Bulan kemarin sepulang dari perusahaan rekanan yang ada di jalan Indrapasta(yang sekarang berubah jadi satu arah). Saya bermaksud pergi menuju
Kena tilang deh. Seorang polisi keluar dari mobil. Walaupun sebal saya tidak bisa marah karena mereka(ada 3 orang, 2 didepan dan 1 dibelakang->Badannya gedhe semua) hanya melaksanakan tugasnya. Oke-lah apapun cara dan bentuknya tetap saja itu dinamakan 'melanggar', saya tidak mau berdebat dan tetap berusaha sopan karena usia bapak-bapak ini jauh diatas saya. "Ya sudah ditilang saja pak, nggak papa". Walau dalam hati sedikit ngedumel masa mau ke Indomart(ternyata Alfamart) yang jaraknya beberapa meter dari sini harus muter jauhnya keliling jalan Pemuda terus balik ke sini lagi???.
"Pengadilan?"
"Iya pengadilan pak" ('memangnya menurut peraturan kemana lagi kalau bukan ke pengadilan? ke Mall? DP Mall ato Paragon???, kebetulan keduanya dekat dari sini'
Waktu mau nulis slip merah beliau bertanya sampai 3 kali pertanyaan yang sama. Option berikutnya beliau bilang "Ini bener Pengadilan!?, atau mau diselesaikan ditempat!?"(Udah enggak kaget kok dengar kayak gitu). Jawaban saya tetap sama "Ke pengadilan saja pak". Sebagai warga negara yang baik tentu saja saya wajib memilih pengadilan. Ia juga menunjuk STNK saya sampai 3 kali memberitahukan bahwa pajak tahun ini belum saya bayar(Makasih pak saya sudah diingetin).
Sebenarnya saya enggak habis pikir; memangnya SBY enggak cukup apa ngegaji mereka, Kok mereka tega sama keluarga sendiri; ngasih makan anak istrinya dengan uang yang nggak halal!?
Tahukah kamu!? : Semua kasus besar yang ada di atas sekarang ini juga awalnya berasal dari yang kecil-kecil di bawah seperti ini! Oleh mereka yang bermental macam ini! (Jadi inget iklan rokok di tivi)
Saya tidak mau mengajukan "suap" karena saya pikir hal itu malahan akan dapat melukai harga diri yang bersangkutan. Dan apa jadinya coba kalau hal berbau KKN seperti ini malah menjadi kebiasaan sehari-hari?
Tiba-tiba saya teringat waktu blog walking menemukan artikel tentang slip merah dan slip biru. Kalau tidak salah slip biru ditujukan untuk pengendara yang bekerjasama dan mengakui kesalahannya; dapat langsung mentransfer uang denda yang nggak lebih dari Rp 50.000.
Pengalaman lalu; waktu mengambilkan SIM adik ke pengadilan, karena ada kerjaan saya telat 40 menitan. Pengadilan dimulai jam 09.00 WIB. Sampai disana suasana sudah sepi, ada 2-3 orang yang celengak celengok seperti saya. Wah kayaknya pengadilannya sudah selesai. Enggak tahu juga harus nanya ke siapa karena disana juga enggak nemuin yang namanya bagian informasi. Yang ada hanyalah para calo yang sudah stand-bye disana dengan sigap menawarkan bantuannya.
Berikut hitungan akhir biaya ; Denda pokok Rp 35.000, karena telat sama saja dianggap tidak menghadiri persidangan dan dikenai denda tambahan Rp 9000, bayar jasa calo Rp 5000, parkir Rp 1000(padahal tepat di depan pengadilan tapi nggak mau dibayar Rp 500, nggak pake karcis lagi, kadang kalau rame malah Rp 2000) Jumlah nominal; Rp 35.000+Rp 9000+Rp 5000+Rp 1000 = Rp 50.000 (rugi bensin, rugi waktu, rugi tenaga).
Bagi saya yang menganggap waktu sangat berharga, tentu hal ini dapat menjadi alternatif yang tidak memberatkan. Prosesnya cepat, legal, uang langsung masuk ke kas negara.
Ketika saya menanyakan tentang slip biru, polisi yang duduk dibelakang berkata dengan nada tinggi "Lho njalok slip biru! Malah beneran! kek-i slip biru!!!". Suasana wajahnya berubah. Rekan di depannya menimpali dengan hal yang senada, wajahnya juga ikut berubah(tapi nggak separah yang belakang)Saya tetap berusaha sopan menanyakan "slip biru dapat langsung ditransfer-kan pak? lewat Mandiri bisa nggak?(rekening saya Mandiri)nanti saya bayar dendanya berapa?" berusaha mengetahui lebih pasti proses berikutnya dan berapa nanti yang akan saya bayar. "Nanti bayarnya di BRI Pattimura, bayarnya besok Senin, langsung masuk saja tanya disana ada bagiannya sendiri!" Sambil bergegas pergi. Setelah membayar baru saya bisa mengambil SIM di pos bapak-bapak itu bertugas di pos Simpang Lima(wah lumayan jauh juga, saya kira di posnya di daerah sini saja).
