun kendaraan yang melintas? Aku menjadi gelisah
Sudah terlalu banyak kata aneh menghiasi perjalananku menuju tempat ini.
Sekali lagi aku melihat sekelilingku dan hey... kenapa
sebelumnya aku tidak menyadari ada orang disana. Dari belakang sih mirip
potongannya Fandi, apa itu dia sudah menunggu disini sebelum aku?
Aku berdiri berjalan ke sana dan menepuk bahunya.
“Fan?”
Dia perlahan memutar kepalanya ke arahku . “HAH!” aku
terkejut melihat wajah hitam tak berbentuk. Beberapa saat kemudian akupun
tertawa lepas, “Gila lu, bikin kaget aja, lepas dong itu topeng. Jijik tahu.
Kayak asli topengnya.”
Setelah kuteliti lebih detail sepertinya topeng itu menempel
lekat tanpa pembatas. Aku mulai gugup. Detak jantungku berdegup keras. Lututku
gemetar.
Aku hubungi kedua satpamku. Aneh posisi GPS mereka masih di tempat yang sama, sama sekali tidak bergerak. Posisi mereka ada di dalam ruang ini.
Aku hubungi kedua satpamku. Aneh posisi GPS mereka masih di tempat yang sama, sama sekali tidak bergerak. Posisi mereka ada di dalam ruang ini.
“Kau tak perlu repot-repot memanggil mereka. Aku sudah
membereskannya” suara makhluk itu terdengar parau.
Dia berdiri membalikkan badannya ke hadapanku.
“Selamat makan”
....
Semua terjadi begitu cepat...
0 komentar:
Posting Komentar
Teman-teman, komentar yang sopan ya (jangan bikin sampah). Mohon jangan memberi komentar beserta link. Terima kasih (^-^).