Malamnya saya googling mencari informasi yang lebih pasti. Saya menemukan banyak sekali artikel tentang supir Taksi cerdas yang dengan kejadian tersebut menuntun kita dapat mengetahui fungsi dari slip merah dan slip biru. Pantas polisi yang dibelakang marah. Saya bisa menebak sepertinya sudah bisa dipastikan ia membaca tentang artikel ini, ditambah komentar-komentar dibawahnya yang lumayan membangun.
Tapi saya juga menemukan beberapa artikel yang berbeda isinya mengenai kedua slip tilang tersebut. Diantaranya ada yang memasang artikel Sopir Taksi cerdas namun dibagian akhir ada tulisan update! yang mengatakan peraturan itu sudah dirubah. Jika kita meminta slip biru maka kita bersedia membayar denda maksimal yang dalam kasus saya berarti saya harus membayar Rp 500.000!!!->Psl 287 ayat(1)
Beberapa blog juga menulis hal yang sama, malahan di Kaskus juga ada yang mengatakan hal itu. Wah saya jadi ketar-ketir! Yang bener yang mana?
Saya search lebih banyak lagi dan menemukan beberapa bloger yang menjelaskan alur sistem baru yang mengacu UU LL no 22 tahun 2009 menggantikan UU sebelumnya tahun 1998.
Beberapa dari mereka mengalaminya dan membayar denda maksimal. Jika dirasa denda itu terlalu besar, kita bisa mengikuti sidang dan mengambil sisanya kembali di BRI. Dua kali kerja!!
Sebagian besar blogger masih memajang artikel lama (walaupun tanggal artikel tersebut dibuat masih baru-baru ini -> copy paste tanpa menyelidiki lebih lanjut)
Dan saya yakin aturan bayar denda maksimal adalah aturan baru yang sebenarnya. Apa yang saya rasakan waktu itu? Marah!? pastilah, karena saya merasa menyakan secara baik-baik tapi dijawab dengan informasi yang tidak lengkap. Pekerjaan saya menuntun pemaksimalan waktu, dan bagi saya untuk mendapatkan nominal sebesar itu diperlukan waktu yang tidak sedikit. Karena saya bukanlah pengangguran yang kerjanya jalan-jalan keliling kota, ngobrol ngalor-ngidul di pinggir jalan ataupun main catur sama tukang becak!!!.
Senin pagi saya berangkat ke BRI Patimura. Disana saya diterima oleh mbak CS(costumer service) dengan baik, mbak CS tersebut menerangkan dengan gamblang bahwa tidak harus menitipkan denda maksimal jika nantinya datang ke pengadilan. Nanti di pengadilan fungsi slip biru sama dengan slip merah. Kalaupun mau menitipkan sejumlah uang juga bisa, nanti sisanya bisa diambil kembali sesuai denda keputusan sidang. Saya sedikit lega dan berterima kasih kepada mbak CS tersebut atas informasi yang diberikan.
Kesimpulan : Sistem birokrasi kita benar-benar buruk. Untuk apa coba mengganti peraturan yang sebelumnya memudahkan masyarakatnya, dengan peraturan baru yang berbelit-belit. Saya berani bertaruh para orangtua kita pasti tidak mengetahui adanya keberadaan slip biru ini, karena minimnya informasi atau malahan memang tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat. Kenapa tahun 2009 peraturan itu diganti disaat masyarakat semakin cerdas?, saat teknologi informasi semakin mudah, maju dan berkembang, dimana semua hal dapat dipantau secara terbuka. Penerapan denda maksimal yang dikenakan malahan dapat dengan mudah disalahgunakan oleh oknum di lapangan untuk mendapat penghasilan dengan cara kotor.
Ditilang bukanlah hal yang bisa dibanggakan. Tapi setidaknya bila kita tidak sengaja melakukannya. Jangan pernah menawarkan/menerima ajakan "damai". Karena hal itu malah akan mempersulit kehidupan kita/anak cucu kita dikemudian hari.
Dengan "membayar di tempat" berarti anda telah melestarikan budaya korupsi, karena uang yang anda bayarkan pasti masuk ke kantong pribadi oknum tersebut. Dan ia akan mencari mangsa lain & mengulangi hal yang sama, lagi dan lagi.
Jadikan hal tersebut shock terapi untuk mereka. Jangan pernah sekalipun memberi mereka kesempatan.
Di pengadilan kemarin saya hanya dikenai denda Rp 25.000. Kalaupun kita berhalangan hadir karena sesuatu hal, bisa minta tolong diwakilkan oleh keluarga, teman, atau tetangga.
Maka dari itu jika kita ingin keadaan negara kita menjadi jauh lebih baik. Marilah kita turut berpartisipasi dengan melakukan apapun hal yang bisa kita lakukan. Dimulai dari diri sendiri, dari hal-hal yang kecil dan mulailah saat ini juga.
Teman-teman, dukung dan tandatangani petisi dibawah ini ya
http://www.change.org/id/petisi/polri-harus-serahkan-kasus-korupsi-sim-ke-kpk-serahkankekpk#
Silahkan baca juga artikel "Kita tidak bisa di tilang atas keterlambatan bayar Pajak STNK